Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Rehabilitasi adalah suatu program yang disusun untuk memberi kemampuan kepada
penderita yang mengalami disabilitas fisik dan atau penyakit kronis, agar mereka dapat hidup
atau bekerja sepenuhnya sesuai dengan kapasitasnya (Harsono, 1996). Program rehabilitasi
menurut Ibrahim (2001) tidak hanya terbatas pada pemulihan kondisi semata, tetapi juga
mencakup rehabilitasi yang bersifat psikososial, penuh dengan kasih sayang serta empati yang
luas, guna membangkitkan penderita. Rehabilitasi medik meliputi tiga hal, yaitu rehabilitasi
medikal, sosial, dan vokasional.
Rehabilitasi stroke secara tipikal meliputi beberapa hal yaitu pencegahan rekurensi stroke,
penanganan penyakit ko-morbid, pelatihan kemandirian individu secara maksimal, dan upaya
peningkatan kualitas hidup. Tujuan rehabilitasi adalah agar supaya penderita mampu untuk
belajar dan menyerap (retain) cara-cara baru di dalam melakukan aktivitas hidup sehari-hari.
Rehabilitasi di rumah (home-based rehabilitation) dianggap lebih murah dan sangat dianjurkan
untuk penderita-penderita dengan gangguan disabilitas ringan. Lagipula, perawatan jenis ini
dianggap lebih memberikan kemajuan dan meningkatkan kepuasan penderita. Pada stroke yang
sedang (moderate) dan berat, rehabilitasi yang dilakukan pada unit perawatan rawat inap lebih
dianjurkan, terlebih bilamana perlu suatu rehabilitasi khusus (20). Sekitar 50% kesembuhan
fungsional akan terjadi di dalam waktu satu bulan pertama pasca-stroke, dalam 3 bulan
berikutnya penderita-penderita akan menunjukkan 75% kesembuhan fungsional dan 100%
kesembuhan fungsional akan tercapai pada akhir tahun pertama. Kemajuan yang terjadi setelah
waktu 6 bulan lebih banyak disebabkan oleh karena pembelajaran, latihan dan kembalinya
kepercayaan diri.
Meskipun upaya rehabilitasi banyak difokuskan ke arah kesembuhan fungsi dasar motorik
untuk mengembalikan aktivitas hidup sehari-hari, hasil penelitian menunjukkan akan adanya
suatu kebutuhan yang kritis terhadap penanganan aspek psikososial dari kualitas hidup pasca-
stroke. Karena kualitas hidup adalah sesuatu yang sifatnya subyektif dan tidak dapat
didefinisikan secara empiris, maka elemen yang merupakan kepuasan yang menyangkut masalah
kualitas hidup bagi satu penderita dan penderita lainnya sangat bervariasi. Kebanyakan elemen-
elemen kualitas hidup tersebut oleh penderita diukur menurut situasi sebelum terjadi stroke dan
bukan oleh pulihnya kemampuan fisik setelah terjadinya stroke. Di antara masalah-masalah
kualitas hidup yang paling banyak muncul adalah kemampuan untuk kembali bekerja seperti
sebelum terjadinya serangan stroke. Lebih dari 70% penderita stroke adalah mereka yang
termasuk dalam kelompok usia di atas 65 tahun yang pada umumnya sudah tidak lagi aktif
bekerja, dan hanya 4% yang berusia 45 tahun ke bawah yang merupakan kelompok usia yang
masih aktif bekerja. Meskipun jumlah penderita dalam kelompok usia ini tidak besar, namun
masalah “dapat kembali bekerja” adalah masalah yang sangat penting dan dapat menjadi sumber
ansietas pada penderita tersebut.
1) Rehabilitasi dimulai sedini mungkin, bahkan dapat dikatakan bahwa rehabilitasi segera
dimulai sejak dokter melihat penderita untuk pertama kalinya.
2) Tidak ada seorang penderitapun yang boleh berbaring satu hari lebih lama dari waktu
yang diperlukan, karena akan mengakibatkan komplikasi.
3) Rehabilitasi merupakan terapi multidisipliner terhadap seorang penderita dan rehabilitasi
merupakan terapi terhadap seorang penderita seutuhnya.
4) Faktor yang paling penting dalam rehabilitasi adalah kontinuitas perawatan.
5) Perhatian untuk rehabilitasi lebih dikaitkan dengan sisa kemampuan fungsi
neuromuskuler yang masih ada, atau dengan sisa kemampuan yang masih dapat
diperbaiki dengan latihan.
6) Dalam pelaksanaan rehabilitasi termasuk pula upaya pencegahan serangan berulang
7) Penderita GPDO lebih merupakan subyek rehabilitasi dan bukannya sekedar obyek.
Pihak medis, paramedik, dan pihak lainnya termasuk keluarga berperan untuk
memberikan pengertian, petunjuk, bimbingan dan dorongan agar penderita selalu
mempunyai motivasi yang kuat.
1) Rehabilitasi stadium akut. Sejak awal tim rehabilitasi medik suidah diikutkan, terutama
untuk mobilisasi. Programnya dijalankan oleh tim, biasanya latihan aktif dimulai sesudah
prosesnya stabil, 24-72 jam sesudah serangan, kecuali perdarahan. Sejak awal Speech
terapi diikutsertakan untuk melatih otot-otot menelan yang biasanya terganggu pada
stadium akut. Psikolog dan Pekerja Sosial Medik untuk mengevaluasi status psikis dan
membantu kesulitan keluarga.
2) Rehabilitasi stadium subakut. Pada stadium ini kesadaran membaik, penderita mulai
menunjukan tanda-tanda depresi, fungsi bahasa mulai dapat terperinci. Pada post GPDO
pola kelemahan ototnya menimbulkan hemiplegic posture. Kita berusaha mencegahnya
dengan cara pengaturan posisi, stimulasi sesuai kondisi klien.
3) Rehabilitasi stadium kronik. Pada saat ini terapi kelompok telah ditekankan, dimana
terapi ini biasanya sudah dapat dimulai pada akhir stadium subakut. Keluarga penderita
lebih banyak dilibatkan, pekerja medik sosial, dan psikolog harus lebih aktif.
DAPUS
Harsono. (1996). Buku Ajar Neurologi Klinis. Penerbit Gadjah Mada Press. Yogyakarta.