Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Scenario
Seorang anak perempuan usia 6 tahun dibawa oleh ibunya ke IGD RS UKRIDA karena sesak
napas yang cepat serta selalu tampak mengantuk dan sukar dibangunkan. Ibu pasien
mengatakan bahwa anaknya memiliki nafsu makan yang baik tapi BB (berat badan) tidak pernah
naik. Ibu memperhatikan bahwa anaknya sering BAK (buang air kecil) pada malam hari dengan
frekuensi 5-7x BAK/malam. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 85/50mmHg, nadi 93x/menit,
frekuensi napas 45n/menit, suhu 36°C. pemeriksaan laboratorium menunjukkan GDS
600mg/dL, analisa gas daah menunjukkan pH 6.8 dan HCO 3- 15, pCO2 20 mmHg, keton urin+.
ISI
Anamnesis
Nama, usia, pekerjaan, jenis kelamin → Keluhan utama pasien → Terakhir kali sehat → Gejala
penyerta → Riwayat penyakit dahulu → Riwayat penyakit keluarga terdahulu dan sekarang
Keluhan utama pasien adalah sesak napas, tampak mengantuk dan susah dibangunkan,
BB tidak naik walaupun nafsu makan baik, BAK 5-7x pada malam hari. Berdasarkan keluhan yang
dinyatakan dari pasien, anamnesa dilakukan dengan lebih spesifik; menjurus ke system yang
terlibat. Ditanyakan soalan berikut:
Pemeriksaan1
Fisik
1
Syahputra, Muhammad. Diabetik Ketoacidosis. Bagian Biokimia Fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan:
2003.hal 1-14
Yang perlu dilakukan buat pertama kali adalah memeriksa tanda-tanda vital yaitu
tekanan darah, frekuensi nadi, suhu dan frekuensi napas. Pada pasien KAD ditemukan kelainan
berikut:
Tekanan darah normal namun boleh hipotensi atau takikardi pada dehidrasi dan asidosis
metabolic
Perfusi jaringan bisa menjadi buruk bila asidosis dan dehidrasi. Pernapasan Kussmaul
(cepat dan dalam) merupakan mekanisme kompensasi dari asidosis metabolic. Lemah
dan mengantuk pada pasien yang mengalami kompensasi berat. Tapi pernapasan
Kussmaul pada KAD turut boleh disalah tafsir penyakit pneumonia, asma dan
hiperventilasi histerik.
o Pada kasus berat, bunyi usus mungkin berkurang atau tidak kedengaran.
Menilai dehidrasi anak karena anak BAK sampai 5-7x pada malam hari (poliuria).
Menentukan derajat kesadaran per jam sampai dengan 12 jam, terutama pada anak
yang masih muda dan mengalami diabetes untuk pertama kali. Penilaian menggunakan
GCS direkomendasikan untuk penentuan derajat kesadaran.
- Skor maksimum normal GCS adalah 15. Skor 12 atau kurang menunjukkan gangguan
kesadaran yang bermakna. Skor yang terus menurun menunjukkan edema serebri yang
semakin berat. Mild: GCS ≥ 13, Moderate: GCS 9 – 12, berat/Severe: GCS ≤ 8
b. Kemampuan bicara
1) Orientasi dan pengertian baik : 5
2) Pembicaraan yang kacau : 4
3) Pembicaraan tidak pantas dan kasar : 3
4) Dapat bersuara, merintih : 2
5) Tidak ada suara : 1
c. Tanggapan motorik
1) Menanggapi perintah : 6
2) Reaksi gerakan lokal terhadap rangsang : 5
3) Reaksi menghindar terhadap rangsang nyeri : 4
4) Tanggapan fleksi abnormal : 3
5) Tanggapan ekstensi abnormal : 2
6) Tidak ada gerakan : 1
Penunjang
Gula darah
- Analisis gula darah diperlukan untuk monitoring perubahan kadar gula darah selama terapi
dilakukan, sekurang-kurangnya satu kali setiap pemberian terapi.
- Pemeriksaan dilakukan setidaknya setiap jam apabila kadar glukosa turun secara progresif atau
bila diberikan infus insulin.
• Gas darah
- Pada umumnya, sampel diambil dari darah arteri, namun pengambilan darah dari vena dan
kapiler pada anak dapat dilakukan untuk monitoring asidosis karena lebih mudah dalam
pengambilan dan lebih sedikit menimbulkan trauma pada anak.
- Derajat keparahan ketoasidosis diabetik didefinisikan sebagai berikut: Ringan (pH < 7,30;
bikarbonat, 15 mmol/L), moderat (pH < 7,20; bikarbonat < 10 mmol/L) dan berat (pH < 7,10;
bikarbonat < 5,4 mmol/L).
• Kalium
- Pada pemeriksaan awal, kadar kalium dapat normal atau meningkat, meskipun kadar kalium
total mengalami penurunan. Hal ini terjadi akibat adanya kebocoran kalium intraselular. Insulin
akan memfasilitasi kalium kembali ke intraselular, dan kadar kalium mungkin menurun secara
cepat selama terapi diberikan.
- Pemeriksaan secara berkala setiap 1-2 jam dilakukan bersamaan dengan monitoring EKG,
terutama pada jam-jam pertama terapi.
• Natrium
- Kadar natrium pada umumnya menurun akibat efek dilusi hiperglikemia
- Kadar natrium yang sebenarnya dapat dikalkulasi dengan menambahkan 1,6 mEq/L natrium
untuk setiap kenaikan 100 mg/dL glukosa (1 mmol/L natrium untuk setiap 3 mmol/L glukosa).
- Kadar natrium umumnya meningkat selama terapi
- Apabila kadar natrium tidak meningkat selama terapi, kemungkinan berhubungan dengan
peningkatan risiko edema serebri.
• Ureum dan Kreatinin: Peningkatan kadar kreatinin seringkali dipengaruhi oleh senyawa keton,
sehingga memberikan kenaikan palsu. Kadar ureum mungkin dapat memberikan ukuran
dehidrasi yang terjadi pada KAD.
• Kadar keton: Pengukuran kadar keton kapiler digunakan sebagai tolok ukur ketoasidosis,
dimana nilainya akan selalu meningkat pada KAD (> 2 mmol/L). Terdapat dua pengukuran yang
dilakukan untuk menilai perbaikan KAD, yaitu nilai pH >7,3 dan kadar keton kapiler < 1 mmol/L.
• Pemeriksaan darah rutin: Peningkatan kadar leukosit sering ditemukan, meskipun tidak
terdapat infeksi.
• Urinalisis: Pemeriksaan urin dilakukan untuk menilai kadar glukosa dan badan keton per 24
jam, terutama bila pemeriksaan kadar keton kapiler tidak dilakukan.
• Insulin: Pemeriksaan ini khusus dilakukan pada anak dengan KAD rekuren, dimana rendahnya
kadar insulin dapat terkonfirmasi. Perlu diperhatikan adanya senyawa analog insulin yang dapat
memberikan nilai palsu dalam hasil pemeriksaan.
• Osmolaritas serum: Osmolaritas serum umumnya meningkat.
Pada pemeriksaan imaging (radiologis) dapat dilakukan terhadap pasien KAD, yaitu:5
• CT scan kepala dilakukan bila terