Вы находитесь на странице: 1из 26

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK

GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN: DIABETES MELLITUS


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan
metabolik akibat ganguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik
pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis pada
pemeriksaan dengan mikroskop elektron.
Laporan statistik dari International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan
bahwa sekarang sudah ada sekitar 230 juta penderita diabetes. Angka ini terus
bertambah hingga 3 persen atau sekitar 7 juta orang setiap tahunnya. Diabetes telah
menjadi penyebab kematian terbesar keempat di dunia. Setiap tahun ada 3,2 juta
kematian yang disebabkan oleh diabetes. Hampir 80 persen kematian pasien diabetes
terjadi di negara berpenghasilan rendah-menengah.
Di tengah kondisi itu, perhatian banyak pihak umumnya masih terfokus pada
penderita diabetes dewasa. Padahal, anak dengan diabetes tak kalah memerlukan
perhatian dan bantuan.
Diabetes pada anak umumnya disebut tipe 1, yaitu pankreas rusak dan tak lagi
mampu memproduksi insulin dalam jumlah memadai sehingga terjadi defisit absolut
insulin. Sebaliknya, diabetes pada orang dewasa umumnya disebut tipe 2, yaitu
terjadi kerusakan sel tubuh meskipun insulin sebenarnya tersedia memadai sehingga
terjadi defisit relatif insulin.
Insiden diabetes melitus tipe 1 sangat bervariasi di tiap negara. Dari data-data
epidemiologik memperlihatkan bahwa puncak usia terjadinya DM pada anak adalah
pada usia 5-7 tahun dan pada saat menjelang remaja. Dari semua penderita diabetes,
5-10 persennya adalah penderita diabetes tipe 1. Di Indonesia, statistik mengenai
diabetes tipe 1 belum ada, diperkirakan hanya sekitar 2-3 persen dari total
keseluruhan. Mungkin ini disebabkan karena sebagian tidak terdiagnosis atau tidak
diketahui sampai si pasien sudah mengalami komplikasi dan meninggal. Biasanya
gejalanya timbul secara mendadak dan bisa berat sampai mengakibatkan koma
apabila tidak segera ditolong dengan suntikan insulin.
World Diabetes Foundation menyarankan untuk mencurigai diabetes jika ada
anak dengan gejala klinis khas, yaitu 3P ( pilifagi, polidipsi dan poliuri ) dan kadar
gula darah (GD) tinggi, di atas 200 mg/dl. GD yang tinggi menyebabkan molekul
gula terdapat di dalam air kencing, yang normalnya tak mengandung gula, sehingga
sejak dulu disebut penyakit kencing manis.
Keadaan ideal yang ingin dicapai penderita DM tipe 1 ialah dalam keadaan
asimtomatik, aktif, sehat, seimbang, dan dapat berpartisipasi dalam semua kegiatan
sosial yang diinginkannya serta mampu menghilangkan rasa takut terhadap
terjadinya komplikasi. Sasaran-sasaran ini dapat dicapai oleh penyandang DM
maupun keluarganya jika mereka memahami penyakitnya dan prinsip-prinsip
penatalaksanaan diabetes. Berhubungan dengan hal tersebut diatas kami tertarik
untuk membuat asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan sistem endokrin :
Diabetes Melitus dengan metode masalah yang sistematis melalui proses
keperawatan.

B. TUJUAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini antara lain adalah :
1. Tujuan umum
Memberikan pengetahuan, dapat memberikan informasi dan pemahaman
mengenai asuhan keperawatan pada anak dengan diabetes mellitus.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui definisi diabetes mellitus.
b. Mengetahui klasifikasi diabetes mellitus.
c. Mengetahui etiologi diabetes mellitus.
d. Mengetahui patofisiologi diabetes mellitus.
e. Mengetahui pathway/pathoflow diabetes mellitus.
f. Mengetahui manifestasi klinis pada anak dengan diabetes mellitus.
g. Mengetahui akibat / komplikasi diabetes mellitus.
h. Mengetahui pemeriksaan penunjang diabetes mellitus.
i. Mengetahui penetalaksanaan medis pada klien dengan diabetes mellitus.
j. Dapat menyusun asuhan keperawatan pada klien dengan diabetes mellitus.
BAB II
TINJAUAN TEORI

1. PENGERTIAN DM
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2002, diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka
panjang, disfungsi dan kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal,
syaraf, jantung dan pembuluh darah.
Penyakit diabetes melitus adalah penyakit metabolik yang berlangsung kronik
progresif, dengan gejala hiperglikemi yang disebabkan oleh gangguan sekresi
insulin, gangguan kerja insulin, atau keduanya (Darmono, 2007).
Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth,
2002).
Diabetes Melitus adalah gangguan yang melibatkan metabolisme karbohidrat
primer dan ditandai dengan defisiensi (relatif/absolute) dari hormon insulin. (Dona
L. Wong, 2003)
Diabetes Melitus adalah suatu penyakit gangguan pada endokrin yang
merupakan hasil dari proses destruksi sel pankreas sehingga insulin mengalami
kekurangan. (Suriadi. 2001).
Diabetes Melitus Juvenilis adalah diabetes melitus yang bermanifestasi sebelum
umur 15 tahun. (FKUI, 1988)

