Вы находитесь на странице: 1из 7

Kerajaan Islam Bima

Disusun oleh:
Rajulan L. Midran : Nim :
Ilmu Politik
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Universitas Kristen Indonesia
Kerajaan Bima
Bima merupakan pusat pemerintahan atau kerajaan
Islam yang menonjol di Nusa Tenggara dengan nama
rajanya yang pertama masuk Islam ialah Ruma Ta Ma
Bata Wada yang bergelar Sultan Bima I atau Sultan Abdul
Kahir. Sejak itu pula terjalin hubungan erat antara
Kerajaan Bima dengan Kerajaan Gowa, lebih-lebih sejak
perjuangan Sultan Hasanuddin kandas akibat perjanjian
Bongaya. Setelah Kerajaan Bima terusmenerus melakukan
perlawanan terhadap masuknya politik dan monopoli
perdagangan VOC akhirnya juga tunduk di bawah
kekuasaannya. Ketika VOC mau memperbaharui
perjanjiannya dengan Bima pada 1668 ditolak oleh Raja
Bima, Tureli Nggampo; ketika Tambora merampas kapal
VOC pada 1675 maka Raja Tambora, Kalongkong dan
para pembesarnya diharuskan menyerahkan keris-keris
pusakanya kepada Holsteijn. Pada 1691, ketika permaisuri
Kerajaan Dompu terbunuh, Raja Kerajaan Bima ditangkap
dan diasingkan ke Makassar sampai meninggal dunia di
dalam penjara. Di antara kerajaan-kerajaan di Lombok,
Sumbawa, Bima, dan kerajaan-kerajaan lainnya sepanjang
abad ke-18 masih menunjukkan pemberontakan dan
peperangan, karena pihak VOC senantiasa memaksakan
kehendaknya dan mencampuri pemerintahan kerajaan-
kerajaan, bahkan menangkapi dan mengasingkan raja-raja
yang melawan.
Sebenarnya jika kita membicarakan sejarah Kerajaan
Bima abad ke-19 dapat diperkaya oleh gambaran rinci
dalam Syair Kerajaan Bima yang menurut telaah filologi
Cambert Loir diperkirakan sangat mungkin syair tersebut
dikarang sebelum 1833 M, sebelum Raja Bicara Abdul
Nabi meletakkan jabatannya dan diganti oleh putranya.
Pendek kata syair itu dikarang oleh Khatib Lukman
barangkali pada 1830 M. Syair itu ditulis dalam huruf Jawi
dengan bahasa Melayu. Dalam syair itu diceritakan empat
peristiwa yang terjadi di Bima pada pertengahan abad ke-
19, yaitu, letusan Gunung Tambora, wafat dan
pemakaman Sultan Abdul Hamid pada Mei 1819,
seranganbajak laut, penobatan Sultan Ismail pada 26
November 1819,Sultan Abdul Hamid dan Wazir Abdul
Nabi, pelayaran Sultan Abdul Hamid ke Makassar pada
1792, kontrak Bima pada 26 Mei 1792, pelantikan Raja
Bicara Abdul Nabi, serta kedatangan Sultan Ismail,
Reinwardt, dan H. Zollinger yang mengunjungi Sumbawa
dan menemui Sultan.

A.Letak
Kabupaten Bima merupakan salah satu Daerah Otonom
di Provinsi Nusa Tenggara Barat, terletak di ujung timur
dari Pulau Sumbawa bersebelahan dengan Kota Bima
(pecahan dari Kota Bima). Secara geografis Kabupaten
Bima berada pada posisi 117°40”-119°10” Bujur Timur dan
70°30” Lintang Selatan.
Sejarah Singkat
Bima merupakan pusat pemerintahan atau kerajaan Islam
yang menonjol di Nusa Tenggara dengan nama
rajanyayang pertama masuk Islam ialah Ruma Ta Ma Bata
Wada yang bergelar Sultan Bima I atau Sultan Abdul
Kahir. Sejak itu pula terjalin hubungan erat antara
Kerajaan Bima dengan Kerajaan Gowa, lebih-lebih sejak
perjuangan Sultan Hasanuddin kandas akibat perjanjian
Bongaya. Setelah Kerajaan Bima terusmenerus melakukan
perlawanan terhadap masuknya politik dan monopoli
perdagangan VOC akhirnya juga tunduk di bawah
kekuasaannya. Ketika VOC mau memperbaharui
perjanjiannya dengan Bima pada 1668 ditolak oleh Raja
Bima, Tureli Nggampo;ketika Tambora merampas kapal
VOC pada 1675 maka Raja Tambora, Kalongkong dan
para pembesarnya diharuskan menyerahkan keris-keris
pusakanya kepada Holsteijn.
Silsilah Raja
• 1. ± 1620—1640 Abdul Kahir
• 2. 1640—1682 I Ambela Abi’l Khair Sirajuddin
• 3. 1682—1687 Nuruddin Abu Bakar All Syah
• 4. 1687—1696 Jamaluddin Ali Syah
• 5. 1696—1731 Hasanuddin Muhammad Syah
• 6. 1731—1748 Alauddin Muhammad Syah
• 7. 1748—1751 Kamalat Syah,
• 8. 1751—1773 Abdul Kadim Muhammad Syah,
• 9. 1773—1817 Abdul Hamid Muhammad Syah
• 10. 1817—1854 Ismail Muhammad Syah,
• 11. 1854—1868 Abdullah,
• 12. 1868—1881 Abdul Aziz,
• 13. 1881—1915 Ibrahim,
• 14. 1915—1951 Muhamad Salahuddin,
Kehidupan Budaya
• Beragam tradisi dan budaya terlahir dan masih
dipertahankan rakyatnya. Salah satu yang hingga kini
masih kekal bahkan terwarisi adalah budaya rimpu,
sebuah identitas kemusliman yang hingga kini nyaris
kehilangan makna. Rimpu merupakan busana adat harian
tradisional yang berkembang pada masa kesultanan,
sebagai identitas bagi wanita muslim di Bima. Rimpu
mulai populer sejak berdirinya Negara Islam di Bima
pada 15 Rabiul awal 1050 H bertepatan dengan 5 Juli 1640.
• Masuknya rimpu ke Bima amat kental dengan
masuknya Islam ke Kabupaten bermotokan Maja Labo
Dahu ini. Pedagang Islam yang datang ke Bima terutama
wanita Arab menjadi ispirasi kuat bagi wanita Bima untuk
mengidentikkan pakaian mereka dengan menggunakan
rimpu.
• Sebuah masjid tertua di Bima hingga kini masih bediri
di Kelurahan Melayu Kecamatan Asakota, Kota Bima.
Hanya saja, kondisi cagar budaya itu tak terurus dan
hanya berfungsi sebagai Tempat Pendidikan Qur’an
(TPQ) oleh warga setempat. Bahkan sejumlah benda
bernilai sejarah tinggi raib. Pantauan Suara NTB, mesjid
yang seluruh bangunannya terbuat dari kayu dan beratap
seng itu masih berdiri kokoh diantara rumah penduduk.
Konon masjid itu dibangun dua utusan Sultan Goa
Sulawesi Selatan untuk mensyi’arkan Agama Islam di
Bima
Kehidupan Sosial
• Masyarakat Bima merupakan campuran dari berbagai
suku bangsa. Suku asli yang mendiami Bima adalah orang
Donggo. Mereka mendiami daerah dataran tinggi.
Kepercayaan asli orang Donggo adalah animisme, yang
mereka sebut dengan marafuyu. Dalam
perkembangannya, kepercayaan ini terdesak oleh agama
kristen dan islam.
• Orang Donggo yang menjadi suku asli Bima ini hidup
dari bercocok tanam dengan sistem peladangan yang
berpindah-pindah. Oleh karena itu rumah mereka juga
berpindah-pindah (tidak tetap).
• Suku lain yang mendiami Bima adalah orang Dou
Mbojo (migran dari daerah Makasar).
Kehidupan Ekonomi
• Pada saat itu kerajaan Bima sangat berkembnag pesat
disegi pertanian maupun perternakan
dan perikanan.Dibidang perternakan Kerajaan Biima tidak
mau kalah dengan kerajaan lain,Raja Indra Zamrud juga
mengembnagkan bidang perternakan yaitu kuda,kerbau
dan sapi.Dalam kitab Negarakertagama, Kerajaan Bima
disebut sudah memiliki pelabuhan besar pada 1356.
Faktor Kemunduran
• Kesultanan Bima berakhir ketika Indonesia berhasil
meraih Kemerdekaan pada tahun 1945. Saat itu, Sultan
Muhammad Salahuddin, raja terakhir Bima, lebih memilih
untuk bergabung dengan Negara Kesatuan Indonesia. Siti
Maryam, salah seorang Putri Sultan, menyerahkan
Bangunan Kerajaan kepada pemerintahan dan kini di
jadikan Museum. Di antara peninggalan yang masih bisa
di lihat adalah Mahkota, Pedang dan Funitur.

#Semoga Bermanfaat
Billahi Fi Sabilil Haq, Fastabiqul Qhairat
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Вам также может понравиться