Вы находитесь на странице: 1из 14

Penerapan model pembelajaran search, solve, create and share

(SSCS) untuk meningkatkan kemampuan representasi matematis


dan self-efficacy siswa
Rahayu, N. L.
Pendidikan Matematika Universitas pasundan
E-mail: linda.rahayu81@yahoo.com
Abstrak
Masalah dalam penelitian ini adalah lemahnya kemampuan representasi dan self-
efficacy matematis siswa. Penelitian ini berbentuk eksperimen dengan bentuk
pretest dan postest. Temuan dalam penelitian ini adalah pembelajaran Search,
Solve, Create, and Share (SSCS) dapat meningkatkan kemampuan representasi dan
self-efficacy matematis siswa. Hasil belajar siswa yang mendapat pembelajaran
dengan menggunakan pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) ,
kemampuan representasi dan self-efficacy-nya lebih baik daripada hasil belajar
siswa yang menggunakan pembelajaran konvensioanal.
Kata Kunci : kemampuan representasi, self-efficacy, model Search, Solve, Create,
and Share (SSCS)
Abstract
The problem in this study is the weak representation ability and mathematical self-
efficacy of students. This research is in the form of an experiment with the form of
the pretest and posttest. The findings in this study are that Search, Solve, Create,
and Share (SSCS) learning can improve students' representation and mathematical
self-efficacy. Learning outcomes of students who get learning using Search, Solve,
Create, and Share (SSCS) learning, their representational abilities and self-efficacy
are better than students' learning outcomes using conventional learning.
Keywords: representation ability, self-efficacy, Search, Solve, Create, and Share
(SSCS) models
PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi dalam


