Вы находитесь на странице: 1из 50

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hemoglobin (Hb) adalah protein pembawa oksigen di dalam sel darah

merah, yang memberi warna merah pada sel darah merah (Rukiyah, 2014).

Kadar Hb ialah ukuran pigmen respiratorik dalam butiran-butiran darah merah,

jumlah Hb dalam darah normal adalah kira-kira 15 gram setiap 100 ml darah

dan jumlah ini biasanya disebut 100 persen. WHO telah menetapkan batas

kadar Hb normal berdasarkan umur dan jenis kelamin, anak 6 bulan sampai 6

tahun batas nilai Hb 11,0 gr, anak 6 tahun sampai 14 tahun batas nilai Hb 12,0

gr, pria dewasa batas nilai Hb 13,0 gr, ibu hamil batas nilai Hb 11,0 gr, wanita

dewasa batas nilai Hb 12,0 gr (WHO dalam Arisman, 2010). Maka dapat

dikatakan bahwa Hb ibu hamil yang rendah atau kurang dari 11 gr masuk dalam

kategori anemia.

Anemia merupakan keadaan dimana masa eritrosit dan atau masa Hb

yang beredar tidak dapat memenuhi funginya untuk menyediakan oksigen bagi

jaringan tubuh. Penurunan Hb dapat menyebabkan keadaan lesu, cepat lelah,

palpitasi, takikardi, sesak nafas, angina pectoris (Bakta, 2014). Selama

kehamilan, jika terjadi anemia akan menimbulkan berbagai dampak pada ibu

hamil, di antaranya adalah kelahiran prematur, kelahiran dengan seksio

caesarea, perdarahan dan kejadian infeksi pada bayi di minggu pertama

kehidupannya (Rukiyah, 2014). Anemia selama kehamilan dapat

1
2

meningkatkan risiko kematian pada saat melahirkan, melahirkan bayi dengan

berat badan lahir rendah, janin dan ibu mudah terkena infeksi, keguguran, dan

meningkatkan risiko bayi lahir prematur (Manuaba, 2010).

Selama kehamilan, terjadi hiperplasi eritrioid dari sumsum tulang, dan

meningkatkan masa Red Blood Cell (RBC). Namun peningkatan yang tidak

proporsional dalam hasil volume plasma menyebabkan hemodilusi (hidremia

kehamilan yang terjadi pada trimester ke II) anemia terjadi pada 1/3 dari

perempuan selama terimester ketiga, dan penyebab paling umum adalah

defisiensi zat besi (Janah, 2012). Maka dari itu, untuk meningkatkan kadar Hb

tersebut pemerintah membuat sebuah program tablet Fe diharapkan dapat

mendorong tercapainya target cakupan pelayanan antenatal yang berkualitas

dan sekaligus menurunkan AKI di indonesia. Dimana jumlah suplemen zat besi

(Fe) yang diberikan selama kehamilan ialah sebanyak 90 tablet (Fe3) (Menkes,

2014).

Menurut WHO, 40% kematian ibu di negara berkembang berkaitan

dengan anemia dalam kehamilan. Sekitar 95% kasus anemia selama kehamilan

karena kekurangan zat besi (Fe) penyebabnya biasanya asupan makanan tidak

memadai, kehamilan sebelumnya, kehilangan darah normal secara berulang

(Janah, 2012). Mengkonsumsi makanan yang kaya vitamin C bersama dengan

zat besi akan meningkatkan penyerapan besi (Janah, 2012). Di dunia,

prevalensi anemia sebanyak 51%. pada wanita hamil sebanyak 14% di negara

maju, 59 % di negara berkembang dan di Indonesia prevalensi anemia

sebanyak 50-70% (Bakta, 2014).


3

Angka kejadian anemia kehamilan di Indonesia menunjukkan nilai yang

cukup tinggi yaitu 3,8% pada TM I, 13,6% pada TM II dan 24,8% pada TM

III. Kebanyakan anemia yang diderita adalah kekurangan zat besi yang dpaat

diatasi melalui pemberian zat gizi secara teratur dan peningkatan gizi

(Manuaba, 2010).

Secara nasional cakupan ibu hamil mendapat tablet Fe tahun 2014

sebesar 85,1%, data tersebut belum mencapai target program tahun 2014

sebesar 95%. Provinsi di Indonesia pada tahun 2014 dengan cakupan Fe3

tertinggi terdapat di Provinsi Bali (95%), DKI Jakarta (94,8%), dan Jawa

Tengah (92,5%). Sedangkan cakupan terendah terdapat di Provinsi Papua Barat

(38,3%), Papua (49,1%), dan Banten (61,4%) dan di Provinsi Lampung berada

pada urutan ke 18 (83,5%) (Menkes, 2014).

Provinsi Lampung tahun 2015 cakupan ibu hamil dengan tablet besi

tertinggi adalah Kabupaten Pringsewu sebanyak 11,4% yang terendah di

Lampung Selatan 12,39%, Lampung Utara berada di urutan ke tiga terendah

sebelum Tulang Bawang 75,31%. Berdasarkan data tahun 2015 dari sebanyak

35040 ibu hamil, sebanyak 31217 (89,1%) ibu dengan kadar Hb antara 8-11

gr% dan sebanyak 3.823 (10,9%) ibu dengan kadar Hb < 8 gr% (Provinsi

Lampung, 2015). Pada tahun 2016 sebesar 83%, dimana capaian ini belum

mencapai target yang diharapkan yaitu > 92% untuk Fe3. Bila dilihat capaian

Fe3 tertinggi ada di Metro (100%) dan terendah ada di Kabupaten Lampung

Tengah (68,51%) sedangkan untuk Lampung selatan (81,01%) (Dinkes

Provinsi Lampung, 2015).


4

Anemia defisiensi besi merupakan salah satu manifestasi anemia pada

ibu, anak dan masalah gizi. Prevalensi anemia di tingkat nasional masih cukup

tinggi. Pada ibu hamil 50,9%, ibu nifas 45,1%, remaja putri usia 10-14 tahun

57,1% dan pada wanita usia subur (WUS) usia 17-45 tahun sebesar 39,5%

(Kemenkes RI, 2012).

Faktor-faktor yang dapat menimbulkan anemia defisiensi besi antara lain

kurangnya asupan zat besi yang dipengaruhi pola konsumsi masyarakat,

peningkatan kebutuhan tubuh akibat infeksi, penyakit kronis, hamil,

menstruasi dan faktor sosial ekonomi (Isniati, 2007). Anemia defisiensi besi

dapat menyebabkan gangguan respon imun yang rentan terhadap infeksi,

gangguan gastrointestinal, gangguan kemampuan kerja fisik, gangguan

kognitif dan tingkah laku. Selain gangguan perkembangan, defisiensi besi juga

dapat menyebabkan kelainan neurologis (Yager & Hartfield, 2002).

Tablet tambah darah (tablet sulfat ferrous) diberikan sebagai terapi

anemia defisiensi besi. Akan tetapi, mengalami kegagalan karena kurangnya

kepatuhan minum tablet yang dipengaruhi beberapa faktor yaitu bentuk tablet,

warna, rasa dan efek samping seperti nyeri lambung, mual, muntah, konstipasi

dan diare (Indreswari et al., 2008).

Daun kelor memiliki potensi yang sangat baik untuk melengkapi

kandungan nutrisi dalam tubuh, meningkatkan energi dan ketahanan tubuhnya

serta untuk mengatasi keluhan akibat kekurangan mineral seperti kekurangan

zat besi yang mengakibatkan anemia (Dhakar et al., 2011). Pada daun kelor

yang dikeringkan memiliki kadar protein, zat besi, vitamin A dan vitamin C

yang tinggi, sehingga sangat efektif untuk mengobati anemia defisiensi besi.
5

Selain itu, daun ini tidak mengandung zat berbahaya sehingga tidak memiliki

efek samping. Selama ini tidak pernah ditemukan kasus atau keracunan akibat

mengkonsumsi daun kelor (Fahey, 2005).

Konsumsi daun kelor (Moringa oleifera) merupakan salah satu alternatif

untuk menanggulangi kasus kekurangan gizi di indonesia. Hasil riset ilmiah

modern membuktikan bahwa daun kelor adalah salah satu sumber pangan

nabati yang kaya akan kandungan gizi. Kandungan unsur gizi dalam daun kelor

adalah 7 kali vitamin C dalam buah jeruk , 4 kali vitamin A dalam wortel , 4

kali kalsium dalam susu , 3 kali kalium dalam pisang, 3 kali zat besi dalam

bayam dan 2 kali protein yang terdapat dalam yoghurt atau protein dalam

sebutir telur (Aisha, 2003 ; Lowell, 2004).

Konsumsi daun kelor ( Moringa oleifera) merupakan salah satu alternatif

untuk menanggulangi kasus kekurangan gizi di indonesia. Hasil riset ilmiah

modern membuktikan bahwa daun kelor adalah salah satu sumber pangan

nabati yang kaya akan kandungan gizi. Hasil analisa Balbir S. Mathur

menunjukkan bahwa daun kelor memiliki kandungan gizi yang sangat penting

untuk menjaga berbagai macam penyakit.

Disamping itu, daun kelor juga mengandung semua unsur asam amino

yang penting (essensial). Berbagai nutrisi ini merupakan suatu sumber yang

luar biasa dari tumbuhan. Kecuali vitamin C, semua kandungan gizi yang

terdapat dalam daun kelor segar akan mengalami peningkatan konsentrasinya)

apabila dikonsumsi setelah dikeringkan dan dilumatkan dalam bentuk serbuk

atau tepung. Satu sendok makan bubuk daun kelor berisi 14% protein, kalsium,

zat besi dan provitamin A . Enam sendok makan bubuk daun kelor dapat
6

memenuhi kebutuhan harian kalsium dan zat besi bagi hamil dan menyusui

(Lowell, 2004; Balbir, 2011; Deptan, 2012)

Penelitian oleh Sylvie (2013) dengan judul “efektivitas suplementasi

bubuk daun kelor (moringa oleifera) terhadap peningkatan kadar hemoglobin

pada ibu hamil yang menderita anemia” Hasil uji hipotesis komparatif dengan

uji Wilcoxon antara kadar Hb sebelum dan sesudah perlakuan diperoleh nilai

significancy 0,000 (p < 0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat

perbedaan yang bermakna kadar Hb antara sebelum perlakuan dan sesudah

perlakuan.

Berdasarkan hasil pra survey yang dilakukan di Puskesmas Kemiling

tahun 2018, terhadap 10 orang dengan melakukan wawancara bebas, dan

pemeriksaan gratis terkait kadar Hb, terdapat 6 orang memiliki kadar Hb < 10

gr/ dl, dan 4 orang lainya memiliki Hb > 11 gr/ dl. Ke enam ibu hamil tersebut

mengalami anemia ringan dan sedang dimana hasil tes Hb menunjukan angka

bervariasi antara 7-10 gr/dl, selain itu ibu juga Nampak pucat, lesu, serta bagian

conjungtiva mata anemis, empat orang lainya tidak memiliki masalah dengan

Hb, selain kondisinya yang terlihat cukup sehat, ibu juga mampu beraktivitas

seperti membereskan rumah, ibu juga diketahui tepat mengkonsumsi tablet Fe

yang diberikan oleh kader puskesmas, sedangkan sisanya mengatakan tidak

rutin mengkonsumsi tablet Fe, karna rasanya yang amis, dan menimbulkan

mual, beberapa orang juga mengatakan jika untuk mengurangi rasa mual

setelah konsumsi tablet Fe, ibu kemudian minum teh atau kopi, yang sudah

jelas akan mengganggu penyerapan.


7

Dari pemaparan diatas, peneliti tertarik melakukan penelitian dengan

judul “Pengaruh Pemberian Jus Daun Kelor Dengan Kadar Hb Pada Ibu Hamil

Di Puskesmas Kemiling Bandar Lampung Tahun 2018”

1.2 Rumusan Masalah

Adakah pengaruh pemberian jus daun kelor dengan kadar Hb pada ibu

hamil di Puskesmas Kemiling Bandar Lampung Tahun 2018?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh pemberian jus daun kelor dengan kadar

Hb pada ibu hamil di Puskesmas Kemiling Bandar Lampung Tahun 2018.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui rata-rata kadar Hb ibu hamil sebelum diberi jus

daun kelor di Puskesmas Kemiling Bandar Lampung Tahun 2018.

2. Untuk mengetahui rata-rata kadar Hb ibu hamil sesudah diberi jus

daun kelor di Puskesmas Kemiling Bandar Lampung Tahun 2018.

3. Untuk mengetahui pengaruh pemberian jus daun kelor dengan kadar

Hb pada ibu hamil di Puskesmas Kemiling Bandar Lampung Tahun

2018.
8

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Akademis

a. Menambah informasi ilmiah tentang pengaruh pemberian ekstrak daun

kelor (Moringa oleifera) terhadap peningkatan kadar hemoglobin pada

ibu hamil di Puskesmas Kemiling Bandar Lampung Tahun 2018.

b. Menjadi dasar untuk melakukan penelitian selanjutnya yang berkaitan

dengan pengaruh pemberian ekstrak daun kelor terhadap penyakit

lainnya.

1.4.2 Manfaat Klinis

Diharapkan didapatkan bahan komplementer untuk terapi anemia dan

memenuhi kecukupan nutrisi tubuh dari bahan alam.

1.4.3 Manfaat untuk Masyarakat

Menunjukkan pada masyarakat bahwa daun kelor (Moringa oleifera)

dapat meningkatkan kadar hemoglobin dan diharapkan menjadi upaya

preventif maupun kuratif dalam menanggulangi masalah anemia.


9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hemoglobin

2.1.1 Pengertian

Hemoglobin adalah protein pembawa oksigen di dalam sel darah

merah, yang memberi warna merah pada sel darah merah. Hb memiliki

peran penting dalam mengantar oksigen ke seluruh bagian tubuh untuk

konsumsi dan membawa kembali karbon dioksida kembali ke paru

menghembuskan nafas keluar dari tubuh. Jika kadar hemoglobin terlalu

rendah, prosese ini terganggu, sehingga tubuh memiliki tingkat oksigen

yang rendah (Yuni, 2015).

Kandungan Hb yang rendah dengan demikian mengindekasikan

anemia, bergantung pada metode yang digunakan, nilai Hb menjadi akurat

sampai 2-3%. Gejala anemia berupa lemah, kurang nafsu makan, kurang

energi, konsenstrasi menurun, sakit kepala, mudah trinfeksi penyakit, mata

kunang-kunang, selain itu kelopak mata,bibir, dan kuku tampak pucat.

Penanggulangan ibu hamil dapat dilakukan dengan cara pemberian tablet

besi serta peningkatan kualitas makanan sehari-hari ( Bakta, 2014).

Kadar Hb ialah ukuran pigmen respiratorik dalam butiran-butiran

darah merah, jumlah Hb dalam darah normal adalah kira-kira 15 gram

setiap 100 ml darah dan jumlah ini biasanya disebut 100 persen, batas

normal nilai Hb untuk seseorang sukar ditentukan karena kadar

10
10

hemoglobin bervariasi diantara setiap suku bangsa. Namun WHO telah

menetapkan batas kadar Hb normal berdasarkan umur dan jenis kelamin

(WHO dalam Arisman, 2009).

Haemoglobin mengikat 2 proton untuk setiap kehilangan 4 molekul

oksigen dan dengan demikian turut memberikan pengaruh yang berarti

pada kemampuan pendaparan darah. Dalam paru, proses tersebut

berlangsung terbalik yaitu seiring oksigen berikatan dengan haemoglobin

yang berada dalam keadaan tanpa oksigen (deoksigenasi), proton dilepas

dan bergabung dengan bikarbonat sehingga terbentuk asam karbonat,

dengan bantuan enzim karbonik anhidrase, asam karbonat membentuk

gas CO2 yang kemudian dihembuskan keluar (Bakta, 2014).

Tabel 2.1
Batas Kadar Hemoglobin
Kelompok Umur Batas Kadar Hemoglobin (gr/dl)

Anak 6 bulan-6 tahun 11,0

Anak 6 tahun-14 tahun 12,0

Pria dewasa 13,0

Ibu hamil 11,0

Wanita dewasa 12,0

Sumber : WHO dalam Arisman 2009

2.1.2 Pemeriksaan Kadar Haemoglobin

Di antara metode yang paling sering digunakan di laboratorium dan

paling sederhana adalah metode Sahli, dan yang lebih canggih adalah

metode sianmethaemoglobin. Pada metode Sahli, Hb dihidrolisis dengan


11

HCl menjadi globin ferroheme. Ferrohemeoleh oksigen yang ada di udara

dioksidasi menjadi ferrihemeyang segera bereaksi dengan ion CI

membentuk ferrihemechloridyang juga disebut hematin atau hemin yang

berwarna coklat. Warna yang terbentuk ini dibandingkan dengan warna

standar (hanya dengan mata telanjang). Untuk memudahkan perbandingan,

warna standar dibuat konstan, yang diubah adalah warna hemin yang

terbentuk. Perubahan warna hemin dibuat dengan cara pengenceran

sedemikian rupa sehingga warnanya sama dengan warna standar.

Disamping faktor mata, faktor lain misalnya ketajaman, penyinaran dan

sebagainya dapat mempengaruhi hasil pembacaan (Yuni, 2015).

Meskipun demikian untuk pemeriksaan di daerah yang belum

mempunyai peralatan canggih atau pemeriksaan di lapangan, metode Sahli

ini masih memadai dan bila pemeriksanya telah terlatih hasilnya dapat

diandalkan. Metode yang lebih canggih adalah metode

sianmethaemoglobin. Pada metode ini haemoglobin dioksidasi oleh kalium

ferrosianida menjadi methaemoglobin yang kemudian bereaksi dengan ion

sianida (CN2-) membentuk sianmethaemoglobin yang berwarna merah.

Intensitas warna dibaca dengan fotometer dan dibandingkan dengan standar.

Karena yang membandingkan alat elektronik, maka hasilnya lebih objektif.

Namun fotometer saat ini masih cukup mahal, sehingga masih belum semua

laboratorium memilikinya (Bakta, 2014).

Kadar Hb pada darah dikatakan anemia apabila kadar Hb dasar pada

pria <13 gr/%, wanita < 12 gr/% dan pada ibu hamil < 11 gr/% (Saifuddin,
12

2008). Dikatakan anemia bila kadar Hb pada wanita hamil trimester I < 11

gr/dl, trimester II < 10,5 gr/dl dan trimester III < 10 gr/dl (Manuaba, 2010).

Kadar Hb ibu hamil terjadi jika produksi sel darah merah

meningkat, nilai normal haemoglobin (12 sampai 16 gr/%) dan nilai normal

hematokrit (37% sampai 47%) menurun secara menyolok. Penurunan

lebih jelas terlihat selama trimester kedua, saat terjadi ekspansi volume

darah yang cepat. Apabila nilai hematokrit turun sampai 35% atau lebih,

wanita dalam keadaan anemia (Benson, 2009).

Pengenceran darah sebagai penyesuaian diri dalam kehamilan

karena untuk meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih berat

dalam masa hamil, akibat hidramia cardial output meningkat. Kerja

jantung lebih ringan apabila viskositas darah rendah. Resitensi perifer

berkurang pula, sehingga tekanan darah tidak naik, pada pendarahan

waktu persalinan banyak unsur besi yang hilang lebih sedikit

dibandingkan dengan apabila darah itu kental. Bertambahnya darah dalam

kehamilan sudah mulai sejak kehamilan umur 10 minggu dan mencapai

puncaknya dalam kehamilan antara 32 dan 36 minggu. Dari kehamilan

8 minggu sampai 40 hari postpartum, kadar Hb, jumlah eritrosit dan

nilai hematokrit, ketiganya turun sehingga kehamilan sampai 7 hari

postpartum. Setelah itu ketiga nilai meningkat pada dan pada 40 hari

postpartum mencapai angka yang kira-kira sama dengan diluar kehamilan.

Batas terendah untuk kadar Hb dalam kehamilan nilai 10 gr/dl, bila kurang

dari itu disebut anemia dalam kehamilan (Winkjosastro, 2007).


13

Berdasarkan klasifikasi dari WHO kadar hemoglobin pada ibu hamil

dapat di bagi menjadi 4 kategori yaitu : (Yuni, 2015)

Hb > 11 gr% Tidak anemia (normal)

Hb 9-10 gr% Anemia ringan

Hb 7-8 gr% Anemia sedang

Hb <7 gr% Anemia berat

2.2 Zat Besi (Fe)

2.2.1 Fungsi Zat Besi

Zat besi (Fe) merupakan mikroelemen yang esensial bagi tubuh, zat

ini terutama diperlukan dalam hematopoiesis (pembentukan darah) yaitu

dalam sintesa haemoglobin (Hb) (Arisman, 2010). Seorang ibu yang dalam

masa kehamilannya telah menderita kekurangan zat besi tidak dapat

memberi cadangan zat besi kepada bayinya dalam jumlah yang cukup

untuk beberapa bulan pertama. Meskipun bayi itu mendapat air susu dari

ibunya, tetapi susu bukanlah bahan makanan yang banyak mengandung

zat besi karena itu diperlukan zat besi untuk mencegah anak menderita

anemia (Janah, 2012).

2.2.2 Sumber Zat Besi

Ada dua jenis zat besi dalam makanan, yaitu zat besi yang berasal

dari hem dan bukan hem. Walaupun kandungan zat besi hem dalam

makanan hanya antara 5-10% tetapi penyerapannya hanya5%. Makanan

hewani seperti daging, ikan dan ayam merupakan sumber utama zatbesi

hem. Zat besi yang berasal dari hem merupakan Hb. Zat besi non hem
14

terdapat dalam pangan nabati, seperti sayur-sayuran, biji-bijian, kacang-

kacangan dan buah-buahan (Rukiyah, 2014).

Makanan yang banyak mengandung zatbesi antara lain daging,

terutama hati dan jeroan, apricot, prem kering, telur, polong kering, kacang

tanah dan sayuran berdaun hijau (Arisman, 2010).

2.2.3 Sumber Makanan yang Mengandung Zat Besi

1. Zat besi yang berasal dari hewani yaitu; daging, ayam, ikan, telur.

2. Zat besi yang berasal dari nabati yaitu;kacang-kacangan, sayuran

hijau, dan pisang ambon.

Keanekaragaman konsumsi makanan berperan penting dalam

membantu meningkatkan penyerapan Fe didalam tubuh. Kehadiran

protein hewani, vitmin C, Vitamin A, Asam folat, zat gizi mikro lain

dapat meningkatkan penyerapan zat besi dalam tubuh. Manfaat lain

dari mengkonsumsi makanan sumber zat besi adalah terpenuhinya

kecukupan vitamin A, karena makanan sumber zat besi biasanya juga

merupakan sumber vitamin A (Arisman, 2010).

2.2.4 Fungsi zat besi

Menurut Yuni (2015) :

1. Sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan

2. Sebagai alat angkut eletron pada metabolisme energi

3. Sebagai enzim pembentuk kekebalan tubuh dan sebagai pelarut obat-

obatan.
15

2.2.5 Kebutuhan Zat Besi pada ibu hamil

Kebutuhan akan zat-zat selama kehamilan meningkat, peningkatan

ini ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan janin untuk bertumbuh

(pertumbuhan janin memerlukan banyak darah zat besi, pertumbuhan

plasenta dan peningkatan volume darah ibu, jumlahnya enzim 1000mg

selama hamil (Manuaba, 2010).

Kebutuhan zat besi akan meningkat pada trimester dua dan tiga yaitu

sekitar 6,3 mg perhari. Untuk memenuhi kebutuhan zat besi ini dapat

diambil dari cadangan zat besi dan peningkatan adaptif penyerapan zat

besi melalui saluran cerna. Apabila cadangan zat besi sangat sedikit atau

tidak ada sama sekali sedangkan kandungan dan serapan zat besi dari

makanan sedikit, maka pemberian suplemen sangat diperlukan untuk

memenuhi kebutuhan zat besi ibu hamil (Arisman, 2007).

a. Kebutuhan zat besi menurut Waryana,(2010) adalah sebagai berikut:

Trimester I : Kebutuhan zat besi ± 1 mg/hari, (kehilangan basal 0,8

mg/hari) ditambah 30-40 mg untuk kebutuhan janin dan sel darah

merah

b. Trimester II : Kebutuhan zat besi ± 5 mg/hari, (kehilangan basal 0,8

mg/hari) ditambah kebutuhan sel darah merah 300 mg dan conceptus

115 mg

c. Trimester III : Kebutuhan zat besi ± 5 mg/hari, (kehilangan basal 0,8

mg/hari) ditamabah kebutuhan sel darah merah 150 mg dan conceptus

223mg.
16

Penyerapan besi dipengaruhi oleh banyak faktor. Protein hewani dan

vitamin C meningkatkan penyerapan. Kopi, teh, garam kalsium,

magnesium dapat mengikat Fe sehingga mengurangi jumlah serapan.

Karena itu sebaiknya konsumsi makanan yang banyak mengandung zat

besi bersamaan dengan makanan yang dapat memperbanyak jumlah

serapan, sementara makanan yang mengikat zat besi sebaiknya

dihindarkan, atau tidak dimakan dalam waktu bersamaan. Disamping itu,

penting pula diingat, tambahan besi sebaiknya diperoleh dari makanan

(Rukiyah, 2014).

2.2.6 Akibat kekurangan Zat Besi

Defisiensi besi berpengaruh luas terhadap kualitas sumber daya

manusia, yaitu terhadap kemampuan dan produktifitas kerja. Kekurangan

besi dapat terjadi karena konsumsi makanan yang kurang seimbang atau

gangguan absorpsi besi. Kekurangan besi pada umumnya menyebabkan

pucat, rasa lemah, letih, pusing, kurang nafsu makan, menurunya

kebugaran tubuh, menurunya kemampuan kerja, menurunya kekebalan

tubuh dan gangguan penyembuhan luka. Disamping itu kemampuan

mengatur suhu tubuh menurun. Pada anak-anak kekurangan besi

menimbulkan apatis, mudah tersinggung, menurunya kemampuan untuk

berkonsentrasi dan belajar (Almatsier, 2002).


17

2.3 Anemia

2.3.1 Pengertian

Anemia ialah keadaan dimana massa eritrosit dan/atau massa

hemoglobin yang beredar tidak dapat memenuhi fungsinya untuk

menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh. Secara laboratorik dijabarkan

sebagai penurunan di bawah normal kadar hemoglobin hitung eritrosit dan

hematokrit (packed red cell) Kurang dari normal (Janah, 2012). Anemia

merupakan keadaan menurunnya kadar haemoglobin, hematokrit, dan

jumlah sel darah merah di bawah 11 gr/dl (Manuaba, 2010).

Kadar Hb normal umumnya berbeda pada laki-laki dan perempuan.

Untuk pria, anemia biasanya didefinisikan sebagai kadar Hb kurang dari

13,5 gram/100 ml dan pada wanita sebagai hemoglobin kurang dari 12,0

gram/100 ml. Anemia merupakan salah satu kelainan darah yang umum

terjadi ketika kadar sel darah merah (eritrosit) dalam tubuh menjadi terlalu

rendah (Rukiyah, 2014).

Anemia adalah suatu kondisi yang terjadi ketika jumlah sel darah

merah (eritrosit) dan jumlah Hb yang di temukan dalam sel-sel darah merah

menurun dibawah normal. Sel darah merah dan hemoglobin yang

terkandung didalamnya di perlukan untuk transportasi dan pengiriman

oksigen dari paru-paru keseluruh tubuh. Tanpa kecukupan pasokan

oksigen,banyak jaringan dan organ seluruh tubuh dapat terganggu (Rukiyah,

2014).
18

Anemia adalah suatu kondisi medis di mana jumlah sel darah merah

atau Hb Anemia adalah penunurunan jumlah sel darah merah atau

penurunan konsentrasi haemoglobin di dalam sirkulasi darah, definisi

anemia yang umum diterima adalah kadar Hb < 11gr/dl untuk wanita

hamil (Varney, 2007).

2.3.2 Penyebab Anemia

Menurut Rukiyah (2014) Anemia dapat di sebabkan oleh yaitu :

1. Penghancuran Sel Darah Merah Yang Berlebihan

Sel-sel darah normal yang dihasilkan oleh sumsum tulang akan

beredar melalui darah ke seluruh tubuh. Pada saat sintesis, sel darah

yang belum matur (muda) dapat juga disereksi ke dalam darah. Sel

darah yang usianya muda biasanya gampang pecah/lisis sehingga

terjadi anemia. Penghancuran sel darah yang berlebihan dapat

disebabkan oleh :

a. Masalah dengan sumsum tulang seperti tulang seperti

limfoma,leukemia,atau multiple myeloma

b. Masalah dengan sistem kekebalan tubuh yang menyebabkan

kerusakan sel-sel darah (anemia hemolitik)

c. Kemoterapi

d. Penyakit kronis : AIDS

2. Kehilangan Darah

Kehilangan darah dapat disebabkan oleh:

a. Perdarahan: mensturasi,persalinan
19

b. Penyakit: malaria

c. Penyakit kronis seperti kanker,kolitus ulserativa,atau

rheumatoid arthritis

d. Kehilangan darah (misalnya, dari periode mensturasi berat atau

borok lambung).

3. Penurunan Produksi Sel Darah Merah

Jumlah sel darah yang direproduksi dapat menurun ketika terjadi

kerusakan pada daerah sumsum tulang, atau bahan dasar produksi

tidak tersedia.Penurunan produksi sel darah dapat terjadi akibat :

a. Obat-obatan/racun (obat penekan sumsum tulang: kortikosteroid)

b. Diet yang rendah,vegetarian ketat

c. Gagal ginjal

d. Genetik beberapa bentuk anemia,seperti talasemia

e. Kehamilan

Secara umum ada tiga penyebab anemia defisiensi zat besi, yaitu:

1). Kehilangan darah secara kronis, sebagai dampak pendarahan kronis

2). Asupan zat besi tidak cukup dan penyerapan tidak adekuat

3). Peningkatan kebutuhan akan zat besi untuk pembentukan sel


darah merah (Arisman, 2007).

2.3.3 Tanda dan Gejala Anemia

Anemia berkurangnya kadar Hb darah, anemia memberikan tanda-

tanda kepada penderita sebagai berikut:

1. Penderita merasa lesu, lemah, letih, lelah, lunglai


20

2. Penderita sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang

terutama saat berdiri atau bangun dari duduk

3. Gejala lebih lanjut adalah kelopak mata, bibir, lidah, kulit dan telapak

tangan menjadi pucat (Arisman, 2010).

Menurut Yuni (2015) gejala anemia dapat disebut sebagai sindrom

anemia yang terdiri dari :

1. Rasa lemah, letih, lesu, lelah dan lunglai (5L).

2. Telinga mendenging, mata berkunang-kunang dan kaki terasa dingin.

3. Sesak nafas dan dispepsia.

4. Muka, telapak tangan dan jaringan kuku bawah tampak pucat.

Tabel 2.1
Tanda dan Gejala Anemia
Ringan Sedang Berat
Tingkat Hb: Tingkat Hb: Tingkat Hb:
10-12 g/dl 8-10 g/dl <8 g/dl

Gejala : Gejala : Gejala :


Kelelahan Fatiq Overwhelming
Penurunan perfusi Sulit konsentrasi Fatiq/exhaution
jaringan Debar jantung >100/m Dizzyness
Detak jantung Berdebar Vertigo
meningkat Dispnoe pada aktivitas Depresi, gangguan tidur
Ekstraksi O2 , Pucat Dispnoe pada istirahat
jaringan meningkat
Dilatasi sistem
vaskular perifer
Sumber: Yuni (2015)
21

2.3.4 Penanganan

Menurut Bakta (2014) Setelah diagnosis ditegakkan maka dibuat

rencana pemberian terapi, terapi terhadap anemia defisiensi besi dapat

berupa:

a. Terapi kausal: tergantung penyebabnya, misalnya: pengobatan cacing

tambang, pengobatan hemoroid, pengobatan menoragia. Terapi kausal

harus dilakukan, kalau tidak maka anemia kambuh kembali.

b. Pemberian preparat besi untuk mengaganti kekurangan besi dalam

tubuh:

1) Besi per oral: merupakan obat pilihan pertama karena efektif, murah,

dan aman,. Preparat yang tersedia, yaitu:

a) Ferrous sulphat (sulfas ferosus): preparat pilihan pertama

(murah dan efektif). Dosis: 3 x 200 mg.

b) Ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferrous

succiente, harga lebih mahal, tetapi efektivitas dan efek samping

hampir sama.

Preparat besi oral sebaiknya diberikan saat lambung kosong.tetapi efek

samping lebih banyak dibandingkan dengan pemberian setelah makan. Efek

samping dapat berupa mual, muntah, serta konstipasi. Pengobatan diberikan

sebanyak 6 bulan setelah kadar hemoglobin normal untuk mengisi cadangan

besi tubuh. Kalau tidak, anemia sering kambuh kembali.


22

2) Besi parenteral

Efek samping lebih berbahaya, serta harganya lebih mahal. Indikasi,

yaitu:

a) mIntoleransi oral berat;

b) Kepatuhan obat berkurang;

c) Kolitis ulserativa;

d) Perlu peningkatan Hb secara cepat ( misal preoprasi, hamil trisemester

akhir).

Preparat yang tersedia: iron dextran complex, iron sorbitol citric acid

complax. Dapat diberikan secara intramuskuler dalam atau intravena

pelan. Efek samping: reaksi anafilaksis, flebitas, sakit kepala, flushbing,

mual, muntah, nyeri perut, dan sinkop. Dosis besi parenteral: harus

dihitung dengan tepat karena besi berlebihan akan membahayakan pasien.

Besarnya dosis dapat dihitung dari rumus dibawah ini:

Kebutuhan besi (mg) = (15-Hb sekarang) x BB x 3

3) Pengobatan lain

a) Diet: sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein

terutama berasal dari protein hewani

b) Vitamin c: vitamin c diberikan 3 x 100 mg per hari untuk

meningkatkan absorpsi besi


23

c) Transfusi darah: anemia kekurangan besi jarang memerlukan transfusi

darah, indikasi pemberian transfusi darah pada anemia kekurangan

besi adalah:

(1) Adanya penyakit jantung anermik dengan ancaman payah jantung

(2) Anemia yang sangat simtomatik, misalnya anemia dengan gejala

pusing yang sangat mencolok

(3)Penderita memerlukan peningkatan kadar hemoglobin yang cepat,

seperti pada kehamilan trisemester akhir atau preoprasi.

Jenis darah yang doberikan adalah PRC (packed red cell) untuk mengurangi

bahaya overload. Sebagai premedikasi dapat dipertimbangkan pemberian

furosemid intravena.

2.4 Anemia Dalam Kehamilan

2.4.1 Pengertian

Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar

hemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar < 10,5 gr%

pada trimester II ( Janah, 2012).

Anemia dalam kehamilan dapat mengakibatkan dampak yang

membahayakan bagi ibu dan janin. Anemia pada ibu hamil dapat

mengakibatkan resiko terjadinya perdarahan post partum.Bila anemia

terjadi sejak awal kehamilan dapat menyebabkan terjadinya persalinan

prematur (Rukiyah, 2014).


24

2.4.2 Patofisiologi

Darah bertambah banyak dalam kehamilan. Akan tetapi bertambahnya

sel-sel darah kurang di bandingkan dengan bertambahnya plasma sehingga

terjadi pengenceran darah. Perbandingan pertambahan tersebut : plasma

30%, sel darah 18%, hemoglobin 19%. Pengenceran darah di anggap

sebagai penyesuaian diri secara fisiologis dalam kehamilan dan bermanfaat

bagi wanita. Pertama-tama pengenceran itu meringankan beban kerja

jantung yang harus bekerja lebih berat dalam masa hamil. Kerja jantung

lebih ringan apabila vaskositas darah rendah. Resistansi berkurang pula,

sehingga tekanan darah tidak naik. Kedua, pada perdarahan waktu

persalinan, banyaknya unsur besi yang hilang lebih sedikit dibandingkan

dengan apabila darah itu tetap kental (Sarwono, 2007).

2.4.3 Klasifkasi

Menurut Rukiyah (2014), secara umum anemia dalam kehamilan di

klasifikasikan sebagai berikut:

1. Anemia Defisiensi Besi sebanyak 62,3% : Anemia defisiensi besi

adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah.

Pengobatanya adalah pemberian tablet besi yaitu keperluan zat besi

untuk wanita hamil, tidak hamil dan dalam laktasi yang di anjurkan.

2. Anemia Megaloblastik sebanyak 29% : Anemia ini di sebabkan

karena defisiensi asam folat dan defisiensi vitamin B12 walaupun

kejadianya jarang.
25

3. Anemia Hipoplastik dan Aplastik sebanyak 8% Anemia ini

disebabkan karena sum-sum tulang belakang kurang mampu membuat

sel-sel darah baru.

4. Anemia Hemolitik sebanyak 0,7% Anemia ini disebabkan karena

penghancuran sel darah merah berlangsung lebih cepat daripada

pembuatanya.

2.4.4 Tanda dan Gejala

Menurut Janah (2012) Gejala awal biasanya tidak ada atau tidak

spesifik (misalnya, kelelahan, kelemahan, pusing, dispnea ringan dan

tenaga). Gejala dan tanda lain mungkin termasuk pucat dan,jika terjadi

anemia berat,akan mengalami takikardi atau hipotensi. Anemia

meningkatkan resiko kelahiran prematur dan infeksi ibu postpartum.

Banyak gejala anemia selama kehamilan juga gejala anda mungkin

mengalami bahkan jika anda tidak anemia; ini meliputi:

a. Merasa lelah atau lemah

b. Kulit pucat progresif dari kulit

c. Denyut jantung cepat

d. Sesak nafas

e. Konsentrasi terganggu.

2.4.5 Akibat Anemia pada kehamilan

Menurut Manuaba (2010) pada kehamilan jika seorang ibu menderita

anemia dapat mengakibatkan:


26

Akibat anemia terhadap kehamilan :

a. Bahaya selama kehamilan: Dapat terjadi abortus, persalinan maturitas,

hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim, mudah terjadi infeksi,

ancaman dekompensasi kordis (Hb < 6 g%), mola hidatidosa,

hiperemesis gravidarum, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini

(KPD).

b. Bahaya saat persalinan : gangguan His (kekuatan mengejan), kala

pertama dapat berlangsung lama, dan terjadi partus terlantar,kala dua

berlangsung lama,sehingga dapat melelahkan dan sering memerlukan

tindakan oprasi kebidanan, kala uri dapat diikuti retensio plasenta, dan

perdarahan pospartum sekunder dan atonia uteri.

c. Pada kala nifas : terjadi subinvolusi uteri menimbulkan perdarahan

pospartum, memudahkan infeksi puerperium, pengeluarkan ASI

berkurang, terjadi dekompensasi kordis mendadak setelah

persalinan,anemia kala nifas, mudah terjadi infeksi mamae.

d. Bahaya anemia terhadap janin. Sekalipun tampaknya janin mampu

menyerap berbagai kebutuhan bagi dari ibunya, tetapi dengan anemia

akan mengurangi kemampuan metabolisme tubuh sehingga

mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin dalam

rahim.akibat anemia dapat terjadi gangguan dalam bentuk: abortus,

kematian intrauterin,persalinan prematuritas tinggi, berat badan lahir

rendah,kelahiran dengan anemi, dapat terjadi cacat bawaan, bayi


27

mudah mendapat infeksi sampai kematian perinatal, dan inteligenisia

rendah.

Menurut Muchtar (2012) pengaruh anemia terhadap

kehamilan,persalinan dan nifas:

a. Keguguran

b. Partus prematurus

c. Inersia uteri dan partus lama,ibu lemah

d. Atonia uteria dan menyebabkan pendarahan

e. Syok

f. Afibrinogenemia dan hipofibrinogenemia

g. Bila terjadi anemia gravis (Hb di bawah 4 gr%) terjadi payah

jantung, yang bukan saja menyulitkan kehamilan dan

persalinan,bahkan bisa fatal.

Hasil konsepsi (janin, plasenta, darah) membutuhkan zat besi

dalam jumlah besar untuk pembuatan butir-butir darah merah dan

pertumbuhannya,yaitu sebnayak berat besi. Jumlah ini merupakan

1/10 dari seluruh besi dalam tubuh. Terjadinya anemia dalam

kehamilan bergantung dari jumlah persediaan besi dalam hati,limpa,

dan sumsum tulang.selama masih mempunyai cukup persediaan

besi,Hb tidak akan turun dan bila persediaan ini habis, Hb akan turun.

Ini terjadi pada bulan ke 5-6 kehamilan, pada waktu janin

membutuhkan banyak zat besi.bila terjadi anemia,pengaruhnya

terhadap hasil konsepsi adalah:


28

(a) Kematian mudigah (keguguran),

(b) Kematian janin dalam kandungan,

(c) Kematian janin waktu lahir (stillbirth),

(d) Kematiaan prinatal tinggi,

(e) Prematuritas,

(f) Dapat terjadi cacat-bawaan,

(g) Cadangan besi kurang.

Komplikasi akibat ADB (anemia difesiensi besi) yang tidak dapat

diperbaiki adalah infeksi ibu dan bayi berat lahir rendah. ADB

(anemia difesiensi besi) berat disertai dengan peningkatan morbiditas

ibu dan perinatal (Yuni, 2015).

2.4.6 Etiologi

Makin sering seorang wanita mengalami kehamilan dan melahirkan akan

banyak kehilangan zat besi dan menjadi makin anemis. Jika persediaan

cadangan Fe minimal, maka setiap kehamilan akan menguras persediaan Fe

tubuh dan akhirnya menimbulkan anemia pada kehamilan berikutnya.

Jarak kelahiran yang terlalu dekat dapat menyebabkan terjadinya

anemia. Hal ini dikarenakan kondisi ibu masih belum pulih dan

pemenuhan kebutuhan zat gizi belum optimal, sudah harus memenuhi

kebutuhan nutrisi janin yang dikandung ( Wiknjosastro, 2005; Mochtar,

2004). Jarak kelahiran mempunyai risiko 1,146 kali lebih besar terhadap

kejadian anemia ( Amirrudin dan Wahyuddin, 2004)


29

Kehamilan memerlukan tambahan zat besi untuk meningkatkan jumlah

sel darah merah dan membentuk sel darah merah janin dan plasenta. Pada

kehamilan relatif terjadi anemia karena darah ibu hamil mengalami hemodilusi

(pengenceran) dengan peningkatan volume 30% sampai 40% yang puncaknya

pada kehamilan 32 sampai 34 minggu jumlah peningkatan sel darah 18%

sampai 30%, dan hemoglobin sekitar 19%.bila hemoglobin ibu sebelum hamil

sekitar 11 g%,dengan terjadinya hemoglobin akan mengakibatkan anemia

hamil fisiologis,dan Hb ibu akan menjadi 9,5 sampai 10 g%.Pemeriksaan dan

pengawasan Hb dapat dilakukan dengan mengganggu alat sahli. Hasil

pemeriksaan Hb dengan Sahli dapat digolongkan sebagai berikut. Hb 11 g%

tidak anemia , Hb 9-10 g% anemia ringan, Hb 7-8 g% anemia sedang,Hb <7

g% anemia berat. Pemeriksaan darah dilakukan minimal dua kali selama

kehamilan,yaitu pada trimester I dan trimester III. Dengan pertimbangan bahwa

sebagian besar ibu hamil mengalami anemia, maka dilakukan pemberian

preparat Fe sebanyak 90 tablet pada ibu-ibu hamil puskesmas (Manuaba,

2010).

Kebutuhan besi ibu hamil (yang hanya 1 mg/ hari pada dewasa normal)

akan meningkatkan mencapai 6 sampai 7 mg / hari pada masa organogenesis

(trisemester 2 dan 3 ) dan mencapai 10 mg/hari pada 6-8 minggu terakhir

kehamilan. Diperkirakan jumlah besi yang diperlukan untuk perkembangan

janin dan kehilangan darah selama melahirkan mencapai ± 600 mg Fe yang

sepenuhnya diserap dari ibu hamil. Oleh karena itu, meskipun penyerapan besi

selama kehamilan meningkat dan bahkan telah diberikan suplemen


30

besi,biasanya pada perempuan dengan cadangan besi yang rendah tetap gagal

memenuhi kebutuhan di atas sehingga timbul anemia (Yuni, 2015).

Kebutuhan ibu hamil akan Fe meningkatkan (untuk pembentukan

plasenta dan sel darah merah) sebesar 200-300%. Perkiraan besaran zat

besi yang perlu ditimbun selama hamil ialah 1.040 mg. Dari jumlah ini,

200 mg Fe tertahan oleh tubuh ketika melahirkan dan 840 mg sisanya

hilang. Sebanyak 300 mg besi ditransfer ke janin, dengan rincian 50-75

mg untuk pembentukan plasenta 450 mg untuk menambah jumlah sel

darah merah, dan 200 mg lenyap ketika melahirkan. Jumlah sebanyak ini

tidak mungkin tercukupi hanya melalui diet.

Karena itu, suplementasi zat besi perlu sekali diperlakukan, bahkan

kepada wanita yang berstatus gizi baik. Untuk menjaga agar stok ini tidak

terkuras dan mencegah kekurangan, setiap ibu hamil dianjurkan untuk

menelan besi sebanyak 30 mg tiap hari. Takaran ini tidak akan terpenuhi

hanya melalui makanan. Oleh karena itu, suplemen sebesar 30-60 mg,

ferrous sulfate 300 mg25 yang mengandung 60 mg elemen besi

(keterserapan 10%) diberikan sebanyak 3 kali sehari. Jika. Preparat ini

tidak dapat ditoleransi,segera ganti dengan preparat ferrous fumarate atau

gluconate.

Pengobatan harus diteruskan selama 3 bulan setelah nilai

hemoglobin kembali normal yang bertujuan untuk memperbarui simpanan

besi. Penyerapan besi dipengaruhi oleh banyak faktor. Protein hewani dan

vitamin C meningkatkan penyerapan. Kopi, teh, garam kalsium,


31

magnesium, dan fitat26 dapat meningkatkan Fe sehingga mengurangi

jumlah serapan. Oleh karena itu, tablet Fe sebaik nya ditelan bersamaan

dengan makanan yang dapat memperbanyak jumlah serapan sementara

makanan yang mengikuti Fe sebaiknya dihindari, atau tidak dimakan

dalam waktu bersamaan. Pemberian suplementasi preparat Fe, pada

sebagian wanita, menyebabkan sembelit penyulit ini dapat di redakan

dengan cara memperbanyak minum, menambah konsumsi makanan yang

kaya akan serat seperti roti,serealia, dan agar-agar (Arisman 2010).

