Вы находитесь на странице: 1из 24

Referat Madya Stase Neurologi

AUTISME PADA ANAK

Oleh:
I Made Ananta Wijaya

Pembimbing:
Dr. dr. Tjipta Bahtera, SpA(K)
dr. Alifiani Hikmah Putranti, SpA(K)
dr. Tun Paksi Sareharto, Msi.Med, SpA

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-I


BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FK UNDIP
SEMARANG
2018
BAB I
PENDAHULUAN

Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan yang paling rumit,


meliputi komunikasi, hubungan sosial, dan perilaku yang bermakna. Dahulu autisme
dianggap sebagai satu kondisi dengan sejumlah gejala yang berbatas jelas. Kini
ternyata memiliki rentang variasi derajat yang sangat lebar, dari yang berat hingga
yang paling ringan. Istilah yang paling tepat digunakan adalah Gangguan Spektrum
Autisme (Autism Spectrum Disorder-ASD). Istilah "spektrum" mengacu pada
berbagai gejala, keterampilan, dan tingkat kerusakan yang dapat dimiliki oleh orang-
orang dengan ASD. 1
Anak autisme mengalami kesulitan dalam berkomunikasi karena mereka
mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya (Williams dan Wright, 2004).
Sedangkan bahasa merupakan media utama dalam komunikasi. Jadi apabila
perkembangan bahasa terhambat maka kemampuan komunikasi juga terhambat.
Selain dipengaruhi oleh masalah perkembangan bahasa, kemampuan komunikasi
juga dipengaruhi oleh sistem biologis dan syaraf, pemahaman (kemampuan kognitif),
dan kemampuan sosial (Sunardi dan sunaryo, 2006).2
Secara definisi, autisme adalah suatu penyakit otak yang mengakibatkan
hilangnya atau berkurangnya kemampuan seseorang untuk berkomunikasi (verbal dan
non verbal), berhubungan dengan sesamanya, memberi tanggapan terhadap
lingkungannya dan berkreasi serta berimajinasi.3
Jumlah penderita autisme meningkat prevalensinya dari 1 : 5000 anak pada
tahun 1943 saat Leo Kanner memperkenalkan istilah autisme, menjadi 1 : 150
kelahiran (Centre of Disease Control Prevention, 2007). Autisme lebih sering
didapatkan pada laki-laki dibanding perempuan dengan perbandingan 4:1.4 Sekitar 1
dari 68 anak diidentifikasi menderita ASD berdasarkan perkiraan dari CDC’s Autism
and Developmental Disabilities Monitoring (ADDM) tahun 2012.6

2
Angka kejadian autisme di Indonesia pada tahun 2003 telah mencapai 152 per
10.000 anak (0,15-0,2%), meningkat tajam dibanding sepuluh tahun yang lalu yang
hanya 2-4 per 10.000 anak. Melihat angka tersebut, dapat diperkirakan di Indonesia
setiap tahun akan lahir lebih kurang 69.000 anak penyandang autisme. Hasil
penelitian yang di lakukan Melly Budiman (2001) memperlihatkan bahwa pada tahun
1987 penderita autisme 1/500 anak dan tahun 2001 menjadi 1/150 anak.3
Penanganan autisme membutuhkan intervensi multidisipliner baik dari bidang
neurologi anak, pediatri sosial, jiwa anak, gizi klinik, THT-KL serta rehabilitasi
medik. Rehabilitasi Medik sebagai bagian dalam pengelolaan anak dengan autisme
bertujuan memfasilitasi pengembangan komunikasi, interaksi sosial, dan mengatasi
gangguan sensorimotor melalui pelatihan yang terstruktur.5 Salah satu peranan
Rehabilitasi Medik yang akan dibahas dalam tinjauan pustaka kali ini adalah peranan
rehabilitasi medik terhadap gangguan wicara dan bahasa anak dengan autisme.

BAB II

3
AUTISME

II.1 DEFINISI
Kata autisme berasal dari bahasa Yunani “autos” yang berarti sendiri atau
segala sesuatu yang mengarah pada diri sendiri. Istilah ini ditujukan pada seseorang
yang menunjukkan gejala “hidup dalam dunianya sendiri”. Mereka cenderung
menarik diri dari lingkungannya dan asyik bermain sendiri.7
Autisme atau yang lebih tepat disebut gangguan spektrum autisme (Autism
Spectrum Disorder-ASD) merupakan sekumpulan gejala gangguan perkembangan
yang menyebabkan gangguan sosial, komunikasi, dan perilaku yang bermakna.8
Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Health edisi ke-5
(DSM-V), ASD adalah gangguan perkembangan (neurodevelopmental disorder)
dengan gambaran hendaya pada komunikasi serta interaksi sosial dan pola perilaku,
aktivitas dan ketertarikan yang monoton. Sebelumnya pada DSM-IV edisi revisi
(DSM IV-TR), ASD dikenal secara terpisah sebagai gangguan autistik (autisme
klasik, autisme infantil dini, autisme masa kanak-kanak atau autisme Kanner),
gangguan disintegratif masa kanak-kanak, gangguan perkembangan pervasif dan
sindrom asperger.9 Sedangkan menurut ICD-10, ASD merupakan bagian dari
gangguan perkembangan pervasif yang didefinisikan sebagai gangguan
perkembangan yang muncul sebelum usia 3 tahun dengan adanya gambaran
psikopatologis pada 3 area : tidak didapati adanya timbal balik saat berinteraksi
sosial, komunikasi serta perilaku yang terbatas, stereotipik dan berulang-ulang.10
Perbedaan bermakna di antara kedua pengkodean diagnosa ini adalah pada
ICD-10 gejala harus ada sebelum usia 3 tahun, sementara DSM V tidak memasukkan
batasan usia, hal ini mengindikasikan bahwa gejala mungkin belum bermanifestasi
hingga kebutuhan sosial melebihi kapasitas anak tersebut.11
Menurut Power (1989) karakteristik anak dengan autisme adalah adanya 6
gangguan dalam bidang interaksi sosial, komunikasi (bahasa dan bicara), perilaku
emosi, pola bermain, gangguan sesoris dan perkembangan terlambat. Gejala ini mulai
tampak sejak lahir atau saat masih kecil; biasanya sebelum anak berusia 3 tahun.3

4
II.2 EPIDEMIOLOGI
Centre for Disease Control and Prevention (CDC) yang terbaru mencatat
adanya peningkatan prevalensi Autism Spectrum Disorder (ASD) setiap tahunnya.
Menurut data dari CDC’s Autism and Developmental Disabilities Monitoring
(ADDM) Network tahun 2006 prevalensi anak ASD rata-rata 9,0 per 1000 anak (4,2-
12,1) atau sekitar 1 dari 110 anak usia 8 tahun menderita ASD. Pada tahun 2012
meningkat menjadi 1 dari 68 anak yang berusia 8 tahun mengalami ASD dengan
prevalensi rata-rata 14,6 per 1000 anak (8,2 – 24,6). 6
Angka kejadian autisme di Indonesia pada tahun 2003 telah mencapai 152-per
10.000 anak (0,15-0,2%), meningkat tajam dibanding sepuluh tahun yang lalu yang
hanya 2-4 per 10.000 anak. Melihat angka tersebut, dapat diperkirakan di Indonesia
setiap tahun akan lahir lebih kurang 69.000 anak penyandang autisme. Hasil
penelitian yang di lakukan Melly Budiman (2001) memperlihatkan bahwa pada tahun
1987 penderita autisme1/500 anak dan tahun 2001 menjadi 1/150 anak.3

II. 3 FAKTOR RESIKO


Jumlah anak yang didiagnosa ASD semakin meningkat. Tidak jelas apakah hal
ini terkait dengan membaiknya sistem pendataan dan laporan ataukah karena adanya
peningkatan jumlah kasus atau karena keduanya.12
ASD dapat terjadi pada anak dari semua RAS, suku bangsa, dan berbagai
lapisan masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi yang beragam. Namun beberapa
faktor tertentu dapat meningkatkan resiko anak terkena autisme. Diantaranya adalah :

a. Jenis Kelamin
Anak laki-laki memiliki kecenderungan terkena autisme 4 kali lebih besar
dibandingkan dengan anak wanita. Dalam sebuah penelitian dikatakan bahwa
bayi perempuan menunjukkan peningkatan atensi terhadap rangsangan sosial
dibandingkan bayi laki-laki. Hal inilah yang dinilai dapat mempengaruhi
perbedaan perkembangan mereka di kemudian hari. 12
b. Riwayat keluarga

5
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa diantara kembar identik, jika salah satu
anak memiliki ASD, maka yang lainnya akan terpapar sekitar 36%-95%. Pada
kembar tidak identik, jika salah satu anak memiliki ASD, maka yang lainnya
akan terpapar sekitar 0-31%.13-15 Orang tua yang memiliki anak dengan ASD
kemungkinan akan mendapatkan anak kedua yang juga ASD sekitar 2%-18%.17-
18

c. Penyakit lain
Anak dengan kondisi medis tertentu (genetik atau kromosomal tertentu)
memiliki resiko yang lebih tinggi terkena ASD dibandingkan dengan anak yang
normal. Sekitar 10% anak dengan autisme juga teridentifikasi memiliki Down
Syndrome, Fragile-X syndrome,dan Tuberous sclerosis.19-22
d. Bayi Lahir Prematur
Bayi yang lahir sebelum usia 26 minggu kehamilan atau memiliki berat lahir
rendah kemungkinan memiliki resiko yang lebih besar untuk terkena ASD.23
e. Usia orang tua
Terdapat kemungkinan hubungan antara antara anak yang lahir dari orang tua
yang lebih tua dan ASD, namun hal ini masih membutuhkan penelitian-
penelitian lebih lanjut untuk mengembangkan hubungan ini.24

II.4 ETIOLOGI
Etiologi secara umum pada autisme belum diketahui secara jelas, demikian
juga etiologi dari gangguan bicara dan bahasa pada autisme. Beberapa ahli
mengemukakan kemungkinan disebabkan oleh beberapa keadaan patologik yang
terjadi pada masa kehamilan, kelahiran dan setelah lahir yang mempengaruhi
perkembangan otak.7
Ketika autisme pertama kali ditemukan tahun 1943 oleh Leo Kanner, autisme
diperkirakan disebabkan pola asuh yang salah. Kanner beranggapan sikap keluarga
tersebut kurang memberikan stimulasi bagi perkembangan komunikasi anak yang
akhirnya menghambat perkembangan kemampuan komunikasi dan interaksi sosial
anak. Pendapat Kanner ini disebut dengan teori psikogenik.25

6
Namun ternyata pada autisme tidak hanya terjadi gangguan fungsional saja,
tetapi juga didasari adanya gangguan organik dalam perkembangan otak
(neurobiologik). Beberapa studi mengemukakan terjadi gangguan neurobiologik
(disfungsi struktur otak).26,30 Dari hasil beberapa penelitian baik dari autopsi maupun
pemeriksaan neuroimaging, dijumpai adanya perubahan struktur otak pada amigdala
(pusat pengendalian emosi), hipokampus (penting dalam fungsi memori), dan
serebelum (penting dalam pengaturan gerak dan fungsi neurobehaviour) dan sistem
limbik; dimana amigdala sel-selnya menjadi lebih kecil, abnormal, dan lebih padat
dibandingkan sel normal, serebelum dan sistem limbik mengalami hipoplasi
(pengisutan). Juga dijumpai adanya sirkulasi darah yang lebih lambat pada beberapa
bagian korteks serebri.7
Kondisi lingkungan seperti kehadiran virus dan zat-zat kimia/ logam juga
diduga dapat mengakibatkan munculnya autisme. Zat-zat beracun seperti timah (Pb)
dari asap knalpot mobil, pabrik dan cat tembok; kadmium (Cd) dari batu baterai serta
turunan air raksa ( Hg) yang digunakan sebagai bahan tambalan gigi (Amalgam).3
Faktor genetik juga berperan dalam terjadinya autisme, kurang lebih pada
20% kasus terkait faktor genetik.26 Penelitian pada keluarga dan anak kembar
menunjukkan bukti bahwa pada kembar satu telur >60% mempunyai risiko terjadi
autisme dibandingkan kembar 2 telur, sedangkan pada saudara kandung
kemungkinannya adalah 2-18%. Insiden autisme menurun pada keluarga yang tidak
ada hubungannya dengan penderita autisme, hal ini memberikan pendapat bahwa
terdapat keterlibatan interaksi gen yang kompleks.26
Faktor-faktor prenatal dan perinatal juga turut berperan dalam etiologi
autisme, seperti usia ibu (lebih dari 35 tahun), perdarahan selama kehamilan, berat
bayi lahir rendah, kelainan letak/presentasi pada persalinan, skor Apgar yang rendah,
hiperbilirubinemia, dan respiratory distress syndrome. Faktor genetik berpengaruh
kuat atas munculnya kasus autisme. Dari penelitian pada saudara sekandung anak
penyandang autisme terungkap mereka mempunyai peningkatan kemungkinan sekitar
3% untuk dinyatakan autisme. Berbagai penelitian menemukan “hot spots”
kromosomal pada autisme yaitu lokus pada kromosom 6,7,13,15,16,17, dan 22.

7
Namun yang paling sering dikaitkan dengan etiologi autisme adalah kromosom 7, 15,
dan X.3,17,18,23,24
Beberapa faktor yang juga telah diidentifikasi berasosiasi dengan autisme
diantaranya adalah usia ibu (makin tinggi usia ibu, kemungkinan menyandang
autisme kian besar), urutan kelahiran, pendarahan trisemester pertama dan kedua
serta penggunaan obat yang tak terkontrol selama kehamilan. 23,24 Faktor-faktor lain
yang dapat menyebabkan autisme yaitu gangguan susunan saraf pusat, gangguan
sistem pencernaan, peradangan dinding usus, abnormalitas sistem imun, sensitivitas
terhadap gluten dan alergi makanan.3

Gambar 1. Bagian otak yang terlibat pada autisme


II.5 GEJALA KLINIS
Gejala autisme infantil timbul sebelum anak mencapai usia 3 tahun. Sebagian
anak gejala gangguan perkembangan sudah terlihat sejak lahir, seorang ibu yang
cermat dapat melihat beberapa keganjilan sebelum anaknya mencapai usia satu tahun.
Yang sangat menonjol adalah tidak adanya kontak mata dan kurangnya minat
berinteraksi dengan orang lain.2

8
Dalam perkembangan seorang bayi yang normal, bayi mulai berinteraksi
dengan ibunya pada usia 3-4 bulan, bila ibu merangsang bayinya dengan
mengerincingkan mainan dan mengajak berbicara, maka bayi tersebut akan berespon
dan bereaksi dengan ocehan serta gerakan. Makin lama bayi makin responsive
terhadap rangsang dari luar seiring dengan berkembangnya kemampuan sensorik.
Pada umur 6-8 bulan ia sudah bisa berinteraksi dan memperhatikan orang yang
mengajaknya bermain dan berbicara. Hal ini tidak muncul atau sangat kurang pada
bayi austistik. Ia bersikap acuh tidak acuh dan seakan-akan menolak interaksi dengan
orang lain.2
Secara umum ada beberapa gejala autisme yang akan tampak semakin jelas
saat anak telah mencapai usia 3 tahun yaitu:3
1. Gangguan dalam komunikasi verbal maupun non verbal seperti terlambat
bicara, mengeluarkan kata-kata dalam bahasanya sendiri yang tidak dapat
dimengerti, echolalia, sering meniru dan mengulang kata tanpa ia mengerti
maknanya.
2. Gangguan dalam bidang interaksi sosial, seperti menghindar kontak mata,
tidak melihat jika dipanggil, menolak untuk dipeluk, lebih suka bermain
sendiri.
3. Gangguan pada bidang perilaku yang terlihat dari adanya perilaku yang
berlebih (excessive) dan kekurangan (deficient) seperti impulsif, hiperaktif,
repetitif namun di lain waktu terkesan pandangan mata kosong, melakukan
permainan yang sama dan monoton. Kadang-kadang ada kelekatan pada
benda tertentu seperti gambar, karet, dan lain-lain yang di bawa kemana-
mana.
4. Gangguan pada bidang perasaan/emosi, seperti kurangnya empati, simpati,
dan toleransi; kadang-kadang tertawa dan marah sendiri tanpa sebab yang
nyata dan sering mengamuk tanpa kendali bila tidak mendapatkan apa yang
diinginkan.
5. Gangguan dalam persepsi sensoris seperti mencium-cium dan menggigit
mainan atau benda, bila mendengar suara tertentu langsung menutup telinga,
tidak menyukai rabaan dan pelukan, dan sebagainya.
Gejala-gejala tersebut tidak harus ada semuannya pada setiap anak autisme,
tergantung dari berat-ringannya gangguan yang diderita anak.

9
Para penyandang autisme memiliki spektrum yang beragam, baik dalam
kemampuan intelegensia dan bahkan perilakunya. Beberapa diantaranya ada yang
tidak dapat berbicara sedangkan beberapa lainnya terbatas dalam kontek bahasa,
sehingga sering ditemukan echolalia. Mereka yang memiliki kemampuan bahasa
yang baik umumnya menggunakan kata-kata dengan tema yang terbatas dan sulit
dipahami artinya.25
The National Institute of Child Health and Human Development (NICHD) di
Amerika Serikat menyebutkan 5 jenis perilaku yang harus di waspadai dan evaluasi
lebih lanjut:27
1. Anak tidak bergumam hingga usia 12 bulan
2. Anak tidak memperlihatkan kemampuan gestural (menunjuk, dada,
menggenggam) hingga usia 12 bulan
3. Anak tidak mengucapkan sepatah kata pun hingga usia 16 bulan
4. Anak tidak mampu menggunakan dua kalimat secara spontan di usia 24 bulan
5. Anak kehilangan kemampuan berbahasa dan berinteraksi sosial pada usia
tertentu
Gejala autisme dapat disertai dengan kelainan lain, antara lain kelainan
hiperkinetik, kesulitan belajar, gangguan integrasi sensorik, retardasi mental, dan
kelainan akibat gangguan fungsi otak yang lain misalnya palsi serebral.31
Adapun yang membagi gejala pokok dalam diagnosis autisme menjadi 3
gejala yaitu gejala sosial, perilaku repetitif dan stereotipik serta gangguan dalam
berbahasa.7
a. Gejala sosial
Seorang anak pada masa perkembangannya sejak dini sudah dapat
berinteraksi sosial. Pada bulan-bulan pertama kehidupan anak mulai melihat pada
orang/obyek di sekitarnya, menoleh ke arah sumber suara dan tersenyum. Anak
dengan autisme tidak menunjukkan perilaku tersebut, bahkan merasa/menunjukkan
ketidaknyamanan dalam pelukan/dekapan ibu atau pengasuhnya. Banyak di antara
mereka yang tidak bisa berinteraksi (non-verbal social behaviour) dan menghindari
tatapan mata, seolah-olah menolak perhatian dan kasih sayang. Mereka juga tidak
menunjukkan rasa senang/gembira bila orangtua mereka datang atau tidak
menunjukkan rasa kecewa/cemas bila berpisah dengan orangtua mereka. Bahkan

