Вы находитесь на странице: 1из 8

GUSTY AGUSTINO HOROWURA

Releksi Discermen, 03 – 12 – 2011.

TERBAKAR OLEH CINTA ALLAH

( Berguru Pada Pengalaman Akan Allah Dalam Diri Santo Yohanes Dari Salib )

I. Prolog

Pada suatu malam yang gelap


Terbakar kerinduan cinta yang membara
Ah, rahmat yang tak terperikan !
Aku keluar tanpa diketahui,
Sedang rumahku sedang hening.
( Sto. Yohanes Salib, Mendaki Gunung Karmel )

Terbakar cinta yang membara, itulah kunci untuk mengerti seluruh perjalanan
hidup Santo Yohanes Salib. Ungkapan - ungkapan mistiknya melukiskan keindahan
pertemuan manusia dengan Allah, sehingga mudah sekali menawan hati orang yang
sangat tersentuh oleh kasih Allah.
Tak terasa sudah enam bulan berlalu sejak pengikraran kaulku pada tanggal 15
agustus yang lalu. Enam bulan berlalu dengan sapaan kasih Allah yang lembut
menerpa dalam jalan panggilan ini. Akan tetapi, bagaimana pun juga saya adalah
makhluk “ bejana tanah liat “ yang mudah rapuh dan retak. Oleh sebab itu,
kesempatan disermen kali ini, saya coba merenungkan perjalanan panggilan saya
selama enam bulan ini. Saya coba merenungkan hal – hal apa saja yang sudah saya
buat untuk menghidupi panggilan saya dan hal – hal mana saja yang belum saya
lakukan. Selanjutnya akan dibuat suatu penilaian dan keputusan terhadap diri dan
panggilan saya.

II. Pulang Ke Dalam Diri, Menengok Masa Lampau


Dewasa ini, eksistensi hidup membiara berada pada dua kutub yang sangat
kontras : di satu pihak hidup membiara seturut identitas hakikinya tetap menjadi
sarana rahmat yang tak terhingga, baik bagi diri biarawan itu sendiri, maupun bagi
gereja yang dilayaninya. Namun, di lain pihak, hidup membiara juga telah membuka
peluang yang amat besar pada sekularisme yang mengglobal. Untuk itu, “ pulang ke
dalam diri” merupakan hal benar yang harus dibuat.
“Pulang” merupakan sepatah kata yang bertuah. Dalamnya terdapat imperatif bagi
sebuah pengembaraan tersendiri ke dalam diri, sebab dengan begitu kita dapat
merancang masa depan yang lebih baik lagi. Berikut ini, saya coba “pulang “ untuk
sekedar kembali mengunjungi diri dan menengok hal – hal apa saja yang sudah dibuat
dalam penghayatan hidup membiara dan kaul – kaulku. Berikut ini saya mencoba “
pulang” melalui bantuan ketujuh aspek hidup membiara.

A. Kehidupan Rohani
Sebagai seorang biarawan sekaligus misionaris tentunya tidak terlepas dari hidup
rohani. Kehidupan rohani merupakan hakikat dasar hidup membiara. Hal ini jugalah
yang saya sadari. Hidup rohani yang baik dapat membantu saya dalam menjalankan
misi saya. Saya harus berakar dalam hidup rohani agar dapat menjalankan hidup
misioner saya secara baik pula.
Berkaitan dengan itu, hal yang telah saya buat yakni selalu menyediakan waktu
khusus untuk hidup rohani, selain waktu – waktu yang sudah ditetapkan dalam aturn
umum komunitas. Seperti misal : mengikuti perayaan ekaristi setiap hari,
menyempatkan diri untuk mengikuti ibadat harian dan doa – doa pribadi, ketekunan
dalam melakukan meditasi dan kesetiaan mengikuti sharing Kitab suci bersama.
Ada beberapa kemajuan yang saya rasakan dalam kehidupan rohaniku selama
enam bulan ini. Saya merasa ada kemajuan dalam doa pribadi. Bahkan boleh
dibilang, sangat berakar dalam hal ini. Hampir setiap pagi dan malam menjelang
tidur, saya selalu menyempatkan diri untuk melakukan doa pribadi. Tidak hanya itu,
ketika memulai suatu kegiatan atau dalam pelbagai kesempatan, saya pun sejenak
menyempatkan diri untuk berbicara dan memohon bimbingan Tuhan dalam doa
pribadi. Saya juga mengalami kemajuan dalam hal meditasi dan sharing Kitab Suci.
Dua hal ini saya rasakan sangat membantu saya dalam menimba beberapa kebajikan
yang saya dapat dalam Kitab Suci dan dari sharing – saharing pengalaman iman
konfrater. Kebajikan – kebajikan hidup yang saya dapat itu sungguh amat membantu
saya dalam menjalani hidup dan panggilan saya ataupun ketika saya merasa desolusi
yang dapat mengnacam hidup dan panggilan saya.
Meskipun ada kemajuaan, tetapi saya juga megalami beberapa kemunduran dalam
penghayatan hidup rohani saya. Seringkali saya terlambat dalam mengikuti ibadat
bersama dan perayaan ekaristi. Juga seringkali, “ kesenangan” mete membuat tubuh
ini seringkali merasa sangat capek dan itu membuat saya harus meninggalkan sejenak
ibadat bersama bahkan sering sampai meninggalkan perayaan ekaristi bersama.
Kemunduran ini membuat saya cemas dan dalam tataran yang parah membuat saya
takut dalam hidup dan panggilan ini. Sering saya menjadi begitu takut akan kegagalan
dalam usaha mencapai keberakaran dalam hidup rohani. Akan tetapi ketakutan –
ketakutan itu sedikitnya terhapus ketika saya berani membicarakannya dengan
pembimbing rohani dan prefek dalam ratio pribadi. Bahkan beberapa ketakutan itu,
pada akhirnya menjadi satu kekuatan untuk segera bangkit dan memperbaharui diri.

B. Kehidupan Kaul – Kaul


“ Indahnya hidup membiara itu.” Pernyataan ini bukanlah indikator pendewaan
hidup membiara sebagai yang terbaik diantara cara hidup yang lain. Sebab, suatu
keunikan model kehidupan lahir dari pengakuan akan eksistensi model kehidupan
yang lain. Sebagai anggota umat Allah, hidup membiara tidak terpisah dari gereja dan
para anggota lainnya. Namun, kekhasan hidup membiara tidak terutama dilihat dari
bentuk lahiriah semata, melainkan apa yang menjadi “ jiwa “ yang menghidupi dan
bagaimana menghayati cara hidup itu.
Pemahaman dan batasan kaul amat beragam. Kitab Hukum Kanonik 1191. 1
mengartikan kaul sebagai suatu janji untuk memuliakan Allah. Di sini orang berjanji
secara sadar dan rela untuk berbuat sesuatu ( yang ppada umumnya tidak ditunut
darinya) yang lebih berkenan kepada Allah daripada sebaliknya. Telogi Mooral
memberikan batasan bahwa kaul merupakan suatu janji yang dibuat kepada Allah,
dengannya seseorang bebaas mengikatkan diri untuk melakukan sesuatu perbuatan
baik, yang mungkin lebih baik daripada yang sebaliknya. Sementara itu, dekrit
Perfectae Caritatis ( a.5 ) merumuskan kaul sebagai consecratio. Consecratio sendiri
berarti menguduskan. Bisa diartikan bahwa kaul itu merupakan sesuatu yang kudus.
Berdasarkan beberapa konsep di atas, dapat disimpulkan bahwa kaul adalah suatu
jawaban manusia terhadap tindakan pengudusan oleh Allah. Tindakan ini dinyatakan
melalui janji yang diungkapkan dengan penuh kesadaran, kebebasan dan kerelaan,
baik yang diucapkan secara publik maupun secara privat dalam kesehaarian. Dengan
demikian, dapat terpancarlah Kerajaan Allah dan kehadiran –Nya, sebagai
pengejawantahan misteri inkarnasi.
Sebagaimana Kristus, karena cinta Ilahi, sampai mengurbankan hidup hingga
tetes darah penghabisan, maka jawaban setiap “pemikul Kaul”, harusnya pula bersifat
menyeluruh, menyerahkan semuanya kepada perencanaan Ilahi.
Sepanjang enam bulan ini, saya juga mengalami dualisme dalam penghayatan
kaul – kaul. Ada yang berupa kemajuan dan ada yang merupakan kemunduran.
Kemajuan itu saya rasakan dalam kaul selibat dan kaul kemiskinan. Penghayatan kaul
selibat saya rasakann semakin mengarah pada sebuah kerinduan akan kebersamaan
bukan dengan lawan jenis, melainkan oleh jawaban Ilahi atas kerinduan Kerajaan
Surga. Hal ini pula yang mendorong saya kepada solidaritas dengan sesama manusia
secara sempurna. Sedangkan Kaul kemiskinan membantu saya untuk semakin solider
dengan kaum miskin. Tidak hanya itu, oleh peghayatan Kaul Kemiskinan, saya
menjadi pribadi yang bisa mengharagai setiap jerih lelah sesama, baik itu jerih lelah
Konfrater seserikat maupun jerih lelah sesama yang saya temui dalam keseharian
hidup.
Kemajuan yang saya rasakan dalam dua kaul di atas, kurang diimbangi oleh
penghayatan Kaul Ketaatan. Saya merasakan adanya kemunduran dalam penghayatan
Kaul Ketaatan. Kemunduran ini bukan karena ketidaktaatan terhadap pimpinan, tetapi
lebih kepada ketidaktaatan dalam menjalankan aturan komunitas. Seringkali program
– program pribadi dadakan membuat saya harus mangkir dalam kegiatan – kegiatan
bersama, seperti misal : makan bersama dan kerja bersama sesuai pembagian.
Penghayatan kaul ketaatan saya masih jauh dari sempurna, padahal kaul merupakan
janji saya untuk hidup secara sempurna dalam Allah. menyadari kemunduran ini,saya
harus segera mungkin memperbaharuinya agar demi kelangsungan hidup dan
panggilan saya.

C. Kehidupan Psiko - emosional


Kehidupan psiko - emosional saya selama enam bulan ini, saya rasakan tidak
mengalami kendala yang berat. Boleh dikatakan bahwa, dengan penghaayatan Kaul
Selibat, smakin hari saya menjadi matang dalam kehidupan emosional. Sesama
adalah mereka yang dihadapannya saya melihat sebuah cermin yang memantulkan
keseluruhan diri saya yang tidak sempurna. Dalam diri sesamaa itulah saya dapat
menemukan kekurangan – kekurangan yang menjadi “cela” bagi diri sendiri. Oleh
karena itu, saya berpikir adalah hal yang bagus jika saya semakin banyak membuka
diri bagi sesama. Dengan membuka diri itu, kami dapat saling mengisi dan menegur
jika salah satu dari kami sudah melenceng dari “lintasan yang benar “ dalam jalan
panggilan ini.
Tidak hanya itu, kematangan hidup psiko –emosional juga dapat ditunjukkan
dengan kerendahan hati menerima pendapat orang lain dan jujur serta berani
mengakui kesalahan demi sebuah hidup bersama yang dibangun atas dasar
persaudaraan dan kekeluargaan.

D. Kehidupan Komunitas
Dalam penghayatan hidup Komunitas, ada beberapa kemajuan yang saya temukan
dalam enam bulan ini. Beberapa kemajuan itu antara lain : sopan santun dalam
pergaulan dan semakin berminat dalam pekerjaan tangan. Saya sungguh menyadari
bahwa komunitas ini adalah rumah saya, tempat saya hidup dan tempat perlindungan,
di dalamnya saya temui anggota – anggota rumah yang hebat dan yang bisa
membantu perkembangan diri dan panggilan sya.
Komunitas sebagi rumah sendiri, berarti saya juga dituntut untuk memberidiri
demi kemajuan dan perkembangan rumah ke arah yang baik. Syukur, bahwa selama
ini saya bisa menjalankan tugas saya sebagai anggota rumah yang baik. Dengan jiwa
seni yang saya miliki, ada banyak hal yang sudah saya buat demi memperindah
rumah ini. saya sadar bahwa, untuk mencapai kehidupan komunitas yang baik dan
penuh persaudaraan adalah dimulai dari diri saya sendiri. Inisiatif untuk menciptakan
keharmonisan dalam rumah harus dimulai dari saya sendiri sebagai pribadi yangjuga
mendiami rumah ini.

E. Kehidupan Akademis
Saya sangat mensyukuri anugerah Tuhan kepada saya dalam hal akademis. Sejauh
ini, saya belum temukan kendala yang berat dalam kehidupan akademis saya. Dari
semester ke semester, hasil akademis saya sungguh membahagiakan hati. Hal ini
semata – mata oleh anugerah pengetahuan yang Tuhan beri dan juga kesetiaan
memanfaatkan waktu belajar.
Saya tahu bahwa saya punya kemamuan akademis yang dapat bersaing. Akan
tetapi, saya juga sadar bahwa kemampuan saya ini belum apa – apanya. Oleh sebab
itu, keterbukaan kepada pengetahuan – pengeatahuan baru dan tebuka untuk bertanya
dan belajar dari sesama yang mempunyai kemampuan lebih baik terus saya jalankan
dan tingkatkan dari hari ke harinya. Sekiranya dengan itu, kekayaan pengetahuan
yang saya dapat bisa membantu dalam menjalankan tugas pastoral misioner yang
diembankan serikat kepada saya.

F. Kehidupan Pastoral – Misioner


Sebagai seorang SVD tentunya saya dituntut untuk hidup sesuai dengan
spritualitas serikat dan keutamaan – keutamaannya. Spiritualitas serikat adalah
internasionalitas dan keutamaannya yakni misi, yang bersumber dari misi Yesus di
dunia.
Sejauh ini, saya merasakan adanya kemajuan dalam kehidupan pastoral –
misioner ini. kegiatan misioner yang saya jalankan sering mengarah kepada perhatian
agar sabda Allah itu pun dapat dikenal dan dihidupi oleh orang miskin dan tertindas,
seperti yang diamanatkan dalam Konstitusi Serikat. Program – program misioner dari
komunitas, misalnya : eksposure dan live –in, seringkali melibatkan diri saya dalam
kehidupan orang –orang miskin. Hal ini saya rasakan sangat membantu saya dalam
penghayatan kaul – kaul dan panggilan yang saya jalani ini.
Tidak hanya itu, pengalaman pastoral - misioner yang sudah saya jalankan,
mengharuskan saya untuk semakin belajar bahasa dan mencintai kebudayaan lain.
Saya bersyukur, minat itu belum redup, bahkan terus bernyala. Hal ini disebabkan
karena dari pribadi saya sendiri juga mempunyai kemauan yang kuat untuk terus
belajar dan mmperkaya diri dengan pengetahuan baru yang saya temui dalam
kehidupan sehari – hari di tengah misi yang saya jalankan.

G. Kesehatan Fisik
Untuk bisa menjalankan misi dengan baik, saya dituntut mempunyai kesehatan
fisik yang mumpuni. Tetapi, yang saya alami dan rasakan sejauh ini, kesehatan saya
bisa dibilang “ adem ayem. “ Kesehatan fisik saya belum mencapai taraf yang
mumpuni tersebut. Hal ini dikarenakan oleh gaya hidup saya yang tidak sehat.
Keseringan lembur untuk mengerjakan beberapa tugas dan tanggung jawab yang
diembankan membuat saya sering tidak menghargai anjuran dokter dan beberapa
teman tentang kesehatan fisik saya. Bukan karena saya “ gila kerja”, tetapi karena hal
tersebut sudah menjadi kebiasaan yang agak sulit diubah.
Kesehatan yang kurang mumpuni ini menimbulkan ketakutan tersendiri : jangan –
jangan saya tidak mampu menjalankan misi saya. Akan tetapi ketakutan itu berubah
menjadi kekuatan dalam Allah. Perlahan – lahan saya mengikuti beberapa anjuran
baik dari prefek maupun beberapa penyembuh yang sudah saya temui. Sejauh ini,
syukur kepada Allah, ternyata saya bisa menjalaninya meski belum secara sempurna
tetapi ada kemajuan.

III. Pembaruan Diri, Tanggap Terhadap Masa Depan


Tujuan formasi adalah mempersiapkan diri untuk persatuan dengan Allah dalam
suatu persatuan yang akan mengubah hidup seluruhnya di masa depan. Selain itu,
formasi juga bertujuan untuk membentuk diri saya menjadi pibadi yang utuh dan
berintegral juga mempersiapkan saya demi pelayanan yang akan saya jalankan dalam
semangat biarawan – misionaris SVD.
Petualangan Santo Yohanes Salib bersama Allah, memberi inspirasi yang
menarik. Beberapa inspirasi dari aksi Santo Yohanes Salib ini :
1. Kebebasan. Hidup membiara dipilih bukan karena paksaan, bukan pelarian,
tetapi lebih karena pilihan bebas sendiri. Dalam alam kebebasan itu, saya
dituntut untuk jujur kepada diri sendiri. Itu berarti, saya harus melihat secara
jujur cita – cita hidup saya, kesulitan dan kelemahan diri. Saya mesti
mengenal dengan baik gambaran diri dalam jalan panggilan ini tanpa
menimbulkan keragu – raguan. Gambaran yang jelas dan seimbang dalam
hidup dan panggilan, akan membantu saya menemukan butir – butir nilai yang
harus dikuatkan, dan sekaligus butir – butir nilai yang harus dikoreksi dalam
hidup dan tingkah laku.
2. Tujuan. “ Kalau kamu tidak tahu ke mana akan pergi, kamu akan berakhir di
tempat lain. “ Sejak kecil saya mempunyai keinginan untuk hidup membiara,
menjalani hidup seperti Pastor yang saya kenal di waktu kecil. Aspek inilah
yang memberi inspirasi bagi saya untuk membuat keputusan baru : “ menjadi
gembala .” Kini kemungkinan untuk mewujudkan impian menjadi kenyataan,
membuat hidup saya menjadi menarik. Dalam mencapai tujuan di atas, saya
mesti membaharui diri dari segala kelemahan dan kemunduran yang saya
dapat setelah “pulang “ ke dalam diri. Pembaharuan diri mesti menjadi hal
yang urgen demi menanggapi masa depan yang terbentang sebagai seorang
SVD sejati.
Berkaitan dengan itu, ada beberapa hal yang menurut saya kemunduran, mesti
dibaharui agar kedepannya saya bisa dengan hati mantap menjalani pilihan bebas ini.
Beberapa hal yang ingin saya baharui itu, mempunyai dasar yang kuat dalam disiplin
diri yang teratur. Kesetiaan dalam disiplin diri yang teratur dapat membuat saya
menjadi pribadi yang :