2. KLASIFIKASI DIABETES MELITUS


Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
a. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
b. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
c. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya
d. Diabetes mellitus gestasional (GDM)
Menurut ADA (American Diabetes Association) tahun 2002 diabetes melitus dibagi
menjadi :
a. Diabetes Melitus Tipe 1
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut, baik melalui
proses imunologik atau idiopatik.
b. Diabetes Melitus Tipe 2
Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin
relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi
insulin.
c. Diabetes Melitus Tipe Lain
1) Defek genetik fungsi sel beta
kromosom 12, kromosom 7, kromosom 20, deoxyribonucleid acid (DNA)
Mitokondria.
2) Defek genetik kerja insulin
Resistance insulin type A, leprechaunism, sindrom Rabson-Mendenhall,
diabetes lipoatrofik, lainnya.
3) Penyakit Eksokrin PankreaS
Pankreatitis, trauma/pankreatektomi, Neoplasma, Cystic fibrosis,
hemokromatosis, pankreatopati fibro kalkulus.
4) Endokrinopati
Akromegali, sindroma cushing, feokromositoma, hipertiroidisme,
somatostatinoma, aldosteronoma.
5) Karena Obat/Zat kimia
Vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid, hormon tiroid, tiazid,
dilantin, interferon alfa, diazoxide, agonis β-adrenergic.
6) Infeksi
Rubella kongenital dan cytomegalovirus (CMV).
7) Imunologi (jarang)
antibodi anti reseptor insulin, sindrom ”Stiff-man”.
8) Sindroma genetik lain
Sindrom Down, Klinefelter, Turner, Huntington, Chorea, Sindrom Prader
Willi, ataksia friedreich’s, sindrom laurence-Moon-Biedl.
d. Diabetes Melitus Gestasional (Kehamilan).
Diabetes Melitus Gestasional adalah diabetes yang timbul selama kehamilan.
Jenis ini sangat penting diketahui karena dampaknya pada janin kurang baik bila
tidak ditangani dengan benar.

3. ETIOLOGI
Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) Sering terjadi pada usia
sebelum 15 tahun. Biasanya juga disebut Juvenille Diabetes ( DM Tipe I ),
gangguan ini ditandai dengan adanya hiperglikemia (meningkatnya kadar glukosa
darah plasma >200mg/dl). Etiologi DM tipe I adalah sebagai berikut :
a. Faktor genetic
Faktor herediter, juga dipercaya memainkan peran munculnya penyakit
ini (Brunner & Suddart, 2002). Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe
I itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic
kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada
individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte
Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas
antigen tranplantasi dan proses imun lainnya. Resiko terjadinya diabetes tipe 1
meningkat 3 hingga 5 kali lipat pada individu yang memiliki salah satu dari
kedua tipe HLA (DR3 atau DR4).
Diabetes melitus juvenilis merupakan suatu penyakit keturunan yang
diturunkan secara resesif, dengan kekerapan gen kira-kira 0,30 dan penetrasi
umur kira-kira 70% untuk laki-laki dan 90% untuk wanita.
b. Faktor lingkungan
Lingkungan merupakan faktor pencetus IDDM. Oleh karena itu insiden
lebih tinggi atau adanya infeksi virus (dari lingkungan). Virus penyebab DM
adalah rubela, mumps, dan human coxsackievirus B4. Melalui mekanisme
infeksi sitolitik dalam sel beta, virus ini mengakibatkan destruksi atau
perusakan sel. Bisa juga, virus ini menyerang melalui reaksi otoimunitas yang
menyebabkan hilangnya otoimun dalam sel beta.
Virus atau mikroorganisme akan menyerang pulau – pulau langerhans
pankreas, yang membuat kehilangan produksi insulin.
c. Faktor imunologi
Respon autoimmune, dimana antibody sendiri akan menyerang sel bata
pankreas.

4. PATOFISIOLOGI
Pankreas terletak melintang dibagian atas abdomen dibelakang gaster didalam
ruang retroperitoneal. Disebelah kiri ekor pankreas mencapai hilus limpa diarah
kronio – dorsal dan bagian atas kiri kaput pankreas dihubungkan dengan corpus
pankreas oleh leher pankreas yaitu bagian pankreas yang lebarnya biasanya tidak
lebih dari 4 cm, arteri dan vena mesentrika superior berada dileher pankreas bagian
kiri bawah kaput pankreas ini disebut processus unsinatis pankreas. Pankreas terdiri
dari dua jaringan utama yaitu :
a. Asinus, yang mengekskresikan pencernaan ke dalam duodenum.
b. Pulau Langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan getahnya
namun sebaliknya mensekresi insulin dan glukagon langsung kedalam darah.
Pankreas manusia mempunyai 1 – 2 juta pulau langerhans, setiap pulau
langerhans hanya berdiameter 0,3 mm dan tersusun mengelilingi pembuluh darah
kapiler.
Pulau langerhans mengandung tiga jenis sel utama, yakni sel-alfa, beta dan delta.
Sel beta yang mencakup kira-kira 60 % dari semua sel terletak terutama ditengah
setiap pulau dan mensekresikan insulin. Granula sel B merupakan bungkusan insulin
dalam sitoplasma sel. Tiap bungkusan bervariasi antara spesies satu dengan yang
lain. Dalam sel B , molekul insulin membentuk polimer yang juga kompleks dengan
seng. Perbedaan dalam bentuk bungkusan ini mungkin karena perbedaan dalam
ukuran polimer atau agregat seng dari insulin. Insulin disintesis di dalam retikulum
endoplasma sel B, kemudian diangkut ke aparatus golgi, tempat ia dibungkus
didalam granula yang diikat membran. Granula ini bergerak ke dinding sel oleh
suatu proses yang tampaknya sel ini yang mengeluarkan insulin ke daerah luar
dengan eksositosis. Kemudian insulin melintasi membran basalis sel B serta
kapiler berdekatan dan endotel fenestrata kapiler untuk mencapai aliran darah
(Ganong, 1995). Sel alfa yang mencakup kira-kira 25 % dari seluruh sel
mensekresikan glukagon. Sel delta yang merupakan 10 % dari seluruh sel
mensekresikan somatostatin (Pearce, 2000)
Kelenjar pankreas dalam mengatur metabolisme glukosa dalam tubuh berupa
hormon-hormon yang disekresikan oleh sel – sel dipulau langerhans. Hormon-
hormon ini dapat diklasifikasikan sebagai hormon yang merendahkan kadar glukosa
darah yaitu insulin dan hormon yang dapat meningkatkan glukosa darah yaitu
glukagon.
Fisiologi Insulin :
Hubungan yang erat antara berbagai jenis sel dipulau langerhans menyebabkan
timbulnya pengaturan secara langsung sekresi beberapa jenis hormone lainnya,
contohnya insulin menghambat sekresi glukagon, somatostatin menghambat
sekresi glukagon dan insulin.
Insulin dilepaskan pada suatu kadar batas oleh sel-sel beta pulau langerhans.
Rangsangan utama pelepasan insulin diatas kadar basal adalah peningkatan kadar
glukosa darah. Kadar glukosa darah puasa dalam keadaan normal adalah 80-90
mg/dl. Insulin bekerja dengan cara berkaitan dengan reseptor insulin dan setelah
berikatan, insulin bekerja melalui perantara kedua untuk menyebabkan peningkatan
transportasi glukosa kedalam sel dan dapat segera digunakan untuk menghasilkan
energi atau dapat disimpan didalam hati (Guyton & Hall, 1999).
Insulin dihasilkan oleh kelenjar pankreas yang dibutuhkan untuk pemanfaatan
glukosa sebagai bahan energi seluler dan diperlukan untuk metabolisme
karbohidrat, protein dan lemak. Pada Diabetes tipe I terdapat ketidak mampuan
pankreas menghasilkan insulin karena hancurnya sel-sel beta pulau langerhans.
Dalam hal ini menimbulkan hiperglikemia puasa dan hiperglikemia post prandial.
Apabila insulin tidak dihasilkan maka akan mengalami gangguan metabolisme,
karbohidrat, protein dan lemak yang mana bila tanpa insulin Glukosa tidak dapat
masuk ke dalam sel dan tetap dalam kompartemen vaskular yang kemudian
terjadilah hiperglikemi dengan demikian akan meningkatkan konsentrasi dalam
darah. Terjadinya hiperglikemi akan menyebabkan osmotik diuresis yang
kemudian menimbulkan perpindahan cairan tubuh dari rongga intraseluler ke dalam
rongga interstisial kemudian ke ekstrasel. Terjadinya osmotik diuretik
menyebabkan banyaknya cairan yang hilang melalui urine (polyuria) sehingga sel
akan kekurangan cairan dan muncul gejala Polydipsia (kehausan).
Terjadinya polyuria mengakibatkan hilangnya secara berlebihan potasium dan
sodium dan terjadi ganggunag elektrolit. Dengan tidak adanya glukosa yang
mencapai sel, maka sel akan mengalami “starvation” (kekurangan makanan atau
kelaparan) sehingga menimbulkan gejala polyphagia, fatigue dan berat badan
menurun.
Dengan adanya peningkatan glukosa dalam darah, glukosa tidak dapat difiltrasi
oleh glomerulus karena melebihi ambang renal sehingga menyebabkan lolos dalam
urine yang disebut glikosuria.
Akibat yang lain yaitu terjadinya proses glikogenolisis (pemecahan glukosa
yang disimpan) dan glukogeonesis tanpa hambatan sehingga efeknya berupa
pemecahan lemak dan terjadi peningkatan keton yangdapat mengganggu
keseimbangan asam basa dan mangarah terjadinya ketoasidosis (Corwin, 2000).
Pada DM tipe I terjadi suatu gangguan katabolisme yang disebabkan karena
hampir tidak terdapat insulin dalam sirkulasi, glukagon plasma meningkat dan sel-
sel B pankreas gagal merespon semua stimulus insulinogenik. Oleh karena itu,
diperlukan pemberian insulin eksogen untuk memperbaiki katabolisme, mencegah
ketosis, dan menurunkan hiperglukagonemia dan peningkatan kadar glukosa darah.
Diduga diabetes tipe 1 disebabkan oleh infeksi atau toksin lingkungan yang
menyerang orang dengan sistem imun yang secara genetis merupakan predisposisi
untuk terjadinya suatu respon autoimun yang kuat yang menyerang antigen sel B
pankreas. Faktor ekstrinsik yang diduga mempengaruhi fungsi sel B meliputi
kerusakan yang disebabkan oleh virus, seperti virus penyakit gondok (mumps) dan
virus coxsackie B4, oleh agen kimia yang bersifat toksik, atau oleh sitotoksin
perusak dan antibodi yang dirilis oleh imunosit yang disensitisasi. Suatu kerusakan
genetis yang mendasari yang berhubungan dengan replikasi atau fungsi sel B
pankreas dapat menyebabkan predisposisi terjadinya kegagalan sel B setelah infeksi
virus. Lagipula, gen-gen HLA yang khusus diduga meningkatkan kerentanan
terhadap virus diabetogenik atau mungkin dikaitkan dengan gen-gen yang
merespon sistem imun tertentu yang menyebabkan terjadinya predisposisi pada
pasien sehingga terjadi respon autoimun terhadap sel-sel pulaunya (islets of
Langerhans) sendiri atau yang dikenal dengan istilah autoregresi.

