Вы находитесь на странице: 1из 21

Epigastrium epigastrium adalah bagian abdomen tengah atas.

Nyeri
epigastriuma d a l a h nyeri yang berhubungan dengan rasa tajam dan
t e r l o k a l i s a s i y a n g dirasakan oleh seseorang pada daerah tengah atas perut. !asa
nyeri di perutt e n g a h a t a s d a p a t d i s e b a b k a n o l e h k e l a i n a n o rg a n d a l a m
r o n g g a a b d o m e n maupun organ dalam rongga thoraks. "rgan di dalam rongga
abdomen yangs e r i n g memberikan keluhan nyeri di perut
atas, antara lain t r a k t u s gastrointestinal (lambung, duodenum, usus
halus, usus besar), hepar, empedu dan pankreas. Sedangkan organ dalam rongga thoraks
yang sering memberikankeluhan nyeri di perut atas adalah esofagus dan jantung.

Hiperkolesterolemia adalah kondisi tingginya kadar kolesterol di dalam darah seseorang.


Kolesterol sendiri adalah zat lunak yang bisa ditemukan didalam lemak pada darah manusia.
Tubuh manusia memerlukan kolesterol untuk terus memproduksi sel-sel yang sehat.

 Kolesterol tinggi atau hiperkolesterolemia adalah suatu kondisi dimana kadar kolesterol
total di dalam darah melebihi batas normal, yakni di atas 200 mg/dL. Kolesterol sendiri
merupakan senyawa lemak yang sebagian besar diproduksi oleh hati dan berfungsi untuk
pembentukan membran sel, vitamin D dan hormon tertentu

 Hiperkolesterolemia adalah suatu kondisi dimana meningkatnya konsentrasi kolesterol


dalam darah yang melebihi nilai normal (Guyton &Hall, 2008). Kolesterol telah terbukti
mengganggu dan mengubah struktur pembuluh darah yang mengakibatkan gangguan fungsi
endotel yang menyebabkan lesi, plak, oklusi, dan emboli. Selain itu juga kolesterol diduga
bertanggung jawab atas peningkatan stress oksidatif.

Mean arterial pressure adalah tekanan arteri rata-rata selama satu siklus denyutan jantung yang
didapatkan dari pengukuran tekanan darah systole
dan tekanan darah diastole. Niai normal dari MAP adalah berkisar antara 70-100 mmHg (Potter
& Perry, 2005). Sedangkan mean arterial pressure didapatkan dari rumus sebagai berikut :
MAP = D + 1/3 (S-D)
Keterangan:
D : Diastolik
S : Sistolik.
Pada penghitungan MAP akan didapatkan gambaran penting dalam tekanan darah yaitu : tekanan
sistolik adalah tekanan maksimal ketika darah dipompa
kan dari ventrikel kiri, batas normal dari tekanan sistolik adalah 100-140 mmHg, tekanan
diastolic adalah tekanan darah pada saat relaksasi, batas normal dari tekanan diastolic adalah 60-
80 mmHg. Tekanan diastolic menggambarkan tahanan pembuluh darah yang harus dicapai oleh
jantung (Potter & Perry, 2005). Tidak ada ukuran pasti mengenai nilai MAP normal pada anak-
anak berkisar 70 mmHg, kemudian pada remaja yang lebih tua sekitar 80mmHg. Dengan
bertambanya umur, tekanan systolik akan lebih besar dari pada tekanan diastolik, karena itu
tekanan nadi meningkat seiring bertambahnya umur. Perbedaan kecil tampak pada laki-laki dan
wanita. Wanita memiliki tekanan nadi yang sedikit lebih rendah daripada laki-laki yang sama
umurnya (Klabunde & Richard 2012).

Atrial fibrilasi adalah kondisi jantung di mana denyut jantung tidak beraturan dan sering kali
cepat. Kondisi ini dapat meningkatkan risiko stroke, gagal jantung, dan komplikasi terkait
penyakit jantung lainnya.

 Atrial fibrilasi (AF) adalah irama jantung yang abnormal dengan aktivitas listrik jantung
yang cepat dan tidak beraturan. Hal ini mengakibatkan atrium bekerja terus menerus
menghantarkan impuls ke nodus atrioventrikuler (AV) sehingga respons ventrikel menjadi
ireguler (denyut jantung tidak teratur). Kejadian atrial fibrilasi meningkat dengan bertambahnya
usia. Umumnya terjadi pada usia di atas 50 tahun.

 Fibrilasi atrium adalah kondisi ketika serambi (atrium) jantung berdenyut dengan tidak
beraturan dan cepat. Kondisi ini meningkatkan risiko terjadinya penggumpalan darah, stroke, dan
gagal jantung. Dalam keadaan normal, jantung berdetak dengan irama beraturan agar dapat
mengalirkan darah dari serambi (atrium) jantung ke bilik (ventrikel) jantung, untuk selanjutnya
dialirkan ke paru-paru atau ke seluruh tubuh. Namun pada fibrilasi atrium, hantaran listrik pada
jantung dan irama denyut jantung mengalami gangguan, sehingga atrium gagal mengalirkan
darah ke ventrikel.
 Fibrilasi Atrium (FA) adalah salah satu jenis aritmia, yaitu kondisi kesehatan yang mengacu
pada hantaran sinyal listrik yang tidak benar atau tidak teratur pada jantung. FA ditandai dengan
denyut jantung tidak teratur dan sering cepat atau bergetar. FA dapat bersifat paroksisimal
(serangan atau kekambuhan gejala secara tiba-tiba), persisten (serangan atau kekambuhan gejala
yang akan berhenti dengan pemberian obat), atau permanen (serangan atau kekambuhan gejala
yang menetap dan tidak berhenti walau diberi obat). Biasanya pasien datang tanpa gejala, dan
kondisi ini ditemukan ketika dilakukan tes seperti EKG untuk penyakit jantung dan pembuluh
darah lainnya.

Syok yaitu hambatan di dalam peredaran darah perifer yang menyebabkan perfusi jaringan tak
cukup untuk memenuhi kebutuhan sel akan zat makanan dan membuang sisa metabolisme
( Theodore, 93 ), atau suatu perfusi jaringan yang kurang sempurna. Perfusi organ secara
langsung berhubungan dengan MAP yang ditentukan oleh volume darah, curah jantung dan
ukuran vaskuler.

