Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
A. LATAR BELAKANG
Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan
metabolik akibat ganguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik
pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis pada
pemeriksaan dengan mikroskop elektron.
Laporan statistik dari International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan
bahwa sekarang sudah ada sekitar 230 juta penderita diabetes. Angka ini terus
bertambah hingga 3 persen atau sekitar 7 juta orang setiap tahunnya. Diabetes telah
menjadi penyebab kematian terbesar keempat di dunia. Setiap tahun ada 3,2 juta
kematian yang disebabkan oleh diabetes. Hampir 80 persen kematian pasien diabetes
terjadi di negara berpenghasilan rendah-menengah.
Di tengah kondisi itu, perhatian banyak pihak umumnya masih terfokus pada
penderita diabetes dewasa. Padahal, anak dengan diabetes tak kalah memerlukan
perhatian dan bantuan.
Diabetes pada anak umumnya disebut tipe 1, yaitu pankreas rusak dan tak lagi
mampu memproduksi insulin dalam jumlah memadai sehingga terjadi defisit absolut
insulin. Sebaliknya, diabetes pada orang dewasa umumnya disebut tipe 2, yaitu
terjadi kerusakan sel tubuh meskipun insulin sebenarnya tersedia memadai sehingga
terjadi defisit relatif insulin.
Insiden diabetes melitus tipe 1 sangat bervariasi di tiap negara. Dari data-data
epidemiologik memperlihatkan bahwa puncak usia terjadinya DM pada anak adalah
pada usia 5-7 tahun dan pada saat menjelang remaja. Dari semua penderita diabetes,
5-10 persennya adalah penderita diabetes tipe 1. Di Indonesia, statistik mengenai
diabetes tipe 1 belum ada, diperkirakan hanya sekitar 2-3 persen dari total
keseluruhan. Mungkin ini disebabkan karena sebagian tidak terdiagnosis atau tidak
diketahui sampai si pasien sudah mengalami komplikasi dan meninggal. Biasanya
gejalanya timbul secara mendadak dan bisa berat sampai mengakibatkan koma
apabila tidak segera ditolong dengan suntikan insulin.
World Diabetes Foundation menyarankan untuk mencurigai diabetes jika ada
anak dengan gejala klinis khas, yaitu 3P ( pilifagi, polidipsi dan poliuri ) dan kadar
gula darah (GD) tinggi, di atas 200 mg/dl. GD yang tinggi menyebabkan molekul
gula terdapat di dalam air kencing, yang normalnya tak mengandung gula, sehingga
sejak dulu disebut penyakit kencing manis.
Keadaan ideal yang ingin dicapai penderita DM tipe 1 ialah dalam keadaan
asimtomatik, aktif, sehat, seimbang, dan dapat berpartisipasi dalam semua kegiatan
sosial yang diinginkannya serta mampu menghilangkan rasa takut terhadap
terjadinya komplikasi. Sasaran-sasaran ini dapat dicapai oleh penyandang DM
maupun keluarganya jika mereka memahami penyakitnya dan prinsip-prinsip
penatalaksanaan diabetes. Berhubungan dengan hal tersebut diatas kami tertarik
untuk membuat asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan sistem endokrin :
Diabetes Melitus dengan metode masalah yang sistematis melalui proses
keperawatan.
B. TUJUAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini antara lain adalah :
1. Tujuan umum
Memberikan pengetahuan, dapat memberikan informasi dan pemahaman
mengenai asuhan keperawatan pada anak dengan diabetes mellitus.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui definisi diabetes mellitus.
b. Mengetahui klasifikasi diabetes mellitus.
c. Mengetahui etiologi diabetes mellitus.
d. Mengetahui patofisiologi diabetes mellitus.
e. Mengetahui pathway/pathoflow diabetes mellitus.
f. Mengetahui manifestasi klinis pada anak dengan diabetes mellitus.
g. Mengetahui akibat / komplikasi diabetes mellitus.
h. Mengetahui pemeriksaan penunjang diabetes mellitus.
i. Mengetahui penetalaksanaan medis pada klien dengan diabetes mellitus.
j. Dapat menyusun asuhan keperawatan pada klien dengan diabetes mellitus.