5. MANIFESTASI KLINIS
Pada diabetes melitus tipe 1, yang kebanyakan diderita oleh anak-anak (
diabetes melitus juvenil) mempunyai gambaran lebih akut, lebih berat, tergantung
insulin dengan kadar glukosa darah yang labil. Penderita biasanya datang dengan
ketoasidosis karena keterlambatan diagnosis. Mayoritas penyandang DM tipe 1
menunjukan gambaran klinik yang klasik seperti:
a. Hiperglikemia ( Kadar glukosa darah plasma >200mg/dl ).
b. Poliuria
c. Poliuria nokturnal seharusnya menimbulkan kecurigaan adanya DM tipe 1 pada
anak.
d. Polidipsia
e. Poliphagia
f. Penurunan berat badan , Malaise atau kelemahan
g. Glikosuria (kehilangan glukosa dalam urine)
h. Ketonemia dan ketonuria
Penumpukan asam lemak keton dalam darah dan urine terjadi akibat katabolisme
abnormal lemak sebagai sumber energy. Ini dapat mengakibatkan asidosis dan
koma.
i. Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang
disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari
lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.
j. Gejala-gejala lainnya dapat berupa muntah-muntah, nafas berbau aseton, nyeri
atau kekakuan abdomen dan gangguan kesadaran ( koma )
Perjalanan klinis DM tipe 1 terbagi atas:
a. Fase Inisial
Dimulai saat timbulnya gejala sampai dengan ditegakkan diagnosis. Fase ini
sering didahului oleh infeksi, goncangan emosi maupun trauma fisik.
b. Fase Penyembuhan
c. Fase setelah beberapa hari diberikan pengobatan. Keadaan akut penyakit ini telah
teratasi dan sudah terdapat sensitivitas jaringan terhadap insulin.
d. Fase Remisi (Honeymoon period)
Fase ini khas pada penyandang DM tipe 1. Pada saat ini, kebutuhan insulin
menurun sehingga dapat terjadi hipoglikemia bila insulin tidak disesuaikan. Bila
dengan dosis insulin 0.1 IU/kg BB masih menyebabkan hipoglikemia maka
pemberian insulin harus dihentikan. Pada fase ini perlu observasi dan
pemeriksaan urin reduksi secara teratur untuk memantau keadaan penyakitnya.
Fase ini berlangsung selama beberapa minggu sampai beberapa bulan.
Diperlukan penyuluhan pada penyandang DM atau orangtua bahwa fase ini
bukan berarti penyembuhan penyakitnya.
e. Fase Intensifikasi
Fase ini timbul 16-18 bulan setelah diagnosis ditegakan. Pada fase ini terjadi
kekurangan insulin endogen.

6. KOMPLIKASI
Diabetes melitus dapat menimbulkan berbagai komplikasi yang menyerang
beberapa organ dan yang lebih rumit lagi, penyakit diabetes tidak menyerang satu
alat saja, tetapi berbagai organ secara bersamaan. Komplikasi ini dibagi menjadi
dua kategori (Schteingart, 2006):
a. Komplikasi metabolik akut yang sering terjadi :
1) Hipoglikemia
Reaksi hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan
glukosa, dengan tanda-tanda rasa lapar, gemetar, keringat dingin, pusing, dan
sebagainya. Hipoglikemia yaitu kadar glukosa darah kurang dari 80
mg/dl. Hipoglikemi sering membuat anak emosional, mudah marah, lelah,
keringat dingin, pingsan, dan kerusakan sel permanen sehingga mengganggu
fungsi organ dan proses tumbuh kembang anak. Hipoglikemik disebabkan
oleh obat anti-diabetes yang diminum dengan dosis terlalu tinggi, atau
penderita terlambat makan, atau bisa juga karena latihan fisik yang
berlebihan.
2) Koma Diabetik
Koma diabetik ini timbul karena kadar darah dalam tubuh terlalu tinggi, dan
biasanya lebih dari 600 mg/dl. Gejala koma diabetik yang sering timbul
adalah:
a) Nafsu makan menurun (biasanya diabetisi mempunyai nafsu makan yang
besar)
b) Minum banyak, kencing banyak
c) Kemudian disusul rasa mual, muntah, napas penderita menjadi cepat dan
dalam, serta berbau aseton
d) Sering disertai panas badan karena biasanya ada infeksi dan penderita
koma diabetik harus segara dibawa ke rumah sakit
b. Komplikasi- komplikasi vaskular jangka panjang (biasanya terjadi setelah tahun
ke-5) berupa :
1) Mikroangiopati : retinopati, nefropati, neuropati. Nefropati diabetik
dijumpai pada 1 diantara 3 penderita DM tipe-1.
2) Makroangiopati : gangren, infark miokardium, dan angina.
Komplikasi lainnya (FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. 1988 ) :
a) Gangguan pertumbuhan dan pubertas
b) Katarak
c) Arteriosklerosis (sesudah 10-15 tahun)
d) Hepatomegali

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa
1) Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2) Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3) Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai
patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)4
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah sewaktu
Plasma vena <110 110-199 >200
Darah Kapiler <90 90-199 >200
Kadar glukosa darah puasa
Plasma vena <110 110-125 >126
Darah Kapiler <90 90-109 >110

b. Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok


c. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
d. Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
e. Elektrolit :
o Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun
o Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler), selanjutnya
akan menurun.
o Fosfor : lebih sering menurun
f. Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3
( asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
g. Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ; leukositosis :
hemokonsentrasi ;merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
h. Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/ penurunan fungsi
ginjal)
i. Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada ( pada tipe 1) atau
normal sampai tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin/
gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin dapat
berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody . ( autoantibody
j. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
k. Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.

8. PENATALAKSANAAN MEDIS
Dalam jangka pendek, penatalaksanaan DM bertujuan untuk
menghilangkan/mengurangi keluhan/gejala DM. Sedangkan untuk tujuan jangka
panjangnya adalah mencegah komplikasi. Tujuan tersebut dilaksanakan dengan
cara menormalkan kadar glukosa, lipid, dan insulin. Untuk mempermudah
tercapainya tujuan tersebut kegiatan dilaksanakan dalam bentuk pengelolaan pasien
secara holistik dan mengajarkan kegiatan mandiri.\
Tabel Kriteria pengendalian DM.
Baik Sedang Buruk
Glukosa darah plasma vena (mg/dl)
- puasa 80-109 110-139 >140
-2 jam 110-159 160-199 >200
HbA1c (%) 4-6 6-8 >8
Kolesterol total (mg/dl) <200 200-239 >240
Kolesterol LDL
- tanpa PJK <130 130-159 >159
- dengan PJK <100 11-129 >129
Kolesterol HDL (mg/dl) >45 35-45 <35
Trigliserida (mg/dl)
- tanpa PJK <200 <200-249 >250
- dengan PJK <150 <150-199 >200
BMI/IMT
- perempuan 18,9-23,9 23-25 >25 atau
- laki-laki 20 -24,9 25-27 <18,5
>27 atau <20
Tekanan darah (mmHg) <140/90 140-160/90-95 >160/95

