Вы находитесь на странице: 1из 16

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, tuhan semesta
alam, yang telah memberikan kita rahmat, taufiq, hidayah dan anugerah-Nya
sehingga kami berhasil menyusun makalah ini dengan judul “Perawatan luka
kanker”.
Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk menumbuhkan dan
mengembangkan kesadaran serta membuka pemikiran para mahasiswa Ilmu
Keperawatan akan pentingnya memahami tentang hidrosefalus. Makalah ini
disusun dengan urutan penyajian sedemikian rupa sehingga kita akan merasa
senang untuk mendalaminya.
“Tiada Manusia yang Sempurna” begitu pula dengan kami yang telah
mempersembahkan makalah ini yang telah kami susun sebaik mungkin. Akan
tetapi, segala kritik dan saran demi perbaikan isi makalah ini akan kami sambut
dengan senang hati.
Akhirnya, semoga makalah ini dapat bermanfaat dan turut andil dalam
merncerdaskan para calon perawat Indonesia, dan menjadikan para perawat
Indonesia menjadi perawat yang professional.

Kendari, Oktober 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I. PENDAHULAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan 3
BAB II. PEMBAHASAN
A. Definisi Luka Kanker 4
B. Etiologi Luka Kanker 4
C. Patofisiologi Luka Kanker 5
D. Manifestasi Luka Kanker 6
E. Penatalaksanaan Luka Kanker 9
BAB IV.PENUTUP
A. Kesimpulan 15
B. Saran 15
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui terciptanya
masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia yang ditandai oleh penduduk yang
hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat,memiliki
kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yangbermutu secara adil
dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang optimal adalah tujuan dari
pembangunan kesehatan.
Jumlah penduduk merupakan ancaman dan tekanan (pressure) terbesar
bagi masalah lingkungan hidup. Setiap penduduk memerlukan energi, lahan
dan sumber daya yang besar untuk bertahan hidup, di sisi lain setiap orang juga
menghasilkan limbah dalam beragam bentuk. Lingkungan merupakansalah satu
variable yang kerap mendapat perhatian khusus dalam menilai kondisi
kesehatan masyarakat. Bersama dengan faktor perilaku, pelayanan kesehatan,
genetik, lingkungan menentukan baik buruknya status derajat kesehatan
masyarakat. Konsumsi makanan siap saji di masyarakat perkotaan diperkirakan
terus meningkat mengingat terbatasnya waktu anggota keluarga untuk
mengolah makanan sendiri. Oleh karena itu tidak jarang masyarakat perkotaan
terkena penyakit kanker.
Angka kejadian luka kanker tidak sepenuhnya diketahui namun Schiech
(2002) melaporkan jumlah luka kanker 9% dari jumlah pasien kanker. Luka
kanker disebabkan oleh pertumbuhan sel kanker sampai menembus lapisan
dermis dan epidermis kulit, sehingga menonjol keluar atau bentuknya menjadi
tidak beraturan. Sel kanker yang menonjol keluar kulit umumnya berupa
benjolan yang keras, sukar digerakkan, berbentuk seperti bunga kol, mudah
terinfeksi sehingga menyebabkan lendir, cairan, darah dan bau yang tidak

1
sedap. Gejala yang sering ditemukan pada luka kanker diantaranya adalah
molodor dan eksudat.
Luka kanker merupakan luka kronik yang berhubungan dengan kanker
stadium lanjut. Hoplamazian (2006) meyebutkan definisi luka kanker sebagai
kerusakan integritas kulit yang disebabkan infiltrasi sel kanker. Infiltrasi sel
kanker juga akan merusak pembuluh darah dan pembuluh lymph yang terdapat
dikulit (Grocott, 2003). Ciri – ciri luka kanker yaitu ditemukan nodul non-
tender pada kulit. Ketika sel tumor tumbuh dan menyebar, nodul-nodul ini
makin membesar dan merusak kapiler dan kelenjar getah bening. Bakteri yang
menyebabkan malador pada luka merupakan bakteri aerob maupun anaerob.
Bakteri anaerob yang berhubungan dengan malodor yaitu: Bacteroides spp,
Prevotella spp, Fusobacterium nucleatum, Clostridium perfringens, dan
Anaerobic cocci (Draper, 2005). Metronidazol telah digunakan secara luas
sebagai agen topical untuk perawatan luka kanker. Metronodazol topical
bekerja dengan cara beikatan dengan DNA bakteri dan menghambat replikasi
bakteri yang kemudian dapat mencegah dan mengatasi gejala malodor dan
eksudat pada luka kanker (Naylor, 2002).
Naylor (2002) menyebutkan bahwa tujuan perawatan luka kanker bukan
untuk menyembuhkan luka, tetapi untuk mempertahankan kenyamanan,
menghindari isolasi social, dan meningkatkan kualitas hidup. Perawatan
berfokus pada mencegah dan mengatasi infeksi pada luka kanker, salah satunya
malodor dan eksudat yang berperan besar menyebabkan ketidak nyamanan
pada pasien dan lingkungan pasien pada luka kanker.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan luka kanker?
2. Apa penyebab terjadinya luka kanker?
3. Bagaimana proses terjadinya luka kanker?
4. Bagaimana manifestasi dari luka kanker?
5. Bagaimana penatalaksanaan dari luka kanker?

C. Tujuan
1. Untuk mengatahui definisi luka kanker

2
2. Untuk mengetahui etiologi luka kanker
3. Untuk mengatahui patofisiologi luka kanker
4. Untuk mengetahui manifestasi lika kanker
5. Untuk memahami penatalaksanaan luka kanker.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Luka kanker


Luka kanker merupakan luka kronik yang berhubungan dengan kanker
stadium lanjut. Hoplamazian (2006) menyebutkan defenisi luka kanker sebagai
keerusakan integritas kulit yang disebabkan infiltrasi sel kanker.
Luka kanker (fungating cancer wound/Malignant wound) terjadi ketika
kanker tumbuh dan menembus luka dan menimbulkan luka. Ini langka terjadi,
kebanyakan orang yang memiliki kanker tidak memilikinya. Ini bisa
berkembang dibagian tubuh dimana kanker mulai tumbuh atau dibagian tubuh
yang terkena sel kanker. (Sumber : We are macmilan cancer support)

3
Gambar 1. Luka Kanker pada Lidah

B. Etiologi Luka Kanker


Luka kanker disebabkan oleh pertumbuhan sel kanker sampai menembus
lapisan dermis dan epidermis kulit sehingga manonjol keluar atau bentuknya
menjadi tidak beraturan. Sel kanker yang menonjol keluar kulit umumnya
berupa benjolan yang keras. Sukar digerakan, berbentuk seperti jamur atau
bunga kol, mudah terinfeksi sehingga menyebabkan lndir, cairan dan bau yang
tidak sedap (Diananda, 2009).

C. Patofisiologi Luka Kanker


Luka kanker berhubungan dengan infiltrasi dan poliferasi sel kanker
menuju epidermis kulit. Tumor ini dapat tumbuh secara cepat lebih kurang 24
jam dengan bentuk seperti cauliflower (Naylor, 2002). Luka kanker dapat pula
berkembang dari tumor local menuju epithelium (Kalinski,dkk., 2005). Selain
itu, luka kanker dapat terjadi akibat metastase kanker (Sciech, 2002).
Sel kanker akan tumbuh terus menerus dan sulit untuk dikendalikan. Sel
kanker dapat menyebar melalui aliran pembuluh darah dan permeabilitas
kapiler akan terganggu sehingga sel kanker dapat berkembang pada jaringan
kulit . Sel kanker tersebut akan terus menginfiltrasi jaringan kulit, menghambat
dan merusak pembuluh darah kapiler yang mensuplai darah ke jaringan kulit.
Akibatnya jaringan dan lapisan kulit akan mati (nekrosis) kemudian timbul
luka kanker, infiltrasi sel kanker dapat dilihat pada gambar (Naylor, 2003).
Jaringan nekrosis merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri,
baik bakteri aerob atau anaerob (Bale,dkk., 2004). Cooper dan Grey (2005)
menyebutkan bahwa proporsi bakteri anaerob yang relatif tinggi pada luka