10
reaksi anak autisme tidak menunjukkan adanya perbedaan antara terhadap
orangtuanya dan terhadap orang lain.7
Anak autisme sulit untuk mengerti apa yang dirasakan dan dipikirkan orang
lain. Senyuman, ekspresi wajah orang lain hampir tak memberi arti apapun bagi si
anak. Anak autisme juga tidak mempunyai ketertarikan terhadap anak yang lain di
sekitarnya, lebih senang bermain sendiri dan menjauh dari yang lain atau seringkali
lebih senang bergabung dengan yang lebih tua usianya, dimana mereka akan menjadi
“leader”nya. Problem sosial semakin bertambah karena anak autisme seringkali
disertai dengan perilaku agresif, hambatan dalam komunikasi dan intelegensia yang
rendah.7
b. Perilaku repetitif dan stereotipik
Pada masa bayi gejala dapat tidak begitu mencolok, tetapi orangtua baru
menyadari bahwa anaknya terganggu biasanya pada usia 2-3 tahun. Walaupun anak
autisme umumnya memiliki fisik dan otot serta perkembangan motorik yang baik,
namun seringkali menunjukkan gerakan aneh yang berulang-ulang yang sering
membedakan dengan anak yang lain. Gerakan tersebut dapat berupa tangan/lengan
melambai-lambai, lari-lari tanpa tujuan, menggoyang-goyang tubuhnya maju-mundur
sewaktu duduk maupun benda yang dipegangnya atau berputar-putar. Mereka dapat
bermain berjam-jam dan cenderung diulang-ulang, obyek permainannya monoton
tanpa imajinasi dan kreativitas.7
Kebanyakan anak autisme memiliki preokupasi terhadap “hal-hal yang sama”
baik di lingkungan rumah maupun sekolah, yang sulit untuk diubah tanpa
menimbulkan kemarahan atau reaksi emosional lainnya. Misalnya harus makan
dengan menu yang sama, tempat duduk sama, rute perjalanan sekolah yang sama.
Perilaku hiperaktif, agresif, impulsif, dan destruktif serta sensitif terhadap bau, suara
dan nyeri juga dapat dijumpai pada sebagian anak autisme.7
c. Gangguan dalam berbahasa
Bicara adalah suatu cara yang digunakan untuk berkomunikasi dan cara ini
sungguh-sungguh yang paling cepat dan efisien (Wood 1971). Berbicara berarti
melibatkan sistem pernafasan, pusat khusus pengatur bicara dalam korteks serebri di
otak, pusat respirasi di batang otak dan struktur artikulasi, resonansi dari mulut serta
rongga hidung. Ada 2 aspek untuk berbicara:7,34

11
1. Aspek sensoris yang meliputi pendengaran, penglihatan, dan rasa raba
berfungsi untuk memahami apa yang didengar, dilihat dan dirasa.
2. Aspek motoris yaitu yang mengatur laring, alat-alat artikulasi (bibir, gigi,
palatum, lidah, laring-pita suara, trakea), tindakan artikulasi dan laring yang
bertanggung jawab untuk mengeluarkan suara.
Sedangkan bahasa adalah alat komunikasi yang dipakai seseorang untuk
menyatakan pikiran, ide, dan perasaan terhadap orang lain. Dapat juga didefinisikan
sebagai berikut: bahasa sebagai suatu rangkaian simbol linguistik yang tersusun
secara sistematis dan mengandung pengertian bila secara verbal, sehingga pikiran dan
perasaan pembicara dapat diketahui oleh lingkungan sekitarnya.7
Bahasa terdiri dari dua yaitu bahasa reseptif dan bahasa ekspresif. Bahasa
reseptif adalah kemampuan untuk mengerti apa yang dilihat dan apa yang didengar.
Bahasa ekspresif memungkinkan manusia untuk berkomunikasi secara simbolis baik
visual (menulis, memberi tanda) maupun auditorik.7,34 Periode terbaik dalam
perkembangan bicara dan bahasa adalah selama 3 tahun pertama kehidupan, dimana
merupakan periode perkembangan dan maturasi otak.34
Gangguan ekspresif fungsi bahasa pada anak autisme dapat mulai dari
mutisme komplit hingga kelancaran verbal, walaupun kelancaran ini kerapkali
disertai dengan banyak kekeliruan semantik (pengertian kata) dan kekeliruan verbal
pragmatik (penggunaan bahasa untuk komunikasi) sehingga menyebabkan
kebingungan dalam pembicaraan. Beberapa anak autisme tidak menanggapi apabila
dipanggil namanya sehingga seolah-olah seperti seorang anak dengan gangguan
pendengaran.7,34
Kecepatan perkembangan setiap anak berbeda-beda, tetapi kita harus waspada
apabila seorang anak mengalami keterlambatan perkembangan atau penyimpangan
perkembangan. Demikian pula bila terjadi penurunan kemampuan berbahasa dan
bicara pada seorang anak, kita harus lebih mewaspadainya. Misalnya pada umur
tertentu anak sudah bisa memanggil papa atau mama tetapi beberapa bulan kemudian
kemampuan tersebut menghilang.7
Beberapa tanda bahaya komunikasi yang harus diwaspadai terjadinya
keterlambatan dan gangguan berbahasa dan bicara dapat dilihat pada tabel berikut:

