Вы находитесь на странице: 1из 15

PENGATURAN DAN PENGAWASAN BANK

Disusun guna memenuhi tugas terstruktur

Mata kuliah : Hukum Perbankan

Dosen pengampu : Dr. H. Ja’ far Baehaqi, S.Ag, M.H.

Disusun oleh:

Hildha Yusri Abdha 1602036135

PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2018

1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bank merupakan lembaga yang mempunyai tugas menghimpun,
menyalurkan dana dari masyarakat untuk di salurkan kepada pihak yang
kekurangan dana (defisit). Dalam proses menjalankan tugasnya bank tidak
sewenang-wenang mereka menjalankan atas dasar kemauan sendiri. bank selalu
diawasi oleh bank indonesia agar tindakan mereka tidak menyalahi aturan yang
diterapkan oleh bank indonesia.
Pengawasan terhadap bank oleh bank indonesia sebagai bank sentral
dapat bersifat pengawasan langsung atau pengawasan tidak langsung. Dalam
pasal 27 UU. No. 23 Tahun 1999 tentang bank indonesia, bahwa yang dimaksud
dengan pengawasan langsung adalah dalam bentuk pemerikasaan yang disertai
dengan tindakan – tindakan perbaikan. Adapun yang dimkasud dengan
pengawasan tidak langsung adalah teruatama dalam bentuk pengawasan dini
melauai penelitian, analisis, evaluasi laporan bank.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaturan dan pengawasan bank secara umum?
2. Bagaimana sistem dalam mengawasi dan pengaturan bank?
3. Bagaimana tugas pengaturan dan pengawasan bank menurut UU No. 23
Tahun 1999 JO. UU. No. 3 Tahun 2004?
4. Bagaimana fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan oleh otoritas jasa
keuangan?

PEMBAHASAN
A. Pengaturan dan Pengawasan Bank Secara Umum
Secara umum, peranan bank sentral sangat penting dan strategis
dalam upaya menciptakan sistem perbankan yang sehat dan efisien. Perlu
diwujudkannya sistem perbankan yang sehat dan efisiensi itu, karena

2
dunia perbankan adalah salah satu pilar utama dalam pembangunan
ekonomi suatu negara.
Pada hakikatnya pengaturan dan pengawasan bank dimaksudkan
untuk mengingatkan keyakinan dari setiap orang yang mempunyai
kepentingan dengan bank, bahwa bank-bank dari segi finansial tergolong
sehat, bahwa bank dikelolah dengan baik dan profesional, serta di dalam
bank tidak terkandung segi-segi yang merupakan ancaman terhadap
kepentingan masyarakat yang menyimpan dananya di bank.1
Tujuan umum dari pengaturan dan pengawasan bank adalah
menciptakan sistem perbankan yang sehat, yang memenuhi tiga aspek,
yaitu perbankan yang dapat memlihara kepentingan masyarakat dengan
baik, berkembang secara wajar, dalam arti di satu pihak memerhatikan
faktor risiko seperti kemampuan baik dari sistem, finasial, maupun
sumber daya manusia.
Kewenangan bank sentral dalam melakukan pengaturan dan
pengawasan bank adalah sebagai alat atau sarana untuk mewujudkan
sistem perbankan yang sehat, yang menjamin dan memastikan
dilaksanakannya segala peraturan perundang – undangan yang terkait
dalam penyelenggaraan usaha bank oleh bank yang bersangkutan.2

B. Sistem Pengawasan Bank Oleh Bank Indonesia


Dalam menjalankan tugas pengawasan bank, saat ini BI
melaksanakan sistem pengawasannya dengan menggunakan 2
pendekatan yakni pengawasan berdasarkan kepatuhan(comliance based
supervision) dan pengawasan berdasarkan risiko (risk based
supervison)/RBS). Dengan adanya RBS tersebut, bukan berarti
mengesampingkan pendekatan berdasarkan kepatuhan, namun
merupakan upaya untuk menyempurnakan sistem pengawasan sehingga

1
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, edisi 2 (Jakarta: Prenadamedia Group, 2005), h.
173.
2
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, edisi 2 (Jakarta: Prenadamedia Group, 2005), h.
174.