4
kanker. Bakteri anaerob berkolonisasi pada luka kanker dan melepaskan
volatile fatty acid sebagai sisa metabolik yang bertanggung jawab terhadap
malodor dan pembentukan eksudat pada luka kanker (Kalinski,dkk., 2005).

Gambar 2. Luka Kanker pada Payudara

D. Manifestasi Luka Kanker


1) Manajemen gejala luka kanker
a. Malodor
Penggunaan balutan meengontrol bau yang mengandung Charcoal
dapat meembantu menurunkan malodor, seperti Actisorb silver 220,
CarboFlex, Lyofoam C. terapi antibiotic juga efektif untuk membunuh
bakteri yang menghasilkan malodor. Metronidazole telah digunakan
secara luas sebagai agen topical untuk mengatasi malodor. Metronidazole
topical bekerja dengan berikatan dengan DNA bakteri dan mengganggu
replikasi bakteri kemudian luka bebas dari malodor selama 7 hari.
Metronidazole dapat diberikan secara sistemik dengan dosis 200 mg, 3
kali sehari, akan tetapi pemberian melalui cara ini dapat menimbulkan
efek samping mual. Thomas et all (1998, dalam Naylor, 2002)
menyebutkan pemberian antibiotic secara sistemik tidak efektif pada
jaringan nekrotik dengan sirkulasi darah yang buruk. Metronidazole gel
secara topical mudah digunakan dan merupakan tindakan yang efektif.
Metronidazole diberikan langssung pada dasar luka selama 5-7 hari.
Madu juga telah digunakan sejak beberapa abad yang lalu dan ssemakin
popular penggunaannya saat ini, karena mampu melawan bakteri yang

5
resisten terhadap antibiotic. Madu yang memberikan lingkungan
hiperosmotik pada luka mampu menghambat pertumbuhan bakteri dan
membantu debridemen luka. Madu juga dapat melepaskan hydrogen
peroksida secara peerlahan pada luka sebagai agen antibakteri.
b. Eksudat
Luka kanker biasanya sangat sulit ditangani.memilih balutan yang
dapat mengabsorbsi eksudat sangat dianjurkan namun keelembapan area
luka tetap dipertahankan. Jika eksudat sedikit maka balutan daya serap
rendah dapat digunakan, misalnya hydrocolloid, semipermeable film, dan
melolin. Jika eksudat berleebihan maka balutan daya serap sedang-tinggi
yang digunakan, seperti alginate, foam dressing, Tielle plus, dan Versiva.
Metronidazole dan madu merupakan agen topical yang dapat mengatasi
infeksi pada luka kanker sehingga dapat menurunkan produksi eksudat.
Jumlah eksudat juga dapat diukur dengan menggunakan alat ukur yang
diambil dari Bates-Jensen wound assessment tool (Bates-Jensen &
Sussman, 1998). Hasil pengukuran dikategorikan berdasarkan proporsi
balutan yang terpapar eksudat. Jumlah eksudat diukur dengan membagi
area menjadi 4 bagian. Kategori pengukuran digambarkan sebagai
berikut:
 Tidak ada = jaringan luka tampak kering
 Kurang = jaringan luka tampak lembab, tidak terdapat eksudat yang
diukur pada balutan
 Kecil = jaringan luka tampak basah, kelembaban terdistribusi pada
luka, drainase pada balutan ≤25%
 Sedang = jaringan luka tampak jenuh, drainase dapat terdistribusi pada
luka, drainase pada balutan >25% s.d. ≤75%.
 Besar = jaringan luka basah, drainase bebas, dapat terdistribusi pada
luka, drainase pada balutan ≥ 75%. Luka kanker juga mengeluarkan
eksudat yang berlebihan dan tidak terkontrol. Peningkatan
permeabilitas pembuluh darah dan sekresi faktor permeabilitas
vaskular oleh sel tumor merupakan penyebab pengeluaran eksudat
yang berlebihan. Produksi eksudat juga akan meningkat ketika terjadi
infeksi dan rusaknya jaringan karena protease bakteri (Naylor, 2002).

6
Eksudat adalah setiap cairan yang merupakan filter dari system
peredaran darah pada daerah peradangan. Komposisinya bervariasi, tetapi
umumnya terdiri dari air dan zat-zat yang terlarut pada cairan sirkulasi
utama seperti darah. Dalam hal ini, darah akan berisi beberapa protein
plasma, sel darah putih, trombosit dan sel darah merah (apabila terjadi
kasus kerusakan vascular lokal) (Crisp & Taylor, 2001).
c. Nyeri
WHO guideline untuk mengontrol nyeri kanker harus diikuti
(WHO, 1996 dalam Naylor, 2002). Pemberian analgetik biasanya
dilakukan untuk mengontrol nyeri. Sangat penting untuk mencegah nyeri
melalui penggunaan balutan yang tidak lengket da mempertahankan
lingkungan yang lembab. Pemberian analgetik opioid topical, misalnya
diamorphine dan morphin merupakan alternative tindakan yang diberikan
jika analgesic konvenional tidak berespon. Diamorphine dan morphin
diberikan dengan hydrogel dan diberikan langsung pada permukaan luka.
Konsentrasi yang diberikan biasanya 0,1% w/w (1mg morphin dalam 1g
hydrogel), dan beerbagai gel dapat diberikan. Metronidazole gel biasanya
diberikan dengan opioid untuk mengontrol nyeri dan malodor. Kombinasi
ini dapat menurunkan nyeri sampai dengan 24 jam.
d. Perdarahan
Resiko perdarahan pada luka kanker dapat diturunkan dengan
menggunakan balutan yang tidak lengket dan dapat mempertahankan
kelembapan pada luka. Pemberian inhibitor fibrinolitik (tranexamic) juga
bermanfaat mengheentikan perdarahan. Tranexamic acid biasanya
diberikan dengan dosis 1-1,5g, 2-4 kali sehari dampai dengan 10 hari.
Perdarahan yang perlahan melalui kapiler dapat dihentikan dengan
pemberian sucralfat atau alginet. Adrenalin topical juga dapat diberikan
pada perdarahan berat melalui vasokontriksi local dan menghentikan
peerdarahan. Tindakan ini haruss dilakukan dengan supervise medic
karena penggunaan yang berlebihan dapat menyebabkan nekrosis
iskemik.
e. Poliferasi (pertumbuhan) dari sel ganas
f. Bentuk menonjol

