Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Abstrak
Abstract
2003-2005 was bellow the average (1,45.%, 0.% and 0.%).Net profit
margin (0,80.%, 0.% and 0.%) and turn over ratio (4,86 x, 4,48 x and 3,85
x). Performance of customer perspective indicates good customer
satisfaction, but the number of prescription decreased. Learn – growth
perspective analysis indicated a high level of employee motivation and
productivity; Performance in internal business process perspective showed:
level of drug availability 86,21%, averag of dispensing time 16,97 minutes
(for compounding drugs) and 4,78 minutes (for non compounding drugs),
drugs information weren’t appropriate with standard of Kepmenkes
No.1027/MENKES/SK/IX/2004. Drug Related Problems identified were
prescription under dose (29.%), over dose (7.%), and drugs interaction
(64.%).
Key words : pharmacy X, performance, balanced scorecard
skor kepuasan secara keseluruhan adalah 3,13 sebesar 1,45.%, sangat jauh dibawah rata-rata
(puas), sedangkan untuk mencapai sangat puas apotek sebesar 12.%. Angka ini menunjukkan
skor yang dicapai harus lebih dari 3,40. kondisi apotek yang tidak sehat. Kemampuan
apotek dalam memanfaatkan seluruh sumber
2. Jumlah Customer Apotek X tahun 2003- dayanya sangat rendah. Dengan angka sebesar
2005 ( Tabel III ). ini, apotek akan kesulitan mengembalikan
Dari hasil wawancara kepada Apoteker hutang-hutangnya kepada kreditur. Akibatnya
di Apotek X disampaikan bahwa salah satu pada tahun 2004, apotek mengalami kerugian
faktor penyebab berkurangnya jumlah pembeli yang sangat besar, sehingga ROI-nya bernilai
dengan resep secara drastis pada tahun 2005 nol. Tahun 2005 apotek mendapat laba
(sebesar 38,37.%) adalah karena ada seorang operasional, namun belum cukup menutupi
dokter yang tidak lagi praktek di Apotek X. kerugian tahun 2004 sehingga apotek
Dokter tersebut sebelumnya merupakan dokter mengalami kerugian dan ROI-nya bernilai nol.
yang paling ramai didatangi oleh pasien, Rendahnya nilai ROI merupakan
disamping itu adalah munculnya apotek-apotek indikator adanya kekurangefektifan penggunaan
baru yang ada di Yogyakarta sehingga aktiva perusahaan. Penyebab utama bisa karena
meningkatkan persaingan di Apotek X. tingkat perputaran aktiva yang rendah atau
karena profit margin yang tidak memadai
Evaluasi kinerja Apotek X dari perspektif (Machfoedz, cit Liza, 2001).
keuangan
ROI dapat dinaikkan dengan cara: (Anief, 1995)
Evaluasi kinerja Apotek X dari pers- a. Menaikkan margin
pektif keuangan dilakukan melalui analisis rasio 1) Hasil penjualan dinaikkan lebih besar
keuangan ( Tabel V ). dibanding biaya
2) Biaya diturunkan lebih besar dibanding
1. Return on Investment (ROI)
ROI Apotek X pada tahun 2003 penjualannya
Keterangan : kategori sedang (41,665 < produktifitas ≤ 58,335), kategori tinggi (58,335 <
produktifitas ≤ 75,005), kategori sangat tinggi (produktifitas lebih dari 75,005).
Hasil analisis distribusi skor nilai mengerjakan pekerjaannya sesuai job description-
semangat kerja berdasarkan nilai mean yang nya atau tidak Hasil pengukuran tingkat
diperoleh dari data descriptives menunjukkan produktifitas karyawan yang diperoleh dari
bahwa secara keseluruhan karyawan apotek X pengamatan perilaku produktif karyawan
memiliki semangat kerja tinggi. Semangat kerja dibandingkan dengan keseluruhan waktu yang
karyawan yang tinggi didukung oleh adanya tersedia menunjukkan bahwa rata-rata karyawan
kesesuaian job desk dari masing-masing apotek X menggunakan 64,33 % waktu kerja
karyawan dengan tingkat pendidikan dan untuk kegiatan produktif (baik produktif
keahliannya, selain itu semangat kerja tinggi langsung maupun tidak langsung), sedangkan
juga dipengaruhi pendapatan karyawan yang pemanfaatan waktu untuk kegiatan pribadi dan
layak dan sesuai dengan tugas, wewenang, serta non produktif sebesar 35,67 % (Tabel VII).
jabatannya. Menurut Manullang dan Marinot Produktifitas karyawan nampak lebih
(2004), semangat kerja yang baik seringkali tinggi pada jam sibuk (shift II) daripada jam
seiring dengan adanya loyalitas petugas tidak sibuk (shift I). Hal ini dikarenakan
terhadap perusahaan. produktifitas karyawan secara langsung
tergantung pada volume kerja dan dipengaruhi
2. Tingkat produktifitas karyawan ada tidaknya pasien yang membeli obat di
Pengukuran tingkat produktifitas apotek. Sehingga, untuk meningkatkan produk-
dilakukan dengan observasi langsung pada tifitas karyawan, hal yang harus dilakukan
karyawan pada jam kerjanya, apakah adalah dengan meningkatkan jumlah pelanggan
Tabel IX. Rata-rata waktu proses penyediaan obat di Apotek X tahun 2006
Waktu Rata-rata waktu proses (menit)
Racikan Non Racikan
Shift I 21,11 4,86
Shift II 12,83 4,70
Rata-rata 16,97 4,78
Sumber : Data primer yang diolah
seluruh kejadian DRPs dan yang paling rendah potensial terjadi pada 4 lembar resep atau 4 %
kejadiannya adalah dosis obat berlebih pada 1 dari keseluruhan resep yang dianalisis.
lembar resep atau 7.% dari seluruh kejadian Seorang farmasis dalam meminimalkan
DRPs. kejadian DRPs dapat melakukan langkah-
Kesalahan dosis disini merupakan langkah sebagai berikut :
kesalahan dosis secara teoritis bukan secara 1) Mengkonfirmasikan mengenai berat badan
aktual (kenyataan), karena dosis sifatnya atau usia pasien untuk perhitungan dosis
individual sekali untuk tiap orang berdasarkan yang berdasarkan pada berat badan ataupun
kebutuhan terapi tiap individu, sedangkan pada usia.
penelitian ini tidak diketahui diagnosis dari tiap- 2) Melakukan kontrol pada setiap tahap
tiap pasien. Dosis obat yang secara teori kurang dispensing untuk meminimalisir kesalahan
belum tentu pada kenyataannya juga kurang, pemberian obat pada pasien.
demikian halnya dengan dosis lebih, belum 3) Mengkonfirmasikan pada dokter jika ada
tentu dosis obat yang secara teori lebih pada resep yang membingungkan. Dalam hal ini
kenyataannya juga lebih. diperlukan kemampuan komunikasi
Dari data yang diperoleh menunjukkan farmasis dan kapabilitas pengetahuan yang
bahwa interaksi obat yang mekanismenya cukup tentang DRPs.
melalui interaksi farmakokinetik sebanyak 6 4) Meningkatkan kemampuan, pengetahuan,
kejadian, yang interaksinya mengikuti interaksi dan wawasan seiring dengan ilmu
farmakodinamik sebanyak 3 kejadian, interaksi kefarmasian yang selalu berkembang dari
yang mekanismenya melalui interaksi waktu ke waktu.
farmakokinetik dan farmakodinamik sebanyak 2 5) Mengkonfirmasikan identitas pasien
kejadian, dan interaksi yang mekanismenya sebelum obat diserahkan, memastikan
belum diketahui sebanyak 2 kejadian. bahwa obat diserahkan pada pasien yang
tepat.
Strategi dalam penatalaksaan interaksi obat 6) Mendokumentasikan setiap kejadian DRPs
antara lain (Aslam, et al., 2003) : yang ditemui.
a. Menghindari kombinasi obat yang
berinteraksi dan memilih obat Kesimpulan
penggantinya. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa
b. Menyesuaikan atau memodifikasi dosis kondisi Apotek X kurang baik. Hal ini dapat
obat, jika hasil dari interaksi obat adalah dilihat dari indikator keuangan: ROI Apotek X
meningkatkan atau mengurangi efek obat. pada tahun 2003-2005 berada dibawah rata-rata
c. Monitoring pasien, jika kombinasi obat (1,45.%, 0.% dan 0.%),. Net Profit Margin
yang potensial berinteraksi tetap diberikan. untuk apotek X (0,80.%, 0.% dan 0.%). Nilai
d. Melanjutkan terapi obat seperti sebelumnya Turn Over Ratio untuk Apotek X (4,86 x, 4,48 x
tanpa perubahan, dilakukan jika interaksi dan 3,85.x). Untuk perspektif customer,
obat tidak bermakna secara klinis atau jika customer merasa puas namun jumlah
obat yang berinteraksi tersebut merupakan konsumen pembeli obat dengan resep
pengobatan yang optimal. mengalami penurunan. perspektif pembelajaran
e. Mendokumentasikan kejadian interaksi – pertumbuhan : semangat kerja dan produk-
obat yang terjadi. tifitas karyawan tinggi; kinerja dari perspektif
proses bisnis internal : tingkat ketersediaan obat
Pada penelitian ini juga ditemukan 86,21.%, rata-rata waktu penyediaan obat
faktor-faktor yang potensial mempengaruhi racikan 16,97 menit dan non racikan 4,78
kejadian DRPs, yaitu kesalahan preparasi. menit, kelengkapan komponen informasi obat
Kesalahan preparasi pada penelitian ini adalah belum sesuai dengan standar Kepmenkes
obat-obat yang seharusnya tidak boleh No.1027/MENKES/SK/IX/2004, identifikasi
dicampur tetapi dicampur (misal antibiotik Drug Related Problems : dosis kurang 29.%, dosis
dicampur dengan obat-obat simptomatik). Hasil berlebih 7.%, interaksi obat 64.%.
penelitian menunjukkan kesalahan preparasi
Daftar Pustaka
Anief, M., 1995, Manajemen Farmasi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Anonim, 2004, Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta
Aslam, M., Tan, C.K., dan Prayitno, A., 2003, Farmasi Klinis (Clinical Pharmacy) : menuju Pengobatan
Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien, 129, PT Elex Media Komputindo, kelompok
Gramedia, Jakarta
Kaplan, R.S. and Norton, D.P., 2000, Balanced Scorecard : Menerapkan Strategi Menjadi Aksi,
diterjemahkan oleh Peter R. Yosi Pasla, Erlangga, Jakarta.
Azwar, S., 1999, Penyusunan Skala Psikologi, 107, 180 – 184, Pustaka Pelajar, Jakarta.
Liza, S., 2001, Pengukuran Kinerja Apotik Koperasi Pegawai RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
Dengan Pendekatan Balanced Scorecard, Tesis, Program Pascasarjana Universitas Gadjah
Mada, Jogjakarta
Manullang, M., dan Marihot, M., 2004, Manajemen Personalia, 194-195, 202, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Mulyadi, 2005, Sistem Manajemen Strategik Berbasis Balanced Scorecard, UPP AMP YKPN, Yogyakart.
Seto, S., 2001, Manajemen Apoteker, Airlangga University Press, Surabaya.
Strand, L.M., Cipolle, R.J., and Morley, P.C., 1998, Pharmaceutical Care Practice, The Mc Graw Hill
Companies
Wiyanto, D., 2004, Evaluasi Sistem Pengelolaan Obat di Apotek Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Yuwono, S., Sukarno, E., dan Ichsan, M., 2002, Petunjuk Praktis Penyusunan Balanced Scorecard : Menuju
Organisasi yang Berfokus Pada Strategi, PT Elex Media Komputindo, Jakarta.