Вы находитесь на странице: 1из 17

Kolokium Jalan dan Jembatan 2014

STUDI PENGAMBILAN KEPUTUSAN AKAN METODE PERKUATAN


TIMBUNAN BADAN JALAN DI ATAS DEPOSISI TANAH LUNAK
DENGAN MENGGUNAKAN PEMODELAN ELEMEN HINGGA DAN
ASSESSMENT KEGAGALAN BERBASIS TEORI PELUANG
STUDY OF SUBGRADE IMPROVEMENT METHOD ON SOFT SOIL
USING FINITE ELEMENT MODEL AND FAILURE ASSESSMENT OF
DECISION TREE
Ardy Arsyad1, Lawalenna Samang2, Andi Yusmin3, Wahniar Hamid4, Fadly
Ibrahim5
1,2
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin,
Makassar
3,4,5
PT. Yodya Karya (Persero) Cabang Makassar
1
ardy.arsyad@unhas.ac.id

ABSTRAK

Studi ini bertujuan untuk mengembangkan proses pengambilan keputusan yang lebih
efektif dan handal dalam memilih alternatif metode perkuatan badan jalan di atas
deposisi tanah lunak. Proses ini dimulai dari identifikasi lokasi, karakterisasi
geomekanik, pemodelan dan simulasi berbasis metode elemen hingga, dan pemilihan
alternatif metode perkuatan dengan pendekatan teori peluang kegagalan dalam bentuk
decision tree. Proses ini mempertimbangkan probabilitas keberhasilan dan kegagalan
alternatif metode yang akan dipilih beserta konsekuensi biayanya. Alternatif metode
dengan ekspektasi biaya yang terkecil pada semua peluang keberhasilan dan peluang
kegagalan menjadi pilihan yang sangat logis. Untuk menunjukkan efektifas proses
pemilihan ini, maka studi kasus dilakukan pada kasus jalan bergelombang Tikke-Baras
pada poros jalan nasional Makassar – Palu via Mamuju Utara di Sulawesi Barat. Data
stratigrafi lokasi jalan menunjukkan bahwa formasi tanah alluvial dimana lapisan atas
berupa clayey sand setebal 9 m di atas lapisan peat setebal satu meter, di bawahnya
terdapat 12 m tebal loose sand. Pemodelan tanah dengan menggunakan PLAXIS
dengan empat alternatif metode perkuatan yaitu penimbunan biasa dengan drainase,
penimbunan dengan perkuatan cerucuk dan geogrid, penimbunan dengan perkuatan
mikropile dan geogrid, dan pile slab. Keempat skenario tersebut dievaluasi dalam hal
potensi penurunan yang diakibatkan oleh beban lalu lintas yang dianalisa sebagai
beban dinamis dalam pemodelan ini, serta ekspektasi biaya dari masing-masing
alternatif dengan mempertimbangkan peluang kegagalan akibat faktor alam.
Didapatkan hasil bahwa dari ke-4 alternatif perkuatan tanah, alternatif penimbunan
biasa memiliki ekspektasi biaya terendah sementara alternatif pile slab memiliki biaya
tertinggi. Namun, alternatif penimbunan biasa berpeluang besar untuk meminta biaya
tambahan perataan dan overlay karena potensi settlementnya cukup besar pada
kondisi alam bercurah hujan sangat tinggi. Studi ini diharapkan dapat berkontribusi
dalam menghasilkan proses pengambilan keputusan yang lebih logis, efisien dan
efektif dalam memilih skenario teknologi penanganan jalan di atas tanah lunak yang
deposisinya banyak tersebar di Indonesia.

Kata kunci: Tanah Lunak, cerucuk, geomembran, micropile, pile slab, PLAXIS,
Decision Tree

ABSTRACT

This study aims to develop a decision making process which is more reliable and
effective used for assessing and selecting alternative methods of subgrade
improvement of a road on soft soil deposition. The process starts from identification of

Ardy Arsyad, Lawalenna Samang, Andi Yusmin, Wahniar Hamid, Fadly Ibrahim 1
Kolokium Jalan dan Jembatan 2014

site, geomechanic characterization, finite element modeling and simulation, and


selecting alternative methods by using a decision tree with a single stage decision
process. Decision was established based on the quantification of probability of
successful and probability of failure of each alternative method. The method with high
probability of successful and low cost would become more preferable rather than that
with high probability of successful with high cost, and that with high probability of failure
with low cost. To show the effectiveness of the process, it implements in the case of
road embankment on soft soil in Tikke – Baras Road, a section in a national road of
Makassar – Palu via North Mamuju, located in West Sulawesi. Stratigraphy based on
log bore data shows that the embankment overlays a clayey sand with a 9 m thick and
1 m of peat soil. Below those layers, it was found loose sand with a 12 m thick. Finite
element model was conducted in which four alternative methods simulated including
embankment with improved drainage, wooden pile, geogrid, micropile and geogrid, and
pile slab. The performance of each alternative method related to cost, settlement,
probability of failure and additional cost was evaluated. It was found that alternative of
embankment without any reinforcement would lead to high additional cost due to high
probability of failure, while alternative pile slab would have consequence of high cost of
construction with low probability of failure. While future research is still recommended
in investigating spatial variability effect on the decision making, this study would
contribute in enhancing infrastructure development on soft soil deposits.