Anemia dalam kehamilan sama seperti yang terjadi pada wanita yang

tidak hamil. Semua anemia yang terdapat pada wanita usia reproduktif

dapat menjadi penyulit dalam kehamilan, penyebabnya antara lain yaitu:

Makanan yang kurang bergizi, Gangguan pencernaan dan malabsorpsi ,

Kurangnya zat besi dalam makanan, Kebutuhan zat besi yang meningkat ,

Kehilangan darah banyak seperti persalinan yang lalu,haid dan Penyakit-

penyakit kronik seperti TBC paru, cacing usus, malaria (Manuaba , 2010).

2.4.7 Pencegahan Anemia

Kebutuhan besi total dalam kehamilan sebesar 800 mg tidak dapat

dipenuhi hanya dari diet yang cukup. Karena itu, dianjurkan pemberian

unsur besi profilaksis 60 mg/hari setiap hari untuk semua ibu hamil. Besi

ferosus lebih dipilih dari pada besi feri karena lebih mudah diserap dan

lebih murah (Benson 2009).


32

Untuk mencegah terjadinya anemia, ibu hamil disarankan untuk

menambah jumlah darah melalui pasokan makanan yang mengandung zat

besi, asam folat, dan vitanim B12. Oleh karena itu ibu hamil dianjurkan

mengkonsumsi makanan yang dapat membentuk sel-sel darah merah

seperti hati, ikan teri, daging merah, kacang-kacangan, sayuran berwarna

hijau, kuning telur (Laksmi, 2008).

2.4.8 Penanganan

Penanganan dilakukan sesuai dengan jenis anemianya. Kebanyakan

ibu hamil menderita anemia defisiansi besi. Hal ini bisa diatasi dengan

pemberian tablet besi yang bisa dilakukan berbagai cara yaitu;

1. Terapi oral adalah dengan cara memberikan preparat besi yaitu fero

sulfat, fero glukonat atau Na-fero bisirat, Pemberian preparat

60mg/hari dapat menaikan kadar Hb sebanyak 1 gr%/ bulan.

Pemberian terapi zat besi oral tidak boleh dihentikan setelah

hemoglobin mencapai nilai normal, tetapi harus dilanjutkan selama 2-

3 bulan lagi untuk memperbaiki cadangan besi, Efek samping :

konstipasi, berak hitam, mual dan muntah. Saat ini program nasional

menganjurkan kombinasi 60 mg besi dan 50 nanogram asam folat

untuk profilaksi anemia.

2. Terapi parenteral baru diperlukan apabila penderita tidak tahan akan

zat besi peroral, dan adanya gangguan penyerapan , penyakit saluran

pencernaan. Pemberian preparat parenteral dengan ferum dextran


33

sebanyak 1000 mg (20 mg) intravena atau 2 x 10 ml/ IM pada gluteus,

dapat meningkatkan Hb lebih cepat yaitu 2 g%. Dosis pemberian zat

besi parenteral dapat dihitung dengan mudah dengan memakai rumus:

zat besi yang dibutuhkan (mg) = (15-Hb) x BB x 3.Efek samping

:Nyeri, inflamasi, demam, hipotensi (Laksmi, 2008).

Menurut Manuaba (2010) Faktor-faktor yang mempengaruhi

pembentukan darah adalah sebagai berikut:

a. Komponen (bahan) yang berasal dari makanan terdiri dari :

1) Protein, glukosa, dan lemak

2) Vitamin b12,B6,asam folat, dan vitamin C

3) Elemen dasar: Fe,

4) ion Cu dan zink

b. Sumber pembentukan darah adalah sumsum tulang

1) Kemampuan resorpsi usus halus terhadap bahan yang

diperlukan.

2) Umur sel darah merah (eritrosit) terbatas sekitar 120 hari.

Sel-sel darah merah yang sudah tua dihancurkan kembali

menjadi bahan baku untuk membentuk sel darah yang baru.

3) Terjadinya perdarahan kronis (gangguan mensturasi,

penyakit yang menyebabkan perdarahan pada wanita seperti

mioma uteri, polip serviks, penyakit darah, parasit dalam

usus: askariasis, ankilostomiasis, taenia)


34

Untuk menghindari terjadinya anemia sebaik ibu hamil

melakukan pemeriksaan sebelum hamil sehingga dapat diketahui data-

data dasar kesehatan umum calon ibu tersebut. Dalam pemeriksaan

kesehatan disertai pemeriksaan laboraturium, termasuk pemeriksaan

feses sehingga diketahui adanya infeksi parasit. Pengobatan infeksi

untuk cacing relatif mudah dan murah. Pemerintah telah menyediakan

preparat besi untuk dibagikan kepada masyarakat sampai ke

posyandu. Contoh preparat Fe d antaranya Barralat, Biosanbe, Iberat,

Vitonal, dan Hemaviton. Semua preparat tersebut dapat dibeli dengan

bebas (Manuaba 2008)

Menurut Bakta (2014) mengingat tingginya prevalensi anemia

defisiensi besi di masyarakat maka diperlukan suatu tindakan

pencegahan yang terpadu. Tindakan pencegahan tersebut:

a. Pendidikan kesehatan, yaitu:

1) Kesehatan lingkungan, misalnya tentang pemakaian

jamban,dan perbaikan lingkungan kerja,misalnya pemakaian

alas kaki

2) Penyuluhan gizi: untuk mendorong konsumsi makanan yang

membantu absorpsi

3) Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber

pertahanan kronik paling sering di daerah tropik.


35

b. Suplementasi besi: terutama untuk segmen penduduk yang rentan,

seperti ibu hamil dan anak balita

c. Fortifikasi bahan makanan dengan besi

Memaksimalkan penyerapan besi adalah penting untuk

mempertahankan apa yang diminum bersamaan dengan tablet

besi. Mengkonsumsi makanan yang kaya vitamin C bersama

dengan zat besi akan meningkatkan penyerapan besi. Namun,

mengambil minum berkafein bersama dengan makanan tinggi zat

besi akan mengurangi zat besi yang diserap tubuh. Makanan

dengan vitamin C seperti buah stroberi dan buah jeruk dapat

membantu tubuh menyerap zat besi. Makan makanan ini dengan

makanan yang tinggi zat besi untuk membantu penyerapan.

Sebagai contoh, jika tubuh mengkonsumsi tablest besi, bawa

dengan jus jeruk atau makanan lain yang tinggi akan Vitamin C.

Menurut Bakta (2014) Dalam pengobatan dengan preparat

besi, seorang penderita dinyatakan memberikan respon baik bila:

retikulosit naik pada mingggu pertama,menjadi normal setelah 10-

14, diikuti kenaikan Hb 0,15 g/hari atau 2 g/dl setelah 3-4 minggu.

Hemoglobin menjadi normal setelah 4-10 minggu. Jika respons

terhadap terapi tidak baik, perlu dipikirkan:

a. Pasien tidak patuh sehingga obat tidak diminum

b. Dosis besi kurang

c. Masih ada perdarahan cukup banyak


36

d. Ada penyakit lain, seperti penyakit kronik, peradangan

menahun atau pada saat yang sama ada defisiensi asam folat

e. Diagnosis salah.

Jika dijumpai keadaan di atas, lakukan evaluasi

kembali dan ambil tindakan cepat.

1. Pencegahan

Mengingat tinggginya prevalensi anemia defisiensi besi di

masyarakat maka diperlukan suatu tindakan pencegahan

yang terpadu. Tindakan pencegahan tersebut dapat berupa

berikut:

1) Pendidikan kesehatan yaitu:

a) Kesehatan lingkungan, misalnya tentang pemakaian jamban,

dan perbaikan lingkungan kerja, misalnya pemakaian alas

kaki

b) Penyuluhan gizi: untuk mendorong konsumsi makanan yang

membantu absorpsi besi.

2) Pemberantasan infkeksi cacing tambang sebagai sumber

perdarahan kronik paling sering di daerah tropik.

3) Suplementasi besi: terutama untuk segmen penduduk yang

rentan, seperti ibu hamil dan anak balita.

4) Fortifikasi bahan makanan dengan besi


37

2.5 Daun Kelor


2.5.1 Pengertian Daun Kelor

Daun kelor (Moringa oleifera) tanaman asli dari Indonesia yang

biasanya banyak dijumpai di masyarakan pedesaan, daun kelor biasanya

diyakini memiliki banyak sekali manfaat, baik kesehtaan ataupun non

kesehatan, salah satunya dipercaya untuk penangkal santet, ataupun daun

keberuntungan (dalam mitologi jawa), namun dalam dunia kesehatan,

daun kelor, memiliki segudang manfaat, salah satunya adalah kandungan

Vit C pada daun kelor, yang berguna bagi penyerapan zat Fe baik dari

makanan ataupun kapsul (Sylvie, 2013).

2.5.2 Klasifikasi
Tanaman kelor memiliki klasifikasi sebagai berikut; Kingdom:

Plantae (Tumbuhan); Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan

berpembuluh) ; Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji);

Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga); Kelas: Magnoliopsida

(berkeping dua/dikotil); Sub Kelas: Dilleniidae; Ordo: Capparales;

Famili: Moringaceae; Genus: Moringa; Spesies: Moringa oleifera Lam

(Krisnadi, 2013).

Kelor (Moringa oleifera) tumbuh dalam bentuk pohon, berumur

panjang (perenial) dengan tinggi 7 - 12 m. Batang berkayu (lignosus),

tegak, berwarna putih kotor, kulit tipis, permukaan kasar. Percabangan

simpodial, arah cabang tegak atau miring, cenderung tumbuh lurus dan

memanjang. Perbanyakan bisa secara generatif (biji) maupun vegetatif

(stek batang). Tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi sampai


38

di ketinggian ± 1000 m dpl, banyak ditanam sebagai tapal batas atau

pagar di halaman rumah atau ladang. Kelor merupakan tanaman dapat

mentolerir berbagai kondisi lingkungan, sehingga mudah tumbuh meski

dalam kondisi ekstrim seperti temperatur yang tinggi, di bawah naungan

dan dapat bertahan hidup di daerah bersalju ringan. Kelor tahan dalam

musim kering yang panjang dan tumbuh dengan baik di daerah dengan

curah hujan tahunan berkisar antara 250 sampai 1500 mm. Meskipun

lebih suka tanah kering lempung berpasir atau lempung, tetapi dapat

hidup di tanah yang didominasi tanah liat. Perbanyakan Kelor dapat

dilakukan dengan metode penyemaian langsung dengan biji atau

menggunakan stek batang. Daun Kelor dapat dipanen setelah tanaman

tumbuh 1,5 hingga 2 meter, yang biasanya memakan waktu 3 sampai 6

bulan. Namun dalam budidaya intensif yang bertujuan untuk produksi

daunnya, Kelor dipelihara dengan ketinggian tidak lebih dari 1 meter.

Pemanenan dilakukan dengan cara memetik batang daun dari cabang

atau dengan memotong cabangnya dengan jarak 20 sampai 40 cm di atas

tanah (Krisnadi, 2013).

2.5.3 Kandungan Gizi


Kelor merupakan tanaman yang kaya akan nutrisi seperti halnya

Zat gizi makro dan mikro, mineral, vitamin. Berbagai bagian dari

tanaman Kelor seperti daun, akar, biji, kulit kayu, buah, bunga dan

polong dewasa, bertindak sebagai stimulan jantung dan peredaran darah,

memiliki antitumor, anti-piretik, anti-epilepsi, anti-inflamasi, anti-ulcer,

anti-spasmodic, diuretik, anti-hipertensi, menurunkan kolesterol,


39

antioksidan, anti-diabetik, hepatoprotektif, anti-bakteri dan anti-jamur

(Krisnadi, 2013).

Tabel 2.2- Kandungan Nutrisi Serbuk Daun Kelor

Zat gizi Satuan Serbuk daun per 100 gram

vitamin A Mg 16,3
vitamin C Mg 17,3
vitamin E Mg 113,6
Flavonoid Mg 473.3
Selenium µg 0,9
Sumber : Krisnadi 2013 dan Rahmat 2009

Vitamin C berperan menekan proses aktivasi jalur poliol dan

glikasi protein pada penderita diabetes melitus sehingga produksi radikal

bebas menjadi berkurang (Iqbal et al., 2004) Sebagai antioksidan,

vitamin C peran utama adalah untuk menetralisir radikal bebas. Asam

askorbat dapat bekerja baik di dalam dan di luar sel untuk memerangi

kerusakan radikal bebas karena sifatnya larut dalam air. Radikal bebas

mencari pasangan elektron untuk mendapatkan kembali stabilitas

mereka. Vitamin C adalah sumber elektron karena itu dapat

menyumbangkan elektron radikal bebas seperti hidroksil dan

superoksida radikal dan memuaskan reaktivitas mereka (Iqbal 2004).

Daun kelor juga mengandung semua unsur asam amino yang

penting (essensial). Berbagai nutrisi ini merupakan suatu sumber yang

luar biasa dari tumbuhan. Kecuali vitamin C, semua kandungan gizi yang

terdapat dalam daun kelor segar akan mengalami peningkatan

konsentrasinya) apabila dikonsumsi setelah dikeringkan dan dilumatkan


40

dalam bentuk serbuk atau tepung. Satu sendok makan bubuk daun kelor

berisi 14% protein, kalsium, zat besi dan provitamin A . Enam sendok

makan bubuk daun kelor dapat memenuhi kebutuhan harian kalsium dan

zat besi bagi hamil dan menyusui (Lowell, 2004; Balbir, 2011; Deptan,

2012).

2.5.4 Penggunaan Daun Kelor Pada Pencegahan Anemia

Status gizi (nutrition status) dapat didefinisikan sebagai ekspresi dari

keadaan keseimbangan antara konsumsi , penyerapan zat gizi dan

penggunaan zat – zat gizi tersebut. Kekurangan zat gizi makro seperti :

energi dan protein, serta kekurangan zat gizi mikro seperti : zat besi (Fe),

yodium dan vitamin A makan akan menyebabkan anemi gizi, dimana zat

gizi tersebut terutama zat besi (Fe) merupakan salah satu dari unsur gizi

sebagai komponen pembentukan hemoglobin (Hb) atau sel darah merah

(Yuliannti, 2016)

Berbagai studi menunjukkan dampak negatif dari kekurangan zat

gizi besi berpengaruh terhadap optimalisasi pertumbuhan dan

perkembangan anak remaja, menurunkan prestasi belajar karena rasa

cepat lelah, kehilangan gairah dan tidak dapat berkonsentrasi (Asrori,

2005). Sedangkan pada remaja putri penderita anemia, sebagai calon ibu

yang akan melahirkan generasi penerus bangsa, anemia akan

menyebabkan tingginya risiko untuk melahirkan bayi berat lahir rendah

(BBLR) yang mempunyai kualitas hidup yang tidak optimal (Yuliannti,

2016).
41

Menurut hasil penelitian, daun Kelor mengandung vitamin A,

vitamin C, Vit B, kalsium, kalium, besi, dan protein, dalam jumlah sangat

tinggi yang mudah dicerna dan diasimilasi oleh tubuh manusia. Daun

kelor adalah daun dari pohon kelor yang mengandung berbagai zat gizi

makro dan mikro serta bahan-bahan aktif yang bersifat sebagai

antioksidan. Mengandung nutrisi penting seperti zat besi (fe) 28,2 mg,

kalsium (ca) 2003,0 mg dan vitamin A 16,3 mg kaya β-karoten, protein,

vitamin A, C, D, E, K, dan B (tiamin, riboflavin, niasin, asam pantotenat,

biotin, vitamin B6, vitamin B12, dan folat). Berbagai jenis senyawa

antioksidan seperti asam askorbat, flavonoid, fenolat dan karotenoid

.Kelor pun digunakan sebagai bahan utama ratusan obat, baik untuk

pencegahan maupun pengobatan (Yuliannti, 2016).

2.5.4 Kebutuhan Zat Bezi Bagi Ibu Hamil

Kebutuhan zat besi menurut Waryana,(2010) adalah sebagai berikut:

Trimester I : Kebutuhan zat besi ± 1 mg/hari, (kehilangan basal 0,8 mg/hari)

ditambah 30-40 mg untuk kebutuhan janin dan sel darah merah

Trimester II : Kebutuhan zat besi ± 5 mg/hari, (kehilangan basal 0,8

mg/hari) ditambah kebutuhan sel darah merah 300 mg dan conceptus 115

mg.

Trimester III : Kebutuhan zat besi ± 5 mg/hari, (kehilangan basal 0,8

mg/hari) ditamabah kebutuhan sel darah merah 150 mg dan conceptus

223mg.
42

2.6 Penelitian Terkait

Penelitian oleh Sylvie (2013) dengan judul “efektivitas suplementasi

bubuk daun kelor (moringa oleifera) terhadap peningkatan kadar hemoglobin

pada ibu hamil yang menderita anemia” Hasil uji hipotesis komparatif dengan

uji Wilcoxon antara kadar Hb sebelum dan sesudah perlakuan diperoleh nilai

significancy 0,000 (p < 0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat

perbedaan yang bermakna kadar Hb antara sebelum perlakuan dan sesudah

perlakuan.

Penelitian oleh Yulianti (2016) “Pengaruh Ekstrak Daun Kelor Terhadap

Peningkatan Kadar Hemoglobin Pada Remaja Putri Di Smu Muhammadiyah

Kupang” variabel independent ekstrak daun kelor, dan variabel dependen

peningkatan kadar hemoglobin pada remaja puteri di SMU Muhammadiyah

kupang. Sampel penlitian sebanyak 60, 30 kelompok perlakuan dan 30

kelompok control yang ditetapkan secara purposif. Pengumpulan data

dilakukan melalui observasi dan pemeriksaan laboratorium kadar hemoglobin

dengan alat ukur metode cyanmet fotometer. Data diuji dengan paired sampel

test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat nilai p= 0.000< α=0.05.

dengan demikkian terdapat perbedaan kadar hemoglobin responden yang

significant pada kelompok perlakuan dengan nilai p=0,000 (p<0,05),

sedangkan pada kelompok kontrol tidak signifikan antara ekstrak daun kelor

dan peningkatan kadar hemoglobin pada remaja putri.