kehidupan, maju atau mundurnya suatu bangsa dipengaruhi oleh mutu pendidikan
dari bangsa itu sendiri karena pendidikan yang tinggi dapat mencetak Sumber Daya
Manusia (SDM) yang berkualitas. Kemendikbud (2013:1) memandang bahwa
kurikulum 2013 ini dapat mencetak SDM berkualitas dengan salah satu alasannya
adalah bahwa saat ini jumlah penduduk Indonesia usia produktif (15-64 tahun) lebih
banyak dari usia tidak produktif (anak-anak berusia 0-14 tahun dan orang tua
berusia 65 tahun ke atas). Jumlah penduduk usia produktif ini akan mencapai
puncaknya pada tahun 2020-2035 pada saat angkanya mencapai 70%. Oleh sebab
itu tantangan besar yang dihadapi adalah bagaimana mengupayakan agar
sumberdaya manusia usia produktif yang melimpah ini dapat ditransformasikan
menjadi sumberdaya manusia yang memiliki kompetensi dan keterampilan melalui
pendidikan agar tidak menjadi beban.
Pendidikan merupakan upaya untuk menuntun kekuatan kodrat pada diri setiap
anak agar mereka mampu tumbuh dan berkembang sebagai manusia maupun
sebagai anggota masyarakat yang bisa mencapai keselamatan dan kebahagiaan
dalam hidup mereka UNESCO (1999, Hal 2) menyebutkan bahwa: “education is
now engaged is preparinment for a tife society which does not yet exist” atau bahwa
pendidikan itu sekarang adalah untuk mempersiapkan manusia bagi suatu tipe
masyarakat yang masih belum ada. Konsep system pendidikan mungkin saja
berubah sesuai dengan perkembangan masyarakat dan pengalihan nilai-nilai
kebudayaan (transfer of culture value). Konsep pendidikan saat ini tidak dapat
dilepaskan dari pendidikan yang harus sesuai dengan tuntutan kebutuhan
pendidikan masa lalu,sekarang,dan masa datang.
Menurut irwan ( dalam Hutagaol, 2013 ) Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK) saat ini semakin pesat. Manusia dituntut memiliki kemampuan
berpikir kritis, sistematis, logis, kreatif, bernalar, dan kemampuan bekerja sama
yang efektif. Manusia yang mempunyai kemampuan-kemampuan seperti itu akan
dapat memanfaatkan berbagai macam informasi, sehingga informasi yang
melimpah ruah dan cepat yang datang dari berbagai sumber dan tempat di dunia,
dapat diolah dan dipilih, karena tidak semua informasi tersebut dibutuhkan manusia
(Syaban, 2008). Salah satu mata pelajaran yang membekali siswa untuk
mengembangkan kemampuan-kemampuan tersebut adalah matematika, karena
matematika memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat dan jelas antar konsepnya
sehingga memungkinkan siswa terampil berpikir rasional.
Sasaran pembelajaran matematika di setiap jenjang pendidikan di antaranya
adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam berpikir matematis.
Pengembangan kemampuan ini sangat diperlukan agar siswa lebih memahami
konsep yang dipelajari, dan dapat menerapkannya dalam berbagai situasi. Dalam
Principles and Standards for School Mathematics tahun 2000 diungkapkan bahwa
representasi adalah salah satu dari lima kemampuan yang hendaknya siswa ketahui
dan dapat melakukannya, yaitu: pemecahan masalah, penalaran, komunikasi,
koneksi, dan representasi (NCTM, 2000). Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa
kemampuan representasi matematis siswa yang selama ini, dianggap hanya
merupakan bahagian kecil dari sasaran pembelajaran, dan tersebar dalam berbagai
bahan ajar, ternyata dipandang sebagai suatu proses yang fundamental untuk
mengembangkan kemampuan berpikir matematis siswa dan sejajar dengan
kemampuan-kemampuan lainnya. Sebagaimana diungkapkan Wahyudin (Prihatin,
2013: 3)bahwa representasi bisa membantu para siswa untuk mengatur
pemikirannya. Pembelajaran yang menekankan representasi matematis adalah
pembelajaran yang menuntut aktifitas mental siswa secara optimal dalam
memahami suatu konsep. Dalam pembelajaran matematika, kemampuan
representasi matematis merupakan salah satu standar yang harus dicapai oleh siswa,
tetapi pada pelaksanaanya bukan merupakan hal yang mudah untuk
merealisasikannya kepada siswa.
Kurang berkembangnya kemampuan representasi siswa tersebut dipengaruhi
oleh beberapa faktor, diantaranya pengaruh guru yang selalu mengandalakan
pembelajaran konvensional, siswa yang cenderung malas dalam mengidentifikasi
suatu masalah, dll. Lebih jauh Prihatin (Risnawati, 2012:3) dalam penelitiannya
menyatakan bahwa kemampuan representasi matematis siswa SMP masih belum
tertangani dengan baik dikarenakan keterbatasan pengetahuan guru dan kebiasaan
siswa dalam belajar dengan cara konvensional belum memungkinkan bisa
menumbuhkan kemampuan representasi secara optimal.
Disamping aspek kognitif yang dalam hal ini berupa kemampuan representasi
matematis, keberhasilan dalam pembelajaran matematika juga dipengaruhi oleh
tingkat kepercayaan diri siswa (self-efficacy). Hidayat (2017) menyatakan bahwa
kemampuan afektif dapat menentukan keberhasilan belajar seseorang. Dalam
mengembangkan kemampuan matematika khususnya kemampuan berpikir kritis
diperlukan sebuah aspek penting yang harus dimiliki oleh setiap perserta didik yaitu
sikap yakin dan percaya akan kemampuan sendiri agar terhindar dari rasa cemas
dan ragu, yang dimana sikap tersebut dapat diartikan sebagai daya juang seseorang
yang lemah dalam memecahkan masalah sehingga akan memperoleh hasil yang
tidak optimal (Dilla, Hidayat, & Rohaeti, 2018; Rahmi, Nadia, Hasibah, & Hidayat,
2017; Sumarmo, Mulyani, & Hidayat, 2018; Tresnawati, Hidayat, & Rohaeti,
2017). Menurut Bandura (Warsito, 2009) mengungkapkan bahwa self efficacy
adalah suatu keyakinan individu bahwa dirinya mampu untuk melakukan sesuatu
dalam situasi tertentu dengan berhasil. Hal ini tentu akan mengakibatkan bagaimana
individu merasa berpikir dan bersikap (keputusan yang dipilih, usaha yang
dilakukan dan keteguhannya pada saat menghadapi hambatan), memiliki rasa
bahwa individu mampu untuk mengendalikan lingkungan sosialnya. Di samping
itu, keyakinan self-efficacy juga mempengaruhi cara atas pilihan tindakan
seseorang, seberapa banyak upaya yang mereka lakukan, seberapa lama mereka
akan tekun dalam menghadapi rintangan dan kegagalan, seberapa kuat ketahanan
mereka menghadapi kemalangan, seberapa jernih pikiran mereka merupakan
rintangan diri atau bantuan diri, seberapa banyak tekanan dan kegundahan
pengalaman mereka dalam meniru (copying) tuntunan lingkungan, dan seberapa
tinggi tingkat pemenuhan yang mereka wujudkan.
Self-efficacy dalam beberapa hasil studi menunjukkan adanya hubungan
dengan prestasi akademik di sekolah. Siswa yang memiliki self-efficacy rendah
untuk belajar mungkin menghindari tugas, sedang siswa yang menilai keyakinan
dirinya tinggi lebih mungkin berpartisipasi. Siswa yang melibatkan diri dalam
aktifitas belajar mengamati performansi mereka sendiri yang mempengaruhi
perasaan self-efficacy mereka. Ketika siswa mengamati kesuksesan dan
menghubungkan kesuksesan dengan kemampuan mereka sendiri, self-efficacy
mereka meningkat. Sedangkan ketika mereka percaya bahwa mereka kurang
mampu, dan mereka merasa tidak dapat mencapai kemampuan mereka sendiri,
mungkin tidak termotivasi untuk bekerja (belajar) lebih keras.