7
g. Mudah terinfeksi
h. Berbau tidak sedap

Gambar 3. Sebelum dan Sesudah Gambar 4. Kanker Sel Skuamosa


Rekonstruksi

E. Penatalaksanaan Luka kanker


Kanker merupakan penyebab dasar dari luka sehingga tindakan medis
yang dilakukan ditujukan untuk mengurangi tumor dan juga mengurangi
ukuran luka kanker dan mengatasi gejala yang muncul. Penatalaksanaan akan
tergantung pada jenis kanker, bagian tubuh yang akan dipengaruhi dan
bagaimana perkembangan kanker lebih lanjut. Tindakan medis yang umum,
antara lain: radioterapi, kemoterapi, terapi hormonal dan pembedahan.
a) Radioterapi, menggunakan high-energy rays yang dapat menghancurkan sel
kanker. Dapat membantu menyusutkan tumor dan mengeringkan cairan luka
yang banyak. Efek sampingnya akan menimbulkan kemerahan sekitar kulit
dan menjadi kering. Gejala tersebut akan hilang setelah beberapa minggu.
b) Kemoterapi, menggunakan obat anti kanker untuk menghancurkan sel
kanker. Membantu mengurangi ukuran tumor yang menyebabkan luka yang
mengurangi beberapa gejala.
c) Terapi hormonal, mempengaruhi produksi beberapa hormonal penyebab
kanker, atau menghambat kerja dari kanker. Terapi ini juga dapat
memperbaiki beberapa gejala.
d) Pembedahan, tergantung ukuran dan posisi tumor, kemungkinan dapat
dipindahkan atau tidak, dapat diambil sebagian atau keseluruhannya dengan
pembedahan. Beresiko terjadinya perdarahan karena sel kanker sering
menyebabkan kerusakan pembuluh darah. Oleh karena itu, pembedahan
memerlukan persiapan yang matang dari tim.

8
a. Obat anti kanker
Pemberian obat anti kanker harus mempertimbangkan potensial
keuntungan bagi pasien, misalnya untuk mengontrol gejala pada luka kanker
dan efek samping yang timbul yang dapat menurunkan kualitas hidup
pasien. Tindakan yang biasa dilakukan adalah radioterapi. Tindakan ini akan
merusak sel kanker dan menurunkan ukuran luka, dan meminimalkan
eksudat, pendarahan maupun nyeri (Naylor, 2002).
1) Perawatan Paliatif
Perawatan paliatif adalah perawatan kesehatan terpadu yang
bersifat aktif dan menyeluruh, dengan pendekatan multidisiplin yang
terintegrasi. Tujuannya untuk mengurangi penderitaan pasien,
memperpanjang umurnya, meningkatkan kualitas hidupnya, juga
memberikan dukungan kepada keluarganya. Mesti pada akhirnya pasien
meninggal, yang terpenting sebelum meninggal dia sudah siap secara
psikologis dan spiritual, serta tidak stres menghadapi penyakit yang
dideritanya. Jadi, tujuan utama perawatan paliatif bukan untuk
menyembuhkan. Dan yang ditangani bukan hanya penderita tetapi juga
keluarganya (Diananda, 2009).
Menurut dr. Maris A Witjaksono, dokter palliative Care Rum
Dharmais, Jakarta, dalam buku Seluk Beluk Kanker (Diananda, 2009),
prinsip perawatan paliatif sebagai berikut:
1. Menghargai setiap kehidupan.
2. Menganggap kematian sebagai proses normal.
3. Tidak mempercepat atau menunda kematian.
4. Mengahargai keinginan pasien dalam setiap pengambilan keputusan.
5. Menghilangkan nyeri dan gejala lain yang mengganggu.
6. Mengintegrasikan aspek psikologis, sosial, dan spiritual.
7. Menghidari tindakan medis yang sia-sia.
8. Memberikan dukungan yang diperlukan agar pasien tetap aktif sesua
kondisinya sampai akhir hayat.
9. Memberikan dukungan kepada keluarga dalam masa duka cita
2) Antibiotik
Antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, yang dapat
menghambat atau membasmi mikroba jenis lain. Berdasarkan sifat
toksisitas selektif, ada antimikroba yang bersifat menghambat

