Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
“Asfiksia Neonatorum “
OLEH KELOMPOK 4 :
BELLA UTAMI NOVITA SARI
DESI ERIYATI RAHMI KURNIA
FITRI FEBRIANI SESA OLSA
LISA PUTRI VIDYA PUSPITA HATI
DOSEN PEMBIMBING :
Ns. Liza Merianti S.Kep, M.Kep
S1 KEPERAWATAN SEMESTER VI
STIKes YARSI SUMBAR BUKITTINGGI
2018/2019
KATA PENGANTAR
Puji beserta syukur hanya milik Allah semata, karena atas kebesaran-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah “system reproduksi tentang Asfiksia Neonatorum”. Adapun tujuan
disusunnya makalah ini untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sistem Reproduksi.
Penyusunan makalah ini juga tidak terlepas dari bantuan banyak pihak. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang turut
membantu dalam menyelesaikan makalah ini terutama kepada dosen.
Tiada gading yang tak retak, begitulah kata pepatah. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan saran dan kritiknya demi perbaikan dimasa yang akan datang.
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB I Pendahuluan
Tujuan ..................................................................................................... 1
BAB II Pembahasan
Kesimpulan ............................................................................................. 14
Saran........................................................................................................ 14
Daftar Pustaka
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas
secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin
dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam
kehamilan, persalinan atau segera lahir (Prawiro Hardjo, Sarwono, 1997).
Asfiksia Neonatotum adalah keadaan dimana bayi baru lahir yang tidak dapat
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini biasanya disertai
dengan keadaan dimana hipoksia dan hiperapneu serta sering berakhir dengan
asidosis (Santoso NI, 1992).
Asfiksia neonatorum ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir (Hutchinson, 1967). Keadaan ini disertai
dengan hipoksia, hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis. Hipoksia yang terdapat pada
penderita asfiksia ini merupakan faktor terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi
baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin (Gabriel Duc, 1971). Penilaian statistic dan
pengalaman klinis atau patologi anatomis menunjukan bahwa keadaan ini merupakan
penyebab utama mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir. Hal ini dibuktikan oleh Drage
dan Berendes (1966) yang mendapatkan bahwa skor Apgar yang rendah sebagai
manifestasi hipoksia berat pada bayi saat lahir akan memperlihatkan angka kematian
yang tinggi.
B. Tujuan Makalah
Untuk memenuhi tugas mata kuliah system reproduksi serta memberikan sedikit
pengetahuan mengenai asuhan keperawatan Asfiksia Neonatorum.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas
secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin
dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam
kehamilan, persalinan atau segera lahir (Prawiro Hardjo, Sarwono, 1997).
Asfiksia Neonatotum adalah keadaan dimana bayi baru lahir yang tidak dapat
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini biasanya disertai
dengan keadaan dimana hipoksia dan hiperapneu serta sering berakhir dengan
asidosis (Santoso NI, 1992).
Asfiksia neonatorum ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir (Hutchinson, 1967). Keadaan ini disertai
dengan hipoksia, hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis. Hipoksia yang terdapat pada
penderita asfiksia ini merupakan faktor terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi
baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin (Gabriel Duc, 1971). Penilaian statistic dan
pengalaman klinis atau patologi anatomis menunjukan bahwa keadaan ini merupakan
penyebab utama mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir. Hal ini dibuktikan oleh Drage
dan Berendes (1966) yang mendapatkan bahwa skor Apgar yang rendah sebagai
manifestasi hipoksia berat pada bayi saat lahir akan memperlihatkan angka kematian
yang tinggi.
2
mental bayi di kemudian hari. Untuk menghindari atau mengurangi kemungkinan
tersebut diatas, perlu dipikirkan tindakan istimewa yang tepat dan rasionil sesuai dengan
perubahan yang mungkin terjadi pada penderita asfiksia.
Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan dengan
sempurna, sehingga tindakan perawatan dilaksanakan untuk mempertahankan
kelangsungan hidup dan mengatasi gejala lanjut yang mungkin timbul. Untuk
mendapatkan hasil yang memuaskan, beberapa faktor perlu dipertimbangkan dalam
menghadapi bayi dengan asfiksia
B. Etiologi
Pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit pertama kelahiran
dan kemudian disusul dengan pernafasan teratur. Bila terdapat gangguan pertukaran gas
atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janin, akan terjadi asfiksia janin atau neonatus.
Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir.
Hampir sebagian besar asfiksia bayi baru lahir ini merupakan kelanjutan asfiksia janin,
karena itu penilaian janin selama masa kehamilan, persalinan memegang peranan yang
sangat penting untuk keselamatan bayi. Gangguan yang timbul pada akhir kehamilan atau
persalinan hampir selalu disertai anoksia/hipoksia janin dan berakhir dengan asfiksia
neonatus dan bayi mendapat perawatan yang adekuat dan maksimal pada saat lahir.
a. Faktor ibu
b. Faktor plasenta
3
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi
plasenta. Asfiksi janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta,
misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta, dan lain-lain.
c. Faktor fetus
d. Faktor neonatus
Depresi pusat pernafasan pada BBL dapat terjadi karena ; pemakaian obat
anastesi/analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat menimbulkan
depresi pusat pernafasan janin, traoma yang terjadi pada persalinan mosalnya
perdarahan intra cranial, kelainan kongenital pada bayi masalnya hernia
diafragmatika, atresia atau stenosis saluran pernafasan,hipoplasia paru dan lain-lain.
C. Patofisiologi
Selama kehidupan di dalam rahim, paru janin tidak berperan dalam pertukaran gas
oleh karena plasenta menyediakan oksigen dan mengangkat CO2 keluar dari tubuh janin.
Pada keadaan ini paru janin tidak berisi udara, sedangkan alveoli janin berisi cairan yang
diproduksi didalam paru sehingga paru janin tidak berfungsi untuk respirasi. Sirkulasi
darah dalam paru saat ini sangat rendah dibandingkan dengan setelah lahir. Hal ini
disebabkan oleh karena konstriksi dari arteriol dalam paru janin. Sebagian besar sirkulasi
darah paru akan melewati Duktus Arteriosus (DA) tidak banyak yang masuk kedalam
arteriol paru.
Segera setelah lahir bayi akan menariknafas yang pertama kali (menangis), pada
saat ini paru janin mulai berfungsi untuk respirasi. Alveoli akan mengembang udara akan
masuk dan cairan yang ada didalam alveoli akan meninggalkan alveoli secara bertahap.
Bersamaan dengan ini arteriol paru akan mengembang dan aliran darah kedalam paru
akan meningkat secara memadai. Duktus Arteriosus (DA) akan mulai menutup
4
bersamaan dengan meningkatnya tekanan oksigen dalam aliran darah. Darah dari jantung
kanan (janin) yang sebelumnya melewati DA dan masuk kedalam Aorta akan mulai
memberi aliran darah yang cukup berarti kedalam arteriole paru yang mulai mengembang
DA akan tetap tertutup sehingga bentuk sirkulasi extrauterin akan dipertahankan.
Hipoksia janin atau bayi baru lahir sebagai akibat dari vasokonstriksi dan
penurunan perfusi pru yang berlanjut dengan asfiksia, pada awalnya akan terjadi
konstriksi Arteriol pada usus, ginjal, otot dan kulit sehingga penyediaan Oksigen untuk
organ vital seperti jantung dan otak akan meningkat. Apabila askfisia berlanjut maka
terjadi gangguan pada fungsi miokard dan cardiac output. Sehingga terjadi penurunan
penyediaan oksigen pada organ vital dan saat ini akan mulai terjadi suatu “Hypoxic
Ischemic Enchephalopathy (HIE) yang akan memberikan gangguan yang menetap pada
bayi sampai dengan kematian bayi baru lahir. HIE ini pada bayi baru lahir akan terjadi
secara cepat dalam waktu 1-2 jam, bila tidak diatasi secara cepat dan tepat (Aliyah Anna,
1997).
D. Gejala Klinis
Bayi yang mengalami kekurangan O2 akan terjadi pernafasan yang cepat dalam
periode yang singkat apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti, denyut
jantung juga menurun, sedangkan tonus neuromuskular berkurang secara barangsur-
angsur dan memasuki periode apnue primer. Gejala dan tanda asfiksia neonatorum yang
khas antara lain meliputi pernafasan cepat, pernafasan cuping hidung, sianosis, nadi
cepat.
5
f. Meningginya tekanan CO2 darah (PaO2)
j. Pernafasan terganggu
E. Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut
sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun,
keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya
edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan
ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan
perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke
organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya
hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan
pengeluaran urine sedikit.
6
c. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas
dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan
pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena
perfusi jaringan tak efektif.
d. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan
koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.
F. Pemeriksaan diagnostik
a. Laboratorium AGD
d. Elektrolit darah
e. Gula darah
f. Pulse Oximetry
7
G. Penatalaksanaan
a. Resusitasi
2) Terapi medikamentosa
b. Epinefrin
Indikasi :
1) Denyut jantung bayi < 60 x/m setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi
adekuat dan pemijatan dada.
2) Asistolik.
Dosis : 0,1-0,3 ml/kg BB dalam larutan 1 : 10.000 (0,01 mg-0,03 mg/kg BB).
Cara : i.v atau endotrakeal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu.
c. Volume ekspander
Indikasi :
1) Bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada
respon dengan resusitasi.
Jenis cairan :
2) Transfusi darah golongan O negatif jika diduga kehilangan darah banyak. Dosis
: dosis awal 10 ml/kg BB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai
menunjukkan respon klinis.