Berdasarkan latar belakang masalah diatas rumusan masalah dalam penelitian


ini adalah:
1. Apakah peningkatan representasi matematis siswa yang memperoleh
pembelajaran Search, Solve, Create and Share (SSCS) lebih baik daripada siswa
yang memperoleh pembelajaran secara konvensional ?
2. Apakah model pembelajaran Search, Solve, Create and Share (SSCS)
berpengaruh terhadap Self-Efficacy ?
3. Bagaimana efektifitas model pembelajaran Search, Solve, Create and Share
(SSCS) untuk peningkatan kemampuan representasi matematis ?
Berdasarkan rumusan masalah yang diajukan pada penelitian ini maka tujuan
yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang
memperoleh model pembelajaran Search, Solve, Create and Share (SSCS)
dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran secara
konvensional
2. Untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Search, Solve, Create and
Share (SSCS) terhadap Self Efficacy
3. Untuk mendeskripsikan efektifitas peningkatan kemampuan representasi
matematis dengan menggunakan model pembelajaran Search, Solve, Create and
Share (SSCS)
PEMBAHASAN
Model Pembelajaran Search, Solve, Create and Share (SSCS)
Model Search, Solve, Create, and Share (SSCS) adalah model yang memakai
pendekatan soblem solving, didesain untuk mengembangkan keterampilan berfikir
kritis dan meningkatkan pemahaman terhadap konsep ilmu (Baroto: 2009).
Model Search, Solve, Create and Sharemelibatkan mahasiswa dalam menyelidiki
sesuatu, membangkitkan minat bertanya serta memecahkan masalah-masalah yang
nyata.
Ada 4 tahapan atau fase yang terdapat dalam model ini.
Fase Search menyangkut ide-ide lain yang mempermudah dan mengidentifikasi
serta mengembangkan pertanyaan yang dapat diselidiki (researchable question)
atau, masalah dalam sains. Selain proses identifikasi dan mengembangkan
pertanyaan dan masalah selama fase search, mahasiswa juga mengidentifikasi
kriteria untuk menetapkan permasalahan dan menyatakan pertanyaan dalam format
pertanyaan yang dapat diselidiki. Fase search membantu mahasiswa untuk
menghubungkan konsep-konsep yang terkandung dalam permasalahan ke dalam
konsep-konsep sains yang relevan. Kemudian masalah diidentifikasi dan diterapkan
oleh mahasiswa yang berdasarkan skema konseptual mahasiswa. (Pizzini: 1996).
Fase solve berpusat pada permasalahan spesifik yang ditetapkan pada
fase search dan mengharuskan mahasiswa untuk menghasilkan dan menerapkan
rencana mereka untuk memperoleh suatu jawaban. Selama fase solve, mahasiswa
mengorganisasikan kembali konsep-konsep yang diperoleh pada
fase search menjadi konsep-konsep yang berada dalam “high order” yang
mengidentifikasi cara untuk menyelesaikan permasalahan dan jawaban yang
diinginkan. Penerapan konsep-konsep sains dalam fase solve memberikan
kebermaknaan terhadap konsep sewaktu mahasiswa memperoleh pengalaman
untuk menghubungkan antara konsep yang termuat dalam permasalahan yang
diselesaikan, dari konsep yang diterapkan dalam permasalahan, yang semuanya
dihubungkan ke skema konseptual mahasiswa (Pizzini: 1996).
Fase create mengharuskan mahasiswa untuk menghasilkan suatu produk
terkait dengan permasalahan, membandingkan data dengan masalah, melakukan
generalisasi, jika perlu diperlukan memodifikasi. Mahasiswa menggunakan
keterampilan seperti mereduksi data menjadi suatu penjelasan tingkat paling
sederhana. Fase create menyebabkan mahasiswa untuk mengevaluasi proses
berfikir mereka. Hasil dari fase create adalah pengembangan suatu produk inovatif
yang mengkomunikasikan hasil fase search ke fase solve ke mahasiswa lain.
(Pizzini: 1996).
Prinsip dasar fase share adalah untuk melibatkan mahasiswa dalam
mengkomunikasikan jawaban terhadap permasalahan atau jawaban pertanyaan.
Produk yang dihasilkan menjadi fokus dari fase share. Fase share tidak hanya
sebatas mengkomunikasikan ke mahasiswa lainnya. Mahasiswa juga
menyampaikan buah pikirannya melalui komunikasi dan interaksi, menerima dan
memproses umpan balik, yang tercermin pada jawaban permasalahan dan jawaban
pertanyaan, menghasilkan kembali pertanyaan untuk diselidiki pada kegiatan
lainnya. Bermunculannya pertanyaan tadi bila yang diterima menciptakan
pertanyaan baru atau bila kesalahan dalam perencanaan hasil untuk
mengidentifikasi keterampilan problem solving yang diperlukan. (Pizzini: 1996)
Model SSCS problem solving ini mempunyai keunggulan dalam upaya
merangsang mahasiswa untuk menggunakan perangkat statistic sederhana dalam
mengadministrasikan data atau fakta hasil pengamatan studinya.
Model SSCS sangat efektif, dapat dipraktekkan dan mudah digunakan.
Model SSCS problem solving membuat studi konteks pada perkembangan dan
menggunakan perintah-perintah kemampuan berfikir yang lebih tinggi dan hasil-
hasil pada kondisi yang lebih penting pada kemampuan berfikir mentransfer dari
satu ruang lingkup pelajaran ke yang lain.
Menurut Chen (2013), berdasar-kan hasil penelitian Lia & Bunga (2014, p.
321) yaitu kemampuan berpikir logis siswa yang di-ajarkan dengan pendekatan
pemecahan masalah model SSCS lebih tinggi daripada kemampuan berpikir logis
siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional. Hasil penelitian Haryanto
(2013, p. 85) juga menunjukan pe-ningkatan kemampuan penalaran dan komuni-
kasi matematis siswa yang memperoleh pembel-ajaran model SSCS dengan
pendekatan problem posing lebih baik dari pada siswa yang memperoleh
pembelajaran konvensional. Terbukti dari hasil analisis (Satriawan, 2017)
berdasarkan hasil analisis deskriptif pada aspek motivasi belajar, skor rata-rata
klasikal motivasi belajar kelompok SSCS pada data pretest = 101,54 dan pada
kelompok konven-sional = 93,07. Dari kedua kelompok siswa, nilai tertinggi pada
data pretest yang dicapai siswa = 124 dan nilai terendah yang dicapai siswa = 73.
Sementara itu, untuk skor rata-rata klasikal motivasi belajar kelompok SSCS pada
data posttest = 113,18 dan pada kelompok kon-vensional = 106,29. Dari kedua
kelompok siswa, skor tertinggi pada data posttest yang dicapai siswa = 135 dan nilai
terendah yang dicapai siswa = 84.
Model Pembelajaran Konvensional
Model konvensional merupakan salah satu dari model – model pembelajaran
yang dimana cara penyampaiannya melalui penuturan secara lisan atau penjelasan
langsung kepada sekelompok siswa. Metode konvesional dapat diartikan sebagai
metode pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah, karena
sejak dulu metode ini telah digunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dan
siswa dalam proses belajar mengajar.
Pembelajaran konvensional yang dimaksud secara umum adalah pembelajaran
dengan menggunakan metode yang biasa dilakukan oleh guru yaitu memberi materi
melalui ceramah, latihan soal kemudian pemberian tugas. Ceramah merupakan
salah satu cara penyampaian informasi dengan lisan dari seseorang kepada
sejumlah pendengar di suatu ruangan. Kegiatan berpusat pada penceramah dan
komunikasi searah dari pembaca kepada pendengar. Penceramah mendominasi
seluruh kegiatan, sedang pendengar hanya memperhatikan dan membuat catatan
seperlunya.
Gambaran pembelajaran matematika dengan pendekatan ceramah adalah
sebagai berikut: Guru mendominasi kegiatan pembelajaran penurunan rumus atau
pembuktian dalil dilakukan sendiri oleh guru, contoh-contoh soal diberikan dan
dikerjakan pula sendiri oleh guru. Langkah-langkah guru diikuti dengan teliti oleh
peserta didik. Mereka meniru cara kerja dan cara penyelesaian yang dilakukan oleh
guru. Pembelajaran konvensional yang dimaksud secara umum adalah
pembelajaran dengan menggunakan metode yang biasa dilakukan oleh guru yaitu
memberi materi melalui ceramah, latihan soal kemudian pemberian tugas. Ceramah
merupakan salah satu cara penyampaian informasi dengan lisan dari seseorang
kepada sejumlah pendengar di suatu ruangan. Kegiatan berpusat pada penceramah
dan komunikasi searah dari pembaca kepada pendengar. Penceramah mendominasi
seluruh kegiatan, sedang pendengar hanya memperhatikan dan membuat catatan
seperlunya.
Model pembelajaran konvensional merupakan model pembelajaran yang
hingga saat ini masih digunakan dalam proses pembelajaran, hanya saja model
pembelajaran konvensional saat ini sudah mengalami berbagai perubahan karena
tuntutan zaman. Meskipun demikian tidak meninggalkan keaslianya. Menurut
Ruseffendi (2005: 17) pembelajaran konvensional pada umumnya memiliki
kekhasan tertentu, misalnya lebih mengutamakan hafalan daripada pengertian,
menekankan pada keterampilan berhitung, mengutamakan hasil daripada proses,
dan pengajaran berpusat pada guru.
Dengan memaknai pembelajaran konvensional yang merupakan pembelajaran
tradisional, pembelajaran konvensional memiliki ciri-ciri. Menurut Subiyanto
(dalam Uno, 2007) bahwa pembelajaran konvensional mempunyai ciri-ciri, yaitu
peserta didik tidak mengetahui tujuan mereka belajar pada hari itu; guru biasanya
mengajar dengan berpedoman pada buku; tes atau evaluasi biasanya bersifat
sumatif dengan maksud untuk mengetahui perkembangan siswa; dan siswa harus
mengikuti cara belajar yang dipilih oleh guru dengan patuh mempelajari urutan
yang diterapkan dan kurang sekali mendapatkan kesempatan untuk menyatakan
pendapatnya.

Kemampuan Representasi
Secara umum, representasi adalah suatu konfigurasi yang dapat menyajikan
suatu benda dalam suatu cara. Menurut NCTM (2000) representasi adalah suatu
konfigurasi atau sejenisnya, yang berkorespondensi dengan sesuatu, mewakili,
melambangkan atau menyajikan sesuatu. Sebagai contoh suatu grafik fungsi f(x) =
x2 adalah suatu representasi dari fungsi dalam bentuk formula, tetapi fungsi itu juga
dapat direpresentasikan dalam beberapa bentuk, misalnya grafik fungsi dalam
bentuk diagram cartesius. Representasi tersebut berlaku juga pada proses dan hasil-
hasil (produk) yang dapat diamati dari luar dan juga yang sedang berlangsung di
dalam pikiran orang-orang yang mengerjakan matematika. Representasi matematis
yang dimunculkan oleh siswa merupakan ungkapan-ungkapan dari gagasan-
gagasan atau ide matematika yang ditampilkan siswa dalam upayanya untuk
memahami suatu konsep matematika ataupun dalam upayanya untuk mencari
sesuatu solusi dari masalah yang sedang dihadapinya. Istilah representasi menunjuk
pada proses ataupun hasil (produk) dalam tindakan-tindakan yang dilakukan untuk
menangkap suatu konsep hubungan matematis di dalam suatu bentuk matematika
itu sendiri.
Menurut Rahmi (dalam Kartini, 2013) Representasi adalah kemampuan siswa
mengkomunikasikan ide/gagasan matematika yang dipelajari dengan cara tertentu.
Ragam representasi yang sering digunakan dalam mengkomunikasikan ide-ide
matematis antara lain: diagram (gambar) atau sajian benda konkrit, tabel chart,
pernyataan matematika, teks tertulis, ataupun kombinasi dari semuanya.
Ruseffendi (dalam Kartini, 2013) mengemukakan bahwa salah satu peran yang
penting dalam mempelajari matematika adalah memahami obyek langsung
matematika yang bersifat abstrak seperti: fakta, konsep, prinsip dan skill. Untuk
mencapainya, di antaranya yang paling mendasar berupa sajian benda-benda
konkrit untuk membantu siswa memahami ide-ide matematika yang bersifat
abstrak. Dalam proses pembelajaran matematika yang bersifat abstrak dibutuhkan
suatu kemampuan representasi yang baik, sehingga matematika yang bersifat
abstrak tersebut lebih mudah dipahami (dipahami oleh siapa pun yang terlibat
dalam dialog). Guru memberikan kesempatan kepada siswa, untuk memahami
matematika, dengan memperkenalkan mulai dari yang sederhana, dan kontak
langsung, dengan cara mengamati atau memanipulasi benda-benda konkrit, atau
memberikan kesempatan kepada siswa untuk memahami suatu objek langsung
matematika dengan jalan mengamati, menduga (konjektur), mengkaji,
menganalisis, menemukan, merumuskan dan membuat kesimpulan dari benda-
benda konkrit atau model-modelnya. Lebih jauh Ruseffendi (dalam Kartini , 2013
) menyatakan bahwa memanipulasi benda-benda konkrit dalam belajar matematika
sangat penting. Dengan memanipulasi benda-benda konkrit siswa lebih dapat
memahami konsep matematika. Contohnya dalam mempelajari konsep dalil
Pythagoras tentang segitiga siku-siku, mungkin bentuk terakhir c² = a² + b² sudah
disajikan (belajar menerima), tetapi siswa memahami dalil itu selalu dihubungkan
dengan sisi-sisi sebuah segitiga siku-siku. Siswa memahami dalil c² = a² + b² dari
pencarian dengan memanipulasi benda konkrit. Jadi ia belajar memahami dari
pencarian (belajar menemukan).

Effendi (2012: 2) menyatakan kemampuan representasi matematis diperlukan


siswa untuk menemukan dan membuat suatu alat atau cara berpikir dalam
mengomunikasikan gagasan matematis dari yang sifatnya abstrak menuju konkret,
sehingga lebih mudah untuk dipahami. Representasi memiliki peranan yang sangat
penting dalam pembelajaran matematika dikarenakan siswa dapat mengembangkan
dan memperdalam pemahaman akan konsep dan keterkaitan antarkonsep
matematika yang mereka miliki melalui membuat, membandingkan, dan
menggunakan representasi. Bukan hanya baik untuk pemahaman siswa,
representasi juga membantu siswa dalam mengkomunikasikan pemikiran mereka..
Peranan representasi tersebut dijelaskan pula oleh NCTM (2000: 280)
“Representation is central to the study of mathematics. Student can develop and
deepen their understanding of mathematical concepts and relationships as they
create, compare, and use various representations. Representations also help
students communicate their thinking”. Kemampuan representasi matematis siswa
dapat di ukur melalui beberapa indikator kemampuan representasi matematis.
Indikator representasi matematis siswa menurut amelia (2013: 20) adalah sebagai
berikut:
a. Representasi visual.
b. persamaan atau ekspresi matematis.
c. kata-kata atau teks tertulis.

Suryana (2012: 41) juga memberikan indikator-indikator kemampuan


representasi seperti ditunjukkan pada Tabel
Tabel Indikator Kemampuan Representasi Matematis
No Representasi Bentuk-bentuk operasional
1 Representasi visual
a. Diagram, tabel, atau grafik  Menyajikan kembali data atau
informasi dari suatu representasi
diagram, grafik, atau tabel
 Menggunakan representasi visual
untuk menyelesaikan masalah

b. gambar
 Membuat gambar pola-pola
geometri
 Membuat gambar untuk
memperjelas masalah dan
memfasilitasi penyelesaiannya

2 Persamaan atau ekspresi  Membuat persamaan atau model


matematis matematika dari representasi lain
yang diberikan
 Membuat konjektur dari suatu
pola bilangan
 Menyelesaikan masalah dengan
melibatkan ekspresi matematis

3 Kata-kata atau teks tertulis  Membuat situasi masalah


berdasarkan data atau representasi
yang diberikan
 Menuliskan interpretasi dari suatu
representasi
 Menuliskan langkah-langkah
penyelesaian masalah matematika
dengan kata-kata
 Menyusun cerita yang sesuai
dengan suatu representasi yang
disajikan
 Menjawab soal dengan
menggunakan kata-

Menurut (kanisius, 2013) dalam penelitiannya mengemukakan kemampuan


representasi matematis berkontribusi secara signifikan terhadap prestasi belajar
matematika baik secara langsung maupun tidak langsung. Besar kontribusi
kemampuan representasi matematis terhadap prestasi belajar matematika adalah
9,42%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prestasi belajar
matematika yang dicapai siswa ditentukan oleh kemampuan representasi
matematis. Sehingga, untuk meningkatkan prestasi belajar matematika siswa maka
perlu meningkatkan kemampuan representasi matematisnya. Sedangkan besar
kontribusi kemampuan representasi matematis terhadap prestasi belajar matematika
melalui disposisi matematis adalah 14,12%. Walaupun kontribusinya tergolong
kecil, namun temuan ini menunjukkan bahwa prestasi belajar matematika
dipengaruhi oleh kemampuan representasi matematis melalui disposisi matematis.
Total kontribusi kemampuan representasi matematis terhadap prestasi belajar
matematika adalah 23,54% sedangkan sisanya 76,46% merupakan kontribusi
variabel yang lain yang tidak diteliti. Oleh karena itu, untuk meningkatkan prestasi
belajar matematika, harus diupayakan terlebih dahulu meningkatkan kemampuan
representasi dan disposisi matematis siswa. Temuan penelitian ini didukung oleh
pernyataan Jones (2000) yang menyatakan bahwa kemampuan representasi
matematis adalah kemampuan dasar untuk berpikir matematis, membangun konsep
matematis, memahami konsep itu, dan menggunakan konsep-konsep tersebut
dalam pemecahan soal atau masalah-masalah yang hadapi. Kemampuan
representasi membantu siswa untuk menyatakan gagasan-gagasan atau ide-ide
matematika ke dalam berbagai representasi, serta memudahkan siswa dalam
mengembangkan kemampuan yang dimilikinya. Suparlan (2005) menyatakan
bahwa salah satu pencapaian dalam proses pembelajaran matematika, yaitu
hendaknya menjamin siswa agar menyajikan konsep yang dipelajarinya dalam
berbagai macam model matematika, membantu siswa mengembangkan
pengetahuan yang lebih mendalam, dengan cara guru memfasilitasi siswa melalui
pemberian kesempatan yang lebih lebih luas untuk merepresentasikan gagasan-
gagasan atau ide matematika. Hal ini menyiratkan makna bahwa kemampuan
representasi matematis merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan
siswa dalam mempelajari matematika. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
tinggi rendahnya prestasi belajar matematika yang diraih siswa ditentukan oleh
kemampuan representasi dan disposisi matematisnya. Siswa yang mempunyai
kemampuan representasi matematis yang baik, cendrung mengembangkan disposisi
atau sikap positif terhadap matematika, sehingga prestasi belajarnya tinggi. Dengan
demikian, jelas bahwa kemampuan representasi matematis berkontribusi terhadap
prestasi belajar melalui disposisi matematis.

Self-Efficacy

Hidayat (dalam Laela Vina Hari, Luvy Sylviana Zanthy, HerisHendriana,


2018 ) menyatakan bahwa kemampuan afektif dapat menentukan keberhasilan
belajar seseorang. Dalam mengembangkan kemampuan matematika khususnya
kemampuan berpikir kritis diperlukan sebuah aspek penting yang harus dimiliki
oleh setiap perserta didik yaitu sikap yakin dan percaya akan kemampuan sendiri
agar terhindar dari rasa cemas dan ragu, yang dimana sikap tersebut dapat diartikan
sebagai daya juang seseorang yang lemah dalam memecahkan masalah sehingga
akan memperoleh hasil yang tidak optimal (Dilla, Hidayat, & Rohaeti, 2018;
Rahmi, Nadia, Hasibah, & Hidayat, 2017; Sumarmo, Mulyani, & Hidayat, 2018;
Tresnawati, Hidayat, & Rohaeti, 2017). Menurut Bandura (Warsito, 2009)
mengungkapkan bahwa self efficacy adalah suatu keyakinan individu bahwa dirinya
mampu untuk melakukan sesuatu dalam situasi tertentu dengan berhasil. Hal ini
tentu akan mengakibatkan bagaimana individu merasa berpikir dan bersikap
(keputusan yang dipilih, usaha yang dilakukan dan keteguhannya pada saat
menghadapi hambatan), memiliki rasa bahwa individu mampu untuk
mengendalikan lingkungan sosialnya. Self efficacy sangat mempengaruhi apa yang
dilakukan siswa. Siswa yang tidak mau berusaha, tercapainya kemampuan berpikir
kritis matematik tidaklah mudah. Hal ini mengakibatkan banyaknya siswa yang
akhirnya terbiasa mencontek atau mengandalkan orang lain untuk menyelesaikan
permasalahan yang dihadapi karena tidak yakin akan kemampuannya sendiri,
akibatnya siswa tidak dapat menyelesaikan soal-soal berpikir kritis matematik
dengan tepat.
Menyikapi hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian yang menjadi urgensi
dari permasalahan tentang seberapa besar pengaruh self efficacy terhadap
kemampuan berpikir kritis matematik siswa.
Menurut (Sukoco, 2016 ) dalam observasinya memperkuat dugaan peneliti bahwa
rendahnya prestasi belajar siswa erat kaitannya dengan self-efficacy siswa yang
masih rendah. Bandura (1997, p.3) mengatakan bahwa keyakinan seseorang
terhadap kemampuan mereka dalam mengatur dan menjalankan program tindakan
yang diperlukan untuk menghasilkan pencapaian yang diberikan disebut self-
efficacy. Selain itu, Liu & Koirala (2009, p.9) dalam penelitian surveinya yang
mengambil subjek siswa kelas 10 di Amerika Serikat, menemukan bahwa self-
efficacy dan prestasi matematika mempunyai korelasi yang positif. Artinya bahwa,
semakin tinggi self-efficacy matematis seorang siswa, semakin baik pula prestasi
matematikanya atau sebaliknya. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Hamdi &
Abadi (2014), bahwa self-efficacy berpengaruh terhadap prestasi. Siswa yang
memiliki self-efficacy tinggi akan lebih siap dalam menghadapi berbagai situasi dan
mampu menghasilkan hal-hal positif dalam hidupnya.
Menurut Zimmerman (Bandura, 1995, p.203), self-efficacy akademis
didefinisikan sebagai penilaian seseorang terhadap kemampuannya dalam
mengatur dan melaksanakan program kerja untuk mencapai jenis prestasi dalam
pendidikan yang telah ditunjuk. Self-efficacy bukan berarti “seseorang percaya
dengan apa yang akan dilakukannya” tetapi lebih kepada “seseorang percaya
dengan apa yang mampu dilakukannya”. Keyakinan seseorang akan efficacy-nya,
menurut Bandura (1995, p.3; 1997, p.79), dapat dikembangkan dari empat sumber
utama, yaitu pengalaman kinerja (enactive mastery experiences/performance
experience), pengalaman orang lain (vicarious experience), pendekatan verbal atau
pendekatan sosial (verbal persuasion/social persuasion), dan bentuk psikologis dan
afektif (physiological and affective states).
Sumber paling penting dalam membangun rasa efficacy seseorang adalah
enactive mastery experience. Kegagalan atau keberhasilan sese-orang di masa lalu
dapat memberikan bukti paling autentik apakah dirinya mampu memper siapkan
apa saja yang diperlukannya untuk me-raih sukses di masa depan. Sumber
pembangun rasa efficacy selanjutnya adalah pengalaman orang lain (vicarious
experience). Pengalaman autentik bukan satu-satunya cara untuk menilai
kemampuan seseorang. Pengalaman orang lain dapat dijadikan pembanding
seberapa berhasil pencapaian yang telah dilakukannya selama ini. Dengan
demikian, rasa efficacy seseorang akan timbul dan berkembang melalui transfer
kemam-puan dan perbandingan dengan pengalaman yang telah diperoleh orang
lain.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan uraian diatas menunjukan bahwa:
1. Pembelajaran menggunakan model pembelajaran Search, Solve, Create,
and Share (SSCS) lebih baik dari pada menggunakan model pembelajaran
konvensional.
2. Ditinjau dari self-efficacy siswa lebih efektif dengan menggunakan model
pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS).
3. Menggunakan model pembelajaran Search, Solve, Create, and Share
(SSCS) lebih efektif untuk meningkatkan kemmapuan representasi
matematis siswa

Saran
Hasil penelitian ini telah menunjukkan bahwa kemampuan representasi dan
self-efficacy matematis siswa berkontribusi positif dan signifikan terhadap prestasi
belajar matematika. Berdasarkan temuan penelitian ini, maka hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran matematika adalah: guru
hendaknya memberikan kesempatan kepada siswa agar melakukan kegiatan
koneksi baik secara internal maupun eksternal, menyajikan ide-ide matematis atau
konsep-konsep matematika dalam berbagai representasi matematis, sehingga siswa
dapat melakukan kegiatan matematika dengan baik. Guru hendaknya juga
menggunakan model pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) atau
menggunakan model pembelajaran yang lainnya agar kegiatan belajar mengajar
tidak monoton.
Daftar Pustaka

Dilla, S. C., Hidayat, W., & Rohaeti, E. E. (2018). Faktor Gender dan Resiliensi
dalam Pencapaian Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa SMA.
Journal of Medives, 2(1), 129-136.
Irwan. 2011. Pengaruh Pendekatan Problem Posing Model Search, Solve, Creat
and Share dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis
Mahasiswa Matematika. Jurnal Penelitian Pendidikan. 12, (1).

Kartini, Hutagol (2013). PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK


MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA. Jurnal Penelitian Pendidikan. STKIP
Siliwangi. Bandung.

Kemendikbud. (2013). Modul Kurikulum 2013. Jakarta: Kementrian Pendidikan


Dan Kebudayaan.
NCTM (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston, VA:
NCTM.
Pazzini, E. L. (1991). SSCS problem solving: Implementation handbook. Iowa:
Science Education Department, the University of Iowa.
Rahmi, R. H. (2002). Ragam representasi dalam Pembelajaran Matematika untuk
Menumbuhkembangkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi
Matematika Siswa SLTP. Skripsi pada UPI.

Risnawati. (2012). Pengaruh Pembelajaran Dengan Pendekatan Induktif-Deduktif


Berbantuan Program Cabri Geometri Terhadap Peningkatan Kemampuan
Representasi Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis UPI:
tidak diterbitkan.
Rodi Satriawan (2017). Keefektifan Model Search, Solve, Create, and Share
Ditinjau dari Prestasi, Penalaran Matematis, dan Motivasi Belajar. Jurnal
Pendidikan. Program Studi Pendidikan Matematika, Universitas
Hamzanwadi Selong.

Ruseffendi, E. T. (1991). Pengantar kepada Mengembangkan Kompetensi Guru


Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Ruseffendi, E. T. (2005). Dasar-Dasar Matematika Modern dan Komputer untuk


Guru. Bandung: Tarsito.

Ruseffendi, E.T. (2010). Dasar-Dasar Penelitian dan Bidang Non-Eksakta


Lainya. Bandung: Tarsito
Syaban, M. 2008. Menumbuhkembangkan Daya dan Disposisi Matematis Siswa
SMA melalui Model Pembelajaran Investigasi. Jurnal Pendidikan dan
Budaya Educare, (Online), Vol. 6, No. 1,

Вам также может понравиться

  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Документ1 страница
    Kata Pengantar
    Lela Ayu
    Оценок пока нет
  • Tes Kemampuan Koneksi
    Tes Kemampuan Koneksi
    Документ5 страниц
    Tes Kemampuan Koneksi
    Lela Ayu
    100% (1)
  • Proposal Uts Revisi Fixxx
    Proposal Uts Revisi Fixxx
    Документ23 страницы
    Proposal Uts Revisi Fixxx
    Lela Ayu
    Оценок пока нет
  • LKPD P1
    LKPD P1
    Документ4 страницы
    LKPD P1
    Lela Ayu
    Оценок пока нет
  • RPP
    RPP
    Документ47 страниц
    RPP
    Darin Andarini
    Оценок пока нет
  • Silabus Fix
    Silabus Fix
    Документ3 страницы
    Silabus Fix
    Lela Ayu
    Оценок пока нет
  • RPP
    RPP
    Документ47 страниц
    RPP
    Darin Andarini
    Оценок пока нет
  • Makalah Permutasi Dan Kombinasi Fix
    Makalah Permutasi Dan Kombinasi Fix
    Документ11 страниц
    Makalah Permutasi Dan Kombinasi Fix
    Lela Ayu
    Оценок пока нет
  • Fungsi Rasional
    Fungsi Rasional
    Документ2 страницы
    Fungsi Rasional
    Ayu Fitri Handayani
    Оценок пока нет
  • Matek
    Matek
    Документ2 страницы
    Matek
    Lela Ayu
    Оценок пока нет
  • Makalah Permutasi Dan Kombinasi Fix
    Makalah Permutasi Dan Kombinasi Fix
    Документ11 страниц
    Makalah Permutasi Dan Kombinasi Fix
    Lela Ayu
    Оценок пока нет
  • Blank
    Blank
    Документ4 страницы
    Blank
    Lela Ayu
    Оценок пока нет
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Документ2 страницы
    Kata Pengantar
    Lela Ayu
    Оценок пока нет
  • Pembelajaran Konfensional PDF
    Pembelajaran Konfensional PDF
    Документ25 страниц
    Pembelajaran Konfensional PDF
    M Ruri Ruriuno
    Оценок пока нет
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Документ2 страницы
    Kata Pengantar
    Lela Ayu
    Оценок пока нет
  • Bab I, Ii, Iii
    Bab I, Ii, Iii
    Документ73 страницы
    Bab I, Ii, Iii
    Lela Ayu
    50% (2)
  • Soal Permutasi-Kombinasi
    Soal Permutasi-Kombinasi
    Документ16 страниц
    Soal Permutasi-Kombinasi
    Lela Ayu
    Оценок пока нет
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Документ12 страниц
    Kata Pengantar
    Lela Ayu
    Оценок пока нет
  • Revisi Fix
    Revisi Fix
    Документ31 страница
    Revisi Fix
    Lela Ayu
    Оценок пока нет
  • Revisi Fix
    Revisi Fix
    Документ31 страница
    Revisi Fix
    Lela Ayu
    Оценок пока нет
  • Laporan
    Laporan
    Документ4 страницы
    Laporan
    Lela Ayu
    Оценок пока нет
  • Silabus Kelas X
    Silabus Kelas X
    Документ28 страниц
    Silabus Kelas X
    Lela Ayu
    Оценок пока нет
  • Laporan
    Laporan
    Документ4 страницы
    Laporan
    Lela Ayu
    Оценок пока нет
  • Proposal Uts Revisi Fixxx
    Proposal Uts Revisi Fixxx
    Документ23 страницы
    Proposal Uts Revisi Fixxx
    Lela Ayu
    Оценок пока нет
  • Silabus 10
    Silabus 10
    Документ4 страницы
    Silabus 10
    Riska Kelana Pratiwi
    Оценок пока нет
  • Blank
    Blank
    Документ4 страницы
    Blank
    Lela Ayu
    Оценок пока нет
  • Analisis Keterkaitan SKL KI KD MATEMATIKA VII
    Analisis Keterkaitan SKL KI KD MATEMATIKA VII
    Документ16 страниц
    Analisis Keterkaitan SKL KI KD MATEMATIKA VII
    Ade Sisca Ariyani
    0% (1)
  • Al 31
    Al 31
    Документ10 страниц
    Al 31
    Marselina Natalya Dewi Hutami
    Оценок пока нет
  • Statistika
    Statistika
    Документ17 страниц
    Statistika
    Lela Ayu
    Оценок пока нет