 Syok dapat pula didefinisikan sebagai suatu keadaan tidak adekuatnya perfusi jaringan,
Keadaan akut yang menyebar secara luas dimana terjadi penurunan perfusi jaringan dan tidak
adekuatnya sirkulasi volume darah intravaskuler yang efektif, Suatu bentuk sindroma dinamik
yang akibat akhirnya berupa kerusakan jaringan sebab substrat yang diperlukan untuk
metabolisme aerob pada tingkat mikroseluler dilepas dalam kecepatan yang tidak adekuat oleh
aliran darah yang sangat sedikit atau aliran maldistribusi (Candido, 1996)

 Syok adalah gangguan sistem sirkulasi dimana sistem kardiovaskuler (jantung dan pembuluh
darah) tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh tubuh dalam jumlah yang memadai yang
menyebabkan tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan. Syok terjadi akibat berbagai
keadaan yang menyebabkan berkurangnya aliran darah, termasuk kelainan jantung (misalnya
serangan jantung atau gagal jantung), volume darah yang rendah (akibat perdarahan hebat atau
dehidrasi) atau perubahan pada pembuluh darah (misalnya karena reaksi alergi atau infeksi).

 Defenisi Syok merupakan sindrom gangguan patofisiologik berat yang berhubungan dengan
metabolisme seluler yang abnormal, yang umumnya disebabkan oleh perfusi jarigan yang buruk.
Disebut juga kegagalan sirkulasi perifer yang menyeluruh dengan perfusi jaringan yang tidak
adekuat (Tjokronegoro, A., dkk, 2003).
1. Etiologi

Syok dapat disebabkan oleh kegagalan jantung dalam memompa darah (serangan jantung atau
gagal jantung), pelebaran pembuluh darah yang abnormal (reaksi alergi, infeksi), dan kehilangan
volume darah dalam jumlah besar (perdarahan hebat).
Syok bisa disebabkan oleh:
∙ Perdarahan (syok hipovolemik)
∙ Dehidrasi (syok hipovolemik)
∙ Serangan jantung (syok kardiogenik)
∙ Gagal jantung (syok kardiogenik)
∙ Trauma atau cedera berat
∙ Infeksi (syok septik)
∙ Reaksi alergi (syok anafilaktik)
∙ Cedera tulang belakang (syok neurogenik)
∙ Sindroma syok toksik.

 Penyebab utama shock adalah kehilangan darah . Syok dapat disebabkan oleh kegagalan
jantung dalam memompa darah (serangan jantung atau gagal jantung), pelebaran pembuluh
darah yang abnormal (reaksi alergi, infeksi), dan kehilangan volume darah dalam jumlah besar
(perdarahan hebat).

 1. Gangguan fungsi miokard :


a. Infark miokard akut yang cukup jelas (>40%), infark ventrikel kanan.
b. Penyakit jantung arteriosklerotik.
c. Miokardiopati : Kardiomiopati restriktif kongestif atau kardiomiopati hipertropik.
2. Mekanis :
a. Regurgitasi mitral/aorta
b. Ruptur septum interventrikel
c. Aneurisma ventrikel masif
3. Obstruksi :
a. Pada aliran keluar (outflow) : stenosis atrium
b. Pada aliran masuk (inflow) : stenosis mitral, miksoma atrium kiri/thrombus,
perikarditis/efusi perikardium.

2. Klasifikasi & dikasus termasuk yang mana ?


A. Syok Hipovolemik
Disebabkan oleh penurunan volume darah efektif. Kekurangan volume darah sekitar 15-25%
biasanya akan menyebabkan penurunan tekanan darah sistolik, sedangkan defisit volume darah
lebih dari 45% umumnya fatal. Syok setelah trauma biasanya jenis hipovolemik, yang
disebabkan oleh perdarahan (internal atau eksternal )atau karena kehilangan cairan kedalam
jaringan kontusio atau ke usus yang mengembang kerusakan jantung dan paru dapat juga
menyokong masalah ini secara bermakna. Syok akibat kehilangan cairan berlebihan bisa juga
timbul pada pasien luka bakar yang luas.

b. Syok Kardiogenik
Disebabkan oleh gangguan fungsi jantung sebagai pompa seperti pada infark miokardium
akut, tamponade jantung atau emboli pulmoner atau setelah operasi jantung terbuka. Aritmia
dapat juga banyak menurunkan curah jantung dan tekanan darah.

c. Syok Septik akibat infeksi


Jenis hiperdinamik, yang curah jantungnya normal atau meningkat, terjadi bila volume darah
cukup tetapi infeksi mengganggu metabolisme sel sehinggga sel jaringan tidak dapat
menggunakan glukosa dan oksigen yang diangkut darah padanya secara adekuat. Pada tipe
Hipodinamik, penderita menjadi hivolemik, biasanya karena kebocoran cairan dari kapiler
keruangan interstinal. Kadang-kadang volume darah normal, tetapi kapasitas vaskuler
meningkat, yang menyebabkan hovolemik relatif.
d. Syok Neurogenik
Disebabkan oleh gangguan susunan saraf simpatis, yang menyebabkan dilatasi arteriola dan
kenaikan kapasitas vaskular. Tekanan darah sistolik biasanya akan turun hingga dibawah 80-90
mmHg walaupun curah jantung normal atau meningkat. Pingsan yang biasa menrupakan contoh
syok neurogenik sementara. Kerusakan medula spinalis servikalis merupakan sebab tersering
syok neurogenik traumatik.
Trauma pada otak sendiri hampir tidak pernah menyebabkan syok. Kenyataannya ia hampir
selalu menimbulkan kenaikan tekanana darah. Biasanya trauma kepala parah meningkatkan
tekanan intra kranial dan mengurangi perfusi serebral. Secara reflektorik ia merangsang pusat
vasomotor untuk meningkatkan vasokontriksi perifer dan meningkatkan tekanan darah. Pada
tahap kematian otak yang sangat lanjut, bisa terjadi hipotensi karena disfungsi pusat vasomotor
dalam medula oblongata, tetapi hanya terjadi setelah pernapasan spontan berhenti.
e. Syok anafilaktik
Disebabkan oleh pelepasan masif histamin dan bahan vasoaktif dari sel yang telah
tersensitisasi sebelumnya terhadap zat spesifik seperti penisilin, sengatan lebah atau kerang.
Kolaps kardiovaskuler mendadak dengan atau tanpa disfungsi pernapasan atau obstruksi jalan
pernapasan karena bronkokonstriksi, edema, angioneuretik, atau urtikaria pada saluran
pernapasan, jarang terjadi.
f. Jenis syok penting lainnya
Meliputi yang karena penggunaan obat berlebih atau hipoglikemi. Kelebihan dosis barbiturat
lebih menyebabkan hipotensi dan depresi pernapasan. Hipotensi disebabkan oleh hivolemia
relatif akibat peningkatan kapasitas dan pada kasus-kasus yang berat mungkin ada supresi
miokardium. Walaupun tekanan darah rendah,tampaknya perfusi kulit adekuat karena pembulu
darah kulit berdilatasi.
g. Syok hipoglikemik atau insulin
Harus selalu dipikirkan pada penderita yang syok, tetapi tidak jelas masuk dalam kategori lain
terutama jika ada kecurigaan bahwa pasien menderita diabetes. Mula-mula penderita dapat
sangat konfusi dan cenderung mempunyai kulit yang basah dingin serta takikardi. Pemberian
glukosa segera menghasilkan perbaikan besar.

 Klasifikasi syok berdasarkan etiologi


1. Hipovolemik shock
- perdarahan
- kehilangan volume cairan
- perpindahan cairan dari vaskuler ke sel interstisial
2. Cardiogenik shock
Gangguan kemampuan pompa jantung (cardiac arrest, aritmia, kelainan katup,
degenerasi miokard, infeksi sistemik obat – obatan.

3. Anaphilaktik shock
Reaksi anaphilaktik yang tidak begitu parah dapat menyebabkan shock anaphilaktik
dikarenakan allergen menyebabkan penyebaran vasodilasi dan pergerakan cairan dari
darah ke tissue.

4. Neurogenic shock
Penyebab shock paling jarang adalah terlukanya spinal chord yanng menyebabkan
shock nerogenik. Nerogenik shock disebabkan oleh kehilangan signal sistem saraf
simpatetik dengan mendadak kepada otot licin di tembok vesel. Tanpa stimulasi
konstan, vesel akan menjadi tenang dan menyebabkan pengurangan mendadak
pertahanan vaskular dan pengurangan tekanan darah.

5. Septic shock
Organisme penyebab gram negatif (P. aerogenosa, Escherichia coli, Klebseilla
pneomoni, Staphylococcus, Streptococcus).

Klasifikasi berdasarkan berat ringanya keadaan klinis.


Berdasarkan berat ringannya keadaan klinis ( nadi , tekanan nadi , tekanan darah ,
respirasi , produksi urin dan kesadaran). Syok dapat dibagi menjadi 4 kelas. Dengan
melihat kumpuilan gejala klinis ini, maka dapat diperkirakan jumlah darah yang hilang
yang dihitung berdasarkan presentase terhadap total efektif blood volume (EBV) berkisar
antara 70 cc/kgBB (pada orang dewasa sampai 200cc/kgBB pada bayi baru lahir.

Derajat syok Klas Klas II Klas III Klas IV

Darah hilang/cc < 750 750 -1500 1500-2000 >2000

Darah hilang/% EBV <15 15-30 30-40 >40

Nadi <100 >100 >120 >140

Tekanan darah N N

Tekanan Nadi N

Respirasi 14-20 20-30 30-40 >35

Produksi urin / cc >30 20-30 5-15 Tak ada

Kesadaran Agak gelisah Gelisah , Bingung dan


gelisah bingung letargik

Cairan pengganti kritaloid kristaloid Kristaloid + Kristaloid + darah


darah

3. Manifestasi
1.Sistem Kardiovaskuler
a.Gangguan sirkulasi perifer mengakibatkan pucat, ekstremitas dingin. Kurangnya pengisian
vena perifer lebih bermakna dibandingkan penurunan tekanan darah. Nadi cepat dan halus.
b.Tekanan darah rendah. Hal ini kurang bisa menjadi pegangan, karena adanya mekanisme
kompensasi sampai terjadi kehilangan 1/3 dari volume sirkulasi darah.
c.Vena perifer kolaps. Vena leher merupakan penilaian yang paling baik.
d. CVP rendah.
2. Sistem Respirasi
a. Pernapasan cepat dan dangkal.
3.Sistem saraf pusat
a.Perubahan mental pasien syok sangat bervariasi. Bila tekanan darah rendah sampai
menyebabkan hipoksia otak, pasien menjadi gelisah sampai tidak sadar. Obat sedatif dan
analgetika jangan diberikan sampai yakin bahwa gelisahnya pasien memang karena kesakitan.
4.Sistem Saluran Cerna
a.Bisa trjadi mual dan muntah.
5.Sistem Saluran kemih
a.Produksi urin berkurang. Normal rata-rata produksi urin pasien dewasa adalah 60 ml/jam (0,5-
1 ml/kg/jam). Pada anak 1-2ml/kg/jam.

 Pada penderita syok umumnya pernapasan cepat. Karena penurunan jantung dan
vasokontriksi, biasanya kulit pucat dan dingin, tetapi membran mukosa dan palung kuku
mungkin sianosis. Rangsangan simpatis berlebihan menyebabkan sekresi keringat, yang
menyebabkan kulit basah. Denyutan nadi umumnya lemah dan cepat, sering hampir tak terba.
Tekanan darah sistolik biasanya rendah dan dalam kasus syok berat sering tidak dapat teraba
sama sekali. Bila penderita dibaringkan, tekanan darah cenderung sedikit membaik dan
memburuk bila penderita yang berbaring didudukan. Tekanan nadi arterial (sistolik-diastolik)
mencerminkan perubahan isi sekuncup dan biasanya turun jauh sebelum tekanan sistolik turun.
Kesadaran menjadi berkabut sangat dini, penderita ini konfusi, dan gelisah. Lazim terdapat rasa
haus, khususnya bila ditanyakan ke pasien.
Pada syok septik hiperdinamik, syok neurogenik dan syok barbiturat serta kadang- kadang
pada pasien infark miokardium akuta, kulit dapat kering dan hangat. Pada syok neurogenik dan
kadang-kadang syok infark miokardium akuta, denyut nadi bisa relatif lambat.

 Gejala yang timbul tergantung pada penyebab dan jenis syok, antara lain :

 Keadaan umum lemah


 Perfusi : kulit pucat, dingin, basah
 Takikardi
 Vena perifer tidak tampak
 Tekanan darah menurun, sistolik kurang dari 90 mmHg
 Hiperventilasi.
 Sianosis perifer.
 Gelisah, kesadaran menurun
 Produksi urine menurun
 Kulit lembab dan dingin
 Dapat terjadi penurunan kesadaran

a. Sistem Kardiovaskuler


- Gangguan sirkulasi perifer – pucat, ekstremitas dingin. Kurangnya pengisian vena
perifer lebih bermakna dibandingkan penurunan tekanan darah.
- Takikardi, Nadi cepat dan halus.
- Hipotensi, Tekanan sistole kurang dari 80 mmHg atau MAP (mean arterial pressure /
tekanan arterial rata-rata) kurang dari 60 mmHg, atau menurun 30% lebih. karena
tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah sistemik dan curah jantung,
vasokonstriksi perifer adalah faktor yang esensial dalam mempertahankan tekanan
darah. Autoregulasi aliran darah otak dapat dipertahankan selama tekanan arteri turun
tidak di bawah 70 mmHg.
- Vena perifer kolaps. Vena leher merupakan penilaian yang paling baik.
- CVP rendah.
a. Sistem Respirasi
- Pernapasan cepat dan dangkal.
b. Sistem saraf pusat
- Perubahan mental pasien syok sangat bervariasi. Bila tekanan darah rendah sampai
menyebabkan hipoksia otak, pasien menjadi gelisah sampai tidak sadar. Obat sedatif
dan analgetika jangan diberikan sampai yakin bahwa gelisahnya pasien memang
karena kesakitan.
c. Sistem Saluran Cerna
- Bisa terjadi mual dan muntah.
d. Sistem Saluran Kencing
- oliguria : produksi urin umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik. Oliguria
pada orang dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30 ml/jam.

4. Derajat Syok
1. Syok Ringan
 Kehilangan volume darah <20%,
 Penurunan perfusi hanya pada jaringan dan organ non vital seperti kulit, lemak, otot rangka,
dan tulang. Jaringan ini relatif dapat hidup lebih lama dengan perfusi rendah, tanpa adanya
perubahan jaringan yang menetap (irreversible). Kesadaran tidak terganggu, produksi urin
normal atau hanya sedikit menurun, asidosis metabolik tidak ada atau ringan.
 Tanda klinis: rasa dingin, hipotensi postural, takikardi, kulit lembab, urine pekat, diuresis
kurang, kesadaran masih normal

2. Syok Sedang
 Kehilangan cairan 20%-40% dari volume darah total
 Perfusi ke organ vital selain jantung dan otak menurun (hati, usus, ginjal). Organ-organ ini
tidak dapat mentoleransi hipoperfusi lebih lama seperti pada lemak, kulit dan otot. Pada keadaan
ini terdapat oliguri (urin kurang dari 0,5 mg/kg/jam) dan asidosis metabolik. Akan tetapi
kesadaran relatif masih baik.
 Tanda klinis: penurunan kesadaran, delirium/agitasi, hipotensi, takikardi, nafas cepat dan
dalam, oliguri, asidosis metabolik.

3. Syok Berat
 Perfusi ke jantung dan otak tidak adekuat. Mekanisme kompensasi syok beraksi untuk
menyediakan aliran darah ke dua organ vital. Pada syok lanjut terjadi vasokontriksi di semua
pembuluh darah lain. Terjadi oliguri dan asidosis berat, gangguan kesadaran dan tanda-tanda
hipoksia jantung (EKG abnormal, curah jantung menurun).

5. Tahapan syok
Keadaan syok akan melalui tiga tahapan mulai dari tahap kompensasi (masih dapat ditangani
oleh tubuh), dekompensasi (sudah tidak dapat ditangani oleh tubuh), dan ireversibel (tidak
dapat pulih).
- Tahap kompensasi adalah tahap awal syok saat tubuh masih mampu menjaga fungsi
normalnya. Tanda atau gejala yang dapat ditemukan pada tahap awal seperti kulit pucat,
peningkatan denyut nadi ringan, tekanan darah normal, gelisah, dan pengisian pembuluh
darah yang lama. Gejala-gejala pada tahap ini sulit untuk dikenali karena biasanya
individu yang mengalami syok terlihat normal.
- Tahap dekompensasi dimana tubuh tidak mampu lagi mempertahankan fungsi-
fungsinya. Yang terjadi adalah tubuh akan berupaya menjaga organ-organ vital yaitu
dengan mengurangi aliran darah ke lengan, tungkai, dan perut dan mengutamakan aliran
ke otak, jantung, dan paru. Tanda dan gejala yang dapat ditemukan diantaranya adalah
rasa haus yang hebat, peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan darah, kulit dingin,
pucat, serta kesadaran yang mulai terganggu.
- Tahap ireversibel dimana kerusakan organ yang terjadi telah menetap dan tidak dapat
diperbaiki. Tahap ini terjadi jika tidak dilakukan pertolongan sesegera mungkin, maka
aliran darah akan mengalir sangat lambat sehingga menyebabkan penurunan tekanan
darah dan denyut jantung. Mekanisme pertahanan tubuh akan mengutamakan aliran darah
ke otak dan jantung sehingga aliran ke organ-organ seperti hati dan ginjal menurun. Hal
ini yang menjadi penyebab rusaknya hati maupun ginjal. Walaupun dengan pengobatan
yang baik sekalipun, kerusakan organ yang terjadi telah menetap dan tidak dapat
diperbaiki.

 Mekanisme terjadinya shock, terjadi dalam 3 tahap:

a. Tahap nonprogresif
Mekanisme neurohormonal membantu mempertahankan curah jantung dan tekanan darah.
Meliputi refleks baroreseptor, pelepasan katekolamin, aktivasi poros rennin-angiotensin,
pelepasan hormonan antidiuretik dan perangsangan simpatis umum. Efek akhirnya adalah
takikardi, vasokontriksi perifer dan pemeliharaan cairan ginjal. Pembuluh darah jantung dan otak
kurang sensitive terhadap respon simpatis tersebut sehingga akan mempertahankan diameter
pembuluh darah, aliran darah dan pengiriman oksigen yang relative normal ke setiap organ
vitalnya.
b. Tahap progresif
Jika penyebab shock yang mendasar tidak diperbaiki, shock secara tidak terduga akan
berlanjut ke tahap progresif. Pada keadaan kekurangan oksigen yang menetap, respirasi aerobic
intrasel digantikan oleh glikolisis anaerobik disertai dengan produksi asam laktat yang
berlebihan. Asidosis laktat metabolic yang diakibatkannnya menurunkan pH jaringan dan
menumpulkan respon vasomotor, arteriol berdilatasi dan darah mulai mengumpul dalam
mikrosirulasi. Pegumpulan perifer tersebut tidak hanya akan memperburuk curah jantung, tetapi
sel endotel juga berisiko mengalami cedera anoksia yang selanjutnya disertai DIC. Dengan
hipoksia jaringan yang meluas, organ vital akan terserang dan mulai mengalami kegagalan.
Secara klinis penderita mengalami kebingungan dan pengeluaran urine menurun.
c. Tahap irreversible
Jika tidak dilakukan intervensi, proses tersebut akhirnya memasuki tahap irreversible. Jejas
sel yang meluas tercermin oleh adanya kebocoran enzim lisososm, yang semakin memperberat
keadaan syok. Fungsi kontraksi miokard akan memburuk yang sebagiannya disebabkan oleh
sintesis nitrit oksida. Pada tahap ini, klien mempunyai ginjal yang sama sekali tidak berfungsi
akibat nekrosis tubular akut dan meskipun dilakukan upaya yang hebat, kemunduran klinis yang
terus terjadi hamper secara pasti menimbulkan kematian.

6. Patofisiologi syok
1. Syok Hipovolemik
Tubuh manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan cara mengaktifkan 4 sistem
major fisiologi tubuh: sistem hematologi, sistem kardiovaskular, sistem renal dan sistem
neuroendokrin.system hematologi berespon kepada perdarahan hebat yag terjadi secara akut
dengan mengaktifkan cascade pembekuan darah dan mengkonstriksikan pembuluh darah
(dengan melepaskan thromboxane A2 lokal) dan membentuk sumbatan immatur pada sumber
perdarahan. Pembuluh darah yang rusak akan mendedahkan lapisan kolagennya, yang secara
subsekuen akan menyebabkan deposisi fibrin dan stabilisasi dari subatan yang dibentuk. Kurang
lebih 24 jam diperlukan untuk pembentukan sumbatan fibrin yang sempurna dan formasi matur.
Sistem kardiovaskular awalnya berespon kepada syok hipovolemik dengan
meningkatkan denyut jantung, meninggikan kontraktilitas myocard, dan mengkonstriksikan
pembuluh darah jantung. Respon ini timbul akibat peninggian pelepasan norepinefrin dan
penurunan tonus vagus (yang diregulasikan oleh baroreseptor yang terdapat pada arkus karotid,
arkus aorta, atrium kiri dan pembuluh darah paru. System kardiovaskular juga merespon dengan
mendistribusikan darah ke otak, jantung, dan ginjal dan membawa darah dari kulit, otot, dan GI.
System urogenital (ginjal) merespon dengan stimulasi yang meningkatkan pelepasan rennin dari
apparatus justaglomerular. Dari pelepasan rennin kemudian dip roses kemudian terjadi
pembentukan angiotensi II yang memiliki 2 efek utama yaitu memvasokontriksikan pembuluh
darah dan menstimulasi sekresi aldosterone pada kortex adrenal. Adrenal bertanggung jawab
pada reabsorpsi sodium secra aktif dan konservasi air.
System neuro endokrin merespon hemoragik syok dengan meningkatkan sekresi ADH. ADH
dilepaskan dari hipothalmus posterior yang merespon pada penurunan tekanan darah dan
penurunan pada konsentrasi sodium. ADH secara langsung meningkatkan reabsorsi air dan
garam (NaCl) pada tubulus distal.

2. Syok Kardiogenik
Kerusakan jantung mengakibatkan penurunan curah jantung, yang pada gilirannya
menurunkan tekanan darah arteria ke organ-organ vital. Aliran darah ke arteri koroner berkurang,
sehingga asupan oksigen ke jantung menurun, yang pada gilirannya meningkatkan iskemia dan
penurunan lebih lanjut kemampuan jantung untuk memompa, akhirnya terjadilah lingkaran setan.
Tanda klasik syok kardiogenik adalah tekanan darah rendah, nadi cepat dan lemah, hipoksia otak
yang termanifestasi dengan adanya konfusi dan agitasi, penurunan haluaran urin, serta kulit yang
dingin dan lembab.
Disritmia sering terjadi akibat penurunan oksigen ke jantung.seperti pada gagal jantung,
penggunaan kateter arteri pulmonal untuk mengukur tekanan ventrikel kiri dan curah jantung
sangat penting untuk mengkaji beratnya masalah dan mengevaluasi penatalaksanaan yang telah
dilakukan. Peningkatan tekananakhir diastolik ventrikel kiri yang berkelanjutan (LVEDP = Left
Ventrikel End Diastolik Pressure) menunjukkan bahwa jantung gagal untuk berfungsi sebagai
pompa yang efektif.

3. Syok Septic
Terjadinya syok septik dapat melalui dua cara yaitu aktivasi lintasan humoral dan
aktivasi cytokines. Lipopolisakarida (LPS) yang terdapat pada dinding bakteri gram negative dan
endotoksinnya serta komponen dinding sel bakteri gram positif dapat mengaktifkan:
a. Sistem komplemen
Sistem komplemen yang sudah diaktifkan akan meranngsang netrofil untuk saling
mengikat dan dapat menempel ke endotel vaskuler, akhirnya dilepaskan derivate asam
arakhidonat, enzim lisosom superoksida radikal, sehingga memberikan efek vasoaktif local
padam ikrovaskuler yang mengakibatkan terjadi kebocoran vaskuler. Di samping itu system
komplemen yang sudah aktif dapat langsung menimbulkan meningkatnya efek
kemotaksis,superoksida radikal,enzim lisosom.
Membentuk kompleks LPS dan protein yang menempel pada sel monosit LBP-LPS
monosit kompleks dapat mengaktifkan cytokines kemudian akan merangsang neutrofil atau sel
endotel, selendotel akan menagakobatkan vasodilatasi pembuluh darah dan Disseminated
Intravascular Coagulation (DIC). Cytokines dapat secara langsung menimbulkan
demam, perubahan metabolik dan perubahan hormonal.
b. Faktor XII (Hageman faktor)
Faktor XII (Hagamen factor) akan diaktivasi oleh peptidoglikan dan asam teikot yang
terdapat pada dinding bakteri garam ositif. Factor XII yang sudah aktif akan meningkatkan
pemakaian factor koagulasi sehingga terjadi DIC. Faktor XII yang sudah aktif akan mengubah
prekallikrein menjadi kalikrein,kalikrein mengubah kininogen sehingga terjadi pelepasan.
Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah sel darah putih yang banyak atau
sedikit, dan jumlah faktor pembekuan yang menurun. Jika terjadi gagal ginjal, kadar hasil
buangan metabolic (seperti urea nitrogen) dalam darah akan meningkat. Analisa gas darah
menunjukkan adanya asidosis dan rendahnya konsentrasi oksigen. Pemeriksaan EKG
jantung menunjukkan ketidakteraturan irama jantung, menunjukkan suplai darah yang tidak
memadai ke otot jantung. Bahkan darah dibuat untuk menentukan bakteri penyebab infeksi.

4. Syok Anafilaktik
Anafilaksis adalah reksi sistemik yang disebabkan oleh antigen khusus yang bereaksi
dengan molekul IgE pada permukaan sel mast dan basofil yang menyebabkan pengeluaran
segera beberapa mediator yang kuat. Satu efek utamanya adalah menyebabkan basofil dalam
darah dan sel mast dalam jaringan prekapiler melepaskan histamin atau bahan seperti histamin.
Histamin selanjutnya menyebabkan :
a. Kenaikan kapasitas vascular akibat dilatasi vena,
b. Dilatasi arteriol yang mengakibatkan tekanan arteri menjadi sangat menurun,dan
c. Kenaikan luar biasa pada permeabilitas kapiler dengan hilangnya cairan dan protein kedalam
ruang jaringan secara cepat. Hasil akhirnya menrupakan penurunan luar biasa pada aliran balik
vena dan sering menimbulkan syok serius sehingga pasien meninggal dalam beberapa hari.
d. Mediator ini menyebabkan timbulnya gejala-gejala urtikaria, angiodema, spasme
bronkus,spasme laring, meningkatnya permeabilitas pembuluh darah, vasodilatasi, dan nyeri
abdomen. Jika seseorang sensitive terhadap suatu antigen dan kemudian terjadi kontak lagi
terhadap antigen tersebut, akan timbul reaksi hipersensitivitas. Antigen yang bersangkutan terikat
antibody dipermukaan sel mast sehingga terjadi degranulasi , pengeluaran histamine,dan zat
vasoaktif lain. Keadaan ini menyebabkan peningkatan permeabilitas dan dilatasi kapiler
menyeluruh dan menyebabkan udema.
Mekanisme anafilaksis melalui beberapa fase :
a. Fase Sensitisasi,
Yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai diikatnya oleh reseptor spesifik
pada permukaan mastosit dan basofil. Allergen masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau
saluran makan ditangkap oleh Makrofag. Makrofag segera mempresentasikan antigen tersebut
kepada Limfosit T, dimana akan sitokinin yang mengindukasi Limfosit B berproliferasi
menjadisel Plasma (Plasmosit). Sel plasma memproduksi Immunoglobulin E (Ig E) spesifik
untuk antigen tersebut. Ig E ini kemudian terikat pada receptor permukaan sel Mast (Mastosit)
dan basofil.
a . Fase Aktivasi
Yaitu waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan antigen yang sama. Masstosit
dan Basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang menimbulkan reaksi pada pemaparan
ulang. Pada kesempatan lain masuk alergen yang sama ke dalam tubuh. Alergen yang sama tadi
akan diikat oleh Ig E spesifik dan memicu terjadinya reaksi segera pelepasan mediator vasoaktif
antara lain histamine,serotin,bradikinin dan beberapa bahan vasoaktif lain dari granula yang
disebut dengan istilah preformed mediators.Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam
arakidonat darimembran sel yang akan menghasilkan Leukotrien (LT)
danProstaglandin yang terjadi beberapa waktu setelah degranulasi yang disebut
Newly formed mediators.
b. Fase Efektor
Yaitu waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator yang
dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas farmakologik pada organ- organ tertentu.
Histamin memberikan efek bronkokonstriksi, meningkatkan permeabilitas kapiler yang
nantinya menyebabkan edema, sekresi mukus dan vasodilatasi. Serotonin
meningkatkan permeabilitas vaskuler dan bradikinin menyebabkan kontraksi otot polos. Platelet
activating factor (PAF) berefek bronchospasme dan meningkatkan permeabilitasvaskuler,
agregasi dan aktivasi trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil.
Prostaglandin yang dihasilkan menyebabkan bronchokonstriksi, demikian juga dengan
Leukotrien.
Tiga faktor yang dapat mempertahankan tekanan darah normal:

Pompa jantung. Jantung harus berkontraksi secara efisien.

Volume sirkulasi darah. Darah akan dipompa oleh jantung ke dalam arteri dan kapiler-kapiler
jaringan. Setelah oksigen dan zat nutrisi diambil oleh jaringan, sistem vena akan
mengumpulkan darah dari jaringan dan mengalirkan kembali ke jantung. Apabila volume
sirkulasi berkurang maka dapat terjadi syok.

Tahanan pembuluh darah perifer. Yang dimaksud adalah pembuluh darah kecil, yaitu
arteriole-arteriole dan kapiler-kapiler. Bila tahanan pembuluh darah perifer meningkat, artinya
terjadi vasokonstriksi pembuluh darah kecil. Bila tahanan pembuluh darah perifer rendah,
berarti terjadi vasodilatasi. Rendahnya tahanan pembuluh darah perifer dapat mengakibatkan
penurunan tekanan darah. Darah akan berkumpul pada pembuluh darah yang mengalami
dilatasi sehingga aliran darah balik ke jantung menjadi berkurang dan tekanan darah akan
turun.
7. Pemeriksaan penunjang syok

1. EKG; mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpanan aksis, iskemia dan
kerusakan pola.
2. ECG; mengetahui adanya sinus takikardi, iskemi, infark/fibrilasi atrium, ventrikel
hipertrofi, disfungsi penyakit katub jantung.
3. Rontgen dada; Menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan dilatasi atau
hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah atau peningkatan tekanan pulmonal.
4. Scan Jantung; Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan jantung.
5. Kateterisasi jantung; Tekanan abnormal menunjukkan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung sisi kanan dan kiri, stenosis katub atau insufisiensi serta
mengkaji potensi arteri koroner.
6. Elektrolit; mungkin berubah karena perpindahan cairan atau penurunan fungsi ginjal,
terapi diuretic.
7. Oksimetri nadi; Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika CHF memperburuk
PPOM.
8. AGD; Gagal ventrikel kiri ditandai alkalosis respiratorik ringan ata
hipoksemia dengan peningkatan tekanan karbondioksida.
9. Enzim jantung; meningkat bila terjadi kerusakan jaringan-jaringan jantung,misalnya
infark miokard (Kreatinin fosfokinase/CPK, isoenzim CPK dan Dehidrogenase
Laktat/LDH, isoenzim LDH).

8. Komplikasi syok
Komplikasi syok meliputi:
1. SIRS, dapat terjadi bola syok tidak dikoreksi
2. Gagal ginjal akut (ATN)
3. Gagal hati
4. Ulserasi akibat stress

 1. Cardiopulmonary arrest

2. Disritmia

3. Gagal multisistem organ

4. Stroke

5. Tromboemboli

9. Penanganan Syok
Penanganan Kegawatan Syok di Rumah Sakit
1. Syok Hipovolemik
a. Pasang satu atau lebih jalur infus intravena no. 18/16.
b. Infus dengan cepat larutan kristaloid atau kombinasi larutan kristaloid dan koloid sampai vena
(v. jugularis) yang kolaps terisi.
c. Sementara, bila diduga syok karena perdarahan, ambil contoh darah dan mintakan darah.
d. Bila telah jelas ada peningkatan isi nadi dan tekanan darah, infus harus dilambatkan. Bahaya
infus yang cepat adalah udem paru, terutama pasien tua. Perhatian harus ditujukan agar jangan
sampai terjadi kelebihan cairan.
Pemantauan yang perlu dilakukan dalam menentukan kecepatan infus:
a. Nadi: nadi yang cepat menunjukkan adanya hipovolemia.
b. Tekanan darah: bila tekanan darah < 90 mmHg pada pasien normotensi atau tekanan darah
turun > 40 mmHg pada pasien hipertensi, menunjukkan masih perlunya transfusi cairan.
c. Produksi urin : Pemasangan kateter urin diperlukan untuk mengukur produksi urin. Produksi
urin harus dipertahankan minimal 1/2 ml/kg/jam. Bila kurang, menunjukkan adanya
hipovolemia.
d. Cairan diberikan sampai vena jelas terisi dan nadi jelas teraba.
e. Bila volume intra vaskuler cukup, tekanan darah baik, produksi urin < 1/2 ml/kg/jam, bisa
diberikan Lasix 20-40 mg untuk mempertahankan produksi urine.
f. Dopamin 2--5 µg/kg/menit bisa juga digunakan pengukuran tekanan vena sentral (normal 8--12
cmH2O), dan bila masih terdapat gejala umum pasien seperti gelisah, rasa haus, sesak, pucat,
dan ekstremitas dingin, menunjukkan masih perlu transfusi cairan.

2. Syok Kardiogenik
a. Pastikan jalan nafas tetap adekuat, bila tidak sadar sebaiknya dilakukan intubasi.
b. Berikan oksigen 8 - 15 liter/menit dengan menggunakan masker untuk mempertahankanPO2 70
- 120 mmHg
c. Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperbesar syok yang ada harus diatasidengan
pemberian morfin
d. Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan asam basa yang terjadi.
e. Bila mungkin pasang CVP
f. Pemasangan kateter Swans Ganz untuk meneliti hemodinamik.
g. Medikamentosa :
a) Morfin sulfat 4-8 mg IV, bila nyeri
b) Anti ansietas, bila cemas.
c) Digitalis, bila takiaritmi dan atrium fibrilasi
d) Sulfas atropin, bila frekuensi jantung < 50x/menit
e) Dopamin dan dobutamin (inotropik dan kronotropik), bila perfusi jantung tidak adekuat.Dosis
dopamin 2-15 mikrogram/kg/m
f) Dobutamin 2,5-10 mikrogram/kg/m.bila ada dapat diberikan amrinon IV
g) Norepinefrin 2-20 mikrogram/kg/m
h) Diuretik/furosemid 40-80 mg untuk kongesti paru dan oksigenasi jaringan
i) Digitalis bila ada fibrilasi atrial atau takikardi supraventrikel.

3. Syok Septic
Pada saat gejala syok septik timbul:
a. Penderita segera dimasukkan ke ruang perawatan intesif untuk menjalani pengobatan.
b. Cairan dalam jumlah banyak diberikan melalui infus untuk menaikkan tekanan darah dan harus
diawasi dengan ketat.
c. Bisa diberikan dopamin atau nor-epinefrin untuk menciutkan pembuluh darah sehingga tekanan
darah naik dan aliran darah ke otak dan jantung meningkat.
d. Jika terjadi gagal paru-paru, mungkin diperlukan ventilator mekanik.
e. Antibiotik intravena (melalui pembuluh darah) diberikan dalam dosis tinggi untuk membunuh
bakteri.
f. Jika ada abses, dilakukan pembuangan nanah.
g. Jika terpasang kateter yang mungkin menjadi penyebab infeksi, harus dilepaskan.
h. Mungkin perlu dilakukan pembedahan untuk mengangkat jaringan yang mati, misalnya jaringan
gangren dari usus.

4. Syok Anafilaktik
Penanggulangan syok anafilaktik memerlukan tindakan cepat sebab penderita berada pada
keadaan gawat. Kalau terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah kemasukan obat atau zat kimia,
baik peroral maupun parenteral, maka tindakan yang perlu dilakukan, adalah:
1. Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi dari kepala untuk
meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha memperbaiki curah jantung dan menaikkan
tekanan darah.
2. Penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru, yaitu:
A. Airway = jalan napas. Jalan napas harus dijaga tetap bebas, tidak ada sumbatan sama sekali.
Untuk penderita yang tidak sadar, posisi kepala, leher diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang
menutupi jalan napas, yaitu dengan melakukan ekstensi kepala, tarik mandibula ke depan, dan
buka mulut.
B. Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak ada tanda-tanda
bernapas, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung. Pada syok anafilaktik yang disertai
udem laring, dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan napas total atau parsial. Penderita
yang mengalami sumbatan jalan napas parsial, selain ditolong dengan obat-obatan, juga harus
diberikan bantuan napas dan oksigen. Penderita dengan sumbatan jalan napas total, harus segera
ditolong dengan lebih aktif, melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi, atau trakeotomi.
C. Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a.karotis, atau a. emoralis),
segera lakukan kompresi jantung luar.
Penilaian A, B, C ini merupakan penilaian terhadap kebutuhan bantuan hidup dasar yang
penatalaksanaannya sesuai dengan protokol resusitasi jantung paru.
3. Segera berikan adrenalin 0.3--0.5 mg larutan 1 : 1000 untuk penderita dewasa atau 0.01 mk/kg
untuk penderita anak-anak, intramuskular. Pemberian ini dapat diulang tiap 15 menit sampai
keadaan membaik. Beberapa penulis menganjurkan pemberian infus kontinyu adrenalin 2--4
ug/menit.
4. Dalam hal terjadi spasme bronkus di mana pemberian adrenalin kurang memberi respons, dapat
ditambahkan aminofilin 5--6 mg/kgBB intravena dosis awal yang diteruskan 0.4--0.9
mg/kgBB/menit dalam cairan infus.
5. Dapat diberikan kortikosteroid, misalnya hidrokortison 100 mg atau deksametason 5--10 mg
intravena sebagai terapi penunjang untuk mengatasi efek lanjut dari syok anafilaktik atau syok
yang membandel.
6. Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena untuk koreksi
hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang ekstravaskular sebagai tujuan utama dalam
mengatasi syok anafilaktik. Pemberian cairan akan meningkatkan tekanan darah dan curah
jantung serta mengatasi asidosis laktat. Pemilihan jenis cairan antara larutan kristaloid dan koloid
tetap merupakan perdebatan didasarkan atas keuntungan dan kerugian mengingat terjadinya
peningkatan permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada dasarnya, bila memberikan larutan
kristaloid, maka diperlukan jumlah 3--4 kali dari perkiraan kekurangan volume plasma.
Biasanya, pada syok anafilaktik berat diperkirakan terdapat kehilangan cairan 20--40% dari
volume plasma. Sedangkan bila diberikan larutan koloid, dapat diberikan dengan jumlah yang
sama dengan perkiraan kehilangan volume plasma. Tetapi, perlu dipikirkan juga bahwa larutan
koloid plasma protein atau dextran juga bisa melepaskan histamin.
7. Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok anafilaktik dikirim ke rumah
sakit, karena dapat meninggal dalam perjalanan. Kalau terpaksa dilakukan, maka penanganan
penderita di tempat kejadian sudah harus semaksimal mungkin sesuai dengan fasilitas yang
tersedia dan transportasi penderita harus dikawal oleh dokter. Posisi waktu dibawa harus tetap
dalam posisi telentang dengan kaki lebih tinggi dari jantung.
8. Kalau syok sudah teratasi, penderita jangan cepat-cepat dipulangkan, tetapi harus
diawasi/diobservasi dulu selama kurang lebih 4 jam. Sedangkan penderita yang telah mendapat
terapi adrenalin lebih dari 2--3 kali suntikan, harus dirawat di rumah sakit semalam untuk
observasi.

 a. Amankan saluran pernapasan yang adekuat dan mulai memberikan oksigen 3-5
liter/menit. Pastikan pentilasi permenit normal atau meningkat.
b. Amati TTV dan mulai pencatatan tentang hal ini, waktu pemberian cairan, obat-obatan
dan terapi lainnya.
c. Bila penderita hipovolemik, tinggikan tungkai sampai sudut 45 derajat untuk
mendapatkan aliran balik darah vena yang cepat dan tungkai ke jantung. Bila cairan tak dapat
segera diberikan pada penderita hipotensif berat, maka naikkan tungkai hingga sudut 90 derajat
untuk lebih meningkatkan aliran balik vena. Kepala dan dada harus direndahkan kalau tidak
visera akan tertekan ke diafragma dan mengganggu pernapasan. Aliran balik darah vena yang
lebih baik tercapai dengan penggunaan bidai udara atau pakaian anti syok.
d. Mulai infus cepat cairan cairan Ringer laktat atau ‘saline’ normal dengan
mempergunakan satu atau dua jarum kateter intravena berukuran 18 atau lebih. Bila orang
dewasa jelas jelas hovolemi maka biasanya dapat diberikan 1000-2000 ml cairan dalam waktu
20-40 menit dengan aman. Pada anak-anak dorongan intravena 10 mlper pon biasanya aman.
e. Bila mungkin, harus dipasanga sadapan kardioskopi ke pasien untuk mendapatkan
rekaman EKG yang kontinu.
f. Paramedik EMT yang terlatih akan memasang kateter urina ‘indwelling’, bila perjalana
kebagian gawat darurat akan memerlukan waktu lebih 2 jam
g. Pada keadaan tertentu dan atas perintah dokter, paramedik EMT yang bermutu dapat
memberikan obat tertentu seperti glukosa bagi tersangka hipoglikemi, lidokain, untuk kontstaksi
petrikel prematur yang sering terjadi atau takikardia ventrikel atau epineprin bagi tersangka syiok
anafilatik
h. Pakaian antisyok (MAST) dapat sangat berguna pada penderita hipovolemi yang harus
di angkut untuk jarak jauh.

 Hal yang pertama-tama dapat dilakukan dalam penanganan pasien syok, yaitu :

1. Melihat keadaan sekitar apakah berbahaya (danger), baik untuk penolong maupun yang
ditolong (contoh keadaaan berbahaya yaitu di tengah kobaran api).
2. Buka jalan napas korban, dan pertahankan kepatenan jalan nafas (Airway)
3. Periksa pernapasan (Breathing)
4. Periksa nadi dan cegah perdarahan yang berlanjut (Circulation)
5. Peninggian tungkai sekitar 8-12 inchi jika ABC clear
6. Cegah hipotermi dengan menjaga suhu tubuh pasien tetap hangat (misal dengan selimut)
7. Lakukan penanganan cedera pasien secara khusus selama menunggu bantuan medis tiba.
Periksa kembali pernafasan, denyut jantung, suhu tubuh (dari hipotermi) setiap 5 menit.
Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan mengenal
gejala-gejala syok, mengetahui, dan mengantisipasi penyebab syok serta efektivitas
dan efisiensi kerja kita pada saat-saat atau menit-menit pertama pasien mengalami
syok.

Boswick, John A. 1988. Perawatan Gawat Darurat. Jakarta : EGC


Robbins, dkk. 2007.Buku Ajar Patologi Vol.1, 7th edition. (Hal.111)

Вам также может понравиться