Вы находитесь на странице: 1из 14

Peripheral Arteri Disease pada Tungkai Kiri

Milton Kaspo Sagoya (102016029) Edward Anderson Nainggolan (102016160) Christina Sagita
Parinusa (102013090) Alberthina Sara Tirza (102013454) Teresa Berhitu (102016031) Maria
Oktaviani Soba (102016076) Farha Fadjrina (102016144) Nur Eka Parlina (102016226)
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510
Email : maria.2016fk076@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak

Penyakit arteri perifer adalah masalah sirkulasi dimana penyempitan arteri yang terjadi
mengurangi aliran darah ke kaki. Ketika mengembangkan penyakit arteri perifer (PAD),
ekstrimitas anda – biasanya bagian kaki – tidak menerima aliran darah yang cukup untuk
memenuhi permintaan. Hal ini menyebabkan gejala nyeri kaki terutama ketika berjalan
(kaludikasio intermiten). Penyakit arteri perifer juga mungkin menjadi tanda akumulasi berlanjut
dari deposito lemak di arteri (aterosklerosis). Kondisi ini dapat mengurangi aliran darah ke
jantung dan otak, serta kaki.

Kata kunci: penyakit arteri perifer, darah, ekstremitas.

Abstract

Peripheral artery disease is a circulatory problem in which narrowing of the arteries that occurs
reduces blood flow to the legs. When developing peripheral arterial disease (PAD), your
extremities - usually the legs - do not receive sufficient blood flow to meet the demand. This
causes symptoms of leg pain, especially when walking (intermittent kaludikasio). Peripheral
artery disease also may be a sign of continued accumulation of fatty deposits in the arteries
(atherosclerosis). This condition can reduce blood flow to the heart and brain, as well as the
legs.
Keywords: peripheral artery disease, blood, limbs.
Pendahuluan

Penyakit arteri perifer atau peripheral artery disease (PAD) merupakan suatu kondisi adanya lesi
yang menyebabkan aliran darah dalam arteri yang mensuplai darah ke ekstremitas menjadi
terbatas. Arteri yang paling sering terlibat adalah femoris dan popliteal pada ekstremitas bawah
dan brakiosefalika atau subklavia pada ekstremitas bawah. Stenosis arteri atau sumbatan karena
aterosklerosis, tromboembolism dan vaskulitis dapat menjadi penyebab PAD. Aterosklerosis
menjadi penyebab paling banyak dengan kejadiannya mencapai 4% populasi usia di atas 40
tahun, bahkan 15-20% pada usia lebih dari 70. Kondisi aterosklerosis tersebut terjadi
sebagaimana pada kasus penyakit arteri koroner begitu juga dengan faktor resiko majornya
seperti merokok, diabetes mellitus, dislipidemia dan hipertensi. Karena itulah, tidak heran jika
sekitar 40% penderita penyakit arteri perifer juga memiliki penyakit arteri koroner yang
signifikan juga. Penderita PAD memiliki resiko dua kali hingga lima kali lebih besar mengalami
kematian akibat kardiovaskular dibanding mereka yang tidak.

Anamnesis

Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara melakukan
serangkaian wawancara dengan pasien (autoanamnesis), keluarga pasien atau dalam keadaan
tertentu dengan penolong pasien (aloanamnesis). Berbeda dengan wawancara biasa, anamnesis
dilakukan dengan cara yang khas, yaitu berdasarkan pengetahuan tentang penyakit dan dasar-
dasar pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu penyakit serta bertolak dari masalah yang
dikeluhkan oleh pasien. Berdasarkan anamnesis yang baik dokter akan menentukan beberapa hal
mengenai hal-hal berikut.1
1. Penyakit atau kondisi yang paling mungkin mendasari keluhan pasien (kemungkinan
diagnosis)
2. Penyakit atau kondisi lain yang menjadi kemungkinan lain penyebab munculnya keluhan
pasien (diagnosis banding)
3. Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit tersebut (faktor
predisposisi dan faktor risiko)
4. Kemungkinan penyebab penyakit (kausa/etiologi)
5. Faktor-faktor yang dapat memperbaiki dan yang memperburuk keluhan pasien (faktor
prognostik, termasuk upaya pengobatan)
6. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medis yang diperlukan untuk menentukan
diagnosisnya

Selain pengetahuan kedokterannya, seorang dokter diharapkan juga mempunyai kemampuan


untuk menciptakan dan membina komunikasi dengan pasien dan keluarganya untuk
mendapatkan data yang lengkap dan akurat dalam anamnesis. Lengkap artinya mencakup semua
data yang diperlukan untuk memperkuat ketelitian diagnosis, sedangkan akurat berhubungan
dengan ketepatan atau tingkat kebenaran informasi yang diperoleh.2
Anamnesis diawali dengan memberikan salam kepada pasien dan menanyakan identitas pasien
tersebut. Dilanjutkan dengan menanyakan keluhan utama, dan untuk setiap keluhan waktu
muncul gejala, cara perkembangan penyakit, derajat keparahan, hasil pemeriksaan sebelumnya
dan efek pengobatan dapat berhubungan satu sama lain.1
Riwayat penyakit sekarang berhubungan dengan gejala penyakit, perjalanan penyakit dan
keluhan penyerta pasien. Riwayat penyakit terdahulu merupakan penyakit yang pernah diderita
pasien dapat masa lalu. Riwayat sosial ialah kondisi lingkungan sosial, ekonomi dan kebiasaan
pasien sehari-hari. Riwayat keluarga ialah riwayat penyakit yang pernah dialami atau sedang
diderita oleh keluarga pasien.1
Pada anamnesis yang dilakukan berdasarkan skenario maka didapatkan beberapa keluhan
mengenai sakit pasien :
 Identitas pasien : Laki-laki . 50 tahun.
 Keluhan utama : Pasien datang dengan keluhan nyeri tungkai kiri semakin
memburuk 2minggu yang lalu.
 Keluhan lain : Nyeri dirasakan semakin memberat saat berjalan lebih
dari 10 meter dan membaik saat istirahat, keluhan tidak pernah dirasakan sebelumnya dan
pasien mengeluh kuku kaki berwarna pucat dengan kualitas kuku yang rapuh.
 Riwayat penyakit dahulu : Pernah menderita DM 10 tahun namun tidak berobat
secara rutin
 Riwayat penyakit sekarang : Keluhan dirasakan sejak 2 minggu yang lalu.
 Riwayat penyakit keluarga :-
 Riwayat alergi :-
 Riwayat pribadi : Merokok sejak usia 15tahun 1bungkus/hari.

Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum : Pasien tampak sakit sedang.


b. Kesadaran : Compos mentis.
c. Tanda-tanda vital : Tensi 110/80 , nadi 88x/menit , nafas 28x/menit, suhu afebris
d. Pemeriksaan thorax : Suara nafas vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-), bunyi jantung 1-2
murni, reguler, murmur (-), gallop (-).
e. Pulsasi nadi menurun pada arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis posterior tungkai kiri,
warna kulit pucat dibawah maleolus.

Pemeriksaan penunjang

1. Ankle Brachial Index


Ankle Brachial Index (ABI). Tes ini merupakan tes non invasif yang penting pada pasien
yang dicurigai mengalami penyakit arteri perifer atau pasien yang berisiko tinggi terjadinya
penyakit arteri perifer. Pemeriksaan ABI memiliki sensitivitas 79% san spesifikasitas 96%.
Nilai ABI pada orang sehat berkisar 1,00-1,39. Nilai ABI <0.90 digunakan sebagai batas
diagnosis. Nilai ABI 0.41-0.90 menunjukkan penyakit arteri perifer ringan-sedang, nilai ABI
<0.40 penyakit perifer berat. Pada pasien Diabetes Melitus dan pasien gagal ginjal, nilai ABI
dapat berada di kisaran >1.4. Nilai ABI berkorelasi dengan tingkat keparahan LEAD di mana
ABI <0.50 memiliki resiko tinggi amputasi.3
Pemeriksaan dilakukan dengan memposisikan sphygmomanometer di atas pergelangan kaki
dan instrument Doppler di distal untuk mengukur tekanan pada arteri dorsalis pedis dan
posterior. Nilai tekanan arteri tertinggi pada pergelangan kaki (arteri tibialis posterior atau
arteri dorsalis pedis) kemudian dibagi dengan tekanan tertinggi antara kedua lengan. Bila
pada pemeriksaan didapatkan hasil ABI yang normal namun dicurigai atau memiliki factor
resiko untuk terjadi LEAD, pemeriksaan ABI data diulangi setelah aktivitas. Pasien diminta
untuk berjalan di treadmill dengan kecepatan 3.2 km/jam dan kecuraman 10-20% sampai
pasien merasakan klaudikasio.3

2. Toe-Brachial Index (TBI)


TBI juga merupakan suatu pemeriksaan noninvasif yang dilakukan pada pasien diabetes
dengan PAD khususnya pada pasien yang mengalami kalsifikasi pada pembuluh darah
ekstremitas bawah yang menyebabkan arteri tidak dapat tertekan dengan menggunakan
teknik tradisional (ABI, indeks ABI > 1,30).4
3. Pulse Volume Recordings (PVR)
Pulse volume recording (PVR) yang juga disebut plethysmography merupakan suatu tes yang
mengukur aliran darah arteri pada ekstremitas bawah dimana pulsasi yang mewakili aliran
darah pada arteri diperlihatkan oleh monitor dalam bentuk gelombang. PVR juga dapat
digunakan pada pasien PAD yang mengalami kalsifikasi pada arteri bagian medial (ABI >
1,30) yang biasa ditemukan pada pasien usia tua, pasien yang menderita diabetes cukup lama
atau pasien yang menderita penyakit ginjal kronik. Pada pasien dengan PAD berat, PVR juga
dapat memprediksi apakah kaki yang terkena PAD ini memiliki cukup aliran darah atau tidak
untuk bertahan atau jika akan dilakukan amputasi pada kaki tersebut. Interpretasi dari tes ini
dapat menyediakan informasi mengenai derajat obstruksi PAD secara spesifik. Pada arteri
yang masih sehat, gelombang pulsasi akan terlihat tinggi dengan puncak yang tajam yang
menunjukkan aliran darah mengalir dengan lancar. Namun jika arteri tersebut mengalami
penyempitan atau obstruksi maka akan terlihat gelombang yang pendek dan memiliki puncak
yang kecil dan datar. Tingkat keakuratan pemeriksaan ini untuk menegakkan diagnosis PAD
berkisar antara 90-95%.4
4. Ultrasonografi dupleks
Ultrasonografi dupleks memiliki beberapa keuntungan dalam menilai sistem arteri perifer.
Pemeriksaan yang noninvasif ini tidak memerlukan bahan kontras yang nefrotoksik sehingga
alat skrining ini digunakan untuk mengurangi kebutuhan akan penggunaan angiografi
dengan kontras (Elgzyri, 2008). Modalitas diagnostik ini juga dapat digunakan sebagai alat
pencitraan tunggal sebelum dilakukan intervensi pada sekitar 90% pasien dengan PAD
dimana sensitivitas dan spesifisitas untuk mendeteksi dan menentukan derajat stenosis pada
PAD berkisar antara 70% dan 90% (Favaretto et al, 2007) Dupleks ultrasonografi juga dapat
menggambarkan karakteristik dinding arteri sehingga dapat menentukan apakah pembuluh
darah tersebut dapat diterapi dengan distal bypass atau tidak. Selain itu, alat ini juga dapat
digunakan untuk menentukan apakah suatu plak pada arteri tersebut merupakan suatu resiko
tinggi terjadinya embolisasi pada bagian distal pembuluh darah pada saat dilakukan
intervensi endovascular.4
5. Computed Tomographic Angiography (CTA)
Penggunaan CTA untuk mengevaluasi sistem arteri perifer telah berkembang seiring
perkembangan multidetector scanner (16- atau 64- slice). Sensitivitas dan sekitar 95-99%.
Seperti halnya ultrasonografi dupleks, CTA juga menyediakan gambaran dinding arteri dan
jaringan sekitarnya termasuk mendeteksi adanya aneurisma arteri perifer, karakteristik plak,
kalsifikasi, ulserasi, trombus atau plak yang lunak, hiperplasia tunika intima, in-stent
restenosis dan fraktur stent. CTA tetap memiliki keterbatasan dalam hal penggunaannya pada
pasien dengan insufisiensi renal sedang-berat yang belum menjalani dialysis.4
6. Magnetic Resonance Angiography (MRA)
MRA merupakan pemeriksaan noninvasif yang memiliki resiko rendah terhadap kejadian
gagal ginjal. Pemeriksaan yang memiliki rekomendasi dari ACC/AHA (Class I Level of
Evidence A) ini dapat memberikan gambaran pembuluh darah yang hampir sama dengan
gambaran pembuluh darah pada pemeriksaan angiografi (Hirsch et al, 2006). Modalitas
pemeriksaan ini tidak menggunakan radiasi dan media kontras yang digunakan (gadolinium-
based contrast) tidak terlalu nefrotoksik dibandingkan dengan kontras yang digunakan pada
CTA maupun angiografi kontras. Sensitivitas dan spesifisitas alat ini untuk mendeteksi
stenosis arteri dibandingkan dengan angiografi kontras adalah sekitar 80-90%.4
7. Contrast Angiography
Walaupun MRA merupakan modalitas pemeriksaan yang cukup aman dan merupakan
teknologi yang cukup menjanjikan namun pemeriksaan yang masih merupakan standar baku
emas untuk mendiagnosis PAD adalah angiografi kontras. Pemeriksaan ini menyediakan
informasi rinci mengenai anatomi arteri dan direkomendasikan oleh ACC/AHA ( Class I,
Level of Evidence A) untuk pasien PAD khususnya yang akan menjalani tindakan
revaskularisasi. Seperti halnya pemeriksaan yang menggunakan media kontras, prosedur
angiografi kontras juga memerlukan perhatian khusus mengenai resiko terjadinya nefropati
kontras. Pasien dengan insufisiensi ginjal sebaiknya mendapatkan hidrasi yang cukup
sebelum tindakan. Pemberian n-acetylcysteine sebelum dan setelah tindakan pada pasien
dengan insufisiensi ginjal (serum kreatinin lebih dari 2,0 mg/dl) dapat dilakukan sebagai
tindakan pencegahan perburukan fungsi ginjal. Selain itu pasien diabetes yang menggunakan
obat metformin memiliki resiko menderita asidosis laktat setelah angiografi. Metformin
sebaiknya dihentikan sehari sebelum tindakan dan 2 hari setelah tindakan untuk menurunkan
resiko asidosis laktat. Insulin dan obat hipoglikemik oral sebaiknya dihentikan
penggunaannya pada pagi hari menjelang tindakan. Evaluasi klinis termasuk pemeriksaan
fisik dan pengukuran fungsi ginjal direkomendasikan untuk dilakukan dua minggu setelah
prosedur angiografi untuk mendeteksi adanya efek samping lanjut seperti perburukan fungsi
ginjal atau adanya cedera pada daerah akses kateter pembuluh darah.4

Differential diagnosis

Buerger disease. Buerger disease atau Tromboangitis Obliterans (TAO) merupakan penyakit
pembuluh darah nonaterosklerotik yang ditandai oleh fenomena oklusi pembuluh darah,
inflamasi segmental pembuluh darah arteri dan vena berukuran kecil dan sedang yang dapat
melibatkan ekstremitas atas maupun ekstremitas bawah. Penyebabnya belum diketahui dengan
pasti, merokok merupakan faktor utama onset dan progresifitas penyakit ini. Penderita buerger
disease biasanya datang dengan keluhan yang sangat mirip dengan penyakit trombosis dan
radang pembuluh darah (vaskulitis) lain. Penyakit ini dapat menimbulkan kecacatan akibat oklusi
pembuluh darah yang mengakibatkan gangren atau kerusakan jaringan sehingga perlu
diamputasi, oleh karena itu sangat diperlukan diagnosis dini dan akurat.5,6

Critical limb ischemic (CLI) adalah penyakit arteri perifer dimana penderita memiliki tipe
kronik iskemik. Penyakit perifer ini dapat dikatakan kronik limb iskemiik (CLI) bila pasien atau
penderita memiliki gejala lebih dari 2 minggu. Diagnosa CLI biasanya dikonfirmasi oleh ankle-
brachial-index (ABI), toe sistolik pressure atau transcutaneousoxygen tension. Ischemic rest pain
secara umumnya ankle pressure di bawah 50 mmHg atautoe pressure lebih kecil dari 30 mmHg.
ABI atau ankle brachial index adalah perbandingan tekanan darah sistolik arteri dorsalis pedis
dan tibialis posterior pada tungkai bawah denganarteri brachialis pada lengan menggunakan
Doppler yang telah divalidasi dibanding dengan angiografi dengan spesifitas 95% dan sensitifitas
hampir 100%. Beberapa ulserasi (pada tungkai) biasanya termasuk iskemik yang menjadi
penyebabnya, penyebab lain kemungkinan utama, neuropathic, gangguan vena, tetapi jika sulit
sembuh maka hal tersebut disebabkanseveritas dari PAD. Untuk pasien dengan ulserasi atau
gangrene, kehadiran CLI diusulkan dengan ankle pressure lebih rendah dari 70 mmHg atau toe
pressure kurang dari 50 mmHg. Gejala atau tanda klinis yang biasa ditimbulkan adalah
Pain(nyeri), Ulcer dan gangrene, kram, lebih sering timbul pada malam hari dan akan sakit bila
kaki terangkat (lebih tinggidari jantung).7
Gejala dari CLI :7
 Nyeri atau mati rasa pada kaki atau jari.
 Luka terbuka,infeksi kulit atau ulserasi yang tidak sembuh.
 Gangrene kering pada tungkai.

Gout artritis. Gout artritis merupakan penyakit radang pada sendi yang menimbulkan rasa nyeri
sangat hebat, bengkak, hangat, kadang kemerahan dan sulit untuk digerakkan. Diakibatkan oleh
deposisi kristal monosodium urat (MSU) didalam sendi yang memicu peradangan. Keadaan ini
sangat berhubungan dengan peningkatan kadar asam urat di dalam darah (hiperurisemia), namun
orang yang mengalami hiperurisemia belum tentu menderita artritis gout. Peningkatan kadar
asam urat didalam darah seseorang berhubungan dengan 2 faktor yaitu produksi yang berlebihan
(overproduction) atau pengeluaran asam urat yang menurun (underexcretion) melalui ginjal atau
kombinasi keduanya. Gout dapat disebabkan karena penggunaan obat diuretik dalam jangka
waktu yang lama bagi penderita hipertensi, karena obat-obatan tertentu (termasuk aspirin), atau
mengkonsumsi makanan yang tinggi protein disebut purin yang menghasilkan monosodium urat
(MSU) ketika matabolisme. Gout biasanya muncul secara alami, namun satu dari tiga kasus
memiliki kecenderungan mewarisi: tubuh menghasilkan terlalu sedikit enzim yang dibutuhkan
untuk metabolisme monosodium urat (MSU), adanya gangguan pada fungsi ginjal yang dapat
mencegah pengeluaran serum MSU yang berlebih, dan tubuh memproduksi purin dalam jumlah
yang banyak. Serangan sering diakibatkan karena mengkonsumsi alkohol, obat salisilat, seperti
aspirin dan NSAIDs yang dapat menghambat pemulihan dengan merusak pengeluaran MSU dari
darah. Faktor resiko lainnya termasuk obesitas, lemak darah, kanker, obat kemoterapi, serta sel
sabit atau anemia hemolitik lainnya.8

Working diagnosis

Peripheral arteri disease (PAD)

Penyakit arteri perifer adalah semua penyakit yang terjadi pada pembuluh darah setelah keluar
dari jantung dan aorta. Penyakit ateri perifer meliputi arteri karotis, arteri renalis, arteri
mesenterika dan semua percabangan setelah melewati aortoiliaka, termasuk ekstremitas bawah
dan ekstremitas atas dan paling banyak di temukan di masyarakat adalah penyakit arteri
ekstremitas bawah yang paling sering. Penyebab terbanyak penyakit oklusi arteri pada usia di
atas 40 tahun adalah aterosklerosis dan mayoritas lower extremity.4

Etiologi
Dalam masyarakat keadaan ini hampir semua di sebabkan oleh oklusi arteri perifer adalah
adanya stenosis (penyempitan) pada arteri yang dapat disebabkan oleh reaksi atherosklerosis atau
reaksi inflamasi pembuluh darah yang menyebabkan lumen menyempit. Faktor resiko dari
penyakit oklusi arteri perifer yaitu merokok, diet tinggi lemak atau kolesterol, stress, riwayat
penyakit jantung, serangan jantung, atau stroke obesitas, diabetes. Selain itu, resiko penyakit
arteri perifer meningkat seiring bertambahnya usia.9

Epidemiologi

Individu berusia >40 tahun memiliki resiko menderita penyakit arteri perifer sebesar 4,3%,
dibandingkan dengan individu berusia > 70 tahun yang memiliki resiko sebesar 14,5%. Sebuah
penelitian yang dilakukan pada tujuh negara asia termasuk Indonesia terhadap pasien diabetes
mellitus tipe 2, didapatkan penyakit arteri perifer pada 17,7% populasi.3 Saat ini, diperkirakan
lebih dari 202 juta orang di dunia menderita PAP. Prevalensi PAP di Indonesia adalah 9,7%.
Hasil ini didapatkan dari penelitian AGATHA oleh American Society of Cardiology tahun 2006,
dimana Indonesia ikut disertakan sebagai subyek penelitian diantara 24 negara. Data prevalensi
PAP lainya didapat dari sebuah penelitian multi negara oleh PAD-SEARCH, dimana Indonesia
juga menjadi salah satu subjek penelitian. Setiap satu juta orang Indonesia, 13.807 diantaranya
menderita PAP.9

Patofisiologi
PAD merupakan proses sistemik yang berpengaruh terhadap sirkulasi arteri multipel yang
disebabkan oleh karena adanya aterosklerosis, penyakit degeneratif, kelainan displasia, inflamasi
vaskuler (arteritis), trombosis in situ, dan tromboemboli. Dari sekian proses patofisiologi yang
mungkin terjadi, penyebab utama PAD yang paling banyak di dunia adalah aterosklerosis.
Aterosklerosis biasanya didahului oleh adanya disfungsi endotel. Endotelium sehat, normalnya
berfungsi untuk mempertahankan homeostasis pembuluh darah dengan menghambat kontraksi
sel otot polos, proliferasi tunika intima, trombosis, dan adhesi monosit. Endotel memiliki
peranan penting dalam meregulasi proses inflamasi dalam pembuluh darah yang normal, yakni
menyediakan permukaan antitrombotik yang menghambat agregasi platelet dan memfasilitasi
aliran darah. Endothelium normal mengatur proses trombosis melalui pelepasan oksida nitrat,
yakni NO, yang menghambat aktivasi trombosit, adhesi, dan agregasi, serta mediator lain dengan
kegiatan antitrombotik. Disfungsi endotel berhubungan dengan sebagian besar faktor risiko
penyakit kardiovaskular, yang terkait dengan terjadinya mekanisme sentral pembentukan lesi
aterosklerotik. Penurunan kemampuan endotel untuk bervasodilatasi juga dikaitkan dengan
faktor-faktor risiko penyakit kardiovaskular. Zat yang diperdebatkan sebagai zat paling penting
yang berperan dalam proses relaksasi pembuluh darah adalah Nitrat Oksida (NO). NO tidak
hanya terlibat dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, tetapi juga memediasi penghambatan
aktivasi trombosit, adhesi, dan agregasi; mencegah proliferasi otot polos pembuluh darah; dan
mencegah adhesi leukosit pada endotel. Aktivitas biologis NO ternyata terganggu pada pasien
dengan penyakit vaskular aterosklerotik koroner dan pembuluh darah perifer.3

Klasifikasi Fontaine Klasifikasi Rutherford


Stadium Gejala Grade Kategori Gejala
I Asymptomatik 0 0 Asymptomatik
II a Mild claudication I 1 Mild claudication
II b Moderate-severe claudication I 2 Moderate claudication
I 3 Severe claudication
II 4 Ischemicrest pain
III Ischemicrest pain III 5 Minor tissue loss
IV Ulceration or gangrene IV 6 Ulceration or gangrene

Tabel klasifikasi.3

Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) membagi alur diagnosis DM menjadi dua
bagian besar berdasarkan ada tidaknya gejala khas DM. Gejala khas DM terdiri dari poliuria,
polidipsia, polifagia, dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas, sedangkan gejala yang
tidak khas diantaranya lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi
ereksi (pria), dan pruritus vulva (wanita). Apabila ditemukan satu kali saja gejala khas DM, maka
pemeriksaan glukosa darah abnormal dalam satu kali saja sudah cukup digunakan untuk
menegakkan diagnosis, namun apabila tidak ditemukan gejala khas DM, maka yang diperlukan
adalah dengan melakukan dua kali pemeriksaan glukosa darah abnormal.3

Diabetes Melitus dan PAP


Diabetes meningkatkan risiko kejadian PAP simptomatik dan asimptomatik sebesar 1,5-4 kali
lipat, dan mengarah pada peningkatan kejadian penyakit kardiovaskuler dan kematian lebih dini.
Risiko terjadinya PAP proporsional dengan keparahan dan durasi diabetes.Risiko terjadinya
Klaudikasio intermiten juga lebih besar pada pasien diabetes dibanding pasien non diabetes.
Pasien diabetes dengan PAP memiliki kemungkinan 7-15 kali lipat lebih tinggi untuk mengalami
amputasi dibanding pasien non diabetes dengan PAP. Diabetes mellitus mengakselerasi
perjalanan proses aterosklerosis, yang dapat menghasilkan insiden penyakit perifer, koroner, dan
serebrovaskular yang lebih tinggi. Hubungan patofisiologis diabetes dalam menimbulkan PAP
tidak diketahui dengan jelas, karena terdapat dua efek langsung, yakni dari hiperglikemia serta
adanya hipertensi dan hiperlipidemia yang sering terjadi pada pasien dengan diabetes. Banyak
bukti menunjukkan bahwa disfungsi endotel terlibat dalam patogenesis penyakit vaskuler pada
pasien diabetes. Dalam sebuah studi, didapatkan informasi bahwa pembuluh darah pada pasien
diabetes tipe-2 ternyata mengalami gangguan relaksasi. Disfungsi endotel pada DM-1 terjadi
karena berkurangnya sensitivitas sel-sel otot polos pembuluh darah terhadap NO. Pada individu
dengan DM tipe 2, disfungsi endotel tampaknya didasarkan pada penurunan bioavailabilitas NO.
Peningkatan produksi superoksida radikal tidak hanya menyebabkan peningkatan inaktivasi NO,
tetapi juga meningkatkan sintesis prostanoid yang berfungsi sebagai vasokonstriktor dengan
adanya pembentukan hidrogen peroksida (H2O2) dan radikal hidroksil. Namun demikian, belum
ditentukan dengan jelas bahwa hiperglikemia, hiperinsulinemia, atau resistensi insulin
merupakan mekanisme penyebab disfungsi endotel pada DM-2.4

Manifestasi klinis
Tanda gejala utama adalah nyeri pada area yang mengalami penyempitan pembuluh darah. Tanda
gejala awal adalah nyeri (klaudikasi) dan sensasi lelah pada otot yang terpengaruh. Karena pada
umumnya penyakit ini terjadi pada kaki maka sensasi terasa saat berjalan. Gejala mungkin
menghilang saat beristirahat. Saat penyakit bertambah buruk gejala mungkin terjadi saat
aktivitas fisik ringan bahkan setiap saat meskipun beristirahat. Pada tahap yang parah kaki dan
tungkai akan menjadi dingin dan kebas. Kulit akan menjadi kering dan bersisik bahkan saat
terkena luka kecil dapat terjadi ulcer karena tanpa suplai darah yang baik maka proses
penyembuhan luka tidak akan berjalan dengan baik. Pada fase yang paling parah saat pembuluh
darah tersumbat akan dapat terbentuk gangren pada area yang kekurangan suplai darah. Pada
beberapa kasus penyakit vaskular perifer terjadi secara mendadak hal ini terjadi saat ada emboli
yang menyumbat pembuluh darah. Pasien akan mengalami nyeri yang tajam diikuti hilangnya
sensasi di area yang kekurangan suplai darah. Tungkai akan menjadi dingin dan kebas serta
terjadi perubahan warna menjadi kebiruan.4

Tatalaksana

Terapi Fisik. Umumnya latihan dilakukan 3 kali seminggu selama 3 bulan dengan durasi 20-60
menit. Dilakukan secara progresif dan berkelanjutan. Dengan latihan fisik diharapkan adanya
peningkatan aliran darah kolateral, perbaikan fungsi vasodilator endotel, respon inflamasi,
metabolisme musculoskeletal dan oksigenasi jaringan dan perbaikan viskositas darah.3

Terapi Farmakologi. Obat yang paling banyak terbukti adalah Citostazol 100 mg 3kali/hari dan
Naftrigrofuryl 600 mg/hari. Obat terbukti dapat menurunkan gejala kalau dikasih seperti
Pentoxifyllin (1,2 gram/hari), Carnitine, Buflamedil, obat penurun lipid dan antiplatelet.3

Terapi Endovaskular. Teknologi balon perifer yang bersalut obat telah banyak dikembangkan
walau masih memerlukan penelitian lanjutan. Beberapa kasus, teknik endovascular dapat
melakukan implantasi stent perifer. Tujuan utama prosedur pemasangan stent adalah untuk
meningkatkan patensi jangka panjang atau meningkatkan hasil primer tindakan endovascular
yang kurang memuaskan seperti stenosis residual ataurekoil. Pemasangan stent diupayakan
menjauhi daerah lipatan seperti lutut dan segmen-segmen yang nantinya potensial dapat
digunakan untuk lokasi bypass bila tindakan operasi diperlukan.3
Terapi bedah vascular. Metode paling umum adalah dengan bypass. Material yang digunakan
dapat berupa graft autolog, protetik ataupun autolog. Pasien dengan gangren yang tidak dapat
dikembalikan, amputasi merupakan pilihan yang terakhir.3

Prognosis
Analisis tabel kehidupan menunjukkan bahwa pasien dengan klaudikasio mempunyai tingkat
daya tahan hidup 5 tahun sebanyak 70% dan 10 tahun sebanyak 50%, kurang lebih 70% pasien
non diabetes yang datang dengan keluhan klaudikasio ringan sampai sedang tetap stabil secara
simtomatik. Prognosis buruk pada pasien yang tetap merokok atau menderita diabetes melitus.3

Pencegahan
Modifikasi gaya hidup fokus pada penghentian merokok, olahraga teratur 30 menit/hari,
normalisasi indeks massa tubuh (≤23kg/m2) dan diet mediteranian. Terapi farmakologis dapat
ditambahkan untuk mengontrol tekanan daah dan mengontrol kolesterol.3

Kesimpulan

Pasien laki-laki 50 tahun ini menderita PAD (peripher arterial disease) yaitu penyakit yang
berpunca dari masalah sirkulasi umum di mana arteri menyempit mengurangi aliran darah ke
kaki. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti merokok, diabetes melitus, hipertensi,
serta faktor usia yang juga berpengaruh. PAD dapat menimbulkan gejala seperti sensasi lelah
pada otot yang terpengaruh karena pada umumnya penyakit ini terjadi pada kaki maka sensasi
terasa saat berjalan dan biasanya menghilang saat pasien istirahat. Pasien diterapi dengan
melakukan modifikasi faktor resiko untuk mencegah terjadinya perburukan serta potensi
kejadian kardiovaskular yaitu dengan cara berhenti merokok, menurunkan kadar lipid, serta
mengontrol hipertensi dan gula darahnya.

Daftar pustaka

1. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta : EGC; 2009.
2. Gleadle, Jonathan. Pengambilan anamnesis. Dalam : At a glance anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Jakarta : Penerbit Erlangga; 2007.
3. Sudoyo AW, Bambang S, Idrus A, Marcellus SK, Siti S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid
2. Edisi 6. Jakarta: Internal Publishing; 2014.
4. Hanafi M. Penyakit pembuluh darah perifer . In: Rilantono LI, Baraas F, Karo SK,eds. Buku
Ajar Kardiologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2003.
5. Utama H : Buerger Disease. RSUD Arjawinagun Cirebon, 2010.
6. Nurtamin T. Penyakit Buerger. Diunduh dari
http://www.kalbemed.com/Portals/6/10_221Penyakit%20Buerger.pdf . Pada, Sabtu 22
September 2018 pukul 20.29 WIB.
7. Husin W, Hudaja O, Kristianto Y. Oklusi Arteri Perifer pada Ekstrimitas Inferior. 2006. JKM
6(1): 40-53.
8. Artritis gout dan asam urat. Di unduh dari http://www.reumatologi.or.id/var/berita/Gout
%20Artritis.pdf . Pada, Sabtu 22 September 2018 pukul 21.48 WIB.
9. The Merck Manual Of Diagnosis And Therapy - 19th Ed. 2011.

Вам также может понравиться