43

2.7 Kerangka Teori

Gambar 2.1

Kerangka Teori Penelitian

Terapi pengobatan anemia;


1. Terapi kausal
2. Preparat besi:
a. Besi per oral
b. Besi parenteral
3. Pengobatan lain:
a. Diet Kadar Hb Ibu Hamil
b. Vitamin C (Daun kelor)
c. transfusi

Sumber: Modifikasi : Manuaba (2010) & Deptan (2012)

2.8 Kerangka Konsep

Konsep penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 2.2
Kerangka Konsep

Pretes Intervensi Postest

Kadar HB sebelum Kerangka Konsep Kadar HB sesudah


Jus daun kelor
diberikan jus daun kelor diberikan jus daun kelor

telur
2.9 Hipotesis

Ha : ada pengaruh pemberian jus daun kelor dengan kadar Hb pada ibu hamil

di Puskesmas Kemiling Bandar Lampung Tahun 2018.


44

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif. Metode penelitian

kuantitatif merupakan metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat

positivisme yang digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel

tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian. Penelitian ini

dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian jus daun kelor dengan

kadar Hb pada ibu hamil di Puskesmas Kemiling Bandar Lampung Tahun

2018..

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

3.2.1 Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dilaksanakan setelah proposal disetui

3.2.2 Tempat Penelitian

Tempat penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Kemiling Bandar

Lampung Tahun 2018.

3.3 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian

Quasi Eksperimental dengan pendekatan one group pretest – posttest design.

Ciri dari desain penelitian One Group Pretest-Postest design adalah

mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan suatu

44
45

kelompok subjek. Kelompok subjek diobservasi sebelum dilakukan

intervensi, kemudian diobservasi kembali setelah intervensi (Nursalam,2003)

Rancangan tersebut digambarkan sebagai berikut :

01-----------X1---------02

Keterangan :

01: Pengukuran Hb sebelum diberikan terapi.

X1 : Jus daun kelor

02: Pengukuran Hb sesudah diberikan terapi.

3.4 Subjek Penelitian

3.4.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang di tetapkan oleh

penelitian untuk dipelajari dan kemudian di tarik kesimpulannya. Populasi

juga bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek / subyek yang di pelajari,

tetapi meliputi seluruh karakteristik/sifat yang di miliki oleh subyek atau

obyek itu. (Sugiyono, 2014). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh

ibu hamil trimester III yang melakukan kunjungan di Puskesmas Kemiling

Bandar Lampung Tahun 2018. sebanyak 33 orang.

3.4.2 Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2012). Penggunaan sampel ukuran sekitar

10% dari populasi dianjurkan. Sementara Dempsey (2002) menyatakan


46

bahwa 20 sampai 25 subyek per kelompok. Dalam penelitian ini sampel

yang akan diambil adalah sebanyak 33 orang akan dilakukan pemberian

ekstrak daun kelor atau sebagai kelompok eksperimen.

3.4.3 Cara Pengambilan Sampel

Cara pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan

teknik Purposive sampling merupakan teknik pengambilan sampel

berdasarakan pertimbangan tertentu yang telah dibuat oleh peneliti,

berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah ketahui sebelumnya.

Teknik ini sangat cocok untuk mengadakan studi kasus (Riyanto, 2011).

Sampel ini dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan atas

sastra, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu.

Teknik ini biasanya dilakukan karena beberapa pertimbangan, misalnya

alasan keterbatasan waktu, tenaga, dan dana sehingga tidak dapat mengambil

sampel yang besar dan jauh. walaupun cara seperi ini diperbolehkan, tetapi

ada syarat-syarat yang harus dipenuhi, antara lain pengambilan sampel harus

didasarkan atas ciri-ciri atau karakteristik tertentu, yang merupakan ciri-ciri

pokok populasi, Subyek yang harus diambil sebagai sampel benar-benar

merupakan subyek yang paling banyak mengandung ciri-ciri yang terdapat

pada populasi (key subjectis), penentuan karakteristik populasi dilakukan

dengan cermat di dalam studi pendahuluan (Arikunto, 2013).

Kriteria Inklusi :

1. Ibu hamil yang tidak memiliki komplikasi penyakit infeksi

2. Jarak kehamilan lebih dari 2 tahun


47

3. Hb 8- < 10 gr%

Kriteria ekslusi :

1. Jarak kehamilan kurang dari 2 tahun

2. Ibu hamil dengan Lila < 23,5

3. Ibu alergi obat herbal

3.5 Variabel Penelitian

Variabel adalah suatu sifat yang diukur atau diamati yang nilainya

bervariasi antara satu objek lainnya dan terukur (Riyanto 2011). Variabel yang

digunakan dalam penelitian ini adalah:

Variabel bebas (independen) yaitu jus daun kelor

Variabel terikat (dependen) yaitu Kadar Hb pada Ibu Hamil.

3.6 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah merupakan definisi variabel-variabel yang

akan diteliti secara operasional di lapangan. Definisi oprasional bermanfaat

untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamat terhadap variabel-

variabel yang akan diteliti serta untuk pengembangan intrusmen. Dengan

definisi oprasional yang tepat maka ruang lingkup atau pengertian variabel-

variabel yang diteliti menjadi terbatas dan penelitian akan lebih fokus (Riyanto

2011). Definisi operasional penelitian ini adalah sebagai berikut:


48

Tabel 3.1
Definisi Operasional Variabel
Cara Hasil Skala
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur
Ukur Ukur Ukur
Independen :
Pemberian jus Konsumsu ekstrak
daun kelor daun kelor pada ibu
hamil trimester III (29-
36 minggu) selama 2
minggu di Puskesmas
Kemiling Tahun 2018. _ _ _ _

Dependen:
Kadar Hb Keadaan Hb ibu saat Haemo cek Pemeriksaa Kadar Hb Ratio
(Sebelum sebelum dilakukan n kadar Hb (gr%)
intervensi) pemberian jus daun dengan alat
kelor, yaitu dibawah
Haemo cek 8- 15 gr%
atau < 11 gr%
(Manuaba,
2010)
Kadar Hb Komposisi Haemo cek Pemeriksaa Kadar Hb Ratio
(Sebelum haemoglobin dalam n kadar Hb (gr%)
intervensi) darah yang berfungsi dengan alat
sebagai transfortasi
Haemo cek 8- 15 gr%
oksigen dan zat-zat lain
yang berguna bagi
tubuh ke seluruh tubuh (Manuaba,
diukur menggunakan 2010)
Haemo cek, ssetelah ibu
mengkonsumsi jus daun
kelor selama 14 hari.

3.7 Pengolahan Data

Setelah lembar observasi dikumpulkan, dilakukan pengolahan data

dengan sistem komputer melalui tahap-tahap sebagai berikut:

3.7.1 Editing

Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian formulir atau

Peneliti melakukan pemeriksaan lembar observasi apakah yang telah

dikumpulkan sudah lengkap, jelas, relevan, dan konsisten.


49

3.7.2 Processing

Data adalah jawaban dari masing-masing responden yang dalam bentuk

jawaban dimasukkan ke dalam program atau software komputer.

3.7.3 Cleaning

Dilakukan pembersihan data atau pengecekan data yang sudah di-entry

apakah ada kesalahan atau tidak. Jika semua data dari setiap sumber telah

dimasukkan, perlu di cek kembali untuk melihat kemungkinan adanya

kesalahan (Arikunto, 2013).

3.8 Analisa Data

Analisa data pada penelitian ini dengan memanfaatkan perangkat lunak

komputer. Adapun analisis yang dilakukan terbagi dua, yaitu:

3.8.1 Analisis Univariat

Setelah lembar observasi selesai dan terkumpul, kemudian data dianalisa

sesuai dengan bentuk data. Analisa univariat digunakan untuk mengetahui

distribusi frekuensi identitas responden (Arikunto, 2013).

3.8.2 Analisis Bivariat

Dalam penelitian ini, setelah data dari kadar Hb awal dan Hb akhir ibu hamil

pada masing-masing kelompok dikumpulkan, kelompok pemberian ekstrak

daun kelor menggunakan uji (t dependen), karena dari hasil uji normalitas

data di peroleh sig <0,05, maka teknik statistik parametris yang digunakan

untuk menguji komparatif sampel yang kedua datanya berbentuk ratio atau

interval adalah t-test, dengan interpretasi data:


50

a. Jika probabilitas (p value ) ≤ 0,05 maka bermakna/signifikan, berarti

ada perbedaan yang bermakna antara variabel independen dengan

variabel dependen atau hipotesis (Ho) ditolak.

b. Jika probabilitas (p value) > 0,05 maka tidak bermakna/signifikan,

berarti tidak ada perbedaan yang bermakna antara variabel independen

dengan variabel dependen, atau hipotesis (Ho) diterima (Arikunto,

2013).

3.9 Standar Operasional Prosedur

Standar operasional prosedur atau disingkat dengan SOP adalah dokumen

yang berkaitan dengan prosedur yang dilakukan secara kronologis untuk

menyelesaikan suatu pekerjaan yang bertujuan untuk memperoleh hasil kerja

yang efektif dari para pekerja dengan biaya yang serendah-rendahnya.

1. Melakukan evaluasi Hb ibu, sebelum diberikan jus daun kelor.

2. Mencatat makanan yang dikonsumsi selama intervensi pada pagi dan

malam hari bersamaan dengan konsumsi jus daun kelor.

3. Mengisi lembar ceklis yang diberikan oleh peneliti, selama 14 hari.

4. Pada hari terakhir lakukan evaluasi Hb ibu, apakah mengalami

peningkatan atau tidak.

Вам также может понравиться