Вы находитесь на странице: 1из 10

Majalah

Satibi Farmasi Indonesia, 18(2), 71 – 80, 2007

Evaluasi kinerja suatu apotek X di Yogyakarta


dengan pendekatan Balanced Scorecard
Performance evaluation of pharmacy x in Yogyakarta
using balanced scorecard approach

Satibi*), Nova Hasani Furdiyanti dan Maya Rahmawati


Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Abstrak

Telah dilakukan penelitian dengan judul Evaluasi Kinerja Apotek “X”


dengan Pendekatan Balanced Scorecard. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui kinerja Apotek “X” yang ditinjau melalui empat perspektif yaitu ,
keuangan, customer , proses bisnis internal, dan learning and growth.
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian non eksperimental
dengan pendekatan deskriptif evaluatif. Data diperoleh dari data primer dan
sekunder. Data primer diperoleh dengan observasi langsung proses
pelayanan resep, yang meliputi rata-rata waktu dispensing time, pemberian
informasi obat, tingkat ketersediaan obat, identifikasi DRP, kepuasan
konsumen dan hasil wawancara. Data sekunder diperoleh dari dokumen
apotek seperti laporan keuangan apotek tahun 2003, 2004 dan 2005, data
kepegawaian apotek, serta jumlah kunjungan pasien dengan resep.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa kondisi Apotek X kurang baik. Hal
ini dapat dilihat dari indikator keuangan: ROI Apotek X pada tahun 2003-
2005 berada dibawah rata-rata (1,45.%, 0% dan 0.%). Net Profit Margin
untuk apotek X (0,80.%, 0.% dan 0.%). Nilai Turn Over Ratio untuk Apotek X
(4,86 x, 4,48 x dan 3,85 x). Untuk perspektif customer, customer merasa
puas namun jumlah konsumen pembeli obat dengan resep mengalami
penurunan. perspektif pembelajaran - pertumbuhan : semangat kerja dan
produktifitas karyawan tinggi; kinerja dari perspektif proses bisnis internal :
tingkat ketersediaan obat 86,21.%, rata-rata waktu penyediaan obat racikan
16,97 menit dan non racikan 4,78 menit, kelengkapan komponen informasi
obat belum sesuai dengan standar Kepmenkes No.1027/MENKES/SK/
IX/2004, identifikasi Drug Related Problems : dosis kurang 29.%, dosis
berlebih 7.%, interaksi obat 64.%.
Kata kunci : apotek X, kinerja, balanced scorecard

Abstract

The research to evaluate the performance of Pharmacy X in


Yogyakarta using balanced scorecard approach has been performed. The goal
of the present work was to find out the performance of the Pharmacy,
evaluated by four perspectives, i.e. finance, customer, internal business
process, and learning and growth.
This research implemented non experiment at design by evaluative
descriptive approach. Data consist of primary and secondary data. The
primary data was obtained from observation of prescribing service process,
i.e. average of dispensing time drug information service, drug available,
identification of Drug Related Problem (DRP), customer satisfaction, and
interview. Secondary data is taken from pharmacy documents, i.e. pharmacy
finance report, pharmacy labor, and the patients-prescription in 2003-2005.
The results show that pharmacy X condition is not good. The
performance of finance perspective indicated the Return on Investment in

Majalah Farmasi Indonesia, 18(2), 2007 71


Evaluasi kinerja suatu apotek………

2003-2005 was bellow the average (1,45.%, 0.% and 0.%).Net profit
margin (0,80.%, 0.% and 0.%) and turn over ratio (4,86 x, 4,48 x and 3,85
x). Performance of customer perspective indicates good customer
satisfaction, but the number of prescription decreased. Learn – growth
perspective analysis indicated a high level of employee motivation and
productivity; Performance in internal business process perspective showed:
level of drug availability 86,21%, averag of dispensing time 16,97 minutes
(for compounding drugs) and 4,78 minutes (for non compounding drugs),
drugs information weren’t appropriate with standard of Kepmenkes
No.1027/MENKES/SK/IX/2004. Drug Related Problems identified were
prescription under dose (29.%), over dose (7.%), and drugs interaction
(64.%).
Key words : pharmacy X, performance, balanced scorecard