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. PENGERTIAN DM
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2002, diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka
panjang, disfungsi dan kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal,
syaraf, jantung dan pembuluh darah.
Penyakit diabetes melitus adalah penyakit metabolik yang berlangsung kronik
progresif, dengan gejala hiperglikemi yang disebabkan oleh gangguan sekresi
insulin, gangguan kerja insulin, atau keduanya (Darmono, 2007).
Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth,
2002).
Diabetes Melitus adalah gangguan yang melibatkan metabolisme karbohidrat
primer dan ditandai dengan defisiensi (relatif/absolute) dari hormon insulin. (Dona
L. Wong, 2003)
Diabetes Melitus adalah suatu penyakit gangguan pada endokrin yang
merupakan hasil dari proses destruksi sel pankreas sehingga insulin mengalami
kekurangan. (Suriadi. 2001).
Diabetes Melitus Juvenilis adalah diabetes melitus yang bermanifestasi sebelum
umur 15 tahun. (FKUI, 1988)
3. ETIOLOGI
Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) Sering terjadi pada usia
sebelum 15 tahun. Biasanya juga disebut Juvenille Diabetes ( DM Tipe I ),
gangguan ini ditandai dengan adanya hiperglikemia (meningkatnya kadar glukosa
darah plasma >200mg/dl). Etiologi DM tipe I adalah sebagai berikut :
a. Faktor genetic
Faktor herediter, juga dipercaya memainkan peran munculnya penyakit
ini (Brunner & Suddart, 2002). Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe
I itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic
kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada
individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte
Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas
antigen tranplantasi dan proses imun lainnya. Resiko terjadinya diabetes tipe 1
meningkat 3 hingga 5 kali lipat pada individu yang memiliki salah satu dari
kedua tipe HLA (DR3 atau DR4).
Diabetes melitus juvenilis merupakan suatu penyakit keturunan yang
diturunkan secara resesif, dengan kekerapan gen kira-kira 0,30 dan penetrasi
umur kira-kira 70% untuk laki-laki dan 90% untuk wanita.
b. Faktor lingkungan
Lingkungan merupakan faktor pencetus IDDM. Oleh karena itu insiden
lebih tinggi atau adanya infeksi virus (dari lingkungan). Virus penyebab DM
adalah rubela, mumps, dan human coxsackievirus B4. Melalui mekanisme
infeksi sitolitik dalam sel beta, virus ini mengakibatkan destruksi atau
perusakan sel. Bisa juga, virus ini menyerang melalui reaksi otoimunitas yang
menyebabkan hilangnya otoimun dalam sel beta.
Virus atau mikroorganisme akan menyerang pulau – pulau langerhans
pankreas, yang membuat kehilangan produksi insulin.
c. Faktor imunologi
Respon autoimmune, dimana antibody sendiri akan menyerang sel bata
pankreas.
4. PATOFISIOLOGI
Pankreas terletak melintang dibagian atas abdomen dibelakang gaster didalam
ruang retroperitoneal. Disebelah kiri ekor pankreas mencapai hilus limpa diarah
kronio – dorsal dan bagian atas kiri kaput pankreas dihubungkan dengan corpus
pankreas oleh leher pankreas yaitu bagian pankreas yang lebarnya biasanya tidak
lebih dari 4 cm, arteri dan vena mesentrika superior berada dileher pankreas bagian
kiri bawah kaput pankreas ini disebut processus unsinatis pankreas. Pankreas terdiri
dari dua jaringan utama yaitu :
a. Asinus, yang mengekskresikan pencernaan ke dalam duodenum.
b. Pulau Langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan getahnya
namun sebaliknya mensekresi insulin dan glukagon langsung kedalam darah.
Pankreas manusia mempunyai 1 – 2 juta pulau langerhans, setiap pulau
langerhans hanya berdiameter 0,3 mm dan tersusun mengelilingi pembuluh darah
kapiler.
Pulau langerhans mengandung tiga jenis sel utama, yakni sel-alfa, beta dan delta.
Sel beta yang mencakup kira-kira 60 % dari semua sel terletak terutama ditengah
setiap pulau dan mensekresikan insulin. Granula sel B merupakan bungkusan insulin
dalam sitoplasma sel. Tiap bungkusan bervariasi antara spesies satu dengan yang
lain. Dalam sel B , molekul insulin membentuk polimer yang juga kompleks dengan
seng. Perbedaan dalam bentuk bungkusan ini mungkin karena perbedaan dalam
ukuran polimer atau agregat seng dari insulin. Insulin disintesis di dalam retikulum
endoplasma sel B, kemudian diangkut ke aparatus golgi, tempat ia dibungkus
didalam granula yang diikat membran. Granula ini bergerak ke dinding sel oleh
suatu proses yang tampaknya sel ini yang mengeluarkan insulin ke daerah luar
dengan eksositosis. Kemudian insulin melintasi membran basalis sel B serta
kapiler berdekatan dan endotel fenestrata kapiler untuk mencapai aliran darah
(Ganong, 1995). Sel alfa yang mencakup kira-kira 25 % dari seluruh sel
mensekresikan glukagon. Sel delta yang merupakan 10 % dari seluruh sel
mensekresikan somatostatin (Pearce, 2000)
Kelenjar pankreas dalam mengatur metabolisme glukosa dalam tubuh berupa
hormon-hormon yang disekresikan oleh sel – sel dipulau langerhans. Hormon-
hormon ini dapat diklasifikasikan sebagai hormon yang merendahkan kadar glukosa
darah yaitu insulin dan hormon yang dapat meningkatkan glukosa darah yaitu
glukagon.
Fisiologi Insulin :
Hubungan yang erat antara berbagai jenis sel dipulau langerhans menyebabkan
timbulnya pengaturan secara langsung sekresi beberapa jenis hormone lainnya,
contohnya insulin menghambat sekresi glukagon, somatostatin menghambat
sekresi glukagon dan insulin.
Insulin dilepaskan pada suatu kadar batas oleh sel-sel beta pulau langerhans.
Rangsangan utama pelepasan insulin diatas kadar basal adalah peningkatan kadar
glukosa darah. Kadar glukosa darah puasa dalam keadaan normal adalah 80-90
mg/dl. Insulin bekerja dengan cara berkaitan dengan reseptor insulin dan setelah
berikatan, insulin bekerja melalui perantara kedua untuk menyebabkan peningkatan
transportasi glukosa kedalam sel dan dapat segera digunakan untuk menghasilkan
energi atau dapat disimpan didalam hati (Guyton & Hall, 1999).
Insulin dihasilkan oleh kelenjar pankreas yang dibutuhkan untuk pemanfaatan
glukosa sebagai bahan energi seluler dan diperlukan untuk metabolisme
karbohidrat, protein dan lemak. Pada Diabetes tipe I terdapat ketidak mampuan
pankreas menghasilkan insulin karena hancurnya sel-sel beta pulau langerhans.
Dalam hal ini menimbulkan hiperglikemia puasa dan hiperglikemia post prandial.
Apabila insulin tidak dihasilkan maka akan mengalami gangguan metabolisme,
karbohidrat, protein dan lemak yang mana bila tanpa insulin Glukosa tidak dapat
masuk ke dalam sel dan tetap dalam kompartemen vaskular yang kemudian
terjadilah hiperglikemi dengan demikian akan meningkatkan konsentrasi dalam
darah. Terjadinya hiperglikemi akan menyebabkan osmotik diuresis yang
kemudian menimbulkan perpindahan cairan tubuh dari rongga intraseluler ke dalam
rongga interstisial kemudian ke ekstrasel. Terjadinya osmotik diuretik
menyebabkan banyaknya cairan yang hilang melalui urine (polyuria) sehingga sel
akan kekurangan cairan dan muncul gejala Polydipsia (kehausan).
Terjadinya polyuria mengakibatkan hilangnya secara berlebihan potasium dan
sodium dan terjadi ganggunag elektrolit. Dengan tidak adanya glukosa yang
mencapai sel, maka sel akan mengalami “starvation” (kekurangan makanan atau
kelaparan) sehingga menimbulkan gejala polyphagia, fatigue dan berat badan
menurun.
Dengan adanya peningkatan glukosa dalam darah, glukosa tidak dapat difiltrasi
oleh glomerulus karena melebihi ambang renal sehingga menyebabkan lolos dalam
urine yang disebut glikosuria.
Akibat yang lain yaitu terjadinya proses glikogenolisis (pemecahan glukosa
yang disimpan) dan glukogeonesis tanpa hambatan sehingga efeknya berupa
pemecahan lemak dan terjadi peningkatan keton yangdapat mengganggu
keseimbangan asam basa dan mangarah terjadinya ketoasidosis (Corwin, 2000).
Pada DM tipe I terjadi suatu gangguan katabolisme yang disebabkan karena
hampir tidak terdapat insulin dalam sirkulasi, glukagon plasma meningkat dan sel-
sel B pankreas gagal merespon semua stimulus insulinogenik. Oleh karena itu,
diperlukan pemberian insulin eksogen untuk memperbaiki katabolisme, mencegah
ketosis, dan menurunkan hiperglukagonemia dan peningkatan kadar glukosa darah.
Diduga diabetes tipe 1 disebabkan oleh infeksi atau toksin lingkungan yang
menyerang orang dengan sistem imun yang secara genetis merupakan predisposisi
untuk terjadinya suatu respon autoimun yang kuat yang menyerang antigen sel B
pankreas. Faktor ekstrinsik yang diduga mempengaruhi fungsi sel B meliputi
kerusakan yang disebabkan oleh virus, seperti virus penyakit gondok (mumps) dan
virus coxsackie B4, oleh agen kimia yang bersifat toksik, atau oleh sitotoksin
perusak dan antibodi yang dirilis oleh imunosit yang disensitisasi. Suatu kerusakan
genetis yang mendasari yang berhubungan dengan replikasi atau fungsi sel B
pankreas dapat menyebabkan predisposisi terjadinya kegagalan sel B setelah infeksi
virus. Lagipula, gen-gen HLA yang khusus diduga meningkatkan kerentanan
terhadap virus diabetogenik atau mungkin dikaitkan dengan gen-gen yang
merespon sistem imun tertentu yang menyebabkan terjadinya predisposisi pada
pasien sehingga terjadi respon autoimun terhadap sel-sel pulaunya (islets of
Langerhans) sendiri atau yang dikenal dengan istilah autoregresi.
5. MANIFESTASI KLINIS
Pada diabetes melitus tipe 1, yang kebanyakan diderita oleh anak-anak (
diabetes melitus juvenil) mempunyai gambaran lebih akut, lebih berat, tergantung
insulin dengan kadar glukosa darah yang labil. Penderita biasanya datang dengan
ketoasidosis karena keterlambatan diagnosis. Mayoritas penyandang DM tipe 1
menunjukan gambaran klinik yang klasik seperti:
a. Hiperglikemia ( Kadar glukosa darah plasma >200mg/dl ).
b. Poliuria
c. Poliuria nokturnal seharusnya menimbulkan kecurigaan adanya DM tipe 1 pada
anak.
d. Polidipsia
e. Poliphagia
f. Penurunan berat badan , Malaise atau kelemahan
g. Glikosuria (kehilangan glukosa dalam urine)
h. Ketonemia dan ketonuria
Penumpukan asam lemak keton dalam darah dan urine terjadi akibat katabolisme
abnormal lemak sebagai sumber energy. Ini dapat mengakibatkan asidosis dan
koma.
i. Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang
disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari
lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.
j. Gejala-gejala lainnya dapat berupa muntah-muntah, nafas berbau aseton, nyeri
atau kekakuan abdomen dan gangguan kesadaran ( koma )
Perjalanan klinis DM tipe 1 terbagi atas:
a. Fase Inisial
Dimulai saat timbulnya gejala sampai dengan ditegakkan diagnosis. Fase ini
sering didahului oleh infeksi, goncangan emosi maupun trauma fisik.
b. Fase Penyembuhan
c. Fase setelah beberapa hari diberikan pengobatan. Keadaan akut penyakit ini telah
teratasi dan sudah terdapat sensitivitas jaringan terhadap insulin.
d. Fase Remisi (Honeymoon period)
Fase ini khas pada penyandang DM tipe 1. Pada saat ini, kebutuhan insulin
menurun sehingga dapat terjadi hipoglikemia bila insulin tidak disesuaikan. Bila
dengan dosis insulin 0.1 IU/kg BB masih menyebabkan hipoglikemia maka
pemberian insulin harus dihentikan. Pada fase ini perlu observasi dan
pemeriksaan urin reduksi secara teratur untuk memantau keadaan penyakitnya.
Fase ini berlangsung selama beberapa minggu sampai beberapa bulan.
Diperlukan penyuluhan pada penyandang DM atau orangtua bahwa fase ini
bukan berarti penyembuhan penyakitnya.
e. Fase Intensifikasi
Fase ini timbul 16-18 bulan setelah diagnosis ditegakan. Pada fase ini terjadi
kekurangan insulin endogen.
6. KOMPLIKASI
Diabetes melitus dapat menimbulkan berbagai komplikasi yang menyerang
beberapa organ dan yang lebih rumit lagi, penyakit diabetes tidak menyerang satu
alat saja, tetapi berbagai organ secara bersamaan. Komplikasi ini dibagi menjadi
dua kategori (Schteingart, 2006):
a. Komplikasi metabolik akut yang sering terjadi :
1) Hipoglikemia
Reaksi hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan
glukosa, dengan tanda-tanda rasa lapar, gemetar, keringat dingin, pusing, dan
sebagainya. Hipoglikemia yaitu kadar glukosa darah kurang dari 80
mg/dl. Hipoglikemi sering membuat anak emosional, mudah marah, lelah,
keringat dingin, pingsan, dan kerusakan sel permanen sehingga mengganggu
fungsi organ dan proses tumbuh kembang anak. Hipoglikemik disebabkan
oleh obat anti-diabetes yang diminum dengan dosis terlalu tinggi, atau
penderita terlambat makan, atau bisa juga karena latihan fisik yang
berlebihan.
2) Koma Diabetik
Koma diabetik ini timbul karena kadar darah dalam tubuh terlalu tinggi, dan
biasanya lebih dari 600 mg/dl. Gejala koma diabetik yang sering timbul
adalah:
a) Nafsu makan menurun (biasanya diabetisi mempunyai nafsu makan yang
besar)
b) Minum banyak, kencing banyak
c) Kemudian disusul rasa mual, muntah, napas penderita menjadi cepat dan
dalam, serta berbau aseton
d) Sering disertai panas badan karena biasanya ada infeksi dan penderita
koma diabetik harus segara dibawa ke rumah sakit
b. Komplikasi- komplikasi vaskular jangka panjang (biasanya terjadi setelah tahun
ke-5) berupa :
1) Mikroangiopati : retinopati, nefropati, neuropati. Nefropati diabetik
dijumpai pada 1 diantara 3 penderita DM tipe-1.
2) Makroangiopati : gangren, infark miokardium, dan angina.
