Вы находитесь на странице: 1из 13

LAPORAN PENDAHULUAN

TETANUS DI RUANG ICU


RSUD BANYUMAS

Oleh :
RESLING YULION
(1811040022)

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2018/2019
LAPORAN PENDAHULUAN
TETANUS

A. Definisi
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa
disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan kuman secara langsung,
tetapi sebagai dampak eksotoksin (tetanoplasmin) yang dihasilkan oleh kuman pada
sinaps ganglion sambungan sumsum tulang belakang, sambungan neuro muscular
(neuro muscular jungtion) dan saraf outonom. (Smarmo, 2010).
Tetanus adalah penyakit yang disebabkan oleh tetonospasmin yang diproduksi
oleh clostridium tetani yang menginfeksi system urat saraf dan otot sehingga otot
menjadi kaku. (Gardjito, Widjoseno 2011).
Tetanus adalah gangguan neurologis yang ditadai dengan meningkatnya tonus
otot dan spasme, yang disebabkan oleh tetanuspasmin, suatu toksin protein yang kuat
yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Terdapat beberapa bentuk klinis tetanus
termasuk di dalamnya tetanus neonatonum, tentanus generalisata dan gangguan
neurologis lokal (Aru, W. Sudoyo, 2011).
Klasifikasi tetanus berdasarkan bentuk klinis yaitu : (sudoyo Aru, 2011)
1. Tetanus local : biasanya ditandai dengan otot terasa sakit, lalu timbul rebiditas dan
spasme pada bagian proksimal luar. Gejala itu dapat menetap dalam beberapa
minggu dan menghilang
2. Tetanus sefalik : varian tetanus local yang jarang terjadi. Masa inkubasi 1-2 hari
terjadi susudah otitis mdia atau luka kepala dan muka. Paling menonjol adalah
disfungsi saraf III, IV,VII,IX dan XI tersering saraf pada otak VII diikuti tetanus
umum.
3. Tetanus general : yang merupakan bentuk paling sering. Spasme otot, kaku kuduk
, nyeri tenggorokan, kesulitan membuka mulut, rahang terkunci (trismus),
disfagia. Timbul kejang menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi bagian bawah.
Pada mulanya, spasmme berlangsung beberapa detik sampai beberapa menit dan
perpisah oleh priode relaksasi.
4. Tetanus neonatorum : biasa terjadi dalam bentuk general dan fatal apabila tidak
ditangani. Terjadi pada anak-anak yang dilahirkan dari ibu yang tidak imunisasi
secara adekuat, rigiditas , sulit menelan ASI, iritabilitas, spasme.
B. Etiologi
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, terutama pada daerah resiko tinggi
dengan cakupan imunisasi DPT yang rendah.Reservoir utama kuman ini adalah tanah
yang mengandung kotoran ternak sehingga resiko penyakit ini di daerah peternakan
sangat tinggi.Spora kuman Clostridium tetani yang tahan kering dapat bertebaran di
mana-mana. Port of entry tak selalu dapat diketahui dengan pasti, namun dapat diduga
melalui:
a. Luka tusuk, gigitan binatang, luka bakar
b. Luka operasi yang tidak dirawat dan dibersihkan dengan baik
c. OMP, caries gigi
d. Pemotongan tali pusat yang tidak steril
e. Penjahitan luka robek yang tidak steril.
Clostridium tetani termasuk dalam bakteri Gram positif, anaerob obligat, dapat
membentuk spora, dan berbentuk drumstick.Spora yang dibentuk oleh C. tetani ini
sangat resisten terhadap panas dan antiseptik.Ia dapat tahan walaupun telah diautoklaf
(1210C, 10-15 menit) dan juga resisten terhadap fenol dan agen kimia lainnya. Bakteri
Clostridium tetani ini banyak ditemukan di tanah, kotoran manusia dan hewan
peliharaan dan di daerah pertanian.Umumnya, spora bakteri ini terdistribusi pada
tanah dan saluran penceranaan serta feses dari kuda, domba, anjing, kucing, tikus,
babi, dan ayam. Ketika bakteri tersebut berada di dalam tubuh, ia akan menghasilkan
neurotoksin (sejenis protein yang bertindak sebagai racun yang menyerang bagian
sistem saraf). C. tetani menghasilkan dua buah eksotoksin, yaitu tetanolysin dan
tetanospasmin.Fungsi dari tetanoysin tidak diketahui dengan pasti, namun juga dapat
memengaruhi tetanus.Tetanospasmin merupakan toksin yang cukup kuat.

C. Tanda dan Gejala


Periode inkubasi (rentang waktu antara trauma dengan gejala pertama) rata-
rata 7-10 hari dengan rentang 1-60 hari. Onset (rentang waktu antara gejala pertama
dengan spasme pertama) bervariasi antara 1-7 hari. Minggu pertama: regiditas,
spasme otot. Gangguan ototnomik biasanya dimulai beberapa hari setelah spasme dan
bertahan sampai 1-2 minggu tetapi kekakuan tetap bertahan lebih lama. Pemulihan
bisa memerlukan waktu 4 minggu. (Sudoyo, Aru 2009). Pemeriksaan fisis (Sumarmo,
2002)
1. Trismus adalah kekakuan otot mengunyah sehingga sukar membuka mulut.
2. Risus sardonicus, terjadi sebagai kekakuan otot mimic, sehingga tampak dahi
mengkerut, mata agak tertutup, dan sudut mulut tertarik keluar kebawah.
3. Opistotonus adalah kekakuan otot yang menunjang tubuh seperti: otot punggung,
ototleher, otot badan, dan trunk muscle. Kekakuan yang sangat berat dapat
menyebabkan tubuh melengkung seperti busur.
4. Otot dinding perut kaku sehingga dinding perut seperti papan
5. Bila kekakuan semakin berat, akan timbul kejang umum yang awalnya hanya
terjadi setelah dirangsang misalnya dicubit, digerakkan secara kasar, atau terkena
sinar yang kuat.
6. Pada tetanus yang berat akan terjadi gangguan pernapasan akibat kejang yang
terus-menerus atau oleh kekakuan otot laring yang dapat menimbulkan anoksia dan
kematian.
Secara umum tanda dan gejala yang akan muncul:
1. Spasme dan kaku otot rahang (massester) menyebabkan kesukaran membuka mulut
(trismus)
2. Pembengkakan, rasa sakit dan kaku dari berbagai otot: Otot leher, Otot dada,
Merambat ke otot perut, Otot lengan dan paha, Otot punggung, seringnya
epistotonus
3. Tetanik seizures (nyeri, kontraksi otot yang kuat)
4. Iritabilitas
5. Demam
Gejala penyerta lainnya: Keringat berlebihan, Sakit menelan, Spasme tangan dan
kaki, Produksi air liur, BAB dan BAK tidak terkontrol, Terganggunya pernapasan
karena otot laring terserang.

D. Patofisiologi
Clostridium tetani dalam bentuk spora masuk ke tubuh melalui luka yang
terkontaminasi dengan debu, tanah, tinja binatang, pupuk. Cara masuknya spora ini
melalui luka yang terkontaminasi antara lain luka tusuk oleh besi, luka bakar , luka
lecet, otitis media, infeksi gigi, ulkus kulit yang kronis, abortus, tali pusat, kadang-
kadang luka tersebut hampir tidak terlihat.
Bila keadaan menguntungkan dimana tempat luka tersebut menjaddi hipaerob
sampai anaerob isertai terdapatnya jaringan nekrotis, leukosit yang mati, benda-benda
asing maka spora berubah menjadi vegetatif yang kemudian bekembang. Kuman ini
tidak invasif. Bila dinding sel kuman lisis makan dilepaskan eksotoksin, yaitu
tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanolisin, tidak berhubungan dengan pathogenesis
penyakit. Tetanospasmin, atau secara umum disebut toksin tetanus , adalah
neuroktoksin yang mengaibatkan manifestasi dari penyakit tersebut.
Toksin yang dilepas bersama sel bakteri sel vegetative yang mati dan
selanjutnya lisis. Toksin tetanus di gabung oleh ikatan disulfit. Toksin tetanus melekat
pada sambungan neuromuscular dan kemudian diendositosis oleh saraf motoris,
sesudah ia mengalami pengangkutan akson retrograt kesitoplasminmotoneualfa.
Toksin keluar motoneuron dalam medulla spinalis dan selanjutnya masuk interneuron
penghambat spinal. Dimana toksin ini menghalangi pelepasan neurotransmitter.
Toksin tetanus dengan demikian memblokade hambatan normal otot anatgonis.
Spora yang masuk dan berada dalam lingkungan anaerobic berubah menjadi
bentuk vegetatif dan berkembang biak sambil menghasilkan toxin. Dalam jaringan
yang anaerobic ini terdapat penurunan potensial oksidasi reduksi jaringan dan
turunnya tekanan oxigen jaringan akibat adanya nanah, nekrosis jaringan, garam
kalsium yang dapat diionisasi.Secara intra axonal toxin disalurkan ke sel saraf (cel
body) yang memakan waktu sesuai dengan panjang axonnya dan aktifitas serabutnya.
Belum terdapat perubahan elektrik dan fungsi sel saraf walaupun toksin telah
terkumpul dalam sel. Dalam sumsum belakang toksin menjalar dari sel saraf lower
motorneuron ke lekuk sinaps dan diteruskan ke ujung presinaps dari spinal inhibitory
neurin. Pada daerah inilah toksin menimbulkan gangguan pada inhibitory transmitter
dan menimbulkan kekakuan.Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan dan rata-rata 10
hari.
E. Pathways

Adanya luka
Clostridium tetani mengeluarkan toxin

Pengangkutan toksin melewati saraf motorik

Ganglion sumsum tulang Otak Disfungsi saraf


blakang otonom

Menempel pada
Tonus otot Cerebel Gangliosides
Peningkatan aktivitas kelenjar
kringat
Kelakuan dan kejang khas
Menjadi kaku
pada tetanus
Pengeluaran kringat/ cairann tubuh
meningkat
Menjadi kaku

Hilangnya keseimbangan tonus


MK : devisit volume
otot

Kekakuan otot Epistotonus , MK : Nyeri akut


kaku kuduk gangguan mobilitas fisik

Sistem pencernaan Otot pengunyah Rigiditas otot


kaku pernafasan

Trismus , sukar Penurunan ekspansi


membuka dada
mulut

MK : Nutrisi kurang dari keutuhan RR meningkat,


tubuh penggunaan otot
bantu pernafasan

MK : ketidakefektifan pola nafas


F. Pemeriksaan penunjang
- EKG: interval CT memanjang karena segment ST. Bentuk takikardi ventrikuler
(Torsaderde pointters)
- Pada tetanus kadar serum 5-6 mg/al atau 1,2-1,5 mmol/L atau lebih rendah kadar
fosfat dalam serum meningkat.
- Sinar X tulang tampak peningkatan denitas foto Rontgen pada jaringan subkutan
atau basas ganglia otak menunjukkan klasifikasi
- Darah
Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl)
BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro
toksik akibat dari pemberian obat.
Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
- Skull Ray : Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
- EEG : Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh
untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya normal.

G. Penatalaksanaan
1. Netralisasi toksin dengan tetanus antitoksin (TAT)
Hiperimun globulin (paling baik)
Dosis: 3.000-6.000 unit IM
Waktu paruh: 24 hari, jadi dosis ulang tidak diperlukan
Tidak berefek pada toksin yang terikat di jaringan saraf; tidak dapat menembus
barier darah-otak
2. Pemberian ATS (anti tetanus)
ATS profilaksis diberikan untuk (luka yang kemungkinan terdapat clostridium:
luka paku berkarat), luka yang besar, luka yang terlambat dirawat, luka tembak,
luka yang terdapat diregio leher dan muka, dan luka-luka tusuk atau gigitan yang
dalam) yaitu sebanyak 1500 IU – 4500 IU
ATS terapi sebanyak > 1000 IU, ATS ini tidak berfungsi membunuh kuman
tetanus tetapi untuk menetralisir eksotoksin yang dikeluarkan clostridium tetani
disekitar luka yang kemudian menyebar melalui sirkulasi menuju otak. Untuk
terapi, pemberian ATS melelui 3 cara yaitu:
- Di suntik disekitar luka 10.000 IU (1 ampul)
-IV 200.000 IU (10 ampul lengan kanan dan 10 ampul lengan kanan
- IM di region gluteal 10.000 Iu
3. Perawatan luka
a. Bersihkan, kalau perlu didebridemen, buang benda asing, biarkan terbuk
(jaringan nekrosis atau pus membuat kondisis baik C. Tetani untuk
berkembang biak)
b. Penicillin G 100.000 U/kg BB/6 jam (atau 2.000.000 U/kg BB/24 jam IV)
selama 10 hari
c. Alternatif
- Tetrasiklin 25-50 mg/kg BB/hari (max 2 gr) terbagi dalam 3 atau 4 dosis
- Metronidazol yang merupakan agent anti mikribial.
- Kuman penyebab tetanus terus memproduksi eksotoksin yang hanya dapat
dihentikan dengan membasmi kuman tersebut.
4. Berantas kejang
a. Hindari rangsang, kamar terang/silau, suasana tenang
b. Preparat anti kejang
c. Barbiturat dan Phenotiazim
- Sekobarbital/Pentobarbital 6-10 mg/kg BB IM jika perlu tiap 2 jam untuk
optimum level, yaitu pasien tenag setengah tidur tetapi berespon segera bila
dirangsang
- Chlorpromazim efektif terhadap kejang pada tetanus
- Diazepam 0,1-0,2 mg/kg BB/3-6 jam IV kalau perlu 10-15 mg/kg BB/24 jam:
mungkin 2-6 minggu
5. Terapi suportif
a. Hindari rangsang suara, cahaya, manipulasi yang merangsang
b. Perawatan umum, oksigen
c. Bebas jalan napas dari lendir, bila perlu trakeostomi
d. Diet TKTP yang tidak merangsang, bila perlu nutrisi parenteral, hindari dehidrasi.
Selama pasase usus baik, nutrisi interal merupakan pilihan selain berfungsi
untuk mencegah atropi saluran cerna.
e. Kebersihan mulut, kulit, hindari obstipasi, retensi urin

H. Fokus Pengkajian
pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem (B1-B6) dengan
fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan di
hubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
1). B 1 (Breathing)

; apakah klien batuk, produksi sputum, sesak nafas,


penggunaan otot bantu nafas dan peningkatan frekuensi
Inspeksi
pernafasan.
; taktil premitus seimbang kanan dan kiri.
Palpasi
; bunyi nafas tambahan seperti ronkhi karena peningkatan
Auskultasi
produksi secret.

2) . B 2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan syok hipolemik.
Tekanan darah normal, peningkatan heart rate, adanya anemis karena
hancurnya eritrosit.
3). B 3 (Brain)
a. Tingkat kesadaran
Compos mentis, pada keadaan lanjut mengalami penurunan
menjadi letargi, stupor dan semikomatosa.
b) Fungsi serebri
Mengalami perubahan pada gaya bicara, ekspresi wajah dan
aktivitas motorik.
c) Pemeriksaan saraf cranial
(1) Saraf I ; tidak ada kelainan, fungsi penciuman normal.
(2) Saraf II ; ketajaman penglihatan normal.
(3) Saraf III, IV dan VI ; dengan alasan yang tidak diketahui, klien
mengalami fotofobia atau sensitive berlebih pada cahaya.
(4) Saraf V ; reflek masester meningkat. Mulut mecucu seperti
mulut ikan (gejala khas tetanus)
(5) Saraf VII ; pengecapan normal, wajah simetris
(6) Saraf VIII ; tidak ditemukan tuli konduktif dan persepsi.
(7) Saraf IX dan X ; kemampuan menelan kurang baik, kesukaran
membuka mulut (trismus).
(8) Saraf XI ; didapatkan kaku kuduk. Ketegangan otot rahang
dan leher (mendadak)
8
(9) Saraf XII ; lidah simetris, indra pengecap normal
d) Sistem motorik
Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan koordinasi
mengalami perubahan.
e) Pemeriksaan refleks
Refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum, atau
periosteum derajat refleks pada respon normal.
f) Gerakan involunter
Tidak ditemukan tremor, Tic, dan distonia. Namun dalam
keadaan tertentu terjadi kejang umum, yang berhubungan sekunder
akibat area fokal kortikal yang peka.
4). B 4 (Bladder)
Penurunan volume haluaran urine berhubungan dengan penurunan
perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal.
5). B 5 (Bowel)
Mual muntah karena peningkatan asam lambung, nutrisi kurang
karena anoreksia dan adanya kejang (kaku dinding perut / perut papan.
Sulit BAB karena spasme otot.
6). B 6 (Bone)
Gangguan mobilitas dan aktivitas sehari-hari karena adanya kejang
umum.
I. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3. Nyeri akut
4. Gangguan mobilitas fisik
J. NIC & NOC

NO Diagnosa NOC NIC


Keperawatan

1 Ketidakefektifan NOC : NIC :


pola nafas
 Respiratory status : Ventilation Airway suction

 Respiratory status : Airway 1. Pastikan


patency kebutuhan oral /
tracheal
 Aspiration Control suctioning.
2. Auskultasi suara
nafas sebelum dan
Kriteria Hasil : sesudah
suctioning.
1. Mendemonstrasikan batuk
3. Informasikan pada
efektif dan suara nafas
klien dan keluarga
yang bersih, tidak ada
tentang suctioning
sianosis dan dyspneu
4. Berikan O2
(mampu mengeluarkan
dengan
sputum, mampu bernafas
menggunakan
dengan mudah, tidak ada
nasal untuk
pursed lips)
memfasilitasi
2. Menunjukkan jalan nafas
suksion
yang paten (klien tidak
nasotrakea.
merasa tercekik, irama
5. Gunakan alat yang
nafas, frekuensi pernafasan
steril setiap
dalam rentang normal,
melakukan
tidak ada suara nafas
tindakan.
abnormal.
3. Mampu
mengidentifikasikan dan Airway Management
mencegah factor yang
dapat menghambat jalan 1. Buka jalan nafas,
nafas guanakan teknik
chin lift atau jaw
thrust bila perlu
2. Posisikan pasien
untuk
memaksimalkan
ventilasi.
3. Identifikasi pasien
perlunya
pemasangan alat
jalan nafas buatan
.

2 Ketidakseimbangan NOC : NIC :


nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh.  Nutritional Status : food and Nutrition
Fluid Intake Management

Kriteria Hasil : 1. Kaji adanya


Definisi : Intake
nutrisi tidak cukup 1. Adanya peningkatan berat alergi makanan
untuk keperluan 2. Kolaborasi
badan sesuai dengan tujuan dengan ahli gizi
metabolisme tubuh.
2. Berat badan ideal sesuai untuk
dengan tinggi badan. menentukan
3. Mampu mengidentifikasi jumlah kalori dan
kebutuhan nutrisi nutrisi yang
4. Tidak ada tanda tanda dibutuhkan
malnutrisi pasien.
5. Tidak terjadi penurunan 3. Anjurkan pasien
berat badan yang berarti untuk
meningkatkan
intake Fe
4. Anjurkan pasien
untuk
meningkatkan
protein dan
vitamin C.
5. Berikan makanan
yang terpilih (
sudah
dikonsultasikan
dengan ahli gizi)

Nutrition Monitoring

1. BB pasien dalam
batas normal
2. Monitor adanya
penurunan berat
badan
3. Monitor tipe dan
jumlah aktivitas
yang biasa
dilakukan
4. Monitor interaksi
anak atau
orangtua selama
makan
5. Monitor
lingkungan
selama makan

3 Nyeri Akut NOC : NIC :

 Pain Level, Pain Management


Definisi :  Pain control, 1. Lakukan
Sensori yang tidak  Comfort level pengkajian nyeri
menyenangkan dan secara
pengalaman Kriteria Hasil: komprehensif
emosional yang termasuk lokasi,
1. Mampu mengontrol nyeri karakteristik,
muncul secara
(tahu penyebab nyeri, durasi, frekuensi,
aktual atau potensial
mampu menggunakan kualitas dan faktor
kerusakan jaringan
tehnik nonfarmakologi presipitasi
atau
untuk mengurangi nyeri, 2. Observasi reaksi
menggambarkan
mencari bantuan) nonverbal dari
adanya kerusakan
2. Melaporkan bahwa nyeri ketidaknyamanan
(Asosiasi Studi
berkurang dengan 3. Gunakan teknik
Nyeri Internasional):
menggunakan manajemen komunikasi
serangan mendadak
nyeri terapeutik untuk
atau pelan
3. Mampu mengenali nyeri mengetahui
intensitasnya dari
(skala, intensitas, frekuensi pengalaman nyeri
ringan sampai berat
dan tanda nyeri) pasien
yang dapat
4. Menyatakan rasa nyaman 4. Ajarkan tentang
diantisipasi dengan
setelah nyeri berkurang teknik non
akhir yang dapat
5. Tanda vital dalam rentang farmakologi
diprediksi dan
normal 5. Berikan analgetik
dengan durasi
kurang dari 6 bulan. untuk mengurangi
nyeri
6. Evaluasi
keefektifan kontrol
nyer
7. Tingkatkan
istirahat
8. Kolaborasikan
dengan dokter jika
ada keluhan dan
tindakan nyeri
tidak berhasil

Вам также может понравиться