9
pertumbuhan mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakteriostatik, dan ada
yang bersifat membunuh mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakterisid
(Ganiswara, 1995). Berdasarkan mekanisme kerjanya, antimikroba dibagi
dalam lima kelompok (Ganiswara, 1995):
1. Mengganggu metabolisme sel mikroba
2. Menghambat sintesis dinding sel mikroba
3. Mengganggu permeabilitas dinding sel mikroba
4. Menghambat sintesis protein sel mikroba
5. Menghambat sintesis atau merusak asam nukleat mikroba.
Setelah dokter menetapkan perlu diberikan antimikroba pada pasien,
langkah berikutnya ialah memilih jenis antimikroba yang tepat, serta
menentukan dosis dan cara pemberiannya. Dalam memilih jenis
antimikroba yang tepat harus dipertimbangkan factor sensitivitas
mikrobanya terhadap antimikroba, keadaan tubuh hospes dan factor biaya
pengobatan (Ganiswara, 1995).
b. Metronidazol
1. Pengertian
Metronidazol (1b-hidroksi-etil)2-metil-5-nitroimidazol, ditemukan
pada tahun 1950. Dikembangkan menjadi antibiotik yang sering dan
sangat penting dalam menangani infeksi yang disebabkan oleh bakteri
anaerob (Hauser, 2007). Injeksi metronidazol adalah larutan steril,
isotonis, dalam Air untuk injeksi yang didapar , mengandung
metronidazol, tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari
jumlah yang tertera pada etiket (Depkes RI, 1995).
2. Mekanisme Kerja Metronidazol
Metronidazol merupakan molekul kecil yang dapat melakukan
difusi pasif kedalam bakteri. Komponen yang sangat penting dari struktur
metronidazol adalah nitro group yang tersambung pada ring siklik. Nitro
group ini harus mengalami reduksi untuk mengaktifkan metronidazol.
Nitro group dari metronidazol diperkirakan membentuk radikal bebas
yang berefek pada kerusakan molekul DNA bakteri sehingga bakteri mati

10
(Hauser, 2007). Metronidazol topikal bekerja dengan cara berikatan pada
DNA bakteri dan mengganggu replikasi bakteri (Bale,dkk., 2004). Dalam
sel atau mikroorganisme metronidazol mengalami reduksi menjadi
produk polar. Hasil reduksi ini mempunyai aksi antibakteri dengan jalan
menghambat sintesa asam nukleat sehingga mengahambat replikasi
bakteri (Hauser, 2007). Kelompok nitroimidazol seperti metronidazol
mampu memecah pita ganda DNA menjadi fragmen-fragmen DNA.
Metronidazol mampu menghambat pertumbuhan bakteri anaerob dan
protozoa.
3. Manfaat Metronidazol
Metronidazol bekerja efektif baik lokal maupun sistemik.
Metronidazol telah digunakan secara luas sebagai agen topikal untuk
mengatasi gejala luka kanker (Bale,dkk., 2004). Metronidazol topikal
efektif mengatasi luka dengan eksudat dan tidak menimbulkan rasa nyeri
ataupun tidak enak (Kalinski, dkk., 2005). Metronidazol bekerja efektif
dalam menangani malodor pada luka kanker yang identik dengan infeksi
anaerob. Formulasi metronidazol gel topikal yang telah dikembangkan
efektif dalam menagani bau dari luka kanker yang sangat ofensif.

Gambar 5. Penggunaan Metronidazol Powder


c. Larutan
Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat
kimia yang terlarut, misal: terdispersi secara molekuler dalam pelarut yang
sesuai atau campuran pelarut yang saling bercampur. Karena molekul-