Komplikasi lainnya (FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. 1988 ) :
a) Gangguan pertumbuhan dan pubertas
b) Katarak
c) Arteriosklerosis (sesudah 10-15 tahun)
d) Hepatomegali
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa
1) Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2) Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3) Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai
patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)4
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah sewaktu
Plasma vena <110 110-199 >200
Darah Kapiler <90 90-199 >200
Kadar glukosa darah puasa
Plasma vena <110 110-125 >126
Darah Kapiler <90 90-109 >110
8. PENATALAKSANAAN MEDIS
Dalam jangka pendek, penatalaksanaan DM bertujuan untuk
menghilangkan/mengurangi keluhan/gejala DM. Sedangkan untuk tujuan jangka
panjangnya adalah mencegah komplikasi. Tujuan tersebut dilaksanakan dengan
cara menormalkan kadar glukosa, lipid, dan insulin. Untuk mempermudah
tercapainya tujuan tersebut kegiatan dilaksanakan dalam bentuk pengelolaan pasien
secara holistik dan mengajarkan kegiatan mandiri.\
Tabel Kriteria pengendalian DM.
Baik Sedang Buruk
Glukosa darah plasma vena (mg/dl)
- puasa 80-109 110-139 >140
-2 jam 110-159 160-199 >200
HbA1c (%) 4-6 6-8 >8
Kolesterol total (mg/dl) <200 200-239 >240
Kolesterol LDL
- tanpa PJK <130 130-159 >159
- dengan PJK <100 11-129 >129
Kolesterol HDL (mg/dl) >45 35-45 <35
Trigliserida (mg/dl)
- tanpa PJK <200 <200-249 >250
- dengan PJK <150 <150-199 >200
BMI/IMT
- perempuan 18,9-23,9 23-25 >25 atau
- laki-laki 20 -24,9 25-27 <18,5
>27 atau <20
Tekanan darah (mmHg) <140/90 140-160/90-95 >160/95
Diabetes Mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai
penyakit dan diperlukan kerjasama semua pihak ditingkat pelayanan kesehatan.
Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan berbagai usaha dan akan diuraikan
sebagai berikut:
1) Pemberian insulin
Diabetes tipe 1 mutlak membutuhkan insulin karena pankreas tidak dapat
memproduksi hormon insulin. Maka seumur hidupnya pasien harus
mendapatkan terapi insulin untuk mengatasi glukosa darah yang
tinggi. Tujuan terapi insulin ini terutama untuk :
a) Mempertahankan glukosa darah dalam kadar yang normal atau
mendekati normal.
b) Menghambat kemungkinan timbulnya komplikasi kronis pada diabetes.
Indikasi pengobatan dengan insulin adalah :
Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun
NIDDM) dalam keadaan ketoasidosis atau pernah masuk kedalam
ketoasidosis.
DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali
dengan diet (perencanaan makanan).
DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral
dosif maksimal.
Makanan terdiri dari karbohidrat, protein, dan lemak. Glukosa terutama
bersumber dari karbohidrat walaupun protein dan lemak juga bisa menaikan
glukosa. Secara terus menerus pankreas melepaskan insulin pada saat
makan atau tidak. Setelah makan, kadar insulin meningkat dan membantu
penimbunan glukosa di hati. Pada saat tidak makan, insulin turun. Maka hati
akan memecah glikogen menjadi glukosa dan masuk ke darah sehingga
glukosa darah dipertahankan tetap dalam kadar yang normal.
Struktur kimia hormon insulin bisa rusak oleh proses pencernaan sehingga
insulin tidak bisa diberikan melalui tablet atau pil. Satu-satunya jalan
pemberian insulin adalah melalui suntikan, bisa suntikan di bawah kulit
(subcutan/sc), suntikan ke dalam otot (intramuscular/im), atau suntukan ke
dalam pembuluh vena (intravena/iv). Ada pula yang dipakai secara terus
menerus dengan pompa (insulin pump/CSII) atau sistem tembak (tekan
semprot) ke dalam kulit (insulin medijector).