Keywords : soft soil, wooden pile, geomembran, micropile, pile slab, PLAXIS, Decision
Tree

PENDAHULUAN

Tanah lunak merupakan masalah yang sering dihadapi dalam pembangunan


jalan di Indonesia. Tanah lunak ini berupa tanah gambut, atau soft clay terdistribusi
sebagian besar di pesisir timur Sumatera, Kalimantan Selatan dan Barat, Pesisir barat
Sulawesi, Pantai Utara Jawa, dan Papua bagian Selatan (Gambar 1). Pada daerah ini,
desain struktur jalan pada memerlukan desain non-standar dimana aspek
pemahaman geoteknik akan tanah lunak sangat dibutuhkan. Akan tetapi, seringkali
dijumpai banya desain berakhir pada kegagalan karena masih bertumpu pada desain
standar atau konvensional dan rendahnya pemahaman geoteknik, apalagi data
geoteknik yang disediakan sangat minim.

Gambar 1. Distribusi tanah lunak di Indonesia.

Ardy Arsyad, Lawalenna Samang, Andi Yusmin, Wahniar Hamid, Fadly Ibrahim 2
Kolokium Jalan dan Jembatan 2014

Selain keterbatasan data geoteknik, kegagalan desain juga dihadapkan pada


kurangnya alternatif penanganan yang diusulkan, atau kalaupun ada banyak alternatif
pilihan, masih sangat sulit mengevaluasi dan mengambil keputusan akan alternatif
mana yang dipilih. Proses pemilihan masih didasari oleh ketersediaan pagu anggaran,
kecenderungan akan metode konvensional apalagi jika lokasi penanganan berada di
jauh di daerah. Kesalahan dalam pemilihan alternatif penanganan akan berakibat
konstruksi jalan yang dibangun tidak sesuai dengan umur fungsi dan umur
ekonomisnya. Oleh sebab itu, studi ini menyelidiki proses pengambilan keputusan
yang lebih akurat, , dan logis dalam memilih alternatif perkuatan badan jalan di atas
tanah lunak. Proses kerja dari desain dapat dijelaskan dalam Gambar 2, meliputi:
identifikasi lokasi, karakterisasi deposit tanah lunak, modeling dan simulasi, evaluasi
alternatif dan pengambilan keputusan.

Identifikasi Lokasi

Dalam pelaksanaan desain, identifikasi lokasi deposisi tanah lunak merupakan


langkah awal. Dalam tahap ini, kita diharuskan untuk mendapatkan gambaran umum
lokasi terutama tingkat remoteness (keterpencilan) dikaitkan dengan akses peralatan
dan pekerja. Alternatif penanganan tanah lunak yang akan dipilih juga dipengaruhi oleh
ketersediaan alat dan tingkat keterampilan pekerja. Gambaran umum bisa juga berupa
foto satelit yang sekarang mudah didapatkan dengan informasi dari Google Earth. Dari
foto satelit, proses pembentukan deposit tanah lunak dapat diketahui. Apalagi lokasi
sungai sebagai transport material tanah dan pegunungan yang merupakan material
asal sedimen dapat diidentifikasi. Vegetasi pada foto satelit juga memberikan informasi
awal apakah ada tanah gambut atau hanya tanah lunak biasa. Data hidrologi sangat
membantu apakah peluang curah hujan ekstrim sangat besar. Curah hujan
mempengaruhi tingkat infiltrasi yang akan meningkatkan tekanan air pori tanah. Daya
dukung tanah sedimen pada tekanan air pori yang tinggi akan mudah drop. Identifikasi
dijelaskan pada Gambar 3.

Karakterisasi Tanah Lunak

Penyelidikan tanah bertujuan untuk mendapatkan parameter tanah lunak yang


akan dimasukkan dalam pemodelan dan simulasi (Gambar 4). Pelaksanaan DCP
untuk memperkirakan nilai CBR belumlah cukup dalam desain jalan pada tanah lunak.
Olehnya itu perlu dilakukan bor inti dan SPT untuk mendapatkan stratigrafi tanah dan
muka air tanah berikut parameter tanah dari uji laboratorium seperti kuat geser,
permeabilitas,dan tingkat ekspansif tanah. Bahkan jika dari hasil uji saringan dan
atterbergh diketahui apakah tanah lunak merupakan tanah ekspansif, maka perlu
dilakukan uji scanning electron microscope (SEM) untuk mengetahui struktur mineral
dari tanah tersebut.

Konstruksi
Identifkasi Modeling dan
Lokasi dan Simulasi Monitoring

Karakterisasi pemilihan Evaluasi


Tanah Lunak Alternatif

Gambar 2. Bagan alir desain.

Ardy Arsyad, Lawalenna Samang, Andi Yusmin, Wahniar Hamid, Fadly Ibrahim 3
Kolokium Jalan dan Jembatan 2014

Identifikasi Lokasi

Foto Satelit/Foto
Data Regional Data Geologi Data Hidrologi Data Topografi
Udara

Existing Zonasi sebaran Tipikal formasi


Curah Hujan
infrastruktur tanah endapan batuan

Jarak lokasi ke Proses


Zonasi sungai,
kota, bandara dan sedimentasi Frekuensi banjir
drainase, pantai
pelabuhan tanah endapan

Zonasi vegetasi

Gambar 3. Proses Identifikasi Lokasi

Karakterisasi Tanah

DCP atau Bor -SPT


Uji Laboratorium
CBR dan CPT

Triaxial atau
Stratigrafi Muka air Analisa Atterberg Oedometer
SEM Kuat Geser
tanah tanah saringan test test
Langsung

Gambar 4. Penyelidikan tanah pada kasus tanah lunak.

Modeling dan Simulasi

Berbasis data dari karakterisasi tanah lunak, maka model stratigrafi tanah dapat dibuat.
Pemodelan ini dapat dilakukan dengan menggunakan commercial software berbasis
finite element seperti PLAXIS atau MIDAS, atau berbasis finite difference seperti FLAC
(Gambar 5). Dalam model tanah, simulasi alternatif penanganan dapat dilakukan
sehingga tingkat kehandalan alternatif penanganan diketahui terkait dengan tingkat
settlement yang dihasilkan dalam periode waktu sesuai umur teknis konstruksi jalan
yang direncanakan.