Akan tetapi, perbedaan utama antara penatalaksanaan DM tipe 1 yang mayoritas


diderita anak dibanding DM tipe 2 adalah kebutuhan mutlak insulin. Terapi DM tipe
1 lebih tertuju pada pemberian injeksi insulin.
Penatalaksanaan DM tipe 1 menurut Sperling dibagi dalam 3 fase yaitu :
a. Fase akut/ketoasidosis
koma dan dehidrasi dengan pemberian cairan, memperbaiki keseimbangan asam
basa, elektrolit dan pemakaian insulin.
b. Fase subakut/ transisi
Bertujuan mengobati faktor-faktor pencetus, misalnya infeksi, dll, stabilisasi
penyakit dengan insulin, menyusun pola diet, dan penyuluhan kepada
penyandang DM/keluarga mengenai pentignya pemantauan penyakitnya secara
teratur dengan pemantauan glukosa darah, urin, pemakaian insulin dan
komplikasinya serta perencanaan diet dan latihan jasmani.
c. Fase pemeliharaan
Pada fase ini tujuan utamanya ialah untuk mempertahankan status metabolik
dalam batas normal serta mencegah terjadinya komplikasi
Untuk itu WHO mengemukakan beberapa sasaran yang ingin dicapai dalam
penatalaksanaan penyandang DM tipe 1, diantaranya :
1) Bebas dari gejala penyakit
2) Dapat menikmati kehidupan sosial sepenuhmya
3) Dapat terhindar dari komplikasi penyakitnya
Pada anak, ada beberapa tujuan khusus dalam penatalaksanaannya, yaitu
diusahakan supaya anak-anak :
a) Dapat tumbuh dan berkembang secara optimal
b) Mengalami perkembangan emosional yang normal
c) Mampu mempertahankan kadar glukosuria atau kadar glukosa darah
serendah mungkin tanpa menimbulkan gejala hipoglikemia
4) Tidak absen dari sekolah akibat penyakit dan mampu berpartisipasi dalam
kegiatan fisik maupun sosial yang ada
5) Penyakitnya tidak dimanipulasi oleh penyandang DM, keluarga, maupun
oleh lingkungan
6) Mampu memberikan tanggung jawab kepada penyandang DM untuk
mengurus dirinya sendiri sesuai dengan taraf usia dan intelegensinya

Diabetes Mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai
penyakit dan diperlukan kerjasama semua pihak ditingkat pelayanan kesehatan.
Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan berbagai usaha dan akan diuraikan
sebagai berikut:
1) Pemberian insulin
Diabetes tipe 1 mutlak membutuhkan insulin karena pankreas tidak dapat
memproduksi hormon insulin. Maka seumur hidupnya pasien harus
mendapatkan terapi insulin untuk mengatasi glukosa darah yang
tinggi. Tujuan terapi insulin ini terutama untuk :
a) Mempertahankan glukosa darah dalam kadar yang normal atau
mendekati normal.
b) Menghambat kemungkinan timbulnya komplikasi kronis pada diabetes.
Indikasi pengobatan dengan insulin adalah :
 Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun
NIDDM) dalam keadaan ketoasidosis atau pernah masuk kedalam
ketoasidosis.
 DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali
dengan diet (perencanaan makanan).
 DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral
dosif maksimal.
Makanan terdiri dari karbohidrat, protein, dan lemak. Glukosa terutama
bersumber dari karbohidrat walaupun protein dan lemak juga bisa menaikan
glukosa. Secara terus menerus pankreas melepaskan insulin pada saat
makan atau tidak. Setelah makan, kadar insulin meningkat dan membantu
penimbunan glukosa di hati. Pada saat tidak makan, insulin turun. Maka hati
akan memecah glikogen menjadi glukosa dan masuk ke darah sehingga
glukosa darah dipertahankan tetap dalam kadar yang normal.
Struktur kimia hormon insulin bisa rusak oleh proses pencernaan sehingga
insulin tidak bisa diberikan melalui tablet atau pil. Satu-satunya jalan
pemberian insulin adalah melalui suntikan, bisa suntikan di bawah kulit
(subcutan/sc), suntikan ke dalam otot (intramuscular/im), atau suntukan ke
dalam pembuluh vena (intravena/iv). Ada pula yang dipakai secara terus
menerus dengan pompa (insulin pump/CSII) atau sistem tembak (tekan
semprot) ke dalam kulit (insulin medijector).
Enam tipe insulin berdasarkan mulain kerja, puncak, dan lama kerja
insulin tersebut, yakni :
1. Insulin Keja Cepat (Short-acting Insulin)
2. Insulin Kerja Sangat Cepat (Quick-Acting Insulin)
3. Insulin Kerja Sedang (Intermediate-Acting Insulin)
4. Mixed Insulin
5. Insulin Kerja Panjang (Long-Acting Insulin)
6. Insulin Kerja Sangat Panjang (Very Long Acting Insulin)

Insulin yang Tersedia di Indonesia


Tipe Insulin Mulai Puncak Lama
Kerja Kerja
Ultra Short Acting (Quick-Acting, Rapid 15-30 min 60-90 min 3-5 hr
Acting)Insulin Analogues
Insulin Aspart (NovoRapid, Novolog)
Insulin Lispro (Humalog)
Short-Acting (Soluble, Neutral) 30-60 min 2-4 hr 6-8 hr
Insulin Reguler, Actrapid, Humulin R
Intermediate-Acting (Isophane) 1-2 hr 4-8 hr 16-24 hr
Insulatard, Humulin N, NPH
Long-Acting Insulin (Zinc-based) 1-3 hr 4-12 hr 16-24 hr
Monotard, Humulin Lente, Humulin Zn
Very Long Acting Insulin 2-4 hr 4-24hr 24-36 hr
Insulin Glargine (Lantus) (nopeak)
Insulin Detemir (Levemir)
Mixed Insulin (Short + Intermedidiate- 30 min 2-8 hr 24 hr
Acting Insulin)
Mixtard 30/70, NovoMix, Humulin 30/70