Enam tipe insulin berdasarkan mulain kerja, puncak, dan lama kerja
insulin tersebut, yakni :
1. Insulin Keja Cepat (Short-acting Insulin)
2. Insulin Kerja Sangat Cepat (Quick-Acting Insulin)
3. Insulin Kerja Sedang (Intermediate-Acting Insulin)
4. Mixed Insulin
5. Insulin Kerja Panjang (Long-Acting Insulin)
6. Insulin Kerja Sangat Panjang (Very Long Acting Insulin)
3) Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang
lebih 30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit
penyerta.
Sebagai contoh olah raga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit,
olehraga sedang berjalan cepat selama 20 menit dan olah raga berat jogging.
4) Edukasi
Penyuluhan untuk merancanakan pengelolaan sangat penting untuk
mendapatkan hasil yang maksimal. Edukator bagi pasien diabetes yaitu
pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan yang
bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman
pasien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat
yang optimal. Penyesuaian keadaan psikologik kualifas hidup yang lebih
baik. Edukasi merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan diabetes
(Bare & Suzanne, 2002)
9. ASUHAN KEPERAWATAN
a. PENGKAJIAN
1) Identitas.
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku/bangsa,dll.
2) Riwayat Keperawatan
a) Keluhan utama
Polifagi, Poliuria, Polidipsi, penurunan berat badan, frekuensi minum dan
berkemih. Peningkatan nafsu makan, penururan tingkat kesadaran,
perubahan perilaku.
b) Riwayat penyakit sekarang.
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat
terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau
tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
c) Riwayat penyakit dahulu.
Diduga diabetes tipe 1 disebabkan oleh infeksi atau toksin
lingkungan seperti oleh virus penyakit gondok (mumps) dan virus
coxsackie B4, oleh agen kimia yang bersifat toksik, atau oleh sitotoksin
perusak dan antibodi.
d) Riwayat kesehatan keluarga.
Terutama yang berkaitan dengan anggota keluarga lain yang menderita
diabetes melitus. Riwayat kehamilan karena stress saat kehamilan dapat
mencetuskan timbulnya diabetes melitus.
Tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit diabetes melitus.
Pengalaman keluarga dalam menangani penyakit diabetes melitus.
Kesiapan/kemauan keluarga untuk belajar merawat anaknya.
Koping keluarga dan tingkat kecemasan.
e) Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
- Usia
- Tingkat perkembangan
- Toleransi / kemampuan memahami tindakan
- Koping
- Pengalaman berpisah dari keluarga / orang tua
- Pengalaman infeksi saluran pernafasan sebelumnya
3) Pemeriksaan fisik
a) Aktivitas / istrahat.
Lemah, letih, susah, bergerak / susah berjalan, kram otot, tonus otot
menurun. Tachicardi, tachipnea pada keadaan istrahat/daya
aktivitas.Letargi / disorientasi, koma.
b) Sirkulasi
Adanya riwayat hipertensi : infark miokard akut, kesemutan pada
ekstremitas dan tachicardia. Perubahan tekanan darah postural : hipertensi,
nadi yang menurun / tidak ada. Disritmia, krekel : DVJ ulkus pada kaki yang
penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
c) Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
d) Neurosensori
Pusing / pening, gangguan penglihatan, disorientasi : mengantuk, lifargi,
stuport / koma (tahap lanjut). Sakit kepala, kesemutan, kelemahan pada otot,
parestesia, gangguan penglihatan, gangguan memori (baru, masa lalu) :
kacau mental, refleks fendo dalam (RTD) menurun (koma), aktifitas kejang.
e) Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang / nyeri (sedang berat), wajah meringis
dengan palpitasi : tampak sangat berhati – hati.
f) Keamanan
Kulit kering, gatal : ulkus kulit, demam diaporesis.
g) Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare Urine encer,
pucat, kuning, poliuria (dapat berkembang menjadi oliguria / anuria jika
terjadi hipololemia barat). Abdomen keras, bising usus lemah dan menurun
: hiperaktif (diare).
h) Integritas Ego
Stress, ansietas
i) Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus,
penggunaan diuretik.