11
molekul dalam larutan terdispersi secara merata, maka penggunaan larutan
sebagai bentuk sediaan umumnya memberikan jaminan keseragaman dosis
dan memiliki ketelitian yang baik jika larutan diencerkan atau dicampur.
d. Infus Intravenus
Infus intravenus adalah sediaan steril berupa larutan atau emulsi,
bebas pirogen dan sedapat mungkin dibuat isotonis terhadap darah,
disuntikkan langsung kedalam vena dalam volume relatif banyak. Infus
intravenus tidak diperbolehkan mengandung bakterisida dan zat dapar.
Larutan infus intravenus harus jermih dan bebas partikel.
e. Irigasi
Irigasi adalah larutan steril yang digunakan untuk mencuci atau
membersihkan luka terbuka atau rongga-rongga tubuh. Pemakaiannya
secara topikal, tidak boleh digunakan secara parenteral.
f. Drug Related Problem (Masalah Terkait Obat)
1. Definisi
DRPs adalah suatu kejadiaan yang tidak diinginkan yang dialami
oleh pasien yang mana melibatkan atau diduga melibatkan terapi obat
dan itu sebenarnya atau berpotensi berpengaruh terhadap hasil yang
diinginkan pasien (Cipolle , dkk., 1998). DRPs terdiri dari Actual DRPs
dan Potential DRPs. Actual DRPs adalah masalah yang sedang terjadi
berkaitan dengan terapi obat yang sedang diberikan pada penderita.
Sedangkan Potential DRPs adalah masalah yang diperkirakan akan
terjadi yang berkaitan dengan terapi obat yang sedang digunakan oleh
penderita. Ketika sebuah DRPs terdeteksi, maka sangat penting untuk
merencanakan bagaimana cara mengatasinya. Kita harus memberikan
skala prioritas untuk DRPs tersebut, yang manakah yang harus
diselesaikan terlebih dahulu. Prioritas masalah tersebut didasarkan pada
risiko yang mungkin timbul pada penderita. Hal- hal yang harus
diperhatikan dalam menentukan skala prioritas DRPs adalah:
a. Masalah yang manakah yang dapat diselesaikan atau dihindari
segera, dan yang manakah yang dapat diselesaikan kemudian.

12
b. Masalah yang merupakan bagian dari tugas atau tanggung jawab
seorang farmasis.
c. Masalah yang dapat diselesaikan dengan cepat oleh seorang farmasis
dan penderitanya.
d. Masalah yang dalam penyelesaiannya, memerlukan bantuan dari
tenaga kesehatan lainnya (dokter, perawat, keluarga penderita, dan
lain- lain) (Seto, 2001).

Gambar 6. Bahan Balutan Modern

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Luka kanker (fungating cancer wound/Malignant wound) terjadi ketika
kanker tumbuh dan menembus luka dan menimbulkan luka. Ini langka terjadi,
kebanyakan orang yang memiliki kanker tidak memiliki nya. Ini bisa
berkembang dibagian tubuh dimana kanker mulai tumbuh atau dibagian tubuh
yang terkena sel kanker.
Luka kanker disebabkan oleh pertumbuhan sel kanker sampai menembus
lapisan dermis dan epidermis kulit sehingga manonjol keluar atau bentuknya
menjadi tidak beraturan.

13
Luka kanker dapat diatasi denagan beberapa penatalaksanaan
yaitu:perawatan paliatif, antibiotic, metronidazole, larutan, infus travenus,
irigasi, dan balutan tropical.

B. Saran
Penyusun berharap para pembaca untuk memberikan kritik dan saran
yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan
penulisan makalah di kesempatan – kesempatan berikutnya. Semoga makalah
ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca. Terimah kasih.

DAFTAR PUSTAKA

Diananda, Rama. (2009). Mengenal Seluk Beluk Kanker. Yogyakarta :


Katahati
Hoplamazian, L. (2006). Therapeutic measures for palliative treatment
of tumor wounds. Midwest regional conference on end of life. Kansas
city, Missouri. 14 November 2006.
Kalinski, C., Schnepf, M., Laboy, D., Hernandez, L., Nusbaum, J., Grinder, M.B.,
et. Al. (2005). Effectiveness of a Topical Formulation Containing
Metronidazole for Wound Odor and Exudate Control. Diakses 31 oktober
2018, dari http://www.naccme.com/woundcare.
Naylor, W. (2002). Malignant wound: aetiology and principles of management.
Nursing standard
Schiech, L. (2002). Malignant cutneouswounds. Clinical journal of oncolognursing

14

Вам также может понравиться