3
dapat meningkatkan efektivitas dan efesiensi pengeawasan perbankan.
Secara bertahap, pengawasan yang diterapkan oleh BI akan beralih
menjadi sepenuhnya pengawasan berdasarkan risiko.
1. Pengawasan berdasarkan kepatuhan (compliance based supervision)
Pendekatan pengawasan berdasarkan kepatuhan pada dasarnya
menekankan pemantauan kepatuhan bank untuk melakasanakan
ketentuan-ketentuan yang terikat dengan operasi dan pengelolahan
bank. Pendekatan ini mengacu pada kondisi bank di masa lalu
dengan tujuan untuk memastikan bahwa bank telah beroperasi dan
dikelola secara baik dan benar menurut prinsip-prinsip kehatia-
hatian.
2. Pengawasan berdasarkan risiko (Risk Based Supervision)
Pendekatan pengawasan berdasarkan risiko merupakan pendekatan
pengeawasan berorientasi ke depan (forward looking). Dengan
mengunakan pendekatan tersebut pengawasan suatu bank difokuskan
pada risiko-risiko yang melekat (inherent risk) pada aktivitas
fungsional bank serta sistem pengandalian risiko (risk control
system). Melalui pendekatan ini akan lebih memungkinkan otoritas
pengawasan bank untuk proaktif dalam melakukan pencegahan
terhadap permasalahan yang potensial timbul di bank. 3

C. Tugas Pengaturan Dan Pengawasan Bank Menurut UU. No. 23 Tahun


1999 JO. UU. NO. 3 Tahun 2004.
Pada pokoknya bank indonesia sebagai bank sentral memiliki tiga
bidang tugas, yaitu: (1) menetapkan dan melaksanakan kebijakan
moneter; (2) mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, dan
(3) mengatur dan mengawasi bank.
Adapun keempat kewenagan yang diberikan kepada otoritas
pengawasan bank tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Kewenangan memberikan izin (power to license)

3
BI, Perbankan Ikhtisar Peraturan, Tujuan dan kewenangan, https://www.bi.go.id. Diakses pada tanggal
26 Mei 2018.

4
Melalui kewenangan ini memungkinkan ditetapkannya ketentuan
dan persyaratan pendirian sebuah bank oleh otoritas pengawas.
Kewenangan pemberian izin ini merupakan seleksi paling awal
terhadap kehadiran sebuah bank dengan menetapkan tata cara
perizinan dan pendirian suatu bank.
Pada umumnya persyaratan pendirian bank menyangkut tiga
aspek, yaitu: (a) ahklak dan moral calon pemilik dan pengurus bank,
(b) kemampuan menyediahkan dana dalam jumlah tertentu untuk
modal bank, dan (c) kesungguhan an kemampuan dari para calon
pemilik dan pengurus bank dalam melakukan kegiatan usaha bank.
Kewenangan dalam pemberian izin tersebut juga memungkinkan
otoritas pengawas bank mencegah terjadinya pendirian bank yang
tidak didukung dengan modal yang cukup, yang kurang dipersiapkan
dengan baik atau yang dapat digunakan kepentingan pribadi pemilik
atau pengurus tanpa mengindahkan kepentingan masyarakat.
2. Kewenangan untuk mengatur (power of regulate)
Kewenagan untuk mengatur ini memungkunkan otoritas
pengawas bank menetapkan ketetapan yang menyangkut aspek
kegiatan usaha perbankan dalm rangka menciptakan adanya
perbankan yang sehat, dan mampu memenuhi jasa perbankan sesuai
dengan kebutuhan masyarakat. Ketentuan yang dapat ditetapkan
anatara lain mencangkup peraturan likuiditas dan solvabilitas bank ,
jenis usaha yang dapat dilakukan, dan risiko, atau exsposure yamng
dapat diambil oleh bank.4
3. Kewenangan untuk mengendalikan/mengawasi (power to control)
Kewenagan untuk mengendalikan atau mengawasi ini adalah
kewenangan yang paling mendasar yang diperlukan oleh otoritas
pengawas bank.

4
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, edisi 2 (Jakarta: Prenadamedia Group, 2005), h.
176.

5
Pengawas bank dilaksankan melalui pengawasan tidak langsung
(off site supervision), yaitu pengawasan yang dilakukan melalui alat
pantau seperti laporan hasil pemeriksaan, dan informasi lainnya.
Dengan data yang diperoleh melalui alat pantau tersebut otoritas
pengawas melakukan penilaian terhadap keadaan usaha dan
kesehatan bank.
Selain melalui pengawasan tidak langsung tersebut di atas
otoritas pengawas juga dapat melakukan pengawasan langsung (on
site examinition) yang dapat berupa pemeriksaan umum dan
pemeriksaan khusus. Pengawasan langsung ini bertujuan untuk
memperoleh gambaran tentang ketaatan terhadap peraturan yang
berlaku serta untuk mengetahui apakah terdapat praktik-praktik yang
tidak sehat yang membahayakan kelangsungan usaha bank.
4. Kewenagan untuk mengenakan sanksi (power of impose sanction)
Kewenagan yang keempat ini adalah kewenagan untuk
menjatuhkan sanksi apabila sebuah bank kurang atau tidak memenuhi
hal-hal yang diatur atau dipersyaratkan dalam kewenang-
wewenangan tersebut di atas. Pengenaan sanksi ini dimaksudkan agar
bank melakukan perbaikan atas kelemahan dan penyimpangan yang
dilakukannya. Dengan perkataan lain, dalam pengenaan sanksi oleh
otoritas pengawas bank tersebut mengandung unsur pembinaan agar
suatu bank sungguh-sungguh taat dalam menerapkan peraturan
perundang-undangan dan prinsip-prinsip perbaikan yang sehat.5
Berkaitan dengan tugas mengatur dan mengawasi bank, bank
indonesia sebagai bank sentral berwenang:
a. Menetapkan peraturan perbankan termasuk ketentuan-ketentuan
perbankan yang memuat prinsip kehati-hatian.
b. Memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan
usaha tertentu dari bank, termasuk memberikan dan mencabut
izin usaha bank, memberikan izin pembukaan, penutupan dan
pemindahan kantor bank.
5
Mahesa Jati Kusuma, Hukum Perlindungan Nasabah, cetakan 1 (Bandung: Nusa Media, 2012), h. 63.

6
c. Melaksakan pengawasan bank secara langsung dan tidak
langsung melalui penyampain laporan, keterangan oleh bank serta
hasil pemeriksan terhadap bank, secara berkala maupun setiap
waktu jika diperlukan.6
d. Menugaskan kepada pihak lain untuk dan atas nam bank
indonesia dalam melaksanakan pemeriksaan. Pihak lain yang
melaksanakan pemeriksaan wajib merahasiahkan keterangan dan
data yang diperoleh;
e. Memerintahkan bank untuk menghentikan sementara sebagian
atau seluruh kegiatan transaksi tertentu yang diduga atau dinilai
bank indonesia merupakan suatu tindakan pidana di bidang
perbankan;
f. Melakukan tindakan tertentu sebagai akibat dari penilaian bank
indonesia terhadap bank tas kegiatan yang dapat membahayakan
usaha bank tersebut dan atau sistem perbankan secara
keseluruhan;
g. Tugas mengawasi bank akan dilaksankan oleh lembaga pengawas
sektor jasa keuangan yang independent, dan dibentuk dengan
undang-undang;
h. Mengatur dan mengembangkan sistem informasi antar bank.
Sistem informasi dapat dialkukan sendiri oleh bank indonesia dan
atau oleh pihak lain dengan persetujuan bank indonesia.
i. Mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.7

Di indonesia, berdasarkan Undang- Undang No. 23 Tahun 1999


tentang bank indonesia dan Undang-Undang No. 3 Tahun 2004
Tentang perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang
bank indonesia, ditentukan bahwa bank indonesia sebagai otoritas
6
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, edisi 2 (Jakarta: Prenadamedia Group, 2005), h.
177.
7
Mahesa Jati Kusuma, Hukum Perlindungan Nasabah, cetakan 1 (Bandung: Nusa Media, 2012), h. 64.

7
pembina dan pengawas perbankan di indonesia mempunyai
wewenang melakukan pembinaan dan pengawasan bank.
Berkaitan dengan itu, menurut Marulak Perdede bahwa untuk
menciptakan perbankan yang efisien, maka bank indonesia perlu
menorong terciptanya sarana yang dapat menunjang kelancaran
dalam pemberian jasa perbankan kepada masyarakat. Sarana tersebut
berupa sarana penunjang kegiatan operasional bank, yaitu:
1. Lembaga kriling, yang memungkinkan bank melayani transaksi
pembayaran nasabahnya dengan mudah, cepat, dan aman.
2. Pasar uang anatarbank dan pengembangan surat-surat berharga
pasar uang, yang memungkinkan bank memperoleh pinjaman
jangka pendek secara mudah, efisien, dan aman dalam rangka
pengelolahan likuiditas yang lebih baik.
3. Fasilitas discount window, yang memungkinkan bank
mendapatkan dana sementara untuk keperluan likuiditasnya
dalam keadaan, di mana bank tersebut sudah tidak bank mampu
memperolehnya dari pasar.
4. Sistem informasi kredit, yang memungkinkan bank memperoleh
dan saling menuakar informasi tentang keadaan debiturnya.8
Sejalan dengan undang-undang no. 23 tahun 1999 dan undang-
undang no.3 tahun 2004 tersebut di atas, maka undang-undang no. 10
tahun 1998 memberikan wewenang dan berkewajiban bagi bank
indonesia untuk membina serta melakukan pengawasan terhadap
bank dengan menempuh upaya-upaya, baik yang bersifat preventif
dalam bentuk ketentuan-ketentuan, petunjuk dan nasihat, bimbingan
dan pengarahan, maupun secara represif dalam bentuk pemeriksaan
yang diusul dengan tindakan-tindakan perbaikan, sehingga pada
ahkirnya bank indonesia dapat menetapkan arah pembinaan dan
pengembangan bak, baik secara individual maupun secara
keseluruhan.

8
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, edisi 2 (Jakarta: Prenadamedia Group, 2005), h.
178-179.

8
Selanjutnya, mengenai masalah pembinaan dan pengawasan bank
ditentukan pasal 29 undang-undang no. 10 tahun 1998 adalah sebagai
berikut:
Pasal 29 ayat (1):
“pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh bank indonesia.”
Pasal 29 ayat (2):
“bank wajib memlihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan
ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen,
likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan
dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai
dengan prinsip kehati-hatian.”
Pasal 29 ayat (3):
“dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib
menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan
nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank.”9
Berkaitan dengan pasal 8 undang-undang no. 23 tahun 1999
tentang bank indonesia, tugas bank indonesia adalah menetatapkan
dan melaksakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga
kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi
bank.10
Bahwa dengan berlakunya undang-undang no. 3 tahun 2004
tentang perubahan atas undang- undang republik indonesia nomor 23
tahun 1999 tentang bank indonesia, ketentuan pasal 8tersebut tidak
mengalami perubahan sehingga masih tetap berlaku.11
Berkaitan dengan itu, dalam rangka melaksanakan tugas
mengatur bank, bank indonesia berwenang menetapkan ketentuan-
ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehati-hatian (prudential

9
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.

10
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia.
11
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999
Tentang Bank Indonesia.

9
banking). Bertujuan untuk memberikan rambu-rambu bagi
penyelenggaraan kegiatan usaha perbankan, guna mewujudkan
sistem perbankan yang sehat.
Pokok-pokok peraturan yang ditetapkan oleh bank indonesia,
antara lain memuat:
1. Perizinan.
2. Kelembagaan bank, termasuk kepengurusan, dan kepemilikkan.
3. Kegiatan usaha bank pada umumnya.
4. Kegiatan usaha bank berdasarkan prinsip syariah.
5. Merger, konsolidasi, dan akuisi bank.
6. Sistem informasi bank.
7. Tata cara pengawasan bank.
8. Sistem pelaporan bank kepada bank indonesia.
9. Penyehatan bank.
10. Pencabutan izin usaha bank, likuidasi, dan pembubaran bentuk
hukum bank.
11. Lembaga-lembaga pendukung sistem perbankan.12

D. Fungsi Pengaturan dan pngawasan perbankakn oleh otoritas jasa


keuangan

OJK sendiri tidak disebutkan sebagai suatu lembaga negara,


sebagaimana rumusannya dalam Undang-Undang No. 21 Tahun
2011 bahwa “OJK adalah lembaga yang independen dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan
pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam
Undang-Undang ini” (Pasal 2 Ayat (2).13
Kedudukan dan status OJK hanya sebagai lembaga independen
yang berbeda dari kedudukan dan status Bank Indonesia sebagai
lembaga negara, dijelaskan oleh Titik Triwulan Tutik sebagai

12
Mahesa Jati Kusuma, Hukum Perlindungan Nasabah, cetakan 1 (Bandung: Nusa Media, 2012), h. 68.

13
Titik Triwulan Tutik, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pascaamandemen UUD 1945, (Jakarta:
Cerdas Pustaka, 2008), h. 210.

10
lembaga negara utama (main organs) dan adanya state auxiliary
bodies (lembaga negara yang melayani). Titik Triwulan Tutik
mengemukakan bahwa:
“Di Indonesia saat ini sudah lebih dari 50-an lembaga negara
bantu terbentuk. Jumlah ini di masa depan diprediksi akan semakin
bertambah. Pembentukan lembaga negara bantu ini dilakukan
menurut dasar hukum yang berbeda. Ada yang berdasarkan UUD
1945, antara lain Komisi Pemilihan Umum, dan ada pula
berdasarkan Undang-Undang, antara lain Komisi Penyiaran
Indonesia dan Badan Perlindungan Konsumen”. Pembahasan tentang
OJK berdasarkan Undang-Undang No. 21 Tahun 2011, tidak
terpisahkan dari pembahasan tentang Bank Indonesia berdasarkan
Undang-Undang No. 6 Tahun 2009, oleh karena jika dikaji secara
mendalam, kedua peraturan perundangan tersebut tidak sepenuhnya
saling menganulir, dalam arti kata, berlakunya Undang-Undang No.
21 Tahun 2011, tidak menghapuskan berlakunya Undang-Undang
No. 6 Tahun 2009. Hanya sejumlah ketentuan di dalam Undang-
Undang No. 6 Tahun 2009 yang beralih menjadi fungsi, tugas, dan
wewenang OJK.14

Fungsi pengaturan terhadap Perbankan oleh Otoritas Jasa


Keuangan merupakan salah satu fungsi, tugas, dan wewenang
Otoritas Jasa Keuangan. Fungsi mengatur Perbankan sangat penting
artinya oleh karena dalam kegiatan operasional Perbankan yang
demikian luas dan kompleksnya membutuhkan satu kelembagaan
untuk menjalankan fungsi, tugas dan wewenang pengaturan terhadap
Perbankan. Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas
Jasa Keuangan menentukan fungsi (Pasal 5) dan tugas (Pasal 6)
hingga wewenang (Pasal 7, 8, dan 9).
14
Denis Fritish Fateh, Fungsi Sistem Pengaturan dan Pengawasan Perbankan Oleh Otoritas Jasa
Keuangan, Vol. III No. 4 Mei 2015, H. 139.

11
Ditentukan bahwa Otoritas Jasa Keuangan berfungsi
menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang
terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa
keuangan (Pasal 5). Ditentukan kemudian bahwa Otoritas Jasa
Keuangan melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan
terhadap:
a. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan;
b. Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan
c. Kegiatan jasa keuangan di sektorPerasuransian, Dana Pensiun,
Lembaga.
Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (Pasal 6).
Selanjutnya mengenai wewenang Otoritas Jasa Keuangan, di dalam
Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 ditentukan dalam Pasal 7
bahwa: “Untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di
sektor Perbankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a,
Otoritas Jasa Keuangan mempunyai wewenang:
a. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang
meliputi:
1. Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank,
anggaran dasar, rencanan kerja, kepemilikan,kepengurusan dan
sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta
pencabutan izin usaha bank; dan
2. Kegiatan usaha bank, antara lain sumber daya, penyediaan
dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa;
b. Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang
meliputi:
1. Likuidasi, rentabilitas, solvabilitas,kualitas aset, rasio
kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit,
arsip pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank;
2. Laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank;

12
3. Sistem informasi debitur;
4. Pengujian kredit (credit testing); dan
5. Standar akuntansi bank;
c. Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank,
meliputi:
1. Manajemen resiko;
2. Tata kelola bank
3. Prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan
4. Pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan
5. Pemeriksaan bank.15

PENUTUP
Kesimpulan
BI melaksanakan sistem pengawasannya dengan menggunakan 2
pendekatan yakni pengawasan berdasarkan kepatuhan(comliance
based supervision) dan pengawasan berdasarkan risiko (risk based
supervison)/RBS).
Tujuan umum dari pengaturan dan pengawasan bank adalah
menciptakan sistem perbankan yang sehat, yang memenuhi tiga
aspek, yaitu perbankan yang dapat memlihara kepentingan
masyarakat dengan baik, berkembang secara wajar, dalam arti di satu
pihak memerhatikan faktor risiko seperti kemampuan baik dari
sistem, finasial, maupun sumber daya manusia.
Menurut ketentuan pasal 24 UU No. 23 Tahun 1999 tentang bank
indonesia, bahwa bank mempunyai wewenang: 1) memberikan izin,
2) kewenagan untuk mengatur, 3) kewenangan untuk mengendalikan,
4) kwenagan untuk menegnakan sanksi.

Fungsi pengaturan Perbankan oleh Otoritas Jasa Keuangan


bersifat mandiri dan otonom, dalam arti kata, Otoritas Jasa Keuangan

15
Sandi.F.S. Rasjad, Pengaturan dan Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Perbankan, Vol. III
No. 3 April 2015, H. 112-113.

13
berwenang mengatur dan mengawasi Perbankan khususnya,
termasuk kewenangan pada perizinan pendirian bank, pembukaan
kantor bank, dan lain-lainnya. Dengan kewenangan ini juga Otoritas
Jasa Keuangan adalah fungsi pengawasan eksternal, sedangkan
fungsi pengawasan Perbankan oleh Bank itu sendiri adalah bersifat
internal ( ke dalam).

Daftar Pustaka
BI, Perbankan Ikhtisar Peraturan, Tujuan dan kewenangan,
https://www.bi.go.id. Diakses pada tanggal 26 Mei 2018.
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, edisi 2, Jakarta:
Prenadamedia Group.
Kusuma Jati M, 2012. Hukum Perlindungan Nasabah, cetakan 1,
Bandung: Nusa Media.
Pateh Fritish Denis.2015. Fungsi Sistem Pengaturan dan
Pengawasan Perbankan Oleh Otoritas Jasa Keuangan, Vol. III No. 4 (H.
139).
Rasjad. S.F. Sandi. 2015. Pengaturan dan Pengawasan Otoritas Jasa
Keuangan Terhadap Perbankan, Vol. III No.3 (H. 112-113).
Tutik Triwulan T, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia
Pascaamandemen UUD 1945, Jakarta: Cerdas Pustaka.

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas


Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang
Perbankan.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia.

14
.

15

Вам также может понравиться