Ardy Arsyad, Lawalenna Samang, Andi Yusmin, Wahniar Hamid, Fadly Ibrahim 4
Kolokium Jalan dan Jembatan 2014

Modeling dan Simulasi

Simulasi dengan finite


element simulator
Model tanah
(PLAXIS, MIDAS) atau
finite difference (FLAC)

Model stratigrafi tanah


alternatif 1 alternatif 2 alternatif 3
berdasarkan data bor

Input parameter untuk evaluasi performance, evaluasi performance, evaluasi performance,


tiap lapisan tanah biaya dan metode biaya dan metode biaya dan metode
berdasarkan data lab pelaksanaan pelaksanaan pelaksanaan

dimensi rencana
embankment dan
badan jalan

Gambar 5. Bagan Alir Pemodelan dan Simulasi.

Pemilihan Alternatif Metode Perkuatan Tanah Lunak

Proses pemilihan alternatif perkuatan pada kasus jalan di atas tanah lunak dapat
dijelaskan pada Gambar 6. Pada proses ini sebaiknya kita memilih single-stage
decision process, dari multi-stage decision process karena tingkat kerumitan dan
kompleksitas dimana setiap tahapan bisa saling mempengaruhi masih kurang dijumpai
pada desain rekayasa sipil khususnya jalan raya. Selain itu, single-stage decision
dipilih untuk memudahkan proses logika yang digunakan. Teori penggunaan single-
stage decision dijelaskan oleh Dandy dan Warner (1989).
Pemilihan alternatif perkuatan tanah lunak lebih mempertimbangkan hasil dan
resiko yang akan didapatkan. Dalam hal ini, biaya konstruksi dari alternatif yang dipilih
menjadi variabel utama, termasuk peluang kegagalan konstruksi yang diindikasikan
dengan adanya excessive settlement. Biaya konstruksi dikalikan dengan peluang
keberhasilan dan biaya konstruksi beserta biaya tambahan dikalikan dengan peluang
kegagalan (Gambar 6). Semua alternatif memiliki konsekuensi biaya dan peluang
kegagalan/keberhasilan. Pengambilan keputusan akan alternatif yang dipilih dapat
didasarkan akan alternatif yang memiliki konsekuensi biaya terendah baik jika berhasil
maupun jika gagal. Yang menjadi masalah adalah bagaimana menghitung peluang
akan keberhasilan dan kegagalan konstruksi. Pendekatan dan asumsi dapat
digunakan, namun yang terbaik adalah penggunaan data statistik. Kegagalan
konstruksi karena faktor alam misalnya curah hujan tinggi dapat dihitung peluangnya
dari data statistik yang ada.

Ardy Arsyad, Lawalenna Samang, Andi Yusmin, Wahniar Hamid, Fadly Ibrahim 5
Kolokium Jalan dan Jembatan 2014

Peluang terjadinya Biaya kons. 1 × peluang


minor settlement min stllmt

Alternatif 1 Biaya konstruksi 1


(Biaya kons. 1 + biaya
Peluang terjadinya
tambahan) × peluang
excessive settlement
excessive stllmt

Peluang terjadinya Biaya kons. 2 × peluang


minor settlement min stllmt

Pemilihan Alternatif Alternatif 2 Biaya Konstruksi 2


(Biaya kons. 2 + biaya
Peluang terjadinya
tambahan) × peluang
excessive settlement
excessive stllmt

Peluang terjadinya Biaya kons. 3 × peluang


minor settlement min stllmt

Alternatif 3 Biaya Konstruksi 3


(Biaya kons.3+ biaya
Peluang terjadinya
tambahan) × peluang
excessive settlement
excessive stllmt

Gambar 6. Decision Tree Proses Pemilihan Alternatif.

STUDI KASUS

Proses pemilihan alternatif perkuatan tanah lunak dilakukan pada kasus jalan
dengan permukaan bergelombang yang terdapat di pada jalan nomor ruas 002 terletak
di poros Tikke-Pasangkayu Kabupaten Mamuju Utara berjarak 641,5 Km dari
Makassar Sulawesi Selatan (Gambar 7). Tata guna lahan disekitar jalan adalah
perkebunan sawit dan tidak terdapat permukiman. Panjang jalan yang mengalami
deformasi gelombang ini sejauh kurang lebih 3.35 km. Jalan mengalami deformasi
tidak seragam pada sisi kiri jalan dari median ke arah Pasangkayu (Gambar 7).
Kadang pula yang deformed berada sisi kanan median. Deformasi muka jalan
termasuk cukup parah sehingga menciptakan retak rambut bahkan crack. Kondisi ini
menyebabkan lalu lintas kendaraan mesti berhati-hati melintasi jalan ini. Berdasarkan
pengamatan pada saat melakukan survai, volume lalu lintas yang melintas jalan ini
cukup tinggi dikarenakan jalan ini termasuk dalam dalam jalan negara Poros Mamuju
Sulbar – Palu Sulteng. Jenis kendaran yang lewat bervariasi mulai dari tronton, truck
barang, bus umum, mikrolet, kendaraan pribadi dan sepeda motor.

Ardy Arsyad, Lawalenna Samang, Andi Yusmin, Wahniar Hamid, Fadly Ibrahim 6
Kolokium Jalan dan Jembatan 2014

Gambar 7. Kasus Jalan Bergelombang Tikke-Pasangkayu Mamuju Utara.

