Вы находитесь на странице: 1из 4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap profesi termasuk advokat, memerlukan etika, terutama untuk menyediakan


struktur yang mampu menciptakan displin tata kerja, dan menyediakan garis batas nilai
yang bisa dijadikan acuan para profeional untuk menyelesaikan problem etika yang
dihadapi saat menjalankan fungsi profesinya sehari-hari. Rumusan kongkret dari sistem
etika bagi profesional dirumuskan dalam suatu kode etik profesi, yang secara harfiyah bisa
diartikan etika yang dikodifikasi. Atau menurut bahasa awam adalah etika yang dituliskan
secara kongkret. Karena sebenarnya etika merupakan konsep yang abstrak, subyektif, dan
sulit diukur. Oleh karenanya kode etik harus dirumuskan secara konkrit dan bisa diukur
dilaksanakannya atau dilanggar. Dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai makna,
fungsi, dan peran kode etik, dasar hukum kode etik profesi advokat di Indpnesia, perlunya
kode etik profesi, dan mengenai kode etik profesi advokat.

B. Rumusan Masalah

a. Bagaimana makna, fungsi, dan peran kode etik?


b. Apa dasar hukum kode etik profesi advokat di Indonesia?
c. Mengapa perlunya kode etik profesi?
d. Bagaimana kode etik profesi advokat di Indonesia?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Makna, Fungsi, Dan Peran

Setiap profesi termasuk advokat, memerlukan etika, terutama untuk menyediakan


struktur yang mampu menciptakan displin tata kerja, dan menyediakan garis batas nilai
yang bisa dijadikan acuan para profeional untuk menyelesaikan problem etika yang
dihadapi saat menjalankan fungsi profesinya sehari-hari. Menurut Bertens, kode etik ini
ibarat kompas yang menunjukan arah bagi sautu profesi, dan sekaligus berfungsi untuk
menjamin mutu moral profesi tersebut bagi masyarakat penggunanya. Sedangkan menurut
Subekti, fungsi dan tujuan kode etik adalah untuk menjunjung martabat profesi dan
menjaga kesejahteraan para anggotanya dengan membuat sistem larangan-larangan untuk
tidak meakukan perbuatan-perbuatan yang tercela.

Rumusan kode etik harus memiliki karakteristik agar dapat dipatuhi oleh anggota
profesi, yaitu:

1. Merupakan produk terapan, berupa etika yang praktis dan bukan konsep etika yang
masih abstrak.
2. Kode etik harus bersifat dinamis, yaitu bisa diubah sewaktu-waktu seiring perubahan
sosial.
3. Kode etik harus dijiwai oleh nilai-nilai yang hidup dan berkembang dikalangan profesi.
4. Kode etik harus dirumuskan dari, oleh, dan untuk kalangan profesi, sehingga mengikat
lebih kuat dibanding peraturan lain yang dibuat oleh pihak lain juga.
5. Tujuan utamanya adalah untuk mencegah perilaku yang tidak etis, officium nobile tetap
melekat pada diri advokat.
B. Dasar Hukum Kode Etik
Dasar hukum kode etik profesi advokat Indonesia adalah UU Nomor 18 tahun 2013
tentang Advokat pasal 26, 27, 29, 33. Dalam pasal 26 menyebutkan:
1) Untuk menjaga martabat dan kehormatan profesi advokat, disussun kode etik profesi
advokat oleh Organisasi Advokat.
2) Advokat wajib tunduk dan mematuhi kode etik profei advokat dan ketentuan tentang
Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.
3) Kode etik advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan.
4) Pengawasan atas pelaksanaan kode etik profesi advokat dilakukan oleh organisasi
advokat.
5) Dewan Kehormatan Organisasi Advokat memeriksa dan mengadili pelanggaran kode
etik profesi advokat berdasarkan tata cara Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.
6) Keputusan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat tidak menghilangkan tanggung
jawab pidana apabila pelanggaran terhadap kode etik profesi advokat mengandung
unsurpidana
7) Ketentuan mengenai tata cara memeriksa dan mengadili pelanggaran kode etik profesi
advokat diatur lebih lanjut dengan Keputusan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.
Rumusan kode etik yang berlaku adalah sebagaimana disebutka dalam pasal 33:
“Kode etik dan ketentuan tentang Dewan Kehormatan Profesi Advokat yang telah
ditetapkan oleh Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI),
Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia
(lHAPI),Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia
(AKHI), dan Himpunan Hukum Pasar Modal (HKHPM), pada tanggal 23 Mei 2003
dinyatakan mempunyai kekuatan hukum secara mutatis mutandis menurut UU ini sampai
ada ketentuan yang baru yang dibuat oleh Organisasi Advokat”.
Sekarang ini ada beberapa rumusan kode etik, karena masing-masing organisasi
membuat rumusan sendiri, seperti PERADI,KAI, dan mungkin yang lain, tetapi isinya
tidak ada perbedaan yang substansial. Hanya beberapa perbedaan teknis dalam
pemeriksaan Dewan Kehormatan yang masing-masing organisasi mencoba membuat ciri
khas yang berbeda.
C. Perlunya Kode Etik Profesi
Dalam kehidupan bermasyarakat yang baik peru ditegakkan etika baik itu etika umum
yang berlaku bagi siapa saja dan dimana saja maupun etika khsusu yang hanya berlaku
bagi komunitas atau profesi tertentu saja. Sistem etika profesi ini untuk menyediakan
struktur yang mampu menciptakan disiplin kerja dan memberi batas tata nilai yang boleh
dan tidak boleh dilakukan, yang bisa dijadikan acuan para pengembang profesi. Sistem
etika ini juga merupakan panduan dalam menyelesaikan konflik atau benturan kepentingan
internal dalam menjalankan profesi. Rumusan kongkret dari sistem etika bagi para
profesional inilah yang sekarang ini populer disebut sebagai kode etik profesi.
Pembentukan kode etik paling tidak ada tiga maksud, yaitu:
1. Untuk menjaga dan meningkatkan kualitas moral.
2. Untuk menjamin kualitas profesional.
3. Untuk meningkatkan kualitas kesejahteraan para pengemban profesi.
Menurut Sidharta, etika profesi pada hakikatnya adalah kesanggupan untuk secara
seksama berupaya memenuhi kebutuhan pelayanan profesional dengan kesungguhan,
kecermatan, dan keseksamaan mengupayakan pengarahan keahlian dan kemahiran
berkeilmuan kepada para masyarakat yang membutuhkannya. Oleh karena itu perlu
berorientasi pada kaidah-kaidah sebagai berikut:
1. Profesi harus dipandang dan dihayati sebagai suatu pelayanan tanpa pamrih.
2. Selalu mengacu pada nilai-nilai luhur yang menjadi norma kritik yang memotivasi
sifat dan perilaku.
3. Berorientasi pada masyarakat sebagai suatu keseluruhan.
4. Dilandasi semangat solidaritas sesama pengemban profesi demi menjaga kualitas dan
martabat profesi.

Вам также может понравиться