Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
ABSES OTAK
OLEH :
I. PENGERTIAN
Abses otak merupakan kumpulan dari unsur-unsur infeksius dalam jaringan otak.
Abses ini dapat terjadi melalui invasi otak langsung dari trauma intracranial atau
pembedahan, penyebaran infeksi dari daerah lain seperti sinus, telinga, dan gigi (infeksi sinus
paranasal, otitis media, dan sepsis gigi), atau melalui penyebaran infeksi dari organ lain
(abses paru-paru, endokarditis infektif) dan dapat menjadi komplikasi yang berhubungan
dengan beberapa bentuk meningitis. Abses otak adalah komplikasi yang mningkat pada
pasien yang system imunnya disupresi baik karena terapi atau penyakit (Brunner & Suddart,
edisi 8, vol 3, 2002).
Abses otak (AO) adalah suatu reaksi piogenik yang terlokalisir pada jaringan otak
(cermin dunia kedokteran, 1993).
Abses otak adalah kumpulan nanah yang terbungkus oleh suatu kapsul dalam jaringan
otak yang disebabkan karena infeksi bakteri atau jamur. Abses otak biasanya akibat
komplikasi dari suatu infeksi, trauma atau tindak pembedahan. Keadaan-keadaan ini jarang
terjadi, namun demikian insidens terjadinya abses otak sangat tinggi pada penderita yang
mengalami gangguan kekebalan tubuh (seperti penderita HIV positif atau orang yang
menerima transplantasi organ).
Beberapa ahli membagi perubahan patologi AO dalam 4 stadium yaitu :
1)stadium serebritis dini
2)stadium serebritis lanjut
3)stadium pembentukan kapsul dini
4)stadium pembentukan kapsul lanjut
II. ETIOLOGI
Infeksi otak awalnya berasal dari penyebaran langsung bibit penyakit dari sumber
infeksi di daerah lain yang berdekatan dengan otak (seperti infeksi pada telinga tengah,
infeksi sinus, abses pada gigi) atau melalui peredaran darah yang berasal dari sumber infeksi
di seluruh tubuh. Masuknya kuman penyakit ke dalam jaringan otak dapat terjadi secara
langsung akibat trauma lesakkan (misalnya peluru yang menembuk otak) sehingga terjadi
pembentukkan abses. Abses otak juga dapat disebabkan karena tindakan pembedahan pada
otak dan trauma di daerah wajah. AO dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari
fokus infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara
langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi.
III. PATOFISIOLOGI
Abses otak terjadi karena adanya invasi bakteri ke otak langsung, penyebaran infeksi
dari daerah lain, penyebaran infeksi dari organ lain. Dari faktor tersebut menyebabkan
infeksi/septikemia jaringan otak sehingga terjadi proses supurasi dari meningen yang
nantinya akan menyebabkan terjadinya ABSES OTAK. Manifestasi terjadinya abses otak iu
sendiri yaitu terjadinya pembentukan transudat eksudat (berupa cairan) dalam serebral,
sehingga menyebabkan edema serebral, cairan transudat dan eksudat jg dapat mengalir
melalui pembuluh darah sampai ke saluran nafas, cairan tersebut akan menumpuk dan
bergabung dengan mukosa sal. nafas, terjadilah penumpukan sekret. Selain terjadi
pembentukan transudat dan eksudat dari abses otak jg terjadi peningkatan tekanan intra
kranial yang dapat menekan area pengatur kesadaran (area mesensefalon), terjadi perubahan
tingkat kesadaran seperti letargi, perubahan perilaku, disorientasi dan fotofobia sampai
terjadi koma dan sistem motorik terganggu (kekuatan otot menurun). Disamping terjadi
penumpukan transudat dan eksudat, peningkatan tekanan intra kranial jg terjadi penekanan
area fokal yang akan menyebabkan kejang dan nyeri kepala.
IV.KOMPLIKASI
Komplikasi meliputi : retardasi mental, epilepsi, kelainan nerologik fokal yang lebih
berat. Komplikasi mi terjadi bila abses otak tidak sembuh sempurna.
V. MANIFESTASI KLINIS
Pada stadium awal gambaran klinik abses otak tidak khas, terdapat gejala-gejala
infeksi seperti demam, malaise, anoreksi dan gejala-gejala peninggian tekanan intrakranial
berupa muntah, sakit kepala dan kejang. Dengan semakin besarnya abses otak gejala menjadi
khas berupa trias abses otak yang terdiri dari gejala infeksi, peninggian tekanan intrakranial
dan gejala neurologik fokal.
Gejala sistemik : panas, malaise, menggigil, dan bradikardi
Gejala SSP non fokal : akibat kenaikan tekanan intra kranial (nyeri kepala, muntah,
gangguan kesadaran)
Gejala fokal SSP : tergantung lokalisasi abses (gangguan motorik, mental, sensorik,
kejang, ataksia)
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
1. Anamnesis
Keluhan utama yang sering menjadi alas an klien untuk meminta bantuan
pelayanan kesehatan adalah adanya gejala neorologis (kelemahan ekstermitas,
penurunan penglihatan, kejang).
a. Riwayat penyakit sekarang
Faktor penyakit sangat penting diketahui untuk mengetahui jenis kuman
penyebab.
b. Riwayan penyakit terdahulu
Pengkajian yang pernah dialami pasien yang memungkinkan adanya huungan
atau menjadi presdiposisikeluhan sekarang meliputi pernahkah klien
mengalami riwayat trauma langsung dari trauma intracranial atau pembedahan
atau infeksi dari daerah lain.
2. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis klien dengan abses otak meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi,
kognitif, dan perilaku klien. Malakuakn pengkajian secara menyeluruh dengan
klien,member pertanyaan dan pengawasan untuk menentukan kelayakan emosi dan
pikiran. Sedangkan pengkajian dalam mekanisme koping yang secara sadar biasa
digunakan klien selama masa stress meliputi kemampuan klien untuk mendiskusikan
masalah kesehatan saat ini yang tela diketahui dan perubahan perilaku akibat stress.
Karena klien harus dirawat inap maka keadaan ini juga bisa mempengruhi status
ekonomi klien.
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan sebaiknya sebaiknya dilakuakn persistem (B1-B6) dengan focus
pada pemeriksaan b3 (Brain) yang terarah dihubungkan dengan keluhan dari klien
dimulai dari TTV. Peningkatan suhu pada klien abses otak 38-41 derajat celcius.
Keadaan ini karena terjadinya inflamasi dan proses supurasi di jaringan otak.
Penurunan denyut nadi berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK. Apabila
disertai peningkatan frekuensi pernafasan seing berhubungan dengan peningkatan laju
metabolism dan terjadi infeksi pada system pernfasansebelum mengalami abses otak.
TD normal atau meningkat berhubungan dengan peningkatan TIK.
B1 (Braething)
Inspeksi kemampuan klien batuk, produksi sputum , sesak nafas, penggunaan otot bantu
nafas, dan peningkatan frekuensi pernapasan dan gangguan pada system pernapasan.
Palpasi thoraks untuk menilai taktil primitus, pada efusi pleura atau abses paru taktil
premitus akan menurun pada sisi yang sakit. auskultasi bunyi napas tambahan.
B2 (Blood)
Pengkajian pada system kardiovaskuler terutama dilakuakn pada klien abses otak pada
tahap lanjut apabila klien sudah mengalami syok.
B3 (Brain)
Pengkajian B3 merupakan pemeriksaan focus dan lengkap dibandingkan system ang lain.
Tingkat kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan paling penting
yang membutuhkan pengkajian. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien abses otak
biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien mengalami
koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesdaran.
Fungsi serebral
Status mental: observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara, dan
observasi ekspresi wajah serta aktivitas motorik yang pada klien bses otak tahap lanjut
mengalami perubahan pada status mental.
Sistem motorik
Kekuatan menurun, control keseimbangan dan koordinasi pada abses otak tahap lanjut
mengalami perubahan sehingga klien mengalami kelemahan ekstermitas dan mengganggu
aktivitas sehari-hari.
Pemeriksaan refleks
Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum, periosteum derajat
refleks respon normal.
Gerakan involunter
Pada keadaan tertentu klien biasanya mengalami kejang umum terutama pada anak
dengan abses otak disertai dengan peningkatan suhu,dan peningkatan TIK.
System sensorik
Pada system sensorik tidak pengalami perubahan.
4. Pemerikasaan Diagnostik
Menggunakan CT scan sangat baik dalam menentukan letak abses, setelah evolusi dan resolusi
lesi-lesi supuratif, dan dalam menetukan waktu yng optimal untuk dilaksanakan intervensi
pembedahan.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Infeksi b/d invasi bakteri ke otak, penyabaran infeksi dari daerah lain dan organ lain.
2. Peningkatan tekanan intra kranial b/d desakan otak oleh karena adanya nanah pada jaringan
otak.
3. Perubahan perfusi jaringan otak b/d edema serebral.
4. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d akumulasi secret, kemampuan batuk menurun
akibat penurunan kesadaran.
5. Nyeri kepala b/d penekanan area fokal
6. Hipertermi b/d proses imflamasi pada otak, dan proses supurasi dari meningen.
7. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d ketidakmampuan menelan, keadaan
hipermetabolik.
8. Resiko cedera b/d kejang, perubahan status mental, dan penurunan tingkat kesadaran.
9. Gangguan mobilitas fisik b/d gangguan neuromuskular
10. Gangguan pemenuhan ADL b/d kelemahan otot
11. Gangguan persepsi sensori b/d penurunan kesadaran (koma)
12. Resiko Gangguan integritas kulit b/d bedrest total dalam keadan koma
13. Ansietas pada keluarga b/d kondisi pasien yang memburuk
C. INTERVENSI
9. Menurunkan
Kolaborasi : hipoksemia dpt
9. Pemberian O2 sesuai indikasi meningkatkan
vasodilatasi serebri,
volume darah dan
menurunkan TIK
10.Pemberian intravena
dpt menurunkan TIK
10. Berikan cairan intravena
sesuai dengan yang
diindikasikan.
Dx 3 Tujuan Intervensi Rasional
Gangguan Setelah diberikan 1. Monitor klien dengan ketat 1. Untuk mencegah
perfusi asuhan terutama setelah lumbal nyeri kepala yang
jaringan keperawatan pungsi. Anjurkan klien menyertai
b/d edema selama 2x24 jam berbaring minimal 4-6 jam perubahan tekanan
serebral. diharapkan setelah lumbal pungsi. intrakranial.
perfusi jaringan
otak secara 2. Monitor tanda-tanda 2. Untuk mendeteksi
optimal dengan peningkatan tekanan tanda-tanda syok,
kriteria hasil: intrakranial selama perjalanan yang harus
1. Tingkat penyakit (nadi lambat, tekanan dilaporkan ke
kesadaran darah meningkat, kesadaran dokter untuk
meningkat menurun, napas irreguler, intervensi awal.
menjadi sadar. refleks pupil menurun,
2. Disorientasi kelemahan).
negatif.
3. Konsentrasi 3. Monitor tanda-tanda vital dan 3. Perubahan-
baik. neurologis tiap 5-30 menit. perubahan ini
4. Perfusi Catat dan laporkan segera menandakan ada
jaringan dan perubahan-perubahan tekanan perubahan tekanan
oksigenasi intrakranial ke dokter. intrakranial dan
baik. penting untuk
5. Tanda-tanda intervensi awal.
vital dalam 4. Hindari posisi tungkai ditekuk 4. Untuk mencegah
batas normal atau gerakan-gerakan klien, peningkatan
(Suhu= 36,5- anjurkan untuk tirah baring. tekanan
37,40C, Nadi intrakranial.
=60-100 5. Tinggikan sedikit kepala klien 5. Untuk mengurangi
x/menit, dengan hati-hati, cegah tekanan
RR=16-20 gerakan yang tiba-tiba dan intrakranial.
x/menit, tidak perlu dari kepala dan
TD=80/120mm leher, hindari fleksi leher.
6. Untuk mencegah
Hg). 6. Bantu seluruh aktivitas dan
keregangan otot
6. Syok dapat gerakan-gerakan klien. Beri
yang dapat
dihindari. petunjuk untuk BAB (jangan
menimbulkan
enema). Anjurkan klien untuk
peningkatan
menghembuskan napas dalam
tekanan
bila miring dan bergerak di
intrakranial.
Dx 4 Tujuan Intervensi Rasional
Ketidakefek Setelah 1. Monitor fungsi paru, adanya 1. Memantau dan
tifan diberikan bunyi napas tambahan, mengatasi
bersihan asuhan perubahan irama dan komplikasi potensial.
jalan nafas keperawatan kedalaman, penggunaan otot- Pengkajian fungsi
berhubunga selama 3 x 24 otot aksesori, warna, dan pernapasan dengan
n dengan jam diharapkan kekentalan sputum. interval yang teratur
akumulasi saluran napas adalah penting
sekret pasien bersih, karena pernapasan
meningkat. dengan kriteria yang tidak efektif
hasil: dan adanya
1. Pasien kegagalan, akibat
dapat adanya kelemahan
mengeluark atau paralisis pada
an sekret. otot-otot interkostal
2. Secara dan diafragma
subjektif berkembang dengan
sesak napas cepat.
(-) 2. Atur posisi fowler dan 2. Peninggian kepala
3. Frekuens semifowler. tempat tidur
i napas 16- memudahkan
20 x/menit. pernapasan,
4. Tidak meningkatkan
menggunak ekspansi dada, dan
an otot meningkatkan batuk
bantu lebih efektif.
napas. 3. Ajarkan cara batuk efektif. 3. Klien berada pada
5. Tidak risiko tinggi bila
terdengar tidak dapat batuk
suara napas dengan efektif untuk
tambahan membersihkan jalan
ronchi, napas dan mengalami
mengi. kesulitan dalam
6. Batuk menelan, sehingga
pada pasien menyebabkan
berkurang, aspirasi saliva dan
dan pasien mencetuskan gagal
dapat napas akut.
mendemons 4. Penuhi hidrasi cairan via oral 4. Pemenuhan cairan
trasikan seperti minum air putih dan dapat mengencerkan
cara batuk pertahankan asupan cairan mukus yang kental
efektif. 2500 ml/hari. dan dapat membantu
pemenuhan cairan
yang banyak keluar
dari tubuh.
5. Lakukan fisioterapi dada; 5. Terapi fisik dada
vibrasi dada. membantu
meningkatkan batuk
lebih efektif.
6. Lakukan pengisapan lendir di 6. Pengisapan mungkin
jalan napas. diperlukan untuk
mempertahankan
kepatenan jalan
napas menjadi bersih.
7. Mukolitik dapat
7. Kolaborasi dengan dokter membantu memecah
dalam pemberian mukolitik. mukus yang berlebih.
E. EVALUASI
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang kesehatan pasien
dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan, dengan
melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi pada pasien dengan abses
otak adalah :
1. Infeksi teratasi
2. Peningkatan TIK tidak terjadi
3. Perfusi jaringan otak klien kembali normal.
4. Saluran napas klien bersih.
5. Nyeri klien berkurang atau rasa sakit terkendali.
6. Suhu tubuh pasien dalam batas normal.
7. Nutrisi klien terpenuhi.
8. Klien tidak mengalami cedera.
9. Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya
10. Gangguan sensori tidak terjadi.
11. Perawatan diri klien terpenuhi.
12. Tidak terjadi gangguan integritas kulit (dekubitus)
13. Ansietas klien berkurang atau hilang.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman
Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.