Вы находитесь на странице: 1из 15

I.

PENDAHULUAN

Prevalensi kejadian keganasan atau kanker pada rongga mulut di Amerika


Serikat adalah 2-4% dari semua kanker. Sekitar 28.000 kasus kanker rongga
mulut baru dideteksi pada tahun 2007. Kanker rongga mulut adalah kanker
kedelapan yang paling sering terjadi pada pria kulit putih dan kanker keenam yang
paling sering terjadi pada pria kulit hitam (Messadi, 2009).
Menurut penelitian di Amerika Serikat, pada tahun 2011 sekitar 7.900
kematian terjadi yang diakibatkan oleh kanker rongga mulut dengan lebih
dari 90% adalah squamous sel karsinoma (Langevin, 2012). Angka ini lebih
tinggi dibanding kanker serviks, kanker payudara, dan kanker prostat. Dan
kanker rongga mulut membunuh satu orang setiap jam dan setiap hari.
Sementara itu, tingkat keberhasilan perawatan kanker rongga mulut tidak
pernah meningkat selama 50 tahun yang sebagian besar diakibatkan oleh
keterlambatan dalam mendeteksi/mendiagnosis kanker tersebut (Messadi, 2009;
Langevin, 2012).
Sebagian besar kanker mulut dimulai dari lidah dan dasar mulut. Hampir
semua kanker mulut berasal dari sel epitel skuamosa yang melapisi mulut, lidah,
serta bibir. Muncul lebih sering pada pria berusia lanjut (50-70 tahun), yang
biasanya berasal dari suatu leukoplakia yang terletak di dorsum atau tepi lidah.
Kanker rongga mulut menyebar dengan cepat. Sebagian kanker rongga
mulut terdiagnosis dalam stadium lanjut dengan tingkat kematian yang
tinggi. Hanya separuh kasus yang terdiagnosis akan bertahan hidup lebih dari 5
tahun, tetapi bila kanker ini terdeteksi dini, sekitar 80-90% akan berhasil bertahan
hidup. Makin dini keganasan dideteksi makin baik prognosisnya (Sudiono, 2008).

1
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Kanker rongga mulut adalah kanker yang berasal dari epitel yang
melapisi mukosa rongga mulut dan organ-organ rongga mulut serta
kelenjar ludah yang berada di dinding rongga mulut. Yang termasuk organ
organ rongga mulut adalah (Peraboi, 2003):
1. Bibir atas dan bawah.
2. Lidah dua pertiga bagian anterior.
3. Mukosa bukal/pipi.
4. Dasar mulut.
5. Gingiva maxilla dan mandibula.
6. Trigonum retromolar.
7. Palatum durum dan molle.
Batas-batas rongga mulut ialah (Peraboi, 2003):
1. Anterior : Tepi vermillion, baik bibir atas dan bibir bawah.
2. Superior : Palatum durum dan palatum molle, termasuk gingiva dan
maksila.
3. Inferior : Dasar mulut dan lidah, termasuk gingiva dan mandibula.
4. Lateral : Mukosa bukal/pipi.
5. Posterior : Arcus pharyngeus anterior dextra et sinistra, papila
sirkumvalata lidah, uvula, arcus glossopalatini dextra et sinistra.

Gambar 2.1 Rongga mulut

2
B. Klasifikasi dan staging
Pembagian tumor rongga mulut berdasarkan tipe histopatologis:
1. Squamosa cell carcinoma
2. Adenocarcinoma
3. Adenoid cyst. carcinoma
4. Ameloblastic carcinoma
5. Adenolymphoma
6. Mal. mixed tumor
7. Pleomorphic carcinoma
8. Melanoma maligna
9. Lymphoma maligna
Dari tipe-tipe diatas, kanker rongga mulut berasal dari mukosa yang berupa
karsinoma epidermoid ataupun karsinoma sel squamosa dengan differensiasi
baik hingga jelek bahkan anaplastik.
Untuk menentukan stadium kanker rongga mulut dianjurkan memakai
sistem TNM dari UICC 2002 atau AJCC. Tatalaksana terapi sangat
bergantung dari stadium.
TX : tumor primer sulit dinilai
To : tidak ada tumor primer
TIS : carcinoma in situ
T1 : ukuran <2 cm
T2 : ukuran 2-4 cm
T3 : ukuran >4 cm
T4a : ukuran >4 cm
Bibir invasi ke tulang, n. alveolaris inferior, dasar mulut, Kulit,
Rongga mulut  menginfiltrasi tulang, otot lidah, kulit, sinus maxillaris
T4b: infiltrasi masticator space, pterygoid plates, dasar tengkorak, arteri
karotis interna

NX : limfonodus sulit dinilai


N0 : tidak ada pembesaran regional

3
N1 : ipsilateral, ukuran <3 cm
N2 : multipel, bilateral, kontralateral, ukuran 3-6 cm.
N2a : ipsilateral, ukuran 3-6 cm
N2b : ipsilateral multipel, ukuran <6 cm
N2c : bilateral, kontralateral, ukuran <6 cm
N3 : ukuran >6 cm

MX : metastasis jauh sulit dinilai


M0 : tidak ada metastasis jauh
M1 : metastasis jauh

Stage 0 : TIS NO M0
Stage l : T1 No M0
Stage II : T2 No M0
Stage III : T3 No Mo, T1-3 Ni M0
Stage IV : T4 No-1 M0,
T1-4 N2-3 M0,
T1-4 N0-1 M1
Klasifikasi kanker rongga mulut menurut International Classification
of Diseases (ICD), berdasarkan letaknya yaitu (Jang, 2014):
1. Lip (ICD-10, C00).
2. Tongue (ICD-10, C01, C02).
3. Gingiva (ICD-10, C03).
4. Dasar mulut (ICD-10, C04).
5. Bagian mulut yang lain (ICD-10, C06).
6. Tonsil (ICD-10, C09).
7. Oropharynx (ICD-10, C10).
8. Bagian mulut yang mengalami sakit (ICD-10, C14).

C. Epidemiologi
Kanker rongga mulut relatif jarang dijumpai di dunia
barat/United States of America, dan lebih sering dijumpai di negara

4
berkembang. Angka insiden di Indonesia tidak diketahui dengan pasti karena
tidak adanya community based cancer registry. Insiden kanker rongga mulut
cukup tinggi terdapat di Melanesia (31,5 per 100.000 laki-laki, dan 20,2 per
100.000 wanita). Angka kejadian yang tinggi pada laki-laki juga didapatkan
di Eropa Barat terutama Spanyol (9,2 per 100.00), Asia Selatan (12,7 per
100.000), Afrika Selatan (11,1 per 100.000), dan Australia/Selandia Baru
(10,2 per 100.000), penderita perempuan lebih sering didapatkan di Asia
Selatan (8 ,3 per 100.000). Hal tersebut dapat menunjukkan bahwa
tembakau/alkohol banyak dikonsumsi di Eropa sedangkan nginang
(Jawa)/nyisip tembakau (Bali) banyak di Asia Selatan dan Melanesia.
Karsinoma bibir banyak didapatkan di Australia karena eksposur sinar
matahari, terutama ultraviolet B. Kanker rongga mulut dikatakan sebagai
kanker ke-5 terbanyak di dunia. Di Asia Selatan dan Tenggara terutama India,
kanker rongga mulut dinyatakan sebagai kanker terbanyak di dunia dengan
76.800 kasus baru (Peraboi, 2003).
Kanker rongga mulut adalah kanker keenam yang paling sering terjadi
dan sering dideteksi pada tingkat lanjut. Karsinoma sel skuamosa adalah
kanker terbanyak yang ditemukan dalam rongga mulut. Kanker ini memiliki
bentuk yang tidak sama dengan mukosa daerah sekitarnya serta merupakan
kanker yang mematikan. Menurut penelitian, sekitar 1,01% laki-laki dan
perempuan yang dilahirkan akan didiagnosis dengan kanker rongga mulut
dan faring (Handayani, 2007).
Usia median penderita kanker rongga mulut adalah 60 tahun, tetapi
angka insiden pada penderita muda (<40 tahun) terus meningkat, terutama
didominasi oleh kanker dari lidah. Kanker rongga mulut lebih banyak
dijumpai pada laki-laki dibanding wanita dengan perbandingan 3/2 : 2/1,
meskipun insiden dari kanker rongga mulut pada laki-laki cenderung
menurun pada 2 dekade terakhir, sedangkan pada wanita menetap
(Peraboi, 2003).

5
D. Faktor risiko
Usia, kejadian kanker mulut secara jelas berhubungan dengan usia,
yang mungkin mencerminkan penurunan pengendalian imunitas dengan usia.
Orang-orang di atas usia 40 memiliki risiko lebih tinggi terkena kanker mulut.
Kanker mulut dapat terjadi pada semua usia, namun kejadian meningkat
setelah umur lebih dari 40 tahun. Individu yang berusia di atas 60 memiliki
insiden tertinggi kanker mulut (Shah, 2003).
Merokok, selama bertahun tahun telah diasumsikan bahwa ada
hubungan dengan karsinoma mulut. Tembakau tampaknya berperan dalam
stimulasi proses prakanker dan/atau kanker. Ketika kontak langsung dengan
membran mukosa mulut untuk jangka waktu yang lama, dapat menghasilkan
leukoplakia dan kanker pada individu yang rentan (Soames, 1985).
Kebiasaan mengunyah mengunyah sirih adalah salah satu kebiasaan
mengunyah paling sering dilakukan di dunia, dan sangat umum terjadi di
selatan-timur Asia dan India. Kebiasaan ini menyebabkan terjadinya
leukoplakia karena sirih yang dikunyah disimpan di dalam mulut dan
transformasi menjadi maligna biasanya dibuktikan secara klinis dengan
adanya perkembangan papilliferous ataupun ulserasi (Soames, 1985). Namun,
penemuan terbaru dari India mengindikasikan bahwa pengunyah sirih saja
tidak menyebabkan kanker mulut kecuali bila sirih dicampurkan dengan
tembakau dan diet sehari – hari yang tidak memadai (Burket,1961).
Alkohol, studi epidemiologi di beberapa negara telah menunjukan
bahwa risiko terkena karsinoma oral 10-15 kali lebih besar pada peminum
alkohol berat. Namun, peran dari konsumsi alkohol sebagai etiologi kanker
mulut sulit untuk dinilai karena kebanyakan dari mereka yang mengkonsumsi
alkohol juga perokok. Meminum alkohol dan merokok tembakau tampaknya
memiliki efek sinergis dalam perkembangan karsinoma mulut dan kebiasaan
gabungan ini telah terbukti akan menyebabkan timbulnya karsinoma mulut 15
tahun atau lebih cepat (Soames,1985).
Faktor gigi, kebersihan mulut yang buruk, restorasi yang rusak, tepi
gigi yang tajam dan gigi palsu yang tidak sesuai telah dicurigai sebagai
etiologi kanker mulut, namun bukti – bukti untuk hal ini sedikit. Banyak

6
pasien yang menjalani keganasan di rongga mulut memiliki gigi yang buruk,
selain mereka juga merokok dan peminum berat (Burket,1961).

E. Patogenesis
Semua kanker bermula dari unit dasar kehidupan tubuh, yaitu sel.
Untuk memahami kanker, sangat membantu untuk mengetahui apa yang
terjadi ketika sel normal menjadi sel kanker. Tubuh terdiri dari banyak jenis
sel. Sel-sel tumbuh dan membelah dengan cara yang terkontrol untuk
menghasilkan lebih banyak sel karena diperlukan untuk menjaga tubuh sehat.
Ketika sel-sel menjadi tua atau rusak, akan mati dan diganti dengan sel-sel
baru. Namun, terkadang proses yang teratur ini berjalan salah. Bahan genetik
(DNA) sel dapat rusak atau berubah, menghasilkan mutasi yang
mempengaruhi pertumbuhan sel normal dan pembelahan. Ketika ini terjadi,
sel-sel yang seharusnya mati tidak mati dan sel-sel baru terbentuk ketika
tubuh tidak membutuhkannya. Sel-sel ini, dapat membentuk suatu massa dari
jaringan yang disebut tumor (National Cancer Institute).
Tidak semua tumor adalah kanker, tumor bisa jinak atau ganas.
Tumor jinak tidak bersifat kanker, dapat dihilangkan dan dalam banyak
kasus, tumor jinak ini tidak datang kembali. Sel tumor jinak tidakmenyebar
ke bagian lain dari tubuh. Tumor-tumor ganas adalah kanker, sel tumor ini
dapat menyerang jaringan terdekat dan menyebar ke bagian lain dari tubuh.
Penyebaran kanker dari satu bagian tubuh ke bagian lain disebut metastasis
(National Cancer Institute).

F. Manifestasi Klinis
Umumnya lesi prakanker muncul sebagai lesi putih, merah atau
bercampur antara lesi merah dan lesi putih. Kondisi ini dikenal sebagai
leukoplakia atau eritroplakia. Kondisi patologis lainnya yang juga dikaitkan
sebagai lesi prakanker yaitu oral lichen planus dan oral submucous fibrosis.
1. Leukoplakia
Leukoplakia didefinisikan sebagai bercak putih atau plak, yang
melekat erat pada mukosa mulut dan tidak dapat dibedakan dengan

7
lesi putih lainnya. Leukoplakia merupakan lesi putih pada mukosa
rongga mulut dan sebagai prekursor terjadinya Oral Squamous Cell
Carcinoma. Secara mikroskopis, leukoplakia nampak sebagai keratinosis
hiperplasia dengan karakter hiperorthokeratosis, hiperparakeratosis, dan
acantosis atau beberapa atipia selular yang diklasifikasikan sebagai lesi
ringan, sedang atau berat, tergantung dari jumlah munculnya atipia dan
keterlibatan epitelium. Lesi ini biasanya terletak di dasar mulut
(Pederson, 2013).
Keadaan displasia dan keganasan ditentukan berdasarkan
gambaran inti sel seperti perubahan dalam inti sel dalam ukuran
(membesar), bentuk (bervariasi atau pleomorfik), warna menjadi
lebih gelap (hiperkromatik), perbandingan inti (sitoplasma bertambah,
dinding inti tidak teratur, anak inti lebih dari satu dan tidak teratur, serta
distribusi kromatin yang tidak normal). Displasia dapat meliputi hanya
bagian sepertiga basal lapisan epitel, dinamakan displasia ringan. Bila
sudah meliputi setengah lapisan epitel termasuk displasia tingkat sedang,
dan displasia tingkat berat bila sudah meluas ke seluruh ketebalan
lapisan epitel. Leukoplakia dengan tingkat displasia ringan
mempunyai risiko berkembang menjadi karsinoma sel skuamosa
sebesar 3%. Sekitar 43% leukoplakia dengan displasia berat dan
karsinoma in situ akan berkembang menjadi karsinoma sel
skuamosa. Oleh karena itu, leukoplakia yang disertai displasia harus
dianggap sebagai keadaan praganas yang mempunyai kemungkinan
untuk berkembang menjadi karsinoma (Sudiono, 2008).

Gambar 2.2 Leukoplakia; a. mukosa bukal; b. gingival; c. ventral lidah


dan dasar mulut; d. lidah, disertai adanya displasi berat (Silverman, 2002)

8
2. Eritroplakia
Eritroplakia adalah salah satu lesi yang jarang timbul pada
mukosa rongga mulut, akan tetapi risiko dari perkembangan kanker
rongga mulut adalah yang terbesar diantara semua lesi prakanker.
Eritroplakia didefinisikan sebagai lesi mukosa mulut yang muncul
sebagai lesi merah terang yang dapat berupa plak yang tidak biasa
dikarakteristikkan secara klinis maupun patogen sebagai kondisi
patogen yang dikenali. Lesi ini dapat muncul di bagian manapun
pada rongga mulut, tapi lebih sering muncul pada dasar mulut,
palatum molle, lidah bagian ventral, dan tonsillarfauces. Lesi ini
umumnya asimptomatik akan tetapi beberapa pasien mengeluh adanya
rasa terbakar pada rongga mulut.

Gambar 2.3 Eritroplakia pada palatum molle dan orofaring dengan


sedikit komponen keratosit. Lesi ini kelak akan berubah menjadi
squamous sel karsinoma (Silverman, 2002)

3. Oral submucous fibrosis


Oral submucous fibrosis adalah gejala kronis penyakit dengan
karakter adanya inflamasi dan progresif fibrosis dari jaringan submukosa
(lamina propria dan jaringan penghubung yang lebih dalam), sehingga
mengakibatkan terjadinya rigid pada daerah tersebut dan kesulitan
membuka mulut (trismus).
4. Oral lichen planus
Oral lichen planus (OLP) adalah inflamasi kronis dari penyakit
mukosa rongga mulut dengan etiologi yang belum diketahui. OLP
muncul sebagai white striations, papula putih atau plak berwarna putih.

9
Simptomatik, dengan gejala klinis erithema, erosi atau blisters yang
sangat sakit. OLP biasanya terletak pada mukosa bukal, lidah dan
gingiva.

Gambar 2.4 Erosi lichen planus pada palatum (Silverman, 2002)


Tanda-tanda dan gejala kanker mulut lain yang mungkin terjadi
meliputi: benjolan atau penebalan pada jaringan lunak rongga mulut, nyeri
atau perasaan bahwa ada sesuatu yang tersangkut di tenggorokan, kesulitan
mengunyah atau menelan, sakit telinga, kesulitan menggerakkan rahang atau
lidah, suara serak, mati rasa pada lidah atau daerah lain dari mulut, atau
pembengkakan rahang (Silverman, 2002).

Gambar 3.3 Kanker mulut

G. Skrining Kanker Rongga Mulut


Prosedur skrining sebenarnya telah dimulai dari tahap anamnesis yang
dilakukan oleh operator. Anamnesis ditujukan pada hal-hal berikut (Peraboi,
2003):
1. Keluhan utama (spesifik untuk kanker rongga mulut).
2. Perjalanan penyakit, mulainya, progresinya.
3. Faktor risiko.
4. Pengobatan yang pernah didapatkan (bedah, kemoterapi, radioterapi)

10
5. Hasil pengobatan.
6. Keterlambatan pengobatan (jika ada).
Kemudian akan dilakukan pemeriksaan fisik meliputi status generalis,
status lokalis dan status regional pasien (Peraboi, 2003):
1. Status generalis
a. Keadaan umum pasien.
b. Karnofsky score.
2. Status lokalis (inspeksi, palpasi, bimanual palpation)
a. Melihat lokasi tumor dalam rongga mulut.
b. Diperiksa dengan alat bantu yang cukup.
c. Seluruh rongga mulut diperiksa dengan sangat teliti.
d. Bentuk tumor (fungating, ulseratif, indurasi).
e. Palpasi tumor rongga mulut harus dilakukan dengan halus dan tidak
nyeri.
f. Palpasi bimanual adalah memeriksa dengan satu/dua jari di dalam
mulut dan jari-jari tangan lain memeriksa dari luar. Hal ini
untuk menentukkan asal tumor, indurasi di sekitar ulkus, tumor
dasar mulut, tumor glandula salivarius pada dasar mulut, ada
tidaknya sealolithiasis/sealodenitis yang kadang menyerupai tumor
dasar mulut.
Kemudian, dapat dilakukan pemeriksaan penunjang, seperti (Peraboi, 2003):
1. Pemeriksaan imaging, seperti foto panoramik, oklusal, lateral, foto
toraks untuk kepentingan stadium agar dapat mengetahui ada
tidaknya metastasis pada paru, USG, CT Scan/MRI, PET Scan (Fluoro
Deoxy Glucose PET).
2. Pemeriksaan endoskopi.
3. Pemeriksaan laboratorium.
4. Pemeriksaan patologi.

H. Penatalaksanaan Kanker Rongga Mulut


Metode perawatan kanker terdiri dari empat tipe dasar: operasi, terapi
radioterapi, kemoterapi dan terapi kombinasi. Tahap awal penyakit sering

11
dapat diobati secara berhasil dengan hanya menggunakan satu terapi.
Pemberantasan lengkap penyakit yang lebih serius seringkali tergantung pada
kombinasi operasi dan radioterapi. Pengelolaan yang dapat dilakukan pada
pasien dengan kanker rongga mulut adalah (Scully, 2010; Peraboi,2003):
1. Pembedahan
Sebagai objektif pengobatan pada kanker rongga mulut ialah
mengangkat tumor dengan baik dan onkologis; mengembalikan fungsi
bicara, makan/menelan, dan bernapas dengan baik; dan secara estetika
dapat diterima. Adapun indikasi pembedahan adalah sebagai berikut:
a. Operabel
b. Umur pasien relatif muda.
c. Karnofsky score baik.
d. Tidak terdapat ko-morbiditas yang berat.
Dasar pembedahan kanker rongga mulut adalah eksposur tumor harus
baik dan luas; eksplorasi tumor dan spesimen tumor untuk pemeriksaan
histopatologi; eksisi luas tumor dan mengangkat jaringan sekitar atau
tulang rahang yang terkena; dan melakukan pembedahan rekonstruksi
(Peraboi, 2003).
2. Radioterapi
Radioterapi, juga disebut terapi radiasi, adalah pengobatan kanker
dan penyakit lain dengan radiasi ionisasi. Radiasi ionisasi deposit energi
yang melukai atau menghancurkan sel-sel di daerah yang sedang
ditangani (jaringan target) dengan merusak materi genetik (DNA) dalam
sel-sel individual, sehingga mustahil untuk mereka terus tumbuh.
Radioterapi diberikan dalam jumlah kecil setiap hari, biasanya
lima hari berturut-turut dengan dua hari istirahat setiap minggu. Biasanya
pengobatan berlangsung sekitar 10 - 15 menit. Dosis harian harus cukup
besar untuk menghancurkan sel-sel kanker. Terapi ini dilakukan antara 2-
8 minggu, agar sel yang baru dapat tumbuh dan meminimalkan efek yang
timbul akibat radiasi.

12
3. Kemoterapi
Kemoterapi adalah penggunaan bahan kimia untuk
menghancurkan sel-sel kanker. Kemoterapi bekerja dengan mengganggu
kemampuan sel kanker untuk tumbuh. Ini adalah salah satu dari tiga
metode utama yang digunakan untuk mengobati kanker. Ia memiliki
kemampuan untuk mengobati kanker yang tersebar luas (metastasis),
yang ada di lebih dari satu lokasi. Terdapat tujuh jenis bahan yang
digunakan untuk kemoterapi, di antaranya alkylating agent, nitrosoureas,
anti – metabolites, antitumour antibiotics, plant alkaloids, DNA – repair
enzyme inhibitors, dan hormon steroid.
Bahan alkylating agent bekerja dengan langsung menyerang sel
DNA, sehingga sel – sel tersebut tidak dapat melakukan replikasi.
Contoh bahan ini adalah Clycophosphomide dan Mechlorethamine dan ia
diberikan secara oral atau intravena. Bahan nitrosoureas mirip dengan
alkylating agent, dan bekerja dengan menghambat perubahan yang
diperlukan untuk perbaikan DNA. Nitrosoureas juga diberikan secara
oral atau intravena. Contoh obat dalam kategori ini adalah Carmustine
dan Lomustin. Bahan anti – metabolite pula menghambat pertumbuhan
sel dengan mengganggu sintesis DNA. Obat ini diberikan baik secara
oral atau intravena. Contoh dari bahan ini adalah 6-mercaptopurine dan
5-fluorouracil.
Antitumour antibiotics bekerja dengan mengikat dengan DNA
untuk mencegah sintesis RNA. Ini juga mencegah pertumbuhan sel
dengan mencegah replikasi DNA. Contoh kategori ini adalah
Doksorubisin dan Mitomycin-C dan obat diberikan secara intravena.
Bahan plant alkaloids juga menghalangi pembelahan sel, antaranya,
Vincristine dan Vinblastine. Sementara bahan DNA – repair enzyme
inhibitor menyerang mekanisme perbaikan DNA misalnya, Etoposide
atau Tapotecan. Hormon steroid bekerja dengan memodifikasi
pertumbuhan hormon yang menyebabkan terjadinya kanker. Hormon ini
diberikan secara oral. Beberapa contoh kategori ini adalah Tamoxifen
dan Flutamide.

13
4. Terapi kombinasi
Bagi pasien dengan pertumbuhan sel kanker yang telah menyebar
luas dapat dilakukan terapi kombinasi yang terdiri dari pembedahan,
radioterapi dan kemoterapi.
Untuk lesi kecil (T1 dan T2), tindakan pembedahan dan radioterapi
memberikan angka kesembuhan yang kurang lebih sama, kecuali pada T2,
radioterapi memberikan angka kekambuhan lokal yang lebih tinggi. Untuk
T3 dan T4 kombinasi modalitas bedah, radioterapi dan kemoterapi
memberikan hasil yang cukup baik. Pada karsinoma sel skuamosa,
pemberian kemoterapi neoadjuvant dilanjutkan dengan pembedahan atau
pembedahan yang dilanjutkan dengan radioterapi memberikan hasil yang
tidak banyak berbeda (Peraboi, 2003).
Terapi kanker rongga mulut stadium I dan II (T1, T2) ialah
pembedahan atau radioterapi yang masing-masing memiliki keuntungan
dan kekurangannya. Kanker rongga mulut stadium III dan IV yang masih
operabel ialah pembedahan, radioterapi neo-adjuvant atau adjuvant serta pada
karsinoma sel skuamosa dipertimbangkan untuk memberikan kemoterapi
(Peraboi, 2003).

I. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada keganasan rongga mulut ini bisa
komplikasi operasi maupun komplikasi yang diakibatkan oleh radioterapi itu
sendiri. Komplikasi operasi, termasuk infeksi; penurunan berat badan, wajah
edema, kesulitan berbicara, gangguan fonasi dan menelan; dan terjadi
penurunan kemampuan berbicara ataupun menelan. Komplikasi radiasi
termasuk didalamnya kelelahan, penurunan berat badan, iritasi mukosa,
xerostomia (mulut kering) dan penurunan fungsi pengecapan/perasa; eritema
dan deskuamasi halus dari kulit; dan edema laring, suara serak. Adapula
komplikasi yang jarang namun bila terjadi akan berat komplikasinya yaitu
penurunan fungsi pendengaran, osteoradionekrosis, trismus dan rupture arteri
karotis.

14
J. Prognosis
Tingkat kelangsungan hidup karsinoma mulut tergantung pada
sejumlah faktor, tetapi diagnosis dini adalah yang paling penting. Lokasi
tumor juga merupakan faktor dan umumnya tumor yang jauh lebih di dalam
mulut, mempunyai prognosis yang lebih buruk . Ini mungkin karena tumor di
bagian belakang mulut cenderung tidak dapat didiagnosis pada tahap awal
(Soames, 1985).
Prognosis karsinoma sel skuamosa adalah berkaitan dengan ukuran
dan lokasi tumor dan ada atau tidak adanya metastasis. Usia pasien dan
kondisi kesehatan secara umum pada awal terapi biasanya menentukan
prognosis sampai batas tertentu. Bayi yang baru lahir dan individu tua yang
lemah biasanya memiliki kesempatan yang lebih rendah untuk bertahan untuk
jangka masa yang panjang dan memiliki prognosis buruk. Tanggapan
terhadap pengobatan, beberapa kanker secara genetik gagal untuk merespon
terhadap terapi. Ini membawa prognosis yang buruk. Semakin kecil tumor
pada saat pengobatan, semakin baik prognosisnya.

15

Вам также может понравиться