Pendahuluan informasi yang dihasilkan dari sistem akuntansi


Apotek merupakan suatu sarana pelaya- yang berjangka pendek (umumnya mencakup
nan kesehatan yaitu suatu tempat tertentu, satu tahun), maka pengukuran kinerja yang
tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan berfokus ke keuangan mengakibatkan eksekutif
penyaluran perbekalan farmasi (obat, bahan lebih memfokuskan perwujudan kinerja jangka
obat, obat tradisional, bahan obat tradisional, pendek. Dimasa itu, kinerja non-keuangan yang
alat kesehatan, dan kosmetika) kepada menjadi penyebab terwujudnya kinerja
masyarakat. Apotek dipimpin oleh seorang keuangan tidak mendapat perhatian dari
Apoteker Pengelola Apotek (APA) yang telah eksekutif (Mulyadi, 2005).
diberi ijin mengelola apotek. Dalam mengelola BSC merupakan sistem pengukuran
apotek, Apoteker dibantu oleh beberapa kinerja yang tersusun dalam empat perspektif
Asisten Apoteker (AA) (Anonim, 2004). yaitu keuangan, pelanggan (customer), proses
Apotek sebagai salah satu sarana pelayanan, serta pembelajaran dan pertum-
pelayanan kesehatan diharapkan dapat buhan. BSC yang dicetuskan oleh Kaplan dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Norton mengembangkan konsep pengukuran
Bisnis farmasi, khususnya apotek tidak lepas kinerja yang tidak hanya berfokus pada
dari persaingan yang semakin keras dan global. perspektif keuangan, tetapi juga pada perspektif
Untuk itu kalangan farmasi hendaknya non keuangan (pelanggan, proses pelayanan,
melakukan reevaluasi dan menentukan strategi pembelajaran dan pertumbuhan) (Kaplan dan
manajemen yang tepat dalam upaya meningkat- Norton, 2000).
kan kinerja farmasi apotek. Evaluasi dapat Penerapan BSC dimulai dari akarnya
dilakukan dengan melakukan pengukuran yaitu dari perspektif pembelajaran dan
kinerja. pertumbuhan yang akan melahirkan sumber
Pengukuran kinerja dengan Balanced daya manusia yang berkualitas dan selanjutnya
Scorecard (BSC) memandang unit bisnis dari memberikan kontribusi pada proses bisnis
empat perspektif, yaitu perspektif keuangan, internal sehingga pelanggan menjadi puas serta
customer, proses bisnis dalam perusahaan, serta akhirnya akan mendapat kekuatan dalam
proses pembelajaran dan pertumbuhan finansial. Penelitian ini diharapkan dapat
(Yuwono dkk, 2002). menjadi bahan evaluasi bagi pihak manajemen
Sebelum tahun 1990-an, eksekutif di Apotek X, sehingga dapat meningkatkan kinerja
U.S.A hanya diukur kinerja mereka dari Apotek X menjadi lebih efektif dan efisien.
perspektif keuangan. Sebagai akibatnya, fokus Dalam penelitian ini, peneliti mengevaluasi
perhatian dan usaha eksekutif lebih dicurahkan kinerja Apotek X Yogyakarta ditinjau dari
untuk mewujudkan kinerja keuangan, sehingga empat perspektif yang diambil dari konsep
terdapat kecenderungan eksekutif untuk meng- BSC, yaitu perspektif keuangan, customer, proses
abaikan kinerja nonkeuangan. Oleh karena bisnis internal dan pembelajaran pertumbuhan.
ukuran kinerja keuangan mengandalkan

72 Majalah Farmasi Indonesia, 18(2), 2007


Satibi

Metodologi Tabel I. Range kepuasan atau semangat kerja


Bahan dan alat berdasar nilai mean
Bahan dan sumber data dalam penelitian ini
diperoleh dari dokumen apotek seperti laporan Range skor Tingkat kepuasan /semangat
keuangan apotek, data kepegawaian apotek, serta kerja
jumlah kunjungan pasien dengan resep tahun 2003, 1,0 ≤ x ≤ 1,8 sangat rendah
2004 dan 2005 dan hasil wawancara. Selain itu juga 1,8 < x ≤ 2,6 rendah
diperoleh dengan observasi langsung proses 2,6 < x ≤ 3,4 sedang
pelayanan resep, yang meliputi rata-rata waktu 3,4 < x ≤ 4,2 tinggi
dispensing time, pemberian informasi obat, tingkat 4,2 < x ≤ 5,0 sangat tinggi
ketersediaan obat, dan identifikasi DRP.Alat dalam Sumber : data primer yang diolah
penelitian ini menggunakan kuisioner kepuasan
konsumen, stopwatch dan 6 lembar kerja, yaitu: Range kepuasan dibuat dengan skala 0,8
pengelompokan waktu kerja; formulir pemanfaatan dengan perhitungan : Jumlah pilihan jawaban dari
waktu kerja; tingkat ketersediaan obat; lama waktu pertanyaan pada kuesioner dikurangi satu dibagi
penyediaan obat; komponen informasi yang dengan jumlah kriteria penilaian kepuasan.
diberikan; dan resep.
1. Penilaian produktifitas karyawan
Prosedur pelaksanaan
Penelitian ini menggunakan rancangan Tabel II.Range produktifitas berdasarkan nilai mean
penelitian studi kasus non eksperimental dengan dan standar deviasi.
pendekatan deskriptif evaluatif. Penelitian dilakukan
pada bulan Januari-Mei 1006. Sampel customer apotek Range skor Tingkat produktifitas
ditentukan dengan menggunakan metode purporsiv x ≤ 24,995 sangat rendah
sampling, yaitu pemilihan customer yang memenuhi 24,995 < x ≤ 41,665 rendah
kriteria inklusi yaitu customer yang sudah pernah ke 41,665 < x ≤ 58,335 sedang
Apotek X untuk menebus resep minimal dua kali 58,335 < x ≤ 75,005 tinggi
(pelanggan). Pada penelitian ini responden yang 75,005 < x sangat tinggi
diperoleh sebanyak 97 orang. Pada sampel Customer
digunakan untuk mengetahui tingkat kepuasan Hasil Dan Pembahasan
customer terhadap pelayanan apotek X dengan Evaluasi kinerja apotek X dari perspektif
kuisioner kepuasan konsumen. Sampel lembar resep customer
untuk mengetahui proses bisnis internal dilakukan Evaluasi kinerja Apotek X dari
secara prospektif pada resep yang masuk setiap hari perspektif customer dilakukan melalui survey
selama satu bulan. Jumlah resep yang masuk perhari kepuasan pelanggan dan jumlah customer Apotek
diambil secara proporsional random sampling. Pada X tahun 2003-2005.
penelitian ini diambil 116 lembar resep.
Produktifitas dan semangat kerja karyawan diambil 1. Kepuasan pelanggan Apotek X
seluruh karyawan apotek X. Penilaian produktifitas
dilakukan dengan observasi langsung terhadap
Secara keseluruhan, pelanggan merasa
kinerja karyawan berdasarkan job discriptionnya yang puas terhadap pelayanan Apotek X ditinjau dari
diamati selama 1 bulan. Penilaian semangat kerja kelima dimensi kualitas pelayanan yang tertuang
dilakukan dengan penyebaran kuisioner semangat pada pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner
kerja dari Azwar (1999) keseluruh karyawan Apotek dengan skor kepuasan rata-rata keseluruhan
X. Data keuangan, jumlah pasien dengan resep dan sebesar 3,13. Dari masing-masing dimensi
data karyawan diambil dari dokumen Apotek X di pelanggan juga menyatakan puas.
tahun 2003, 2004 dan 2005. Mulyadi (2005) mengatakan bahwa untuk
memenangkan pilihan customer sehingga dapat
Analisis data
1. Hasil penelitian yang diperoleh dianalisis secara bertahan dan bertumbuh di lingkungan bisnis
deskriptif. Hasil dari jawaban kuesioner yang kompetitif, organisasi harus mampu
merupakan data primer. Penilaian kuesioner melampaui harapan customer. Apotek harus
dengan analisis skala likert. Penilaian hasil berjuang untuk membuat pelanggannya merasa
kuisioner dan analisisnya seperti terlihat pada sangat puas, karena sekedar puas tidaklah
Tabel I sampai dengan II. cukup. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

Majalah Farmasi Indonesia, 18(2), 2007 73


Evaluasi kinerja suatu apotek………

Tabel III. Jumlah customer apotek X tahun 2003 – 2005


Tahun Jumlah pembeli Persentase kenaikan
2003 24837
2004 32072 29,13 %
2005 38177 19,04 %
Sumber : Data yang diolah

Tabel IV. Jumlah pembeli di Apotek X Tahun 2003-2005

Tahun Persentase kenaikan(+)/penurunan*


2003 2004 2005 2004 atas 2003 (%) 2005 atas 2004 (%)
Pembeli dengan resep 14083 13383 8248 4,97* 38,37*
Pembeli non resep 10754 18689 29929 73,79(+) 60,14(+)
Sumber : Data yang diolah

Tabel V. Analisis keuangan Apotek X tahun 2003-2005


Tahun Rata-rata apotek
2003 2004 2005 (Seto, 2001)
ROI 1,45% 0 0 12%
Net Profit margin 0,80% 0 0 5-7,5%
TOR 4,86 kali 4,48 kali 3,85 kali 4-12 kali
Keteangan: ROI=Return on Investment, TOR= Turn Over Ratio

skor kepuasan secara keseluruhan adalah 3,13 sebesar 1,45.%, sangat jauh dibawah rata-rata
(puas), sedangkan untuk mencapai sangat puas apotek sebesar 12.%. Angka ini menunjukkan
skor yang dicapai harus lebih dari 3,40. kondisi apotek yang tidak sehat. Kemampuan
apotek dalam memanfaatkan seluruh sumber
2. Jumlah Customer Apotek X tahun 2003- dayanya sangat rendah. Dengan angka sebesar
2005 ( Tabel III ). ini, apotek akan kesulitan mengembalikan
Dari hasil wawancara kepada Apoteker hutang-hutangnya kepada kreditur. Akibatnya
di Apotek X disampaikan bahwa salah satu pada tahun 2004, apotek mengalami kerugian
faktor penyebab berkurangnya jumlah pembeli yang sangat besar, sehingga ROI-nya bernilai
dengan resep secara drastis pada tahun 2005 nol. Tahun 2005 apotek mendapat laba
(sebesar 38,37.%) adalah karena ada seorang operasional, namun belum cukup menutupi
dokter yang tidak lagi praktek di Apotek X. kerugian tahun 2004 sehingga apotek
Dokter tersebut sebelumnya merupakan dokter mengalami kerugian dan ROI-nya bernilai nol.
yang paling ramai didatangi oleh pasien, Rendahnya nilai ROI merupakan
disamping itu adalah munculnya apotek-apotek indikator adanya kekurangefektifan penggunaan
baru yang ada di Yogyakarta sehingga aktiva perusahaan. Penyebab utama bisa karena
meningkatkan persaingan di Apotek X. tingkat perputaran aktiva yang rendah atau
karena profit margin yang tidak memadai
Evaluasi kinerja Apotek X dari perspektif (Machfoedz, cit Liza, 2001).
keuangan
ROI dapat dinaikkan dengan cara: (Anief, 1995)
Evaluasi kinerja Apotek X dari pers- a. Menaikkan margin
pektif keuangan dilakukan melalui analisis rasio 1) Hasil penjualan dinaikkan lebih besar
keuangan ( Tabel V ). dibanding biaya
2) Biaya diturunkan lebih besar dibanding
1. Return on Investment (ROI)
ROI Apotek X pada tahun 2003 penjualannya

74 Majalah Farmasi Indonesia, 18(2), 2007


Satibi

b. Menaikkan perputaran sebesar 44,86.% dan kenaikan biaya sebesar


1) Menaikkan hasil penjualan (laba) 2,52.%. Penurunan laba kotor terjadi karena
dibanding aktivanya (modal lancarnya) nilai penjualan menurun 12,97.%. Besarnya
2) Menurunkan aktivanya lebih besar nominal laba kotor lebih kecil dari jumlah biaya
dibanding hasil penjualan (laba) sehingga apotek mengalami kerugian. Untuk
tahun 2005, laba kotor mulai naik tajam sebesar
2. Net profit margin 56,01% sehingga apotek berhasil menurunkan
Hasil perhitungan menunjukkan net profit kerugian sebesar 37,22.%. Kenaikan laba kotor
margin sebesar 0,80.% pada tahun 2003, jauh bukan karena naiknya tingkat penjualan apotek
dibawah rata-rata apotek sebesar 5-7,5.%. tapi lebih disebabkan karena turunnya harga
Angka ini menunjukkan bahwa pada tahun pokok penjualan (HPP) 16,90.%.
tersebut apotek hanya menghasilkan laba 0,80% Untuk menaikkan nilai ROI perhatian
dari total penjualan. Pada tahun 2004, apotek manajemen apotek dapat dicurahkan pada
mengalami kerugian sehingga profit margin usaha peningkatan penjualan. Usaha pening-
bernilai nol (apotek tidak menghasilkan laba). katan penjualan dapat dilakukan dengan
Pada tahun 2005, profit margin masih bernilai nol mempersembahkan pelayanan terbaik sehingga
karena apotek belum dapat menutupi kerugian customer merasa sangat puas dan dengan
tahun sebelumnya. Menurut Seto (2001), demikian akan tercipta loyalitas dan terjadi
persentase laba bersih dapat ditingkatkan kenaikan penjualan. Cara kedua yang bisa
dengan menaikkan persentase laba kotor dilakukan adalah dengan melakukan diversifi-
dengan cara menaikkan harga atau membeli kasi usaha, misalnya dengan membuka usaha
barang dengan biaya lebih rendah atau klinik. Di sebelah Apotek X terdapat bangunan
mengurangi beban usaha. yang cukup luas yang saat ini digunakan untuk
tempat praktek beberapa dokter, dan sampai
3. Inventory turnover
saat ini ada beberapa ruangan yang tidak
Kinerja keuangan Apotek X dari terpakai. Didukung oleh tempat parkir yang
indikator nisbah perputaran persediaan (TOR) luas, terdapat potensi untuk didirikannya
menunjukkan bahwa tingkat perputaran sebuah klinik persis di sebelah Apotek X. Hal
persediaan Apotek X tahun 2003 sebesar 4,86 ini diharapkan dapat meningkatkan penjualan
kali, melebihi angka rata-rata apotek sebesar Apotek. Selain diversifikasi usaha, bisa juga
minimal 4 kali, artinya perputaran persediaan dilakukan aliansi dengan perusahaan lain.
apotek sudah berjalan dengan baik. Akan tetapi Cara lain untuk meningkatkan
angka ini menurun menjadi 4,48 kali pada tahun keuntungan adalah dengan menekan biaya
2004, hingga mencapai angka 3,85 kali pada pengeluaran. Apabila diperiksa secara lebih
tahun 2005. rinci, pengeluaran terbesar ada pada biaya gaji.
Inventory turnover sebesar 3,85 kali artinya Tahun 2006 apotek melakukan perampingan
bahwa kemampuan dana yang tertanam dalam karyawan sampai hampir 50.%, dengan
persediaan untuk berputar dalam tahun 2005 itu demikian diharapkan pengeluaran biaya gaji
adalah 3,85 kali. Perputaran persediaan 3,85 kali dapat diturunkan sebesar kira-kira 50 %. Biaya
adalah tidak terlalu baik, hal ini menunjukkan lain yang bisa ditekan adalah biaya listrik dan
bahwa apotek memiliki persediaan yang terlalu telepon.
besar untuk tingkat penjualannya atau sejumlah
besar persediaan terdiri dari produk yang tidak Pengukuran kinerja apotek X dari perspektif
dapat dijual. pembelajaran-pertumbuhan.
Apabila dilihat dari ketiga indikator 1. Semangat kerja
keuangan yang telah dihitung, rendahnya nilai Pengukuran semangat kerja karyawan
ROI terjadi karena rendahnya profit margin dilakukan dengan menggunakan kuisioner
(persentase laba bersih). Perbandingan laporan semangat kerja yang dibuat oleh Azwar (1999).
rugi-laba Apotek X untuk tahun 2003, 2004, Hasil dari jawaban responden merupakan data
2005 menunjukkan bahwa terjadi penurunan primer, yang selanjutnya dianalisis dengan
laba bersih hingga apotek mengalami kerugian, menggunakan skala likert.
hal ini disebabkan karena penurunan laba kotor

Majalah Farmasi Indonesia, 18(2), 2007 75


Evaluasi kinerja suatu apotek………

Tabel VI. Distribusi semangat kerja karyawan Apotek X


Jabatan Nilai skala semangat kerja Kategori
Apoteker 1 4,46 Sangat tinggi
Apoteker 2 4,54 Sangat tinggi
Asist. Apoteker 1 3,67 Tinggi
Asist. Apoteker 2 3,75 Tinggi
Kasir + Admin 1 3,67 Tinggi
Kasir + Admin 2 3,75 Tinggi
Reseptir 1 3,96 Tinggi
Reseptir 2 4,88 Sangat tinggi
Cleaning service 3,79 Tinggi
Rata-rata 4,05 Tinggi
Sumber : Data primer yang diolah

Tabel VII . Pemanfaatan Waktu Kerja Karyawan Apotek X


Jabatan Produktif (persentase) Kategori
Apoteker 1 85,91 Sangat tinggi
Apoteker 2 86,23 Sangat tinggi
Asist. Apoteker 1 60,61 Tinggi
Asist. Apoteker 2 57,49 Sedang
Kasir + Admin 1 64,33 Tinggi
Kasir + Admin 2 44,09 Sedang
Reseptir 1 61,82 Tinggi
Reseptir 2 51,44 Sedang
Cleaning service 67,03 Tinggi
Rata-rata 64,33 Tinggi
Sumber : Data primer yang diolah

Keterangan : kategori sedang (41,665 < produktifitas ≤ 58,335), kategori tinggi (58,335 <
produktifitas ≤ 75,005), kategori sangat tinggi (produktifitas lebih dari 75,005).

Hasil analisis distribusi skor nilai mengerjakan pekerjaannya sesuai job description-
semangat kerja berdasarkan nilai mean yang nya atau tidak Hasil pengukuran tingkat
diperoleh dari data descriptives menunjukkan produktifitas karyawan yang diperoleh dari
bahwa secara keseluruhan karyawan apotek X pengamatan perilaku produktif karyawan
memiliki semangat kerja tinggi. Semangat kerja dibandingkan dengan keseluruhan waktu yang
karyawan yang tinggi didukung oleh adanya tersedia menunjukkan bahwa rata-rata karyawan
kesesuaian job desk dari masing-masing apotek X menggunakan 64,33 % waktu kerja
karyawan dengan tingkat pendidikan dan untuk kegiatan produktif (baik produktif
keahliannya, selain itu semangat kerja tinggi langsung maupun tidak langsung), sedangkan
juga dipengaruhi pendapatan karyawan yang pemanfaatan waktu untuk kegiatan pribadi dan
layak dan sesuai dengan tugas, wewenang, serta non produktif sebesar 35,67 % (Tabel VII).
jabatannya. Menurut Manullang dan Marinot Produktifitas karyawan nampak lebih
(2004), semangat kerja yang baik seringkali tinggi pada jam sibuk (shift II) daripada jam
seiring dengan adanya loyalitas petugas tidak sibuk (shift I). Hal ini dikarenakan
terhadap perusahaan. produktifitas karyawan secara langsung
tergantung pada volume kerja dan dipengaruhi
2. Tingkat produktifitas karyawan ada tidaknya pasien yang membeli obat di
Pengukuran tingkat produktifitas apotek. Sehingga, untuk meningkatkan produk-
dilakukan dengan observasi langsung pada tifitas karyawan, hal yang harus dilakukan
karyawan pada jam kerjanya, apakah adalah dengan meningkatkan jumlah pelanggan

76 Majalah Farmasi Indonesia, 18(2), 2007


Satibi

di apotek. Jumlah pelanggan apotek akan Tingkat ketersediaan obat di Apotek X


meningkat seiring dengan meningkatnya tersebut (Tabel VIII) masih tergolong rendah
kualitas pelayanan yang diberikan di apotek. jika dibandingkan dengan penelitian yang
dilakukan Sandra Liza (2001) di Apotek RSUP
Pengukuran kinerja apotek X dari perspektif
DR. Hasan Sadikin Bandung dengan tingkat
proses bisnis internal
1. Tingkat ketersediaan obat ketersediaan sebesar 96,44.%.
Tingkat ketersediaan obat dihitung dari
jumlah resep yang dilayani dan ditolak diban- 2. Rata-rata waktu penyediaan obat
(Average Dispensing Time)
dingkan dengan seluruh resep yang masuk. Tabel IX menunjukkan rata-rata waktu
Jumlah sampel yang diperoleh sebanyak 116 keseluruhan proses penyediaan obat yang
lembar resep dari 116 pasien dengan rincian dibedakan menjadi resep racikan dan non
sebagai berikut: racikan pada jam sibuk (shift I) dan jam tidak
a. Jumlah sampel tertolak : 16 lembar resep sibuk (shift II). Apotek X mempunyai rata-rata
dari 116 lembar resep (13,79.%). waktu proses pelayanan yang lebih cepat jika
Resep tertolak dikarenakan tidak dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan
tersedianya obat yang dibutuhkan pasien di Sandra Liza (2001) di Apotek Rawat Jalan
apotek (stok habis). Faktor yang menyebabkan RSUP. DR. Hasan Sadikin Bandung yang
stok kosong di apotek X, antara lain (Wiyanto, mempunyai rata-rata waktu penyediaan obat
2004): racikan 49,20 menit dan non racikan 21,51
1) Tidak terdeteksinya obat yang hampir menit.
habis.
2) Apotek hanya mempunyai persediaan 3. Kelengkapan komponen informasi yang
diberikan
yang kecil untuk obat-obat tertentu
Jenis informasi obat yang diberikan
(slow moving).
tenaga farmasi kepada pasien dilakukan dengan
3) Barang yang dipesan belum datang.
pengamatan secara langsung. Berdasarkan
4) PBF mengalami kekosongan.
Kepmenkes nomor 1027/MENKES/SK/IX/
5) Ditunda (dipending) pemesanannya
2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
oleh PBF
Apotek menyebutkan bahwa informasi obat
6) Obat tersebut memang tidak tersedia di
pada pasien sekurang-kurangnya meliputi cara
apotek
pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka
waktu pengobatan, aktivitas serta makanan atau
b. Jumlah sampel yang dilayani : 100 lembar
minuman yang harus dihindari selama terapi
resep dari 116 lembar resep (86,21.%)
(Anonim, 2004). Namun dari hasil penelitian
Tabel VIII. Resep yang dilayani Apotek X

Resep yang diamati Jumlah item obat (Persentase)


Item obat diberikan 219 ( 92,41 % )
Langsung : Lengkap 191 ( 87,21 % )
Tidak Lengkap 7 ( 3,20 % )
Tertunda : Lengkap 20 ( 9,13 % )
Tidak Lengkap 1 ( 0,46 % )
Item obat tidak diberikan 18 ( 7,59 % )
Stok Habis 6 ( 33,34 % )
Permintaan Pasien 12 ( 66,66 % )
Jumlah total item obat 237 ( 100 % )
Sumber : Data primer yang diolah

Majalah Farmasi Indonesia, 18(2), 2007 77


Evaluasi kinerja suatu apotek………

Tabel IX. Rata-rata waktu proses penyediaan obat di Apotek X tahun 2006
Waktu Rata-rata waktu proses (menit)
Racikan Non Racikan
Shift I 21,11 4,86
Shift II 12,83 4,70
Rata-rata 16,97 4,78
Sumber : Data primer yang diolah

Tabel X. Komponen Informasi yang diberikan kepada pasien di Apotek X


Materi informasi Pasien
No. Persentase (%)
yang diberikan pada pasien yang diberi informasi
1. Nama Obat 34 34 %
2. Khasiat Obat/Indikasi 56 56 %
3. Kontra Indikasi 0 0%
4. Dosis Pemakaian Obat 38 38 %
5. Cara Pemakaian Obat 48 48 %
6. Waktu Pemakaian Obat 57 57 %
7. Aturan Pakai 97 97 %
8. Lama Pemakaian 24 24 %
9. Yang Harus Dilakukan Bila Lupa 1 1%
10. ESO & Apa Yang Harus Dilakukan 3 3%
11. Obat Bebas Yang Harus Dibatasi 0 0%
12. Makanan/Minuman Yang Harus Dibatasi 9 9%
13. Aktivitas Yang Harus Dibatasi 2 2%
14. Cara Penyimpanan Yang Benar 1 1%
15. Cara Pembuangan Yang Benar 0 0%
Jumlah total pasien = 100 orang

belum ada pasien yang menerima informasi


sesuai standar tersebut. Kendala-kendala yang
sering dihadapi tenaga farmasi dalam
memberikan informasi obat kepada pasien
antara lain karena waktu kerja apoteker di
apotek sangat terbatas dengan banyaknya beban
kerja terutama di pagi hari untuk mengatur
administrasi apotek, kesiapan sebagai informer,
dan sikap pasien tidak kooperatif.
Gambar 1. Persentase kejadian tiap DRPs
4. Identifikasi Drug Related Problems
dibandingkan seluruh kejadian DRPs
(DRPs) resep di Apotek X 21 tahun 2006
Drug Related Problems merupakan kejadian
yang berkaitan dengan terapi obat yang secara seluruh kejadian DRPs dapat dilihat pada
aktual maupun potensial dapat mempengaruhi Gambar 1.
outcome kesehatan seseorang (Strand et al., Dari Gambar 1 dapat diketahui bahwa
1998). Pada penelitian ini jenis DRPs yang kejadian DRPs yang banyak terjadi adalah
dilihat meliputi : dosis obat kurang, dosis obat interaksi obat, yang potensial terjadi pada 9
lebih, dan interaksi obat. lembar resep atau sebesar 64.% dari seluruh
Persentase kejadian dari tiap jenis DRPs kejadian DRPs. Kemudian diikuti dengan dosis
yang potensial terjadi dibandingkan dengan obat kurang pada 4 lembar resep atau 29.% dari

78 Majalah Farmasi Indonesia, 18(2), 2007


Satibi

seluruh kejadian DRPs dan yang paling rendah potensial terjadi pada 4 lembar resep atau 4 %
kejadiannya adalah dosis obat berlebih pada 1 dari keseluruhan resep yang dianalisis.
lembar resep atau 7.% dari seluruh kejadian Seorang farmasis dalam meminimalkan
DRPs. kejadian DRPs dapat melakukan langkah-
Kesalahan dosis disini merupakan langkah sebagai berikut :
kesalahan dosis secara teoritis bukan secara 1) Mengkonfirmasikan mengenai berat badan
aktual (kenyataan), karena dosis sifatnya atau usia pasien untuk perhitungan dosis
individual sekali untuk tiap orang berdasarkan yang berdasarkan pada berat badan ataupun
kebutuhan terapi tiap individu, sedangkan pada usia.
penelitian ini tidak diketahui diagnosis dari tiap- 2) Melakukan kontrol pada setiap tahap
tiap pasien. Dosis obat yang secara teori kurang dispensing untuk meminimalisir kesalahan
belum tentu pada kenyataannya juga kurang, pemberian obat pada pasien.
demikian halnya dengan dosis lebih, belum 3) Mengkonfirmasikan pada dokter jika ada
tentu dosis obat yang secara teori lebih pada resep yang membingungkan. Dalam hal ini
kenyataannya juga lebih. diperlukan kemampuan komunikasi
Dari data yang diperoleh menunjukkan farmasis dan kapabilitas pengetahuan yang
bahwa interaksi obat yang mekanismenya cukup tentang DRPs.
melalui interaksi farmakokinetik sebanyak 6 4) Meningkatkan kemampuan, pengetahuan,
kejadian, yang interaksinya mengikuti interaksi dan wawasan seiring dengan ilmu
farmakodinamik sebanyak 3 kejadian, interaksi kefarmasian yang selalu berkembang dari
yang mekanismenya melalui interaksi waktu ke waktu.
farmakokinetik dan farmakodinamik sebanyak 2 5) Mengkonfirmasikan identitas pasien
kejadian, dan interaksi yang mekanismenya sebelum obat diserahkan, memastikan
belum diketahui sebanyak 2 kejadian. bahwa obat diserahkan pada pasien yang
tepat.
Strategi dalam penatalaksaan interaksi obat 6) Mendokumentasikan setiap kejadian DRPs
antara lain (Aslam, et al., 2003) : yang ditemui.
a. Menghindari kombinasi obat yang
berinteraksi dan memilih obat Kesimpulan
penggantinya. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa
b. Menyesuaikan atau memodifikasi dosis kondisi Apotek X kurang baik. Hal ini dapat
obat, jika hasil dari interaksi obat adalah dilihat dari indikator keuangan: ROI Apotek X
meningkatkan atau mengurangi efek obat. pada tahun 2003-2005 berada dibawah rata-rata
c. Monitoring pasien, jika kombinasi obat (1,45.%, 0.% dan 0.%),. Net Profit Margin
yang potensial berinteraksi tetap diberikan. untuk apotek X (0,80.%, 0.% dan 0.%). Nilai
d. Melanjutkan terapi obat seperti sebelumnya Turn Over Ratio untuk Apotek X (4,86 x, 4,48 x
tanpa perubahan, dilakukan jika interaksi dan 3,85.x). Untuk perspektif customer,
obat tidak bermakna secara klinis atau jika customer merasa puas namun jumlah
obat yang berinteraksi tersebut merupakan konsumen pembeli obat dengan resep
pengobatan yang optimal. mengalami penurunan. perspektif pembelajaran
e. Mendokumentasikan kejadian interaksi – pertumbuhan : semangat kerja dan produk-
obat yang terjadi. tifitas karyawan tinggi; kinerja dari perspektif
proses bisnis internal : tingkat ketersediaan obat
Pada penelitian ini juga ditemukan 86,21.%, rata-rata waktu penyediaan obat
faktor-faktor yang potensial mempengaruhi racikan 16,97 menit dan non racikan 4,78
kejadian DRPs, yaitu kesalahan preparasi. menit, kelengkapan komponen informasi obat
Kesalahan preparasi pada penelitian ini adalah belum sesuai dengan standar Kepmenkes
obat-obat yang seharusnya tidak boleh No.1027/MENKES/SK/IX/2004, identifikasi
dicampur tetapi dicampur (misal antibiotik Drug Related Problems : dosis kurang 29.%, dosis
dicampur dengan obat-obat simptomatik). Hasil berlebih 7.%, interaksi obat 64.%.
penelitian menunjukkan kesalahan preparasi

Majalah Farmasi Indonesia, 18(2), 2007 79


Evaluasi kinerja suatu apotek………

Daftar Pustaka
Anief, M., 1995, Manajemen Farmasi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Anonim, 2004, Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta
Aslam, M., Tan, C.K., dan Prayitno, A., 2003, Farmasi Klinis (Clinical Pharmacy) : menuju Pengobatan
Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien, 129, PT Elex Media Komputindo, kelompok
Gramedia, Jakarta
Kaplan, R.S. and Norton, D.P., 2000, Balanced Scorecard : Menerapkan Strategi Menjadi Aksi,
diterjemahkan oleh Peter R. Yosi Pasla, Erlangga, Jakarta.
Azwar, S., 1999, Penyusunan Skala Psikologi, 107, 180 – 184, Pustaka Pelajar, Jakarta.
Liza, S., 2001, Pengukuran Kinerja Apotik Koperasi Pegawai RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
Dengan Pendekatan Balanced Scorecard, Tesis, Program Pascasarjana Universitas Gadjah
Mada, Jogjakarta
Manullang, M., dan Marihot, M., 2004, Manajemen Personalia, 194-195, 202, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Mulyadi, 2005, Sistem Manajemen Strategik Berbasis Balanced Scorecard, UPP AMP YKPN, Yogyakart.
Seto, S., 2001, Manajemen Apoteker, Airlangga University Press, Surabaya.
Strand, L.M., Cipolle, R.J., and Morley, P.C., 1998, Pharmaceutical Care Practice, The Mc Graw Hill
Companies
Wiyanto, D., 2004, Evaluasi Sistem Pengelolaan Obat di Apotek Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Yuwono, S., Sukarno, E., dan Ichsan, M., 2002, Petunjuk Praktis Penyusunan Balanced Scorecard : Menuju
Organisasi yang Berfokus Pada Strategi, PT Elex Media Komputindo, Jakarta.

* Korespondensi : Satibi, S.Si., M.Si., Apt.


Lab. Manajemen Farmasi & Farmasi Masyarakat (MFFM) Bagian
Farmasetika Fakultas Farmasi UGM, Jl. Sekip Utara Yogyakarta
Telepon : 08122755352
E-mail : Satibi@ugm.ac.id

80 Majalah Farmasi Indonesia, 18(2), 2007

Вам также может понравиться