12
Tabel 1. Tanda bahaya gangguan komunikasi:
USIA GEJALA
4 – 6 BULAN Tidak menirukan suara yang dikeluarkan orang tuanya;
Pada usia 6 bulan belum tertawa atau berceloteh
8 – 10 BULAN Usia 8 bulan tidak mengeluarkan suara yang menarik perhatian;
Usia 10 bulan, belum bereaksi ketika dipanggil namanya;
9-10 bln, tidak memperlihatkan emosi seperti tertawa atau
menangis
12 – 15 12 bulan, belum menunjukkan mimik;
BULAN 12 bulan, belum mampu mengeluarkan suara;
12 bulan, tidak menunjukkan usaha berkomunikasi bila
membutuhkan sesuatu;
15 bulan, belum mampu memahami arti “tidak boleh” atau “daag”;
15 bulan, tidak memperlihatkan 6 mimik yang berbeda;
15 bulan, belum dapat mengucapkan 1-3 kata;
18 – 24 18 bulan, belum dapat mengucapkan 6-10 kata;
BULAN 18-20 bulan, tidak menunjukkan ke sesuatu yang menarik
perhatian;
21 bulan, belum dapat mengikuti perintah sederhana;
24 bulan, belum mampu merangkai 2 kata menjadi kalimat;
24 bulan, tidak memahami fungsi alat rumah tangga seperti sikat
gigi dan telepon;
24 bulan, belum dapat meniru tingkah laku atau kata-kata orang
lain;
24 bulan, tidak mampu menunjukkan anggota tubuhnya bila
ditanya;
30 – 36 30 bulan, tidak dapat dipahami oleh anggota keluarga;
BULAN 36 bulan, tidak menggunakan kalimat sederhana, pertanyaan dan
tidak dapat dipahami oleh orang lain selain anggota keluarga;
3 – 4 TAHUN 3 tahun, tidak mengucapkan kalimat, tidak mengerti perintah
verbal dan tidak memiliki minat bermain dengan sesamanya;
3,5 tahun, tidak dapat menyelesaikan kata seperti “ayah”
diucapkan “aya”;
4 tahun, masih gagap dan tidak dapat dimengerti secara lengkap.

Terlepas dari berbagai karakteristik di atas, terdapat arahan dan pedoman bagi
para orang tua dan prakstisi untuk lebih waspada dan peduli terhadap gejala-gejala
autisme.

II.6 DIAGNOSIS

13
Diagnosis awal/skrining autisme difasilitasi dengan menggunakan instrumen
standar seperti Checklist for Autism in Toddler (CHAT). Selain itu, untuk diagnosis
autisme juga dapat menggunakan Childhood Autis Rating Scale (CARS), Autism
Diagnostic Observation Schedule (ADOS), Autism Diagnostic Interview-Revised
(ADI-R), dan Autism Behaviour Checklist.
Untuk mengetahui seorang anak autisme digunakan kriteria WHO (1993)
yang tercantum dalam ICD-10 (International Classification of Disease edisi 10) atau
DSM-V (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, edisi ke 5) yang
dikembangkan oleh The American Pshychiatric Association, 2013.28
Kriteria Diagnosis Autism Spectrum Disorder (F84.0) menurut DSM-V28
A. Adanya gangguan yang menetap pada komunikasi sosial dan interaksi sosial
melalui berbagai kondisi sebagai berikut, baik saat ini maupun adanya riwayat:
1. Kurangnya kemampuan komunikasi sosial emosional timbal balik, misalnya
pendekatan sosial yang abnormal dan kegagalan percakapan timbal balik;
menurunnya minat, emosi, atau afek; kegagalan untuk berinisiatif atau
merespon pada interaksi sosial.
2. Terganggunya perilaku komunikasi nonverbal yang digunakan untuk interaksi
sosial, misalnya, integrasi komunikasi verbal dan nonverbal yang buruk;
gangguan pada kontak mata dan bahasa tubuh atau berkurangnya pemahaman
dan gestur; menurunnya ekspresi wajah dan komunikasi nonverbal.
3. Kekurangan dalam mengembangkan, mempertahankan hubungan, misalnya,
kesulitan menyesuaikan perilaku terhadap konteks sosial beragam, kesulitan
untuk bermain bersama teman atau mencari teman; tidak adanya minat
bermain dengan teman sebaya
B. Perilaku yang terbatas, pola perilaku yang repetitif , ketertarikan, atau aktifitas
yang termanifestasi, paling sedikit 2 dari gejala berikut:
1. Pergerakan motorik yang stereotipik, penggunaan objek-objek atau bahasa
(misal: periaku stereotipik sederhana, membariskan mainan-mainan atau
membalikkan objek, ekolalia, frase idiosinkratik)
2. Perhatian yang berlebihan pada kesamaan, rutinitas yang kaku atau pola
perilaku verbal atau nonverbal yang diritualkan (misal: stres yang berlebihan

14
pada suatu perubahan kecil, kesulitan pada saat adanya proses perubahan,
pola pikir yang kaku, memiliki ritual untuk kembali melihat benda/ sesuatu
yang dikerjakan, selalu melalui rute yang sama maupun memakan makanan
yang sama setiap hari).
3. Kelekatan pada pembatasan diri yang tinggi pada suatu ketertarikan yang
abnormal (misal: kelekatan yang kuat atau preokupasi pada objek-objek yang
tidak biasa, pembatasan yang berlebihan atau perseverative interest).
4. Hiperaktifitas maupun hipoaktifitas pada input sensorik atau ketertarikan yang
tidak biasa terhadap aspek sensorik pada lingkungan (sensitif terhadap
perbedaan temperatur/rangsang nyeri, suara tertentu maupun tekstur, bau-
bauan maupun menyentuh benda-benda, cahaya maupun gerakan).
C. Gejala-gejala tersebut harus muncul pada periode perkembangan awal (tetapi
mungkin tidak termanifestasi secara penuh sampai tuntutan sosial melebihi
kapasitas yang terbatas, atau mungkin tertutupi dengan strategi pembelajaran di
kemudian hari).
D. Gejala-gejala tersebut menyebabkan perusakan yang signifikan secara sosial,
okupasional, maupun area penting yang lain pada fungsi yang sekarang.
E. Gangguan-gangguan ini lebih baik tidak dijelaskan dengan istilah
ketidakmampuan intelektual (intelectual disability) atau gangguan perkembangan
intelektual atau keterlambatan perkembangan secara global.

Tingkat Keparahan
DSM V merekomendasikan agar klinisi menjabarkan tingkat keparahan ASD
yang dipisah berdasarkan masing-masing aspek. Tingkat keparahan ini
dispesifikasikan menjadi 3 tingkatan (level), yaitu dari level 1,2,3. Tingkatan ini
didasarkan pada sejauh mana anak penyandang gangguan spektrum autis
membutuhkan dukungan orang lain dalam melakukan tugas perkembangannya. :28
Tabel 2. Tingkat keparahan ASD
28
Interaksi dan komunikasi social
Level 1 Gangguan sudah terlihat dan membutuhkan bantuan,

15
(membutuhkan kesulitan untuk memulai interaksi sosial, ketidakmampuan
bantuan) memberikan respons sosial, ketertarikan untuk interaksi
sosial sangat minimal, percakapan yang berulang ulang,
ketidakmampuan mencari teman.
Level 2 Gangguan yang sangat jelas pada komunikasi, terlihat
(membutuhkan bantuan adanya ganguan walaupun dibantu, respons abnormal
mendasar) terhadap interaksi sosial, kesulitan untuk membuka
percakapan.
Level 3 Gangguan fungsi yang berat dimana hanya terdapat sedikit
(sangat membutuhkan inisiatif untuk berinteraksi secara sosial, respons yang
bantuan mendasar) sangat minimal saat orang lain mencoba membuka
percakapan dengan penderita.

Perilaku terbatas/repetitive
Level 1 Perilaku menghambat fungsi,kesulitan merubah aktivitas,
(membutuhkan kemandirian terbatas.
bantuan)
Level 2 Perilaku menghambat fungsi di berbagai tempat, kesulitan
(membutuhkan bantuan untuk merubah fokus.
mendasar)
Level 3 Perilaku menghambat fungsi di seluruh aspek kehidupan,
(sangat membutuhkan sangat sulit beradaptasi dengan perubahan. Kesulitan
bantuan mendasar) merubah kegiatan dan fokus.

II.7 GANGGUAN WICARA PADA ANAK AUTISME


Gangguan wicara berhubungan dengan kemampuan komunikasi. Problem
komunikasi pada anak dengan autisme dapat bersifat kuantitatif maupun kualitatif.
Secara kuantitatif berhubungan dengan berat ringannya gangguan bicara, sedangkan
secara kualitatif lebih kompleks karena dipengaruhi oleh pemahaman komunikasi
dengan orang lain, bicara dan komunikasi nonverbal.29
Autisme dikatakan sebagai salah satu gangguan bahasa yang kongenital.
Gangguan bahasa kongenital pada anak ditandai dengan terlambat mulai dan lambat

16
berkembang dalam komprehensi, dan atau penggunaan bahasa untuk tujuan baik
salah satu atau semua aspek berikut, yaitu: mendengarkan, berbicara, membaca, dan
menulis.27
Sebagai suatu kelainan bahasa yang kongenital deskripsi menurut Lahey
adalah: anak yang menunjukkan masalah pada penggunaan bahasa, yaitu hambatan
dalam melaksanakan berbagai fungsi komunikasi yaitu disrupsi dalam bentuk, isi,
pengguanaan dan interaksi.27
Kurang lebih setengah dari anak autisme menggunakan komunikasi
nonverbal. Gangguan semantik-pragmatik, pemahaman dan prosodi sering pada anak
autisme.30
Gangguan bicara pada anak autisme berkaitan erat dengan kesadaran dan
kemampuan bersosialisasi, yang berhubungan dengan lingkungan sekitar. Hal ini
karena adanya perilaku spesifik pada anak autisme, termasuk tidak adanya kontak
mata.
Secara struktur dan fungsi, terdapat abnormalitas di otak area proses
pendengaran dan bahasa pada anak autisme. Pada gambaran MRI memperlihatkan
gambaran asimetri yang abnormal pada area bahasa frontal dan temporal. Selain
gangguan pada bahasa dan komunikasi, anak autisme juga ditandai dengan persepsi
yang tidak normal yang melibatkan seluruh sistem sensorik, khususnya sistem
pendengaran. Gangguan pendengaran ini terjadi baik yang hipersensitif maupun
hiposensitif. Anak autisme cenderung mengabaikan saat dipanggil namanya,
mengabaikan suara keras, mengeluarkan bunyi-bunyi, namun kadang terganggu pada
lingkungan yang ramai.30
Pickles dan kawan-kawan pada tahun 2009 melaporkan gangguan bicara pada
15% anak autisme, sementara pada tahun 2010 Xi, Hua, Zhao, dan Liu menyebutkan
gangguan bicara terjadi pada 30% anak autisme, semakin berat derajat autisme
semakin berat gangguan bicara yang terjadi. Meskipun pada penelitian lain juga
disebutkan bahwa tidak ada perbedaan dalam gangguan bicara berdasarkan berat
ringannya autisme yang diderita.

17
Pada anak autisme terdapat 5 kriteria yang berhubungan dengan bicara,
yaitu:27
1. Keterlambatan atau tidak adanya perkembangan bicara (tanpa disertai dengan
komunikasi dengan gesture atau mimik)
2. Pada anak yang bisa berbicara, terdapat gangguan berupa tidak adanya
inisiatif untuk percakapan dengan orang lain
3. Bicara stereotipik dan repetitif
4. Kurangnya spontanitas dalam social imitative play sesuai dengan level
perkembangan
5. Keterlambatan bicara sebelum usia 3 tahun
Selain keterlambatan perkembangan bahasa reseptif dan ekspresif yang
merupakan karakteristik yang khas pada anak autisme, juga terdapat gangguan pada
interaksi sosial timbal balik. Anak autisme mengalami kesulitan dalam
mengkomunikasikan keinginannya baik secara verbal (lisan/bicara) maupun non
verbal (isyarat/gerak tubuh dan tulisan).2
Secara umum perkembangan komunikasi anak autisme terbagi dalam 2 bagian
yaitu:2
1. Perkembangan komunikasi verbal, meliputi keterlambatan berbahasa bahkan
ada diantara mereka yang kemampuan berbahasanya hilang, echolalia dan
menggunakan bahasa yang aneh/tidak dimengerti, menggunakan bahasa
sederhana (misalnya minta makan “makan ya!”)
2. Perkembangan komunikasi non verbal, meliputi menggunakan gestur, gerak
tubuh, mengungkapkan keinginan dengan ekspresi emosi (menjerit, marah-
marah, menangis)
Gangguan ekspresi fungsi bahasa pada anak autisme dapat mulai dari mutisme
komplit hingga kelancaran verbal, walaupun kelancaran ini kerapkali disertai dengan
banyak kekeliruan semantik (pengertian kata) dan kekeliruan verbal fragmatik
(penggunaan bahasa untuk komunikasi). Sehingga dalam pembicaraan kadang-
kadang membingungkan. Pada beberapa anak autisme yang mutisme tidak

18
menanggapi apabila dipanggil namanya sehingga seolah-olah seperti seorang anak
dengan gangguan pendengaran.2
Ekholalia yang segera merupakan tahapan pada pertumbuhan normal
berbicara pada anak-anak dibawah 2 tahun. Menjadi patologik apabila masih tetap
ada sebagai satu-satunya dan dominan setelah usia 24 bulan dan kerapkali dapat tetap
ada hingga usia pra sekolah dan usia sekolah pada anak-anak autisme.4
Ekholalia yang tertunda (delayed) mengacu pada penggunaan ungkapan-
ungkapan yang telah “direkam”, dari televisi, video atau percakapan sebelumnya.
Banyak anak-anak autisme yang “merekam” ungkapan-ungkapan ini seolah-olah
seperti menghafal “naskah” dari percakapan yang konteksnya bersesuaian, yang dapat
memberi bekal pada pembicaraan mereka sehingga relatif lebih lancar secara
kwalitatif. Anak autisme juga menunjukkan kesulitan dalam pemakaian “kata ganti
orang”, misalnya ditanya “Apakah kamu hari ini memakai baju merah?”, dia akan
menjawab “Kamu hari ini memakai baju merah”. Pada beberapa anak seringkali
menggunakan ungkapan idiosinkratik literal atau neologisme.4
Anak autistik kadang berbicara secara benar, detail dan garamatika suatu
frase, yang tidak repetitif dan konkrit. Seringkali berbicara dengan nada yang tinggi
atau seperti robot (robot like speech).
Beberapa anak autisme memiliki memori yang bagus tentang apa yang dilihat
maupun yang didengar. Sebagian juga mampu membaca dengan baik sebelum usia 5
tahun tetapi tidak dapat mengerti apa arti kata atau kalimat yang dibacanya. Kurang
lebih 10% dari mereka menunjukkan “savant” ketrampilan dan kepandaian spesifik
seperti “calender calculation”, musik atau matematika.4

II.8. TATALAKSANA
Menurut danuatmaja,(2003),gangguan otak pada anak autis umumnya tdk dpt
disembuhkan (not curable) tetapi dpt ditanggulangi (treatable) melalui terapi
dini,terpadu & intensif. Gejala autisme dapat dikurangi bahkan dihilangkan sehingga
anak bs bergaul dgn normal. Jika anak autis terlambat atau bahkan tdk dilakukan
intervensi dgn segera,maka gejala autis bisa menjadi semakin parah bahkan tdk
tertanggulangi.

19
Keberhasilan terapi tergantung beberapa faktor berikut ini :
1) Tergantung berat ringannya gangguan dalam sel otak.
2) Makin muda umur anak pada saat terapi dimulai,tingkat keberhasilannya akan
semakin besar. Umur ideal utk dilakukan terapi atau intervensi (2-5 thn) pada saat sel
otak mampu dirangsang untuk membentuk cabang – cabang neuron – neuron baru.
3) Kemampuan bicara & berbahasa : 20% penyandang autism tidak mampu bicara
seumur hidupsisanya ada yg mampu bicara tapi sulit & kaku.namun adapula yg
mampu bicara dengan lancar. Anak autis yang tidak mampu bicara (Non verbal) bisa
diajarkan ketrampilan komunikasi dengan cara lain misalnya dengan bahasa isyarat
atau melalui gambar – gambar.
4) Terapi harus dilakukan dengan intensif : antara 4-8 jam/hari. Disamping itu,
seluruh keluarga harus ikut terlibat dalam melakukan komunikasi dengan anak.
5) Pendidikan khusus(dengan fokus utama pada peningkatann kemampuan
komunikasi) dan tatalaksana perilaku
6) Struktur kelas sgt penting & harus meliputi sebanyak mungkin perintah personal
(satu-lawan-satu)
7) Sangatlah penting bahwa instruksi bagi anak tersebut mencakup kemampuan
hidup dasar,& menunjukkan pada anak bagaimana caranya memperluas kemampuan
tersbt untuk dapat digunakan pada keadaan lain.
8) Tatalaksana perilaku pada semua lingkungan disekitar anak
9)
 Medikamentosa :
1) Ditujukan untuk memperbaiki komunikasi ,memperbaiki respon terhadap
lingkungan & menghilangkan perilaku-perilaku aneh yang dilakukan secara berulang-
ulang.
2) SSRI (Selektif serotonin Reuptake inhibitor) → keseimbangan antara
neurotransmiter serotonin & dopamin
3) Antikonvulsan (karbamazepin & asam valproat)
4) Dukungan keluarga (respite care),kelompok-kelompok dukugan
keluarga,kelompok-kelompok bagi saudara kandung & konseling keluarga.

20
 Diet
 diet yg sering → GFCF (Glutein Free Casein Free)

→ Glutein (campuran protein yang terkandung pada gandum)


→ Kasein ( protein susu)
→ Kedua jenis bahan ini mengandung protein tinggi dan tidak dapat dicerna
oleh usus menjadi asam amino tunggal sehingga pemecahan protein menjadi tidak
sempurna sehingga neurotoksin (racun bagi otak) → menurunnya fungsi
otak→berdampak pada menurunnya tingkat kecerdasan anak
(Danuatmaja,2003)
 Menurut ilmuwan Christopher Gillberg, pada anak autisme, kadar zat semacam
endorphin pada otak meningkat sehingga dapat menyebabkan gangguan pada fungsi
otak.

 Dari beberapa penelitian pemberian diet tanpa gluten dan kasein ternyata
memberikan respon yang baik terhadap 81% anak autisme
 Menurut veskarisyanti (2008) : anak dgn autisme memang tdk disarankan
mengasup makanan dengan kadar gula tinggi. Hal ini berhubungan dgn hiperaktif
sebagian dari mereka.
 Terapi wicara (speech therapy) pada penyandang autisme merupakan suatu
keharusan,tetapi pelaksanaannya harus sesuai metode ABA (Applied behavior
analysis)

II.9 PROGNOSIS
Secara umum, anak yang sehat dengan autisme idopatik prognosanya lebih
baik dibandingkan dengan anak yang autismenya disebabkan oleh kelainan otak yang
dapat diidentifikasi.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Srinivasan R. Autism. In: Nelson MR, editor. Pediatrics Rehabilitation Medicine


Quick Reference. New York: Demos Medical Publishing; 2011.p. 33-4
2. Imandala I. Upaya meningkatkan kemampuan komunikasi anak autis dengan
menggunakan PECS. Pendidikan khusus; 2009 (cited 3 September 2015). Available
from http://pendidikankhusus.wordpress.com/2009/04/13
3. Muhartomo H. Aspek neurologik autisme infantil. Dalam: Gofir A, Thursina C,
editor. Buku ajar neurologi anak. Yogyakarta: Pustaka cendekia Press; 2015.h. 93-104
4. Silverman C. Understanding autism. Princeton: Princeton University Press; 2012
5. Dew DW, Alan GM, Editors. Rehabilitation of individuals with Autism Spectrum
Disorders. Institute on rehabilitation Issues monograph. 2007; 32: 55-85
6. Elsabbagh M, Clarke ME, editors. Autism. Encyclopedia on Early Childhood
Development. 2012: 9-12.
7. Budhiman M. Pentingnya diagnosis dini dan penatalaksanaan terpadu pada autisme.
In: Simposium autisme pada masa anak. Semarang: Yayasan autisma Indonesia; 1998.
8. Communication Problems in Children with Autism Spectrum Disorder. National
Institute of Deafness and Other Communication Disorder.
http://www.nicdc.nih.gov/health/voice/pages/communication-problems-in-children-
with-autism-spectrum-disorder.aspx.
9. American Psychiatric Association. Task Force on DSM-IV. Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorders: DSM-IV-TR. 4th edition.Washington,DC: American
Psychiatric Association. 2000.

22
10. WHO. Chapter V: Mental and behavioral disorders. International Statistical
Classification of Diseases and Related Health Problems 10th Revision (ICD-10).
http://apps.who.int/classifications/ICD10/browse/2010/en#/F84.0. Published 2010.
11. Augustine M. Clinical Features of Autism Spectrum Disorder.
http://www.uptodate.com/contents/terminology-epidemiology-and-patogenesis-of-
autism-spectrum-disorder. Published 2013.
12. Autism Spectrum Disorder/ASD. Data & Statistics from Centers for Disease Control
and Prevention/CDC. Identified Prevalence of Autism Spectrum Disorder. ADDM
Network 2000-2012.
https://www.cdc.gov/ncbddd/autism/data.html#modalIdString_CDCImage_0.
13. Rosenberg RE, Law JK, Yenokyan G, McGready J, Kaufmann WE, Law PA.
Characterisitics and concordance of autism spectrum disorders among 277 twin pairs.
Arch Pediatr Adolesc Med. 2009; 163(10): 907-914.
14. Hallmayer J, Cleveland S, Torres A, Phillips J, Cohen B, Torigoe T, Miller J, Fedele
A, Collins J, Smith K, Lotspeich L, Croen LA, Ozonoff S, Lajonchere C, Grether JK,
Risch N. Genetic heritability and shared environmental factors among twin pairs with
autism. Arch Gen Psychiatry. 2011; 68(11): 1095-1102.
15. Ronald A, Happe F, Bolton P, Butcher LM, Price TS, Wheelwright S, Baron-Cohen S,
Plomin R. Genetic heterogeneity between the three components of the autism
spectrum: A twin study. J. Am. Acad. Child Adolesc. Psychiatry. 2006; 45(6): 691-
699.
16. Taniai H, Nishiyama T, Miyahci T, Imaeda M, Sumi S. Genetic influences on the
board spectrum of autism: Study of proband-ascertained twins. Am J Med Genet B
Neuropsychiatr Genet. 2008; 147B(6): 844-849.
17. Ozonoff S, Young GS, Carter A, Messinger D, Yirmiya N, Zwaigenbaum L, Bryson
S, Carver LJ, Constantino JN, Dobkins K, Hutman T, Iverson JM, Landa R, Rogers
SJ, Sigman M, Stone WL. Recurrence risk for autism spectrum disorders: A Baby
Siblings Research Consortium study. Pediatrics. 2011; 128: e488-e495.
18. Sumi S, Taniai H, Miyachi T, Tanemura M. Sibling risk of pervasive developmental
disorder estimated by means of an epidemiologic survey in Nagoya, Japan. J Hum
Genet. 2006; 51: 518-522.
19. DiGuiseppi C, Hepburn S, Davis JM, Fidler DJ, Hartway S, Lee NR, Miller L,
Ruttenber M, Robinson C. Screening for autism spectrum disorders in children with
Down syndrome. J Dev Behav Pediatr. 2010; 31:181-191.
20. Cohen D, Pichard N, Tordjman S, Baumann C, Burglen L, Excoffier E, Lazar G,
Mazet P, Pinquier C, Verloes A, Heron D. Specific genetic disorders and autism:
Clinical contribution towards their identification. J Autism Dev Disord. 2005; 35(1):
103-116.

23
21. Hall SS, Lightbody AA, Reiss AL. Compulsive, self-injurious, and autistic behavior
in children and adolescents with fragile X syndrome. Am J Ment Retard. 2008;
113(1): 44-53.
22. Zecavati N, Spence SJ. Neurometabolic disorders and dysfunction in autism spectrum
disorders. Curr Neurol Neurosci Rep. 2009; 9(2): 129-136.
23. Schendel D, Bhasin TK. Birth weight and gestational age characteristics of children
with autism, including a comparison with other developmental disabilities. Pediatrics.
2008 Jun;121(6):1155-64. doi: 10.1542/peds.2007-1049.
24. Durkin MS, Maenner MJ, Newschaffer CJ, Lee LC, Cunniff CM, Daniels JL, Kirby
RS, Leavitt L, Miller L, Zahorodny W, Schieve LA. Advanced parental age and the
risk of autism spectrum disorder. Am J Epidemiol. 2008 Dec 1;168(11):1268-76. doi:
10.1093/aje/kwn250. Epub 2008 Oct 21.
25. Schafer L. Special education verification and effective Innstructional Practices for
children with Autism Spectrum Disorder. Nebraska: Nebraska Department of
Education; 2000.p.1-50
26. Volkmar F, Wiesner L. Autism and related disorders. In: Carey W, Crocker A,
Coleman W, Elias E, Feldman H, editors. Developmental behavioral pediatrics.
Philadelphia: Elsevier Saunders; 2009. p. 675-683.
27. Driver L, Rita A, Tubbergen MV. Languange development in disorders of
communication and oral motor function. In: Alexander MA, Matthews, DJ, editors.
Pediatric rehabilitation principles and practice. 4th edition. New York: Demos
Medical Publishing; 2010.p. 65-68
28. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders. 5th edition. Washington,DC:American Psychiatric Association. 2013
29. Matson JL, Kozlowski AM, Matson MM. Speech deficits in persons with autism:
etiology and symptom presentation. J Research in Autism Spectrum disorder. 2012; 6:
573-7
30. Kujala T, Lepisto T, Naatanen R. The neural basis of aberrant speech and audition in
autism spectrum disorders. J Neuroscience and Biobehavioral Reviews. 2013; 37:
697-704

24

Вам также может понравиться