Kondisi Geologi

Tanah Sedimen di Tikke merupakan lapisan atas dari Formasi mudstone dan
konglomerat Pasangkayu. Sedimen ini merupakan deposisi halus hasil dari proses
erosi yang berlangsung era quartenary pada plutonic rock Molengraaff. Sedimen di
daerah ini merupakan sedimen transport S ungai Lariang yang berhulu di Pegunungan
Molengraaff dan bermuara di Selat Makassar. Formasi Pasangkayu memiliki tebal
2000 hingga 3500 meter (Calvert dan Hall, 2003). P ada permukaan tanah sedimen
terdapat lapisan gambut setebal kurang dari satu meter. P roses pembentukan
gambut ini umumnya terjadi pada dataran rendah cekungan dimana sisa tumbuhan
mengalami pembusukan oleh drainase air yang melambat menuju ke pantai.
Gambaran umum lokasi dari sisi geologi dapat dilihat pada Gambar 8.

Ardy Arsyad, Lawalenna Samang, Andi Yusmin, Wahniar Hamid, Fadly Ibrahim 7
Kolokium Jalan dan Jembatan 2014

Gambar 8. Peta Geologi Mamuju Utara


(Calvert dan Hall, 2003).

Penyelidikan Tanah

Penyelidikan tanah dilakukan berupa dynamic cone penetrometer (DCP) per 100
meter, dan Bor inti-standar penetration test (SPT) pada lokasi dengan posisi koordinat
X=0763995 ; Y=9844551. SPT dilakukan pada interval 2,00 m. Sementara cone
penetration test (CPT) dilaksanan pada 2 titik (Gambar 9). CPT S-01,pada posisi X =
0763713 ; Y = 9845510; sementara CPT S-02, X = 0763750 ; Y = 9845910. Dari
hasil pengeboran inti dilakukan interpretasi terhadap jenis tanah dan batuan secara
visual yang kemudian dilakukan pengujian sampel laboratorium untuk mengetahui
karakteristik jenis sample secara pasti. Soil log dari bor dapat dilihat pada Gambar 10.
Hasil pengeboran inti dideskripsikan sebagai berikut: Lapisan pertama pada elevasi
0,00 m hingga -0,60 m merupakan sand dengan gravel, non-plastic Pada lapisan
berikutnya, elevasi -0,60 m hingga -3,00 m adalah clayey sand, low plastic dengan
konsistensi medium. Pada elevasi -3,00 hingga -9,00 m terdapat clayey sand dengan
lime stone, low plastic dengan konsistensi medium. Terdapat pula lapisan tanah
gambut pada elevasi -9,00 m hingga -10,00 m. Di bawah lapisan gambut, terdapat
sand dengan silt, non-plastic dengan konsistensi very loose sampai very Dense. Pada
kedalaman 0,60 m hingga 9,00 m diperkirakan sebagai material bekas urugan.

Ardy Arsyad, Lawalenna Samang, Andi Yusmin, Wahniar Hamid, Fadly Ibrahim 8
Kolokium Jalan dan Jembatan 2014

Dari hasil pengujian CPT (Gambar 11) sebanyak dua titik didapatkan posisi
kedalaman tanah keras yang berbeda antara titik S-01 dengan titik S-02. Pada titik
sondir S-01, letak tanah keras berada pada kedalaman -10,00 meter dari elevasi
permukaan. Akan tetapi, berdasarkan hasi diskusi kami, sangat diduga bahwa pada
kedalaman tersebut dimungkinkan konus CPT menembus material sisa tumbuhan
yang belum lapuk sehingga pembacaan manometer mengindikasikan tanah keras.
Pada CPT S-02 didapatkan letak tanah keras pada kedalaman -16,00 m dari elevasi
permukaan.
Dari analisa data BH-01, S-01 S-02, maka dapat diindikasikan bahwa stratigrafi
tanah yang paling buruk terdapat pada lokasi BH-01 dimana ketebalan lapisan tanah
lunaknya mencapai 22 meter. Dapat diperkirakan pula kronologis penimbunan tanah
lunak ini yang dimulai dari tahun 2008. Tanah gambut pada kedalaman 9.00 meter
merupakan tanah asli dan dibawahnya adalah lapisan tanah pasir lunak hingga
kedalaman 22 meter. Proses perintisan jalan pada lokasi ini telah menimbun tanah
hingga 9 meter secara bertahap. Tanah timbunan diambil dari bukit yang tidak jauh
dari lokasi, dimana tanah timbunan ini merupakan jenis pasir dengan kandungan
lempung cukup tinggi. Tanah jenis ini juga digunakan penduduk sekitar untuk membuat
batu bata. Tanah ini memiliki daya dukung yang rendah terutama dalam keadaan jenuh
air. Jadi dapat disimpulkan bahwa proses penurunan permukaan eksisting badan jalan
secara tidak beraturan (differential settlement) terjadi karena penimbunan tanah lunak
menggunakan material tanah berdaya dukung rendah dengan kedalaman muka air
tanah yang sangat dangkal.

Gambar 9. Posisi Bor-SPT dan CPT

Ardy Arsyad, Lawalenna Samang, Andi Yusmin, Wahniar Hamid, Fadly Ibrahim 9
Kolokium Jalan dan Jembatan 2014

DATE : AUGUST 2013 LOGGED BY : AHMAD, ST


DATE : AUGUST 2013 LOGGED BY : AHMAD, ST
Standard Penetration Test RQD
Standard Penetration Test RQD

Number of Blows
Boring Log
Elevation

Sample

RQD - Value
(blow /cm)
Depth
GWL
Number of Blows
BoringLog
N - Value

(m)

(m)

(m)

(N / foot)
N - Value
Elevation
Description

Depth

Depth
Sample

RQD - Value
(blow / cm)
Depth

(%)
GWL

(m)

(m)
(m)

(m)

(m)

(N / foot)
N - Value

N - Value
Description

Depth

Depth

(%)
(m)

(m)
0 10 20 30 40 50 60
0 10 20 30 40 50 60

15.00 15.0
30.00 0.0
14.50 15.5
-3.0 (0,00 - 0,60) m
29.50 0.5 Sand with Gravel, 16.00 3/15 15.00
14.00 16.0
Weak Brown, Non Plasticity, 16.45 5/15 13 16.00
0.00
29.00 1.0 Relative density is medium 8/15
1.00 13.50 16.5

28.50 1.5 16.00


(0,60 - 3,00) m 13.00 17.0
17.00
Sandy Clay, 2.00 3 /15 1.00
28.00 2.0
Weak Brown to Dark Brown, 2.45 4 /15 10 2.00 12.50 17.5
Low Plasticity, 6 /15
27.50 2.5 18.00 5/15 17.00
Consistency is medium 12.00 18.0
18.45 8/15 20 18.00
2.00
27.00 3.0 12/15
3.00 11.50 18.5

26.50 3.5 18.00


11.00 19.0
19.00
4.00 3 /15 3.00
26.00 4.0 10.50 19.5
4.45 3 /15 7 4.00
4 /15 20.00 8/15 19.00
25.50 4.5 10.00 20.0
20.45 10/15 22 20.00
4.00 12/15
25.00 5.0 9.50 20.5
5.00
20.00
24.50 5.5 (3,00 - 9,00) m 9.00 21.0
21.00
Sandy Clay with lime stone,
6.00 3 /15 5.00
24.00 6.0 Dark Brown, 8.50 21.5
6.45 4 /15 8 6.00
Low Plasticity,
4 /15 22.00 10/15 21.00
23.50 6.5 Consistency is medium 8.00 22.0
(10,00 - 30,00) m 22.45 12/15 27 22.00
6.00
7.50 22.5
Sand with silt, 15/15
23.00 7.0
7.00 Blackish Brown,
Non Plasticity, 22.00
22.50 7.5 7.00 23.0
Relative Density is Very 23.00
8.00 3 /15 7.00
loose until Very Dense
22.00 8.0 6.50 23.5
8.45 4 /15 9 8.00
5 /15 24.00 14/15 23.00
6.00 24.0
21.50 8.5 24.45 16/15 37 24.00
21/15
8.00 5.50 24.5
21.00 9.0
9.00
(9,00 - 10,00) m 5.00 25.0
24.00
20.50 9.5 Peat, Dark Brown to Black, 25.00
Spongy Consistency,
10.00 0 /15 9.00 4.50 25.5
20.00 10.0 Texture ranging from
10.45 1 /15 2 10.00
Fibrous to Amorphous 26.00 20/15 25.00
1 /15 4.00 26.0
19.50 10.5 26.45 23/15 53 26.00
30/15
10.00 3.50 26.5
19.00 11.0
11.00 26.00
3.00 27.0
18.50 11.5 27.00

2.50 27.5
12.00 1 /15 11.00
18.00 12.0
(10,00 - 30,00) m 12.45 1 /15 3 12.00 28.00 20/15 27.00
2.00 28.0
Sand with silt, 2 /15 28.45 25/15 >60 28.00
17.50 12.5
Blackish Brown, 36/15
1.50 28.5
Non Plasticity, 12.00
17.00 13.0
Relative Density is Very 13.00 28.00
1.00 29.0
loose until Very Dense 29.00
16.50 13.5
0.50 29.5
14.00 2 /15 13.00
16.00 14.0
14.45 3 /15 6 14.00 30.00 21/15 29.00
3 /15 0.00 30.0 26/15 >60 30.00
15.50 14.5
30.45 36/15
14.00
15.00 15.0 End of Boring
15.00

Gambar 10. Soil Log dan N-SPT.

Conus Resistance, qc (kg/cm²) Friction Ratio Conus Resistance, qc (kg/cm²) Friction Ratio, Rf (%)
, Rf (%)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 0 50 100 150 200 0 1 2 3 4 5 6 7 8
0 50 100 150 200
0.0 0.0 0.0
0.0
0.5 0.5 0.5
0.5
1.0 1.0 1.0
1.0
1.5 1.5 1.5
1.5
2.0 2.0 2.0
2.0

2.5 2.5 2.5 2.5

3.0 3.0 3.0 3.0

3.5 3.5 3.5 3.5

4.0 4.0 4.0 4.0

4.5 4.5 4.5 4.5

5.0 5.0 5.0 5.0

5.5 5.5 5.5 5.5

6.0 6.0 6.0 6.0

6.5 6.5 6.5 6.5

7.0 7.0 7.0 7.0

7.5 7.5 7.5 7.5

8.0 8.0 8.0 8.0

8.5 8.5 8.5 8.5

9.0 9.0 9.0 9.0


Depth(m)
Depth(m)

9.5 9.5 9.5 9.5

10.0 10.0 10.0 10.0

10.5 10.5 10.5 10.5

11.0 11.0 11.0 11.0

11.5 11.5 11.5 11.5


12.0 12.0 12.0 12.0
12.5 12.5 12.5 12.5
13.0 13.0 13.0 13.0
13.5 13.5 13.5 13.5
14.0 14.0 14.0 14.0
14.5 14.5 14.5 14.5
15.0 15.0 15.0 15.0
15.5 15.5 15.5 15.5
16.0 16.0 16.0 16.0
16.5 16.5 16.5 16.5
17.0 17.0 17.0 17.0
17.5 17.5 17.5 17.5
18.0 18.0 18.0 18.0
18.5 18.5 18.5 18.5
19.0 19.0 19.0 19.0
19.5 19.5 19.5 19.5
20.0 20.0 20.0 20.0
0 200 400 600 800 1,000 0 500 1,000 1,500 2,000 2,500

Local Resistance Total, Tf (kg/cm) Local Resistance Total, Tf (kg/cm)


qc (kg/cm²) qc (kg/cm²)
Tf (kg/cm) Tf (kg/cm)

Gambar 11. Data CPT S-01 dan S-02.