4) Psikososial
Dapat menyelesaikan tugas – tugasnya sampai menghasilkan sesuatu
Belajar bersaing dan koperatif dengan orang lain
5) Pemeriksaan Diagnostik
a) Glukosa darah : meningkat 100 – 200 mg/dl atau lebih.
b) Aseton plasma : positif secara menyolok.
c) Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat.
d) Osmolaritas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 m osm/l.
b. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis meningkat,hiperglikemia,
diare, muntah, poliuria, evaporasi.
2) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan defisiensi
insulin/penurunan intake oral : anoreksia, mual, muntah, abnominal pain,
gangguan kesadaran/hipermetabolik akibat pelepasan hormone stress,
epinefrin, cortisol, GH atau karena proses luka.
3) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka ( trauma ).
4) Resiko gangguan persepsi sensoris : penglihatan berhubungan dengan
perubahan fungsi fisiologis akibat ketidakseimbangan glukosa/insulin atau
karena ketidakseimbangan elektrolit.
5) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan energi, perubahan
kimia darah, insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi, infeksi,
hipermetabolik.
6) Nyeri berhubungan dengan adanya ulcus (luka diabetes mellitus).
7) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan.
8) Kurang pengetahuan mengenai penyakitnya, prognosis penyakit dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kesalahan interprestasi
(Doengoes, 2001)
c. PERENCANAAN
1) Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis meningkat,hiperglikemia,
diare, muntah, poliuria, evaporasi.
Tujuan : kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil,
nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran
urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi :
Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD ortostatik
Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul
Kaji frekuensi dan kualitas pernafasan, penggunaan otot bantu nafas
Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
Pantau masukan dan pengeluaran
Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam
batas yang dapat ditoleransi jantung
Catat hal-hal seperti mual, muntah dan distensi lambung.
Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan
BB, nadi tidak teratur
Kolaborasi : berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa
dextrosa, pantau pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN, Na, K)
Intervensi :
Kaji derajat dan tipe kerusakan
Latih klien untuk membaca.
Orientasi klien dengan lingkungan.
Gunakan alat bantu penglihatan.
Panggil klien dengan nama, orientasikan kembali sesuai dengan
kebutuhannya tempat, orang dan waktu.
Pelihara aktifitas rutin.
Lindungi klien dari cedera.
d. IMPLEMENTASI
Merupakan tahap dimana rencana keperawatan dilaksanakan sesuai dengan
intervensi. Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai
peningkatan kesehatan baik yang dilakukan secara mandiri maupun kolaborasi
dan rujukan.
e. EVALUASI
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan
dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi
tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan diabetes mellitus adalah :
1. Kondisi tubuh stabil, tanda-tanda vital, turgor kulit, normal.
2. Berat badan dapat meningkat dengan nilai laboratorium normal dan tidak
ada tanda-tanda malnutrisi.
3. Infeksi tidak terjadi
4. Rasa lelah berkurang/Penurunan rasa lelah
5. Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan
proses pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA
Bare & Suzanne, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2,
(Edisi 8), EGC, Jakarta
Gibson, John, 2003, Anatomi dan Fisiologi Modern untuk Perawat, EGC,
Jakarta
Guyton dan Hall, 1997, Fisiologi Kedokteran, (Edisi 9), EGC, Jakarta
Sherwood, 2001, Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, (edisi 21), EGC,
Jakarta
Tandra, Hans. 2007. Segala sesuatu yang harus Anda ketahui tentang Diabetes. Jakarta
: Gramedia Pustaka Utama
Katzung. B. G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik Buku 2. Jakarta : Salemba Medika
Soegondo S, Soewondo P, Subekti I. 2005. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R. 2005. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI