Вы находитесь на странице: 1из 13

PROSEDUR PENCEGAHAN DAN PENANGKALAN KEIMIGRASIAN

SEBAGAI FUNGSI PERLINDUNGAN TERHADAP KEPENTINGAN


NASIONAL
Abstrak
Penelitian ini ditujukan untuk prosedur pencegahan dan penangkalan
keimigrasian sebagai fungsi perlindungan terhadap kepentingan nasional
berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian.
Pencegahan dan penangkalan keimigrasian hanya dapat diajukan oleh lembaga
atau instansi negara yang memiliki kewenangan pencegahan dan penangkalan
yang diatur dalam undang-undang, dalam Pasal 91 UU Nomor 6 Tahun 2011
tentang Keimigrasian memberikan kewenangan pencegahan kepada Menteri
Hukum dan HAM atas dasar hasil pengawasan keimigrasian dan keputusan
tindak pidana keimigrasian; Menteri Keuangan dan Jaksa Agung sesuai bidang
tugas dan ketentuan peraturan perundang-undangan; Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kepala Badan
Narkotika Nasional sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
keputusan, perintah, atau permintaan pimpinan kementerian/lembaga lain yang
berdasarkan undang-undang memiliki kewenangan pencegahan, dengan
kewajiban bagi setiap pimpinan kementerian/lembaga tersebut diatas untuk
bertanggungjawab terhadap keputusan, permintaan dan perintah yang
dibuatnya.

A. Pendahuluan
Di era globalisasi dengan perkembangan teknologi dan informasinya
pergerakan manusia jadi semakin mudah, dikarenakan hal ini hak atas kebebasan
bergerak menjadi hak yang banyak diperbincangkan didunia. Semenjak terbentuknya
paham Negara kebangsaan, masing-masing Negara mempunyai kepentingan yang
berbeda-beda sehingga hal ikhwal mengenai pergerakan manusia disetiap Negara
mempunyai pengaturan yang berbeda. Dalam hal ini Negara mempunyai kewenangan
penuh untuk mengatur lalu lintas orang yang masuk atau keluar wilayah negaranya,
Negara mempunyai kewenangan untuk melakukan pencegahan dan penangkalan
kepada orang untuk masuk atau keluar wilayah negaranya didasarkan pada
kepentingan nasional dari Negara tersebut.

1
Hal-hal demikianlah yang membatasi kebebasan gerak manusia, sehingga dunia
internasional perlu mengatur hal-hal mengenai hak atas kebebasan bergerak manusia
untuk membatasi kewenangan-kewenangan yang berlebih dari suatu Negara.
Meningkatnya kejahatan internasional dan kejahatan transnasional, seperti
perdagangan orang, terorisme, money laundering, penyelundupan narkotika, dan lain
sebagainya, itu semua perlu diantisipasi sebagai akibat dari perkembangan
transformasi (perubahan rupa) dan transfigurasi (perubahan bentuk). Terjadi pula
modernisasi dalam melakukan kejahatan, termasuk alat serta modus operandi tindak
kejahatannya yang lebih canggih. Implikasi yang lebih luas dari globalisasi,
transfigurasi dan modernisasi adalah pudarnya sekatan ideologi, politik, ekonomi,
hukum dan sosial budaya, sehingga hubungan antarmanusia, warga, dan bangsa
menjadi lebih terbuka dan transparan.
Hukum keimigrasian adalah bagian dari ilmu hukum kenegaraan, khususnya
merupakan cabang dari hukum administrasi negara (administratiefrecht).1 Hal itu
terlihat dari fungsi keimigrasian yang dilaksanakannya, yaitu fungsi penyelenggaraan
pemerintahan atau administrasi negara (bestuur) dan pelayanan masyarakat (public
dienst), bukan fungsi pembentuk undang-undang (wetgever) dan juga bukan fungsi
peradilan (rechtspraak).2
Dalam melaksanakan fungsi keimigrasian di Indonesia, pemerintah melalui
Direktorat Imigrasi melaksanakan suatu politik keimigrasian yang bertujuan
melindungi kepentingan bangsa dan menyelaraskan apa yang menjadi tujuan
nasional. Untuk melaksanakan hal tersebut maka peraturan keimigrasian dibuat oleh
pemerintah sedemikian rupa agar dapat melindungi kepentingan nasional. Selain itu
juga dapat menjaga kedaulatan dari hal-hal yang dapat merugikan bangsa sebagai
akibat dari perlintasan orang asing yang masuk dan ke luar dari dan ke dalam wilayah
Indonesia. Dalam rangka menjaga keutuhan tegaknya negara, setiap negara

1
M. Imam Santoso, 2004, Perspektif Imigrasi Dalam Pembangunan Ekonomi dan Ketahanan
Nasional, UI Press, Jakarta, hal. 38.
2
Ibid., hal. 39.

2
menerapkan tindakan-tindakan yang berwujud pencegahan terhadap orang-orang
tertentu untuk ke luar dari wilayah Indonesia berdasarkan alasan tertentu. Selain
tindakan pencegahan, setiap negara juga dapat menerapkan tindakan yang berwujud
penangkalan terhadap orang-orang tertentu untuk masuk ke wilayah Indonesia
berdasarkan alasan tertentu. Orang-orang tertentu yang dimaksudkan disini, bukan
saja orang asing tetapi juga warga negara Indonesia, dapat dikenakan tindakan
pencegakan dan penangkalan.
Dalam hukum administrasi negara, pemerintah melakukan 2 (dua) macam
tindakan, yaitu tindakan biasa (feitelijkehandelingen) dan tindakan hukum
(rechtshandelingen). Dalam kajian hukum, yang terpenting untuk dilakukan adalah
tindakan dalam kategori kedua, rechtshandelingen. Tindakan hukum pemerintahan
adalah tindakan yang dilakukan oleh badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dalam
rangka melaksanakan urusan pemerintahan.
Dalam negara hukum, setiap tindakan pemerintah harus berdasarkan atas
hukum, karena dalam negara hukum terdapat prinsip wetmatigheid van bestuur atau
asas legalitas. Asas ini menentukan bahwa tanpa adanya dasar wewenang yang
diberikan oleh suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka segala
macam aparat pemerintah tidak akan memiliki wewenang yang dapat mempengaruhi
atau mengubah keadaan atau posisi hukum warga masyarakatnya.
Secara konseptual tindakan pencegahan dan penangkalan yang dilakukan oleh
suatu negara merupakan kewenangan mutlak yang dimiliki sebuah negara dalam
rangka menjalankan kedaulatan yang dimiliki dan dilakukan dalam rangka melakukan
pengaturan lalu lintas orang yang keluar masuk wilayah negara tersebut. Demikian
pula yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia bahwa cegah tangkal adalah tindakan
pemerintah berupa pelarangan terhadap orang-orang tertentu berdasarkan alasan-
alasan tertentu untuk masuk ataupun ke luar wilayah Indonesia. Pencegahan
merupakan larangan untuk meninggalkan wilayah Indonesia, sedangkan penangkalan
merupakan larangan untuk memasuki wilayah Indonesia. Terhadap orang-orang yang

3
termasuk dalam pencegahan maupun penangkalan akan dimasukan ke dalam daftar
cekal yang pelaksanaannya dilakukan oleh Instansi Direktorat Jenderal Keimigrasian.
Sudah merupakan sifat alamiah manusia untuk selalu bergerak (berpindah) dari
suatu tempat ke tempat lain apapun itu alasannya, namun kebebasan ini bukan berarti
bebas sebebas-bebasnya bergerak tanpa adanya aturan yang membatasinya.
Pembatasan hak atas kebebasan bergerak ini dapat dilakukan oleh setiap negara
dengan cara pencegahan dan penangkalan, pencegahan dan penangkalan adalah untuk
menghentikan seseorang untuk masuk atau keluar wilayah negara yang bersangkutan
atas dasar alasan-alasan yang secara rasional untuk keamanan nasional, ketertiban
umum, kesehatan dan moral masyarakat dan kepentingan masyarakat. Oleh karena itu
prosedur pencegahan dan penangkalan keimigrasian sebagai fungsi perlindungan
terhadap kepentingan nasional harus jelas, sehingga kepastian hukum dapat
diwujudkan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan wacana di atas maka dapat dirumuskan suatu rumusan masalah
yaitu bagaimanakah prosedur pencegahan dan penangkalan keimigrasian sebagai
fungsi perlindungan terhadap kepentingan nasional berdasarkan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian ?

C. Kerangka Teori
Sejak jaman dahulu hingga sekarang, perkembangan manusia selalu
dipengaruhi oleh kegiatan migrasi. Migrasi merupakan fenomena yang telah
berlangsung mengikuti perjalanan peradaban manusia. Secara umum, migrasi
penduduk adalah perpindahan penduduk dari tempat yang satu ke tempat yang lain.
Manusia merupakan makhluk yang selalu bergerak. Pergerakan manusia dari satu
tempat ke tempat lain sudah terjadi sejak manusia pertama kali diciptakan. Dizaman
modern pergerakan manusia dari satu tempat ke tempat lain tidak berkurang bahkan

4
dapat dikatakan makin intensif. Perbedaannya dari pergerakan manusia zaman
terdahulu adalah :
1. Dahulu, pergerakan manusia dari satu tempat ke tempat lain terutama
dilakukan dalam rangka perpindahan (migrasi). Di zaman modern, lebih-
lebih di zaman kemajuan ekonomi dan teknologi transformasi pergerakan
manusia dari satu tempat ke tempat yang lain terutama dilakukan sebagai
suatu perjalanan(travelling).
2. Dahulu, Pergerakan manusia dari suatu tempat ke tempat lain tidak
mengenal lintas batas Negara. Kalaupun ada Negara,pergerakan tersebut
tidak dipengaruhi oleh berbagai kehadiran Negara tersebut.3

Sudah merupakan sifat alamiah manusia untuk selalu bergerak. dari sejarah
manusia, manusia merupakan makhluk yang mengalami pergerakan dari suatu tempat
ketempat lain apapun itu alasannya yang dinamakan migrasi. Migrasi merupakan
perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap dari suatu tempat ke tempat lain
melampaui batas politik/negara ataupun batas administrasi/batas bagian dalam suatu
Negara.4
Dikarenakan hal ini sudah menjadi hak yang kodrati bagi manusia untuk
mempunyai hak atas kebebasan bergerak. Hingga hak atas kebebasan bergerak itupun
tercantum di berbagai macam peraturan yang mengatur mengenai hak asasi manusia.
Didalam Universal Declaration of Human Rights (UDHR) hak atas kebebasan
bergerak ini tercantum didalam artikel 13 yaitu :
(1) Everyone has the right to freedom of movement and residence within
borders of each state
(2) Everyone has the right to leave any country, including his own, and to
return to his country

Begitupula yang tercantum didalam International Covenant on Civil and


Political Rights artikel 12 yaitu :

3
Bagir Manan, 1996, Memantapkan Peranan Imigrasi Dalam Pelayanan, Penerapan dan
Penegakkan Hukum Keimigrasian Pada Era Globalisasi, jurnal Direktorat Jenderal Imigrasi,
Departemen Kehakiman, di Jakarta 21 Agustus 1996, hal. 3
4
R. Munir, “2000, Migrasi” dalam Lembaga Demografi FEUI, Dasar-dasar Demografi, Edisi
2000, Penerbit UI, Jakarta, hal. 116.

5
(1) Everyone lawfully within the territory of state shall, within that territory,
have the right to liberty of movement ad freedom to choose his residence
(2) Everyone shall be free to leave any country, including his own

Hak atas kebebasan bergerak ini juga dinyatakan didalam konstitusi Negara kita
yaitu Undang-Undang Dasar 1945 didalam pasal 28E ayat (1) :
“Setiap orang bebas …. , memilih tempat tinggal di wilayah Negara dan
meninggalkannya serta berhak kembali”.

Dahulu kala sebelum adanya bentuk Negara manusia dapat berpergian tanpa
mengenal lintas batas Negara,sehingga tidak adanya aturan-aturan yang mengatur
perihal pergerakan manusia dalam melintasi batas wilayah. Munculnya paham negara
kebangsaan berawal dari paham nasionalisme. Nasionalisme untuk pertama kalinya
muncul di Eropa pada akhir abad ke-18. Lahirnya paham nasionalisme diikuti dengan
terbentuknya Negara kebangsaan. Pada mulanya terbentuknya negara kebangsaan
dilatarbelakangi oleh faktor-faktor objektif, seperti persamaan keturunan, adat
istiadat, tradisi dan agama. Akan tetapi, kebangsaan yang dibentuk atas dasar
nasionalisme lebih menekankan kemauan untuk hidup bersama dalam Negara
kebangsaan.5
Kepentingan nasional (national interest) adalah tujuan-tujuan yang ingin
dicapai sehubungan dengan kebutuhan bangsa atau negara yang telah dicita-citakan.
Dalam hal ini kepentingan nasional relatif sama dengan kepentingan nasional negara
lain, yaitu : keamanan (mencakup kelangsungan hidup rakyatnya dan keutuhan
wilayah serta kesejahteraan). Kedua hal pokok tersebut merupakan dasar suatu negara
dalam merumuskan kepentingan dan tujuan nasional.6
Demi mncapai tujuan nasional, maka dalam hal lalu lintas orang asing,
dibentuklah hukum keimigrasian. Sistem hukum keimigrasian pada dasarnya
merupakan sebagian kebijakan organ administrasi (negara) yang melaksanakan

5
Teresa Hayter, 2002, Open Borders The Case Against Immigration Controls, Pluto Press,
London, hal. 9-10
6
T. May Rudy, 2002, Study Strategis : Dalam Transformasi Sistem Internasional Pasca
Perang Dingin, Refika Aditama, Jakarta, hal 70.

6
kegiatan pemerintahan (administrasi negara) berupa perbuatan hukum pemerintah
yang dilakukan negara dalam keadaan bergerak (staat in beweging) fungsi dan
kewenangan keimigrasian di Indonesia dilaksanakan oleh Departemen Hukum dan
Hak Asasi Manusia, yang secara khusus dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal
Imigrasi. 7
Prayudi Atmosudirdjo menyebutnya sebagai hukum mengenai pemerintah
dalam kedudukan dan fungsinya sebagai Administrator Negara.8 Selanjutnya
diuraikan bahwa pemerintah suatu negara modern mempunyai lima fungsi pokok.
Salah satu di antaranya adalah fungsi Administrasi Negara, yang meliputi tugas dan
kegiatan-kegiatan:
1. Melaksanakan dan menyelenggarakan kehendak-kehendak (strategi) serta
keputusan-keputusan pemerintah secara nyata.
2. Menyelenggarakan undang-undang (menurut pasal-pasalnya) sesuai
dengan peraturan-peraturan pelaksanaan yang ditetapkan oleh
pemerintah.9

Dilihat dari sisi ini, hukum keimigrsian yang termasuk hukum administrasi itu,
bertugas melaksanakan dan menyelenggarakan ketentuan-ketentuan undangundang
keimigrasian. Administrasi Negara dari sudut ilmu hukum, menurut Prajudi
Atmosudirdjo mempunyai tiga arti, yaitu :
1. Sebagai aparatur negara yang dikepalai dan digerakkan oleh Pemerintah;
2. Sebagai fungsi atau aktivitas atau administrasi dalam arti dinamis atau
funasional;
Dalam hal ini Administrasi Negara merupakan kegiatan-kegiatan aparatur
negara. Apabila administrasi bertindak sebagai fungsi hukum, maka ia
merupakan penyelenggaraan undang-undang atau pelaksanaan ketentuan
undang-undang secara konkret, kausal dan (kebanyakan) individual;
3. Sebagai proses tata kerja penyelenggaraan atau sebagai tata usaha.
Sebagai fungsi atau aktivitas ini berarti pengelolaan, perhitungan dan

7
Bagir Manan, 2000, Hukum Keimigrasian dalam Sistem Hukum Nasional, Ghalia Indonesia,
Jakarta, hal. 22.
8
Prayudi Atmosudirdjo, 1988, Hukum Administrasi Negara, Cetakan ke-9, Ghalia Indonesia,
Jakarta, hal. 12.
9
Ibid, hal. 13.

7
penarikan serta penyusunan ikhtisar data informasi tentang pekerjaan-
pekerjaan dan kegiatankegiatan. 10

Pengertian Hukum Keimigrasian lebih kurang dapat dipergunakan sebagai


pedoman atau pegangan sebagai berikut, yaitu : Hukum Keimigrasian adalah
himpunan petunjuk yang mengatur tata tertib orang-orang yang berlalu lintas masuk
keluar wilayah Indonesia dan pengawasan terhadap orang-orang asing yang berada di
wilayah Indonesia. Hukum Keimigrasian termasuk juga dalam hukum publik yaitu
hukum yang mengatur hubungan antar individu dan negara (Pemerintah). Keterkaitan
strategis antara kepentingan negara terhadap ikhwal keimigrasian yang
bersinggungan dengan aspek pendekatan keamanan negara dan aspek pendekatan
kesejahteraan berakibat hukum keimigrasian bukan sebagai hukum administratif yang
bersifat umum. Walaupun termasuk dalam hukum administatif, mengingat
keimigrasian terkait dengan beberapa aspek strategis yang paling mengemuka adalah
bahwa keimigrasian sebagai aspek penegakan kedaulatan negara, oleh karena itu
untuk mengawal penegakan hukum keimigrasian perlu sanksi pidana yang bersifat
khusus diluar kelaziman yang berlaku sebagaimana hukum administratif lainnya, dan
apabila dibandingkan dengan sanksi pelanggaran hukum adminsitratif lainnya yang
lebih ringan maka kedudukan fungsi keimigrasian yang strategis secara rasional dapat
diterima sebagai alasannya.
Hukum keimigrasian di Indonesia menganut prinsip selective policy.
Berdasarkan prinsip ini, hanya orang-orang asing yang dapat memberikan manfaat
bagi kesejahteraan rakyat, bangsa dan Negara Republik Indonesia serta tidak
membahayakan keamanan dan ketertiban serta tidak bermusuhan baik terhadap
rakyat, maupun Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diizinkan masuk atau
keluar wilayah Indonesia. Orang asing karena alasan-alasan tertentu seperti sikap
permusuhan terhadap rakyat dan Negara Republik Indonesia untuk sementara waktu
dapat ditolak masuk wilayah Indonesia. Selanjutnya berdasarkan selective policy,

10
Ibid, hal. 48-49.

8
secara selektif dapat diatur izin tinggal bagi orang asing sesuai dengan maksud dan
tujuannya berada di Indonesia. Terhadap warga Negara Indonesia berlaku prinsip
bahwa setiap warga Negara Indonesia berhak keluar atau masuk ke wilayah
Indonesia. Namun, hak-hak ini bukan sesuatu yang tidak dapat dibatasi. Karena
alasan-alasan tertentu dan untuk jangka waktu tertentu warga Negara Indonesia dapat
dicegah ke luar dari wilayah Indonesia dan dapat ditangkal masuk ke wilayah
Indonesia. Tetapi, oleh karena penangkalan pada dasarnya ditujukan pada orang
asing, maka penangkalan terhadap warga Negara Indonesia hanya dikenakan dalam
keadaan sangat khusus.

D. Pembahasan
Pengawasan keimigrasian merupakan bagian dari tugas instansi Direktorat
Jenderal Imigrasi yang diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011
tentang Keimigrasian. Secara garis besar konsep pengawasan keimigrasian
menekankan pengawasan secara melekat dengan subjek warga negara Indonesia dan
orang asing. Terhadap warga negara Indonesia dalam konteks pelayanan keimigrasian
di dalam dan luar negeri serta keluar dan masuk wilayah Indonesia. Sementara bagi
orang asing dalam konteks masuk dan keluar wilayah Indonesia serta keberadaan dan
kegiatannya di wilayah Indonesia.11
Salah satu perwujudan sekaligus menjadi kekuatan utama dalam pengawasan
keimigrasian adalah penyusunan daftar nama orang-orang baik WNI maupun orang
asing yang terindikasi terkait dengan masalah hukum sehingga harus dikenakan
pencegahan maupun penangkalan keimigrasian. Pencegahan dan penangkalan,
merupakan suatu kewenangan khusus yang diamanatkan oleh undang-undang
keimigrasian untuk mencegah setiap orang untuk keluar dari wilayah Indonesia dan
menangkal setiap orang untuk masuk ke wilayah Indonesia.12

11
Bab VI tentang Pengawasan Keimigrasian, pasal 66 - 73 UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang
Keimigrasian
12
Bab IX tentang Pencegahan dan Penangkalan, pasal 91 - 103 UU Nomor 6 Tahun 2011
tentang Keimigrasian

9
Dasar pemberlakuan pencegahan dan penangkalan terutama untuk alasan-alasan
khusus dan tertentu yang berkaitan dengan pertimbangan untuk melindungi
kepentingan nasional. Pencegahan dan penangkalan dalam perkembangannya
mengalami banyak tantangan di era globalisasi dan reformasi terutama konsepsinya
dalam hukum keimigrasian karena mengalami keterkaitan yang kuat dengan hak asasi
manusia. Berdasarkan sejarah hukum keimigrasian mengenai konsep pencegahan dan
penangkalan, dalam UU keimigrasian yang lama menyatakan bahwa setiap orang
baik WNI maupun orang asing dapat dikenakan tindakan pencegahan dan
penangkalan, bahkan terhadap WNI dapat ditangkal masuk ke wilayah negaranya
sendiri dengan berdasarkan keadaan yang sangat khusus.
Pencegahan dan penangkalan keimigrasian hanya dapat diajukan oleh lembaga
atau instansi negara yang memiliki kewenangan pencegahan dan penangkalan yang
diatur dalam undang-undang, dalam Pasal 91 UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang
Keimigrasian memberikan kewenangan pencegahan kepada Menteri Hukum dan
HAM atas dasar hasil pengawasan keimigrasian dan keputusan tindak pidana
keimigrasian; Menteri Keuangan dan Jaksa Agung sesuai bidang tugas dan ketentuan
peraturan perundang-undangan; Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia,
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kepala Badan Narkotika Nasional sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau keputusan, perintah, atau
permintaan pimpinan kementerian/lembaga lain yang berdasarkan undang-undang
memiliki kewenangan pencegahan, dengan kewajiban bagi setiap pimpinan
kementerian/lembaga tersebut diatas untuk bertanggungjawab terhadap keputusan,
permintaan dan perintah yang dibuatnya.
Pada instansi kejaksaan misalnya berdasarkan Pasal 15 Peraturan Jaksa Agung
PER-037/A/J.A/09/2011 tentang Standar Operasional Prosedurintelijenkejaksaan
Republik Indonesia menyatakan bahwa, Surat permohonan Pencegahan dan
Penangkalan dalam perkara pidana yang diterima dariJaksa Agung Muda Tindak
Pidana Umum, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, KepalaKejaksaan Tinggi,
Instansi lain atau atas inisiatif Jaksa Agung Muda Intelijen yang ditujukankepada

10
Jaksa Agung Republik Indonesia diteruskan kepada Jaksa Agung Muda Intelijen
melaluiSekretariat Jaksa Agung Muda Intelijen, dalam waktu paling lama 1 (satu)
jam pada hari yang sama.
Surat permohonan Pencegahan dan Penangkalan dalam perkara pidana tersebut
oleh JaksaAgung Muda Intelijen diteruskan kepada Direktur II untuk ditelaah dan
ditindaklanjuti, dalamwaktu paling lama 2 (dua) jam pada hari yang sama. Direktur II
menindaklanjuti disposisi Jaksa Agung Muda Intelijen dengan memerintahkankepada
Kasubdit terkait untuk melakukan telaahan dan membuat net konsep keputusan
JaksaAgung, dalam waktu paling lama 1 (satu) jam pada hari yang sama. Kepala Sub
Direktorat terkait mempelajari dan meneliti kelengkapan persyaratan
suratpermohonan Pencegahan dan Penangkalan apakah dapat dipertimbangkan atau
tidak, dalamwaktu paling lama 1 (satu) hari. Apabila permohonan Pencegahan dan
Penangkalan belum dapat dipertimbangkan, Kasubditterkait membuat net konsep
surat dinas yang ditujukan kepada pemohon untuk melengkapipersyaratan kemudian
diajukan kepada Direktur II untuk ditandatangani, dalam waktu palinglama 2 (dua)
jam pada hari yang sama. Pemberitahuan ketidaklengkapan persyaratan sudah harus
dikirimkan kepada pemohon untukmelengkapinya, dalam waktu paling lama 1 (satu)
hari, dan diserahkan kepada Direktorat Jenderal Kemigrasian. Direktur Jenderal
Imigrasi dalam waktu paling lama tujuh hari sejak tanggal menerima keputusan
pencegahan dan atau penangkalan memasukan permohonan tersebut kedalam Daftar
Pencegahan atau Penangkalan, dan mengirimkannya kepada Kepala Kantor Imigrasi
di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia dan atau Perwakilan perwakilan
Republik Indonesia melalui Departemen Luar Negeri.
Jangka waktu pencegahan Untuk pencegahan karena alasan yang bersifat
keimigrasian atau menyangkut piutang negara, paling lama enam bulan dan dapat
diperpanjang untuk paling banyak dua kali masing-masing tidak lebih dari enam
bulan. Untuk pencegahan karena alasan pemeliharaan dan penegakan keamanan dan
pertahanan negara, paling lama enam bulan dan setiap kali dapat diperpanjang untuk
paling lama enam bulan dengan ketentuan seluruh masa perpanjangan pencegahan

11
tidak lebih dari dua tahun. Untuk penangkalan karena alasan yang bersifat
keimigrasian atau alasan pemeliharaan dan penegakan keamanan dan pertahanan
negara, paling lama satu tahun dan setiap kali dapat diperpanjang untuk jangka waktu
yang sama atau kurang dari waktu tersebut. Jangka waktu penangkalan terhadap
Warga Negara Indonesia adalah paling lama enam bulan dan setiap kali dapat
diperpanjang untuk paling lama enam bulan dengan ketentuan seluruh masa
perpanjangan penangkalan tersebut tidak lebih dari dua tahun.

E. Kesimpulan dan Saran


Pencegahan dan penangkalan keimigrasian hanya dapat diajukan oleh lembaga
atau instansi negara yang memiliki kewenangan pencegahan dan penangkalan yang
diatur dalam undang-undang, dalam Pasal 91 UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang
Keimigrasian memberikan kewenangan pencegahan kepada Menteri Hukum dan
HAM atas dasar hasil pengawasan keimigrasian dan keputusan tindak pidana
keimigrasian; Menteri Keuangan dan Jaksa Agung sesuai bidang tugas dan ketentuan
peraturan perundang-undangan; Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia,
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kepala Badan Narkotika Nasional sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau keputusan, perintah, atau
permintaan pimpinan kementerian/lembaga lain yang berdasarkan undang-undang
memiliki kewenangan pencegahan, dengan kewajiban bagi setiap pimpinan
kementerian/lembaga tersebut diatas untuk bertanggungjawab terhadap keputusan,
permintaan dan perintah yang dibuatnya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Atmosudirdjo, Prayudi. 1988. Hukum Administrasi Negara. Cetakan ke-9.


Ghalia Indonesia. Jakarta.

Hayter, Teresa. 2002. Open Borders The Case Against Immigration Controls.
Pluto Press. London.

Manan, Bagir. 1996. Memantapkan Peranan Imigrasi Dalam Pelayanan.


Penerapan dan Penegakkan Hukum Keimigrasian Pada Era Globalisasi.
jurnal Direktorat Jenderal Imigrasi. Departemen Kehakiman. di Jakarta 21
Agustus 1996.

---------------. 2000. Hukum Keimigrasian dalam Sistem Hukum Nasional.


Ghalia Indonesia. Jakarta.

Munir, R.. “2000. Migrasi” dalam Lembaga Demografi FEUI. Dasar-dasar


Demografi. Edisi 2000. Penerbit UI. Jakarta.

Rudy, T. May. 2002. Study Strategis : Dalam Transformasi Sistem


Internasional Pasca Perang Dingin. Refika Aditama. Jakarta.

Santoso, M. Imam. 2004. Perspektif Imigrasi Dalam Pembangunan Ekonomi


dan Ketahanan Nasional. UI Press. Jakarta.

13

Вам также может понравиться