8
d. Bikarbonat
Indikasi :
Dosis: 1-2 mEq/kgBB atau 2 ml/Kg BB (4,2%) atau 1 ml/kgBB (8,4%). Cara :
Diencerkan dengan aquabides atau dekstrose 5% sama banyak diberikan secara
intravena dengan kecepatan minimal 2 menit. Efek samping : Pada keadaan
hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari bikarbonat merusak fungsi miokardium
dan otak.
e. Nalokson
Indikasi :
1) Depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan narkotik 4
jam sebelum persalinan.
2) Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya baru dicurigai sebagai
pemakai obat narkotika sebab akan menyebabkan tanda with drawltiba-tiba pada
sebagian bayi. Dosis : 0,1 mg/kg BB (0,4 mg/ml atau 1 mg/ml). Cara : Intravena,
endotrakeal atau bila perpusi baik diberikan I.M atau S.C.
f. Suportif
1) Jaga kehangatan.
9
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
c. Riwayat Persalinan
d. Pemeriksaan fisik:
9) Frekuensi nafas < 30 kali/menit, atau apena (henti napas > 20 detik)
12) Abdomen : meteorismus + tali pusat berwarna putih dan masih basah
10
15) Refleks : tak ada reflek moro
2. Analisa Data
3. Diagnosa keperawatan
4. Intervensi Keperawatan
11
adanya jalan nafas buatan, Lakukan fisioterapi
sekresi bronkus, adanya dada jika perlu
eksudat di alveolus, adanya Keluarkan sekret
benda asing di jalan nafas. dengan batuk atau
suction
Auskultasi suara nafas,
catat adanya suara
tambahan
Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
Monitor respirasi dan
status O2
Pertahankan hidrasi
yang adekuat untuk
mengencerkan sekret
Jelaskan pada pasien
dan keluarga tentang
penggunaan peralatan :
O2, Suction, Inhalasi.
2
Pola napas tidak Setelah
dilakukan Manajemen Jalan Napas
efektif b.d hipoventilasi. tindakan keperawatan
(3140):
Batasan karakteristik : selama…X 24 jam,
Buka jalan napas
- Bernapas menggunakan otot diharapkan pola napas
Posisikan bayi untuk
napas tambahan. bayi efektif dengan
memaksimalkan
- Dispnea kriteria:
- Napas pendek Status Respirasi : ventilasi dan
12
- Tidak ada retraksi dada alat jalan napas buatan
saat bernapas Keluarkan sekret
- Inspirasi dalam tidak
dengan suctin
ditemukan
Monitor respirasi dan
- Saat bernapas tidak
ststus oksigen bila
memakai otot napas
tambahan memungkinkan
upaya bernapas
Monitor pergerakan,
kesimetrisan dada,
bantu pernapasan
hidung
Monitor pada
pernapasan: bradipnea,
takipnea,
hiperventilasi, respirasi
kusmaul, cheyne
stokes, apnea
Monitor adanya
penggunaan otot
diafragma
13
Auskultasi suara napas,
dan ketidakadanya
napas.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas
secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin
dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam
kehamilan, persalinan atau segera lahir (Prawiro Hardjo, Sarwono, 1997).
Asfiksia Neonatotum adalah keadaan dimana bayi baru lahir yang tidak dapat
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini biasanya disertai
dengan keadaan dimana hipoksia dan hiperapneu serta sering berakhir dengan
asidosis (Santoso NI, 1992).
Asfiksia neonatorum ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir (Hutchinson, 1967). Keadaan ini disertai
dengan hipoksia, hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis. Hipoksia yang terdapat pada
penderita asfiksia ini merupakan faktor terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi
baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin (Gabriel Duc, 1971). Penilaian statistic dan
pengalaman klinis atau patologi anatomis menunjukan bahwa keadaan ini merupakan
penyebab utama mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir. Hal ini dibuktikan oleh Drage
dan Berendes (1966) yang mendapatkan bahwa skor Apgar yang rendah sebagai
manifestasi hipoksia berat pada bayi saat lahir akan memperlihatkan angka kematian
yang tinggi.
B. Saran
Makalah ini hanyalah sebuah ulasan yang sangat sederhana sekali, jadi tentunya banyak
sekali hal-hal yang belum tercantum dalam makalah ini.
Tidak ada salahnya untuk pembaca yang kebetulan membaca makalah ini untuk lebih
mencari lagi data-data yang lebih banyak baik dari buku maupun dari media elektronik
lainnya.
15
DAFTAR PUSTAKA
Alen. C.V. (1998). Memahami Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan. EGC. Jakarta
Brunner and Suddart. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, EGC. Jakarta
Doengoes. M.E. (2001). Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan. EGC.
Jakarta
Hidayat. A.A.A. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Salemba Media. Jakarta
Markum. A.H. (2002). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid I. FKUI. Jakarta
Nursalam. dkk. (2001). Asuhan Keperawatan Pada Bayi dan Anak (untuk perawat dan bidan).