PEMODELAN DAN SIMULASI

Pemodelan stratigrafi tanah pada posisi BH-01 dilakukan untuk memodelan pola
deformasi yang terjadi jika ada pembebanan dan perkuatan. Parameter tanah dari hasil
SPT dan uji lab dimasukkan ke dalam model (Tabel 1). Modulus elastisitas tanah

Ardy Arsyad, Lawalenna Samang, Andi Yusmin, Wahniar Hamid, Fadly Ibrahim 10
Kolokium Jalan dan Jembatan 2014

dihitung dari korelasi nilai N pada SPT dengan E (Bowles, 1996), dan permeabilitas
diestimasi dari tipikal tanah (Look, 2009). Program komersial berbasis finite element,
PLAXIS, digunakan dalam pemodelan ini, seperti diperlihatkan pada Gambar 12.
Sementara struktur penanganan tanah lunak disimulasikan pada model meliputi
micropile, cerucuk, geogrid, dan pile slab. Parameter mekanik dari struktur ini dapat
dilihat pada Tabel 2.

18 19
14 17 15
0 16 3

1 2

4 5
6 7

8 9

10 11

12 x 13

Gambar 12. Model Geometri dari tanah pada lokasi BH-01.

Tabel 1. Parameter geomekanik lapisan tanah pada model.


Hor Ver
Depth 1 Depth 2 thickness UnSat Permeability Permeability E
(m) (m) (m) Type Density Sat Density (1 m /day) (1 m /day) (kN/m2) c (kPa)  v Model Type
0 0.6 0.6 Embankment 18.1 20 1 1 31200 2 35 0.3 Mohr-Coulomb drained
0.6 3 2.4 clayey sand 16 19 0.0001 0.0001 8000 50 20 0.33 Mohr-Coulomb drained
3 9 6 clayey sand with limestone 16 18 0.0001 0.0001 7200 45 21 0.33 Mohr-Coulomb drained
9 10 1 Peat 11.9 14.9 0.002 0.001 350 5 16 0.35 Mohr-Coulomb undrained
10 15 5 silty sand loose 16 19.1 1 1 2400 1 34 0.3 Mohr-Coulomb drained
15 22 7 Silty sand medium dense 16 19.1 1 1 5400 0 35 0.3 Mohr-Coulomb drained
22 30 8 Sand very dense 16 19.1 1 1 26000 0 50 0.3 Mohr-Coulomb drained

Tabel 2. Parameter mekanik dari struktur perkuatan tanah.


Material EA (kN/m) EI (kN/m2/m) Model
Micropile 6000000 20000 elastic
Cerucuk 62800 157 elastic
geogrid 100000 - elastic
Pile slab 6000000 80000 elastic

Model tanah diberi pembebanan dinamis sesuai tekanan gandar kendaraan.


Pembebanan dinamis dilakukan karena getaran lalu lintas kendaraan memberikan
beban getar kepada perkerasan jalan dengan frekuensi antara 10 Hz sampai 15 Hz.
Sementara kendaraan truk bertonase besar memberikan frekuensi 50 Hz – 200 Hz
(Gullu, 2013). Pada studi ini, pembebanan dinamis sebesar 3 ton/m dengan frekuensi
100 Hz dan periode 0,1 detik. Simulasi dilakukan pada beberapa skenario penanganan
yang berbeda (Tabel 3).

Ardy Arsyad, Lawalenna Samang, Andi Yusmin, Wahniar Hamid, Fadly Ibrahim 11
Kolokium Jalan dan Jembatan 2014

Tabel 3. Skenario Perkuatan Tanah.

Jenis
Skenario Tujuan Konsekuensi
Penanganan
Penimbunan
kembali akan
dilakukan jika
Penimbunan
terjadi
badan jalan
Memberikan penurunan yang
setinggi 1 meter
kesempatan besar. Badan
tanpa perkuatan
Alternatif 1 untuk tanah jalan belum
apapun. Drainase
berkonsolidasi perlu diberi
jalan dilengkapi
alami perkerasan
dengan
aspal sampai
geomembran.
settlement
sekunder sudah
mengecil.
Penyediaan
cerucuk dari
Penimbunan kayu galam
dengan harus dalam
Memperkecil
Alternatif 2 perkuatan volume besar
settlement
cerucuk 4 meter karena tanah
dan geogrid lunak yang
ditangani
hingga 3.5 km.
Penimbunan Biaya
dengan konstruksi
perkuatan Memperkecil sangat besar
Alternatif 3
micropile 12 settlement dan
meter dan memerlukan
geogrid alat berat.
Pile slab Menghilangkan
Biaya konstruksi sangat mahal dan
Alternatif 4 dengan pile potensi
memerlukan banyak alat berat.
22 meter settlement

Dari hasil simulasi, didapatkan bahwa Alternatif 1 berupa penimbunan badan


jalan akan mengakibatkan tambahan settlement mencapai 24.8 cm dalam 5 tahun ke
depan (Gambar 13a). Penurunan pada tahun pertama sudah mencapai 22.95 cm,
kemudian pada empat tahun berikutnya pertambahan penurunan hanya 2 cm.
Sementara itu, alternatif 2 penggunaan cerucuk dan geogrid tetap menimbulkan
penurunan 12.55 cm pada tahun pertama, dan 14.13 cm pada tahun kelima (Gambar
13b). Ini berarti cerucuk dan geogrid tidak banyak membantu dalam perkuatan tanah.
Jika dilihat dari vertical displacement yang terjadi, maka cerucuk hanya mengurangi
magnitude penurunan dan tidak berfungsi dalam mengurangi sebaran penurunan.
Displacement yang significant masih terjadi hingga pada kedalaman 22 meter.
Alternatif 3 micropile dan geogrid mampu mengurangi penurunan hingga 60%
dari penurunan akibat penimbunan biasa yakni hanya 7.9 cm pada tahun pertama dan
pada tahun kelima turun lagi 8 mm (Gambar 14a). Selain itu, micropile menyebabkan
penurunan terjadi seragam, berbeda dengan cerucuk dan penimbunan biasa. Micropile
nampak efektif menstabilkan penurunan pada tahun kedua setelah penimbunan.
Alternatif 4 sebagaimana bisa diduga, paling efektif karena tidak bergantung pada
perkuatan namun sudah berfungsi struktur murni. Penurunan yang terjadi hanya 3.79
cm pada tahun pertama, dan hanya bertambah turun 2 mm saja hingga tahun kelima