1. Berakar dalam hidup rohani.

Pilihan hidup selibat selalu “ ditantang “ setiap hari. Dalamnya, orang akan berada
pada situasi tapal batas untuk tetap tinggal atau keluar dari hidup membiara. Dalam
dunia yang sekular dewasa ini, tantangan itu bisa menjadi sesuatu yang sulit
dielakkan. Itulah sebabnya sto. Paulus menasihati : “ Berjaga – jagalah! Berdirilah
dengan teguh dalam iman !Dan tetap kuat ! “ ( 1 Kor 16 : 13 ), tentunya lewat hidup
doa yang baik dan disiplin. Dalam hidup rohani yang baik itu, keyakinan akan
panggilan dan keyakinan bahwa telah memilih bagian yang terbaik dalam panggilan,
semakin diperdalam dan mengakar.
Saya teringat nasehat yang diberikan oleh Prefek dalam kesempatan ratiopribadi.
Nasihat itu demikian : “ Menjadi Misionaris itu tidak mudah. Oleh sebab itu, kita
harus berakar dalam hidup rohani yang baik.” Hidup Rohani yang baik dapat
membantu tugas dan pelayanan saya sebagai misionaris. Salah satu cara untuk
mencapai keberakaran dalam hidup rohani yaitu : devosi kepada Ekaristi untuk
memohon agar piala hidup ini terus menerus diisi dengan cinta-Nya sampai meluap.
Selain itu, terus meningkatkan doa pribadi dan doa harian bersama.

2. Tanggap terhadap setiap peristiwa hidup.

Keputusan untuk memilih cara hidup membiara tentu tidak lahir dari sebuah
mimpi. Namun, pada umumnya, pilihan hidup yang demikian itu lahir dari suatu
pengalaman iman dengan suaatu relasi yamg mendalam dengan yang Ilahi.
Pengalaman dengan Ilahi hanya bisa ditemukan dalam pelbagai peristiwa hidup.
Sebab, Tuhan senantiasa membahasakan kehendak-Nya dalam setiap peristiwa dan
pengalman hidup manusia. Pilihan hidup membiara merupakan pilihan personal.akan
tetapi, dukungan orang – orang disekitar, harus dipandang sebagai cara Tuhan
membahasakan rencana-Nya. Oleh sebab itu, seorang yang menjalani hidup
membiara selalu membutuhkan dua hal : Tuhan, sebagai penunjuk jalan dan Sesama,
sebagai perpanjangan tangan Tuhan. Sesama disini bukan terbatas pada sesama dalam
jalan panggilan saja melainkan sesama dalam arti luas yaitu orang- orang yang saya
jumpai dalm keseharian hidup.
Sampai disini, saya sungguh menyadari bahwa disiplin diri yang teratur adalah hal
yang sangat susah saya jalani selama enam bulan ini. Disiplin diri yang tidak teratur
inilah yang menjadi kunci dan dasar kemunduran selama enam bulan ini dalam
beberapa aspek yang sudah saya refleksikan di atas. Menyadari bahwa disiplin diri ini
kurang maksimal saya jalankan, maka sekarang adalah saat yang tepat untuk memulai
lagi secara baru. Tidak ada kata terlambat jika saya mempunyai kemauan yang kuat
untuk berubah dan memperbaharui diri.

IV. Epilog : Votum Akhir


Kehidupan membiara menjadi sebuah model kehidupan yang sangat menarik hati
dan memikat jiwa. Namun menjadi seorang biarawan sekaligus misioner bukanlah
pekerjaan gampangan. Butuh usaha dan perjuangan tanpa akhir. Belajar tentang
hidup membiara adalah salah satu cara yang tepat untuk bertolak ke tempat yang
lebih dalam, masuk jauh ke dalam kehidupan membiara itu sendiri. Inilah motivasi
yang menggerakkan hidup saya untuk terus menapaki petualangann dalam jalan
panggilan ini. Oleh sebab itu, di akhir refleksi ini, saya dengan hati yang bebas dan
mantap bertekad untuk terus setia dalam jalan panggilan ini. sekiranya Allah
Tritunggal membantu saya dalam menjalankan hidup dan panggilan saya ini.

F. Xavier - Ledalero, 03-12-2011


Gusty Agustino Horowura, SVD

Вам также может понравиться