Terapi Pompa Insulin pada pasien Diabetes Melitus Tipe 1


Pompa insulin merupakan suatu alat yang tampak seperti pager yang
digunakan untuk mengelola masuknya insulin ke dalam tubuh pasien
diabetes. Sebuah pompa insulin terdiri dari sebuah tabung kecil (Syringe)
yang berisikan insulin dan microcomputer yang membantu pasien untuk
menentukan berapa banyak insulin yang diperlukan. Insulin dipompakan
melalui selang infus yang terpasang dengan sebuah tube plastic ramping
yang disebut cannula, yang dipasang pada kulit subkutan perut pasien.
Selang infus harus diganti secara teratur setiap minggunya. Di Indonesia,
alat ini masih jarang digunakan walaupun sudah ada distributornya. Akan
tetapi di negara lain seperti Amerika, penggunaan alat ini kini menjadi
favorit pasien diabetes karena keefektifan penggunaanya.
Indikasi penggunaan terapi insulin harus memenuhi kriteria di bawah ini :
 Menggunakan insulin lebih dari 3 kali sehari
 Kadar glukosa darah sering tidak teratur
 Lelah menggunakan terapi injeksi insulin
 Ingin mengurangi resiko hipoglikemi
 Ingin mengurangi resiko komplikasi yang berkelanjutan
 Ingin lebih bebas beraktifitas dan gaya hidup yang lebih fleksibel

Ketika seseorang memutuskan untuk menggunakan terapi pompa insulin,


ada beberapa hal yang harus diperhatikan yakni :
- Mengecek kadar glukosa darah ( setidaknya 4 hari sekali, sebelum
makan) untuk mengetahui berapa dosis insulin yang diperlukan untuk
mengontrol kadar glukosa darah tubuh
- Mulai memahami makanan yang anda makan. Apakah makanan
tersebut membuat kadar glukosa darah tinggi atau tidak.
- Perhatikan secara teratur ( setiap setelah makan) pompa insulin untuk
meminimalisir kerusakan.

Menurut studi yang dilakukan National Institute of Health selama 10


tahun terhadap 1000 penderita diabetes melitus tipe 1, didapatkan bahwa
penggunaan terapi insulin yang intensif, seperti contohnya menggunakan
pompa insulin, dapat mengurangi komplikasi diabetes secara efektif. Studi
ini menunjukan bahwa terapi insulin intensif :
 Mengurangi komplikasi kebutaan 76 %
 Mengurangi komplikasi amputasi 60 %
 Mengurangi resiko terkena penyakit ginjal 54 %
Terapi pompa insulin atau yang dikenal dengan sebutan Continuous
Subcutaneous Insulin Infusion (CSII) merupakan terapi yang paling
menyerupai metode fisiologi tranfer insulin ke dalam tubuh. Insulin yang
dipergunakan dalam pompa insulin adalah insulin “prandial” (short atau
rapid acting insulin), sehingga dosis basal akan tertutupi oleh dosis prandial
“bolus” yang diberikan secara intensif selama 24 jam.
Keuntungan penggunaan pompa insulin yakni :
a. Terbebas dari penggunan multiple daily injection insulin
b. Penurunan kadar HbA1C yang terkontrol
c. Mengurangi frekuensi terkena hipoglikemia
d. Mengurangi variasi kadar glukosa darah
e. Meningkatkan fleksibilitas dan manajemen diabetes
Kekurangan Penggunaan pompa insulin yakni :
a. Ada resiko infeksi jika tidak mengganti insertion site pada cannula
secara eratur
b. Pemeriksaan gula darah yang lebih sering
c. Memiliki resiko terkena hiperglikemi yang dapat
mengakibatkan diabetic ketoacidosis yang lebih besar jika tidak
mempergunakan pompa dalam jangka waktu yang lama.
Di Indonesia sendiri, insiden diabetes melitus tipe 1 sangat
jarang. Walaupun alatnya sudah ada di Indonesia, akan tetapi harganya
relatif mahal.
2) Perencanaan Makanan.
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang
dalam hal karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi
baik yaitu :
a) Karbohidrat sebanyak 60 – 70 %
b) Protein sebanyak 10 – 15 %
c) Lemak sebanyak 20 – 25 %
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur,
stress akut dan kegiatan jasmani. Untuk kepentingan klinik praktis,
penentuan jumlah kalori dipakai rumus Broca yaitu Barat Badan Ideal =
(TB-100)-10%, sehingga didapatkan =
a) Berat badan kurang = < 90% dari BB Ideal
b) Berat badan normal = 90-110% dari BB Ideal
c) Berat badan lebih = 110-120% dari BB Ideal
d) Gemuk = > 120% dari BB Ideal.
Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Ideal dikali kelebihan
kalori basal yaitu untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan wanita 25 kkal/kg BB,
kemudian ditambah untuk kebutuhan kalori aktivitas (10-30% untuk pekerja
berat). Koreksi status gizi (gemuk dikurangi, kurus ditambah) dan kalori
untuk menghadapi stress akut sesuai dengan kebutuhan.
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut diatas
dibagi dalam beberapa porsi yaitu :
a) Makanan pagi sebanyak 20%
b) Makanan siang sebanyak 30%
c) Makanan sore sebanyak 25%
d) 2-3 porsi makanan ringan sebanyak 10-15 % diantaranya.

3) Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang
lebih 30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit
penyerta.
Sebagai contoh olah raga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit,
olehraga sedang berjalan cepat selama 20 menit dan olah raga berat jogging.
4) Edukasi
Penyuluhan untuk merancanakan pengelolaan sangat penting untuk
mendapatkan hasil yang maksimal. Edukator bagi pasien diabetes yaitu
pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan yang
bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman
pasien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat
yang optimal. Penyesuaian keadaan psikologik kualifas hidup yang lebih
baik. Edukasi merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan diabetes
(Bare & Suzanne, 2002)

9. ASUHAN KEPERAWATAN
a. PENGKAJIAN
1) Identitas.
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku/bangsa,dll.
2) Riwayat Keperawatan
a) Keluhan utama
Polifagi, Poliuria, Polidipsi, penurunan berat badan, frekuensi minum dan
berkemih. Peningkatan nafsu makan, penururan tingkat kesadaran,
perubahan perilaku.
b) Riwayat penyakit sekarang.
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat
terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau
tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
c) Riwayat penyakit dahulu.
Diduga diabetes tipe 1 disebabkan oleh infeksi atau toksin
lingkungan seperti oleh virus penyakit gondok (mumps) dan virus
coxsackie B4, oleh agen kimia yang bersifat toksik, atau oleh sitotoksin
perusak dan antibodi.
d) Riwayat kesehatan keluarga.
Terutama yang berkaitan dengan anggota keluarga lain yang menderita
diabetes melitus. Riwayat kehamilan karena stress saat kehamilan dapat
mencetuskan timbulnya diabetes melitus.
Tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit diabetes melitus.
Pengalaman keluarga dalam menangani penyakit diabetes melitus.
Kesiapan/kemauan keluarga untuk belajar merawat anaknya.
Koping keluarga dan tingkat kecemasan.
e) Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
- Usia
- Tingkat perkembangan
- Toleransi / kemampuan memahami tindakan
- Koping
- Pengalaman berpisah dari keluarga / orang tua
- Pengalaman infeksi saluran pernafasan sebelumnya

3) Pemeriksaan fisik
a) Aktivitas / istrahat.
Lemah, letih, susah, bergerak / susah berjalan, kram otot, tonus otot
menurun. Tachicardi, tachipnea pada keadaan istrahat/daya
aktivitas.Letargi / disorientasi, koma.
b) Sirkulasi
Adanya riwayat hipertensi : infark miokard akut, kesemutan pada
ekstremitas dan tachicardia. Perubahan tekanan darah postural : hipertensi,
nadi yang menurun / tidak ada. Disritmia, krekel : DVJ ulkus pada kaki yang
penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
c) Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
d) Neurosensori
Pusing / pening, gangguan penglihatan, disorientasi : mengantuk, lifargi,
stuport / koma (tahap lanjut). Sakit kepala, kesemutan, kelemahan pada otot,
parestesia, gangguan penglihatan, gangguan memori (baru, masa lalu) :
kacau mental, refleks fendo dalam (RTD) menurun (koma), aktifitas kejang.
e) Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang / nyeri (sedang berat), wajah meringis
dengan palpitasi : tampak sangat berhati – hati.
f) Keamanan
Kulit kering, gatal : ulkus kulit, demam diaporesis.
g) Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare Urine encer,
pucat, kuning, poliuria (dapat berkembang menjadi oliguria / anuria jika
terjadi hipololemia barat). Abdomen keras, bising usus lemah dan menurun
: hiperaktif (diare).
h) Integritas Ego
Stress, ansietas
i) Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus,
penggunaan diuretik.

4) Psikososial
Dapat menyelesaikan tugas – tugasnya sampai menghasilkan sesuatu
Belajar bersaing dan koperatif dengan orang lain
5) Pemeriksaan Diagnostik
a) Glukosa darah : meningkat 100 – 200 mg/dl atau lebih.
b) Aseton plasma : positif secara menyolok.
c) Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat.
d) Osmolaritas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 m osm/l.

b. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis meningkat,hiperglikemia,
diare, muntah, poliuria, evaporasi.
2) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan defisiensi
insulin/penurunan intake oral : anoreksia, mual, muntah, abnominal pain,
gangguan kesadaran/hipermetabolik akibat pelepasan hormone stress,
epinefrin, cortisol, GH atau karena proses luka.
3) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka ( trauma ).
4) Resiko gangguan persepsi sensoris : penglihatan berhubungan dengan
perubahan fungsi fisiologis akibat ketidakseimbangan glukosa/insulin atau
karena ketidakseimbangan elektrolit.
5) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan energi, perubahan
kimia darah, insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi, infeksi,
hipermetabolik.
6) Nyeri berhubungan dengan adanya ulcus (luka diabetes mellitus).
7) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan.
8) Kurang pengetahuan mengenai penyakitnya, prognosis penyakit dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kesalahan interprestasi
(Doengoes, 2001)

c. PERENCANAAN
1) Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis meningkat,hiperglikemia,
diare, muntah, poliuria, evaporasi.
Tujuan : kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil,
nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran
urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi :
 Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD ortostatik
 Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul
 Kaji frekuensi dan kualitas pernafasan, penggunaan otot bantu nafas
 Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
 Pantau masukan dan pengeluaran
 Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam
batas yang dapat ditoleransi jantung
 Catat hal-hal seperti mual, muntah dan distensi lambung.
 Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan
BB, nadi tidak teratur
 Kolaborasi : berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa
dextrosa, pantau pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN, Na, K)

2) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan


masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan metabolisme protein, lemak.
Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
 Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
 Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya
Intervensi :
 Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.
 Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan
makanan yang dapat dihabiskan pasien.
 Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung,
mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan keadaan
puasa sesuai dengan indikasi.
 Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien) dan
elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya melalui
oral.
 Libatkan keluarga pasien pada pencernaan makan ini sesuai dengan
indikasi.
 Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat
kesadaran, kulit lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang,
cemas, sakit kepala.
 Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula darah.
 Kolaborasi pemberian pengobatan insulin.
 Kolaborasi dengan ahli diet.

3) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka ( trauma )


Tujuan : gangguan integritas kulit dapat berkurang atau
menunjukkan penyembuhan.
Kriteria Hasil :
Kondisi luka menunjukkan adanya perbaikan jaringan dan tidak terinfeksi
Intervensi :
 Kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan warna, edema, dan discharge,
frekuensi ganti balut.
 Kaji tanda vital
 Kaji adanya nyeri
 Lakukan perawatan luka
 Kolaborasi pemberian insulin dan medikasi.
 Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
4) Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan fungsi leucosit/ gangguan
sirkulasi
Tujuan : Klien akan menunjukkan tidak adanya tanda “inteksi,
Criteria hasil :
a. Luka sembuh
b. Tidak ada edema sekitar luka.
c. Tidak terdapat pus, luka cepat mongering.
Intervensi :
 Kaji keadaan kulit yangrusak
 Kaji keadaan kulit yangrusak
 Bersihkan luka dengan teknik septic dan antiseptic
 Kompres luka dengan larutan Nacl
 Anjurkan pada klien agarmenjaga predisposisi terjadinya lesi
 Pemberian obat antibiotic.

5) Resiko gangguan persepsi sensoris : penglihatan berhubungan dengan


perubahan fungsi fisiologis akibat ketidakseimbangan glukosa/insulin atau
karena ketidakseimbangan elektrolit.
Tujuan : Klien akan mempertahankan fungsi penglihatan

Intervensi :
 Kaji derajat dan tipe kerusakan
 Latih klien untuk membaca.
 Orientasi klien dengan lingkungan.
 Gunakan alat bantu penglihatan.
 Panggil klien dengan nama, orientasikan kembali sesuai dengan
kebutuhannya tempat, orang dan waktu.
 Pelihara aktifitas rutin.
 Lindungi klien dari cedera.

6) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan energi, perubahan


kimia darah, insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi, infeksi,
hipermetabolik.
Tujuan : Klien akan menunjukkan perbaikan kemampuan aktivitas
kriteria hasil :
a. mengungkapkan peningkatan energi
b. mampu melakukan aktivitas rutin biasanya
c. menunjukkan aktivitas yang adekuat
d. melaporkan aktivitas yang dapat dilakukan
Intervensi :
 Diskusikan dengan klien kebutuhan akan aktivitas
 Berikan aktivitas alternative
 Pantau tanda tanda vital
 Diskusikan cara menghemat kalori selama mandi, berpindah tempat dan
sebagainya
 Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang
dapat ditoleransi

7) Nyeri berhubungan dengan adanya ulcus (luka diabetes mellitus).


Tujuan : Klien akan menunjukkan nyeri berkurang / teratasi
kriteria hasil :
a. Klien tidak mengeluh nyeri
b. Ekspresi wajah ceria
Intervensi :
 Kaji tingkat nyeri
 Observasi tanda-tanda vital
 Ajarkan klien tekhnik relaksasi
 Ajarkan klien tekhnik Gate Control
 Pemberian analgetik

8) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan.


Tujuan : Klien akan mendemonstrasikan penurunan rawat diri
Criteria hasil :
a. Kuku pendek dan bersih
b. Kebutuhan dapat dioenuhi secara bertahap
c. Mandi sendiri tanpa bantuan
Intervensi :
 Kaji kemampuan klien dalam pemenuhan rawat diri
 Berikan aktivitas secara bertahap
 Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari
 Bantu klien (memotong kuku)

9) Kurang pengetahuan mengenai penyakitnya, prognosis penyakit dan


kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kesalahan interprestasi
Tujuan : Klien akan melaporkan pemahaman tentang penyakitnya dengan
kriteria : Mengungkapkan pemahaman tentang penyakitnya
Intervensi :
 Pilih berbagai strategi belajar
 Diskusikan tentang rencana diet
 Diskusikan tentang faktor-faktor yang memegang peranan dalam kontrol
DM

d. IMPLEMENTASI
Merupakan tahap dimana rencana keperawatan dilaksanakan sesuai dengan
intervensi. Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai
peningkatan kesehatan baik yang dilakukan secara mandiri maupun kolaborasi
dan rujukan.

e. EVALUASI
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan
dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi
tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan diabetes mellitus adalah :
1. Kondisi tubuh stabil, tanda-tanda vital, turgor kulit, normal.
2. Berat badan dapat meningkat dengan nilai laboratorium normal dan tidak
ada tanda-tanda malnutrisi.
3. Infeksi tidak terjadi
4. Rasa lelah berkurang/Penurunan rasa lelah
5. Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan
proses pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA

Bare & Suzanne, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2,
(Edisi 8), EGC, Jakarta

Carpenito, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, (Edisi 2),


EGC, Jakarta

Corwin,. J. Elizabeth, 2001, Patofisiologi, EGC, Jakarta

Doenges, E. Marilynn dan MF. Moorhouse, 2001, Rencana Asuhan


Keperawatan, (Edisi III), EGC, Jakarta.

FKUI, 1979, Patologi, FKUI, Jakarta

Ganong, 1997, Fisiologi Kedokteran, EGC, Jakarta

Gibson, John, 2003, Anatomi dan Fisiologi Modern untuk Perawat, EGC,
Jakarta

Guyton dan Hall, 1997, Fisiologi Kedokteran, (Edisi 9), EGC, Jakarta

Hinchliff, 1999, Kamus Keperawatan, EGC, Jakarta

Price, S. A dan Wilson, L. M, 1995, Patofisiologi, EGC, Jakarta

Sherwood, 2001, Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, (edisi 21), EGC,
Jakarta

Sobotta, 2003, Atlas Anatomi, (Edisi 21), EGC, Jakarta

Tandra, Hans. 2007. Segala sesuatu yang harus Anda ketahui tentang Diabetes. Jakarta
: Gramedia Pustaka Utama
Katzung. B. G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik Buku 2. Jakarta : Salemba Medika
Soegondo S, Soewondo P, Subekti I. 2005. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R. 2005. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI

Вам также может понравиться