Ardy Arsyad, Lawalenna Samang, Andi Yusmin, Wahniar Hamid, Fadly Ibrahim 12
Kolokium Jalan dan Jembatan 2014

(Gambar 14b). Jika semua alternatif tersebut dibandingkan (Gambar 15), maka bisa
diindikasikan bahwa mikropile dan pile slab sudah menstabilkan tanah lunak lebih awal,
sementara perkuatan dengan cerucuk, apalagi dengan penimbunan biasa, masih akan
dapat menyisakan potensi penurunan. Hal ini dikarenakan mikropile memberikan daya
dukung karena panjang pile yang cukup untuk perkuatan friction pada selimut pile,
meskipun end-toe pile masih berpijak pada lapisan pasir yang loose. Sementara itu,
pile slab dengan panjang mencapai tanah pasir yang padat, memaksimalkan end-
bearingnya. Yang menarik, penurunan yang diakibatkan micropile dan pile slab
tidaklah jauh berbeda. Hal ini akan menjadi menarik untuk dikaji dalam pemilihan
alternatif penanganan yang diuraikan pada bagian akhir paper ini.

(a) (b)

Gambar 13. Total Displacement yang dihasilkan pada Alternatif 1 (a) dan Alternatif 2

(b).

(a) (b)

Gambar 14. Total Displacement yang dihasilkan pada Alternatif 3 (a) dan Alternatif 4
(b).

Ardy Arsyad, Lawalenna Samang, Andi Yusmin, Wahniar Hamid, Fadly Ibrahim 13
Kolokium Jalan dan Jembatan 2014

Periode (tahun)
0 1 2 3 4 5 6
0

settlement (cm)
5
10
15
20
25
30

Embankment Micropile + geogrid


cerucuk + geogrid Pile slab

Gambar 15. Komparasi settlement pada 4 skenario dalam periode 5 tahun.

Pemilihan Alternatif

Dalam memilih keempat skenario penanganan yang sudah dimodel dan


disimulasikan maka perlu. Olehnya itu, kami mengestimasi biaya skenario penanganan
tersebut seperti dijelaskan pada Tabel 4. Estimasi ini berdasarkan standar biaya lokal
dan aturan Bina Marga Kementrian PU. Peluang kegagalan dari skenario alternatif
penanganan tanah lunak dihitung dengan pendekatan curah hujan bulanan. Untuk
kasus tanah lunak, semakin tingginya curah hujan maka semakin besar pula peluang
menurunnya daya dukung tanah. Berbasis data curah hujan (Mamuju Utara dalam
Angka, 2009), maka peluang hujan dapat dihitung sebagaimana ditampilkan pada
Tabel 5.
Dari gambar 16, dapat diperkirakan bahwa biaya yang diharapkan dari Alternatif
1 merupakan biaya terendah. Alternatif 1 berupa penimbunan dengan perbaikan
drainase memiliki perkiraan biaya pada semua peluang keberhasilan maupun
kegagalan penanganan sebesar 38.26 milyar rupiah. Biaya konstruksi Alternatif 1
hanya sebesar 26,5 milyar rupiah.Namun, pada peluang curah hujan tinggi dan ekstrim
sebesar total 0,84 maka Alternatif 1 harus mempertimbangkan biaya overlay akibat
penurunan pada tahun ke-2 setelah konstruksi sebesar 14 milyar rupiah. Pada
Alternatif 2, biaya konstruksi sebesar 34,2 milyar rupiah. Pada peluang curah hujan
tinggi, menyebabkan Alternatif 2 memasukkan biaya overlay pada tahun ke-2 setelah
konstruksi sebesar 12 milyar rupiah. Olenya itu, ekspektasi biaya pada semua peluang
keberhasilan maupun kegagalan adalah 44,28 milyar rupiah.
Sementara itu, Alternatif 3 berupa penimbunan dengan perkuatan mikropile dan
geogrid memiliki biaya sekitar 53,6 milyar rupiah. Alternatif 3 hanya memiliki peluang
kegagalan pada kondisi curah hujan ekstrim yang berpeluang 0,5. Pada kondisi ini,
maka biaya overlay yang pada tahun kedua setelah konstruksi hanya 6 milyar rupiah
saja. Total ekspektasi biaya pada semua peluang keberhasilan dan kegagalan adalah
56,59 milyar rupiah. Pada Alternatif 4 berupa pile slab, tidak memiliki ketergantungan
dengan faktor alam. Konstruksi ini sangat efektif dalam penanganan tanah lunak pada
lokasi namun ekspektasi biayanya mencapai 57.7 milyar rupiah, tidak berbeda jauh
dengan Alternatif 3.
Dalam evaluasi kesemua altenatif tersebut, sangat jelas bahwa Alternatif 1
memiliki resiko biaya terkecil, dan Alternatif 4 yang terbesar. Namun patut
diperhitungkan bahwa akan dimungkinkan adanya Alternatif 1, 2, dan 3 berpeluang
memiliki tahapan lanjutan pekerjaan pada tahun kedua pasca konstruksi yang
berimplikasi pada tambahan alokasi dana dan waktu pekerjaan. Ekspektasi biaya
bukanlah biaya sebenarnya, namun parameter biaya yang membantu kita dalam

Ardy Arsyad, Lawalenna Samang, Andi Yusmin, Wahniar Hamid, Fadly Ibrahim 14
Kolokium Jalan dan Jembatan 2014

mengambil keputusan alternatif mana yang sangat reasonable dan feasible. Dalam
proses ini yang diperhitungkan adalah peluang kegagalan akibat faktor alam. Faktor
ketersediaan material yang bermutu rendah, dan kesiapan kontraktor lokal dalam
penguasaan teknologi belum ditinjau dalam studi ini.

Tabel 4. Estimasi biaya dari masing-masing Skenario Penanganan

Biaya (Milyar
Skenario Jenis penanganan
Rupiah)
Alternatif 1 Penimbunan + talud + drainase 26.5
Alternatif 2 Penimbunan + cerucuk + geogrid 34.2
Alternatif 3 Penimbunan + micropile + geogrid 53.59
Alternatif 4 Pile Slab 57.718

Tabel 5. Peluang hujan di Mamuju Utara.

Curah hujan
Jenis hujan Jumlah bulan Peluang
bulanan
Curah hujan < 100
Ringan 0 0
mm
100 mm < Curah
Menengah 4 0.34
hujan < 300 mm
300 mm < curah
Tinggi 2 0.16
hujan < 400 mm
Curah hujan > 500
Ekstrim 6 0.5
mm

KESIMPULAN

1. Proses pemilihan alternatif perkuatan tanah lunak mempertimbangkan


ekspektasi biaya biaya konstruksi dalam semua peluang kegagalan dan
keberhasilan.
2. Perhitungan peluang kegagalan karena faktor alam dapat dihitung dari data
statistik.
3. Dari hasil simulasi, metode penimbunan dan perbaikan drainase masih akan
menyebabkan penurunan 23 cm pada tahun pertama pasca konstruksi dan 25
cm pada akhir tahun ke-5. Sementara alternatif perkuatan dengan cerucuk dan
geogrid meminimalisir penurunan menjadi 12,5 cm pada tahun pertama dan 14
cm pada tahun ke-5.
4. Alternatif perkuatan dengan mikropile dan geogrid mampu mengurangi
penurunan menjadi 7,9 cm pada tahun pertama dan menjadi 8 cm pada tahun
ke-5. Sementara alternatif penggunaan pile slab, penurunan yang terjadi hanya
3,79 cm dan pada tahun ke-5 mencapai 4 cm.
5. Penanganan berupa penimbunan dan drainase memiliki ekspektasi biaya
paling kecil dari semua alternatif metode sementara alternatif pile slab memiliki
ekspektasi biaya paling besar.

Ardy Arsyad, Lawalenna Samang, Andi Yusmin, Wahniar Hamid, Fadly Ibrahim 15
Kolokium Jalan dan Jembatan 2014

P = 0.34 38.5 Milyar 0.34


34×38.5 = 18.0.2 Milyar

Penimbunan + 36.58. Milyar


P = 0.16 26.5 Milyar 00.16×26.5= 4.24 Milyar
talud + drainase

38.5
P = 0.5 00.5×38.5 = 26.5 Milyar
Milyar

P = 0.34 46.2 Milyar 0.34 × 46.2 = 15.7 Milyar

penimbunan +
P = 0.16 34.2 Milyar 0.16 × 34.2 = 5.472 Milyar
cerucuk + geogrid 44.28 Milyar

P = 0.5 46.2 Milyar 0.5 × 46.2 = 23.1 Milyar

Pemilihan skenario

P = 0..34 53.6 Milyar 00.34 × 53.6 = 18.2 Milyar

Penimbunan +
P = 0.16 53.6 Milyar 0.16 × 53.6 = 8.6 Milyar
micopile + geogrid 56.59 Milyar

P = 0.5 59.59 Milyar 0.5 × 59.59 = 19.62 Milyar

P = 0.34 57.7 Milyar 0.34 × 57.7 = 19.6 Milyar

Pile Slab P = 0.16 57.7 Milyar 0.16 × 57.7 = 9.23 Milyar 57.7 Milyar

P = 0.5 57.7 Milyar 0.5 × 57.7 = 28.9 Milyar

Gambar 16. Decision tree pemilihan alternatif perkuatan tanah pada


kasus Tikke Mamuju Utara

Ardy Arsyad, Lawalenna Samang, Andi Yusmin, Wahniar Hamid, Fadly Ibrahim 16
Kolokium Jalan dan Jembatan 2014

DAFTAR PUSTAKA

Bowles, J.E., 1996. Foundation Analysis and Design, McGraw-Hill, 1175p.

Calvert, S. J., Hall. R., 2003. The cenozoic geology of the Lariang and Karama
Regions, Western Sulawesi: new insight into the evolution of the Makassar Strait
region, Proceedings Indonesian Petroleum Association, Twenty-Ninth Annual
Convention & Exhibition.

Dandy, G.C., Warner, R.F., 1989. Planning and Design of Engineering Systems, Allen
& Unwin Ltd, Australia.

Gullu, H., 2013. Numerical study on geotextile stabilized hightway embankment under
vibration loading, 2nd International Balkans Conference on Challenges of Civil
Engineering, BCCCE, 23 – 25 May 2013, Albania.

Look, B.G., 2007. Handbook of Geotechnical Investigation and Design Tables, Taylor &
Francis, London UK.

Ardy Arsyad, Lawalenna Samang, Andi Yusmin, Wahniar Hamid, Fadly Ibrahim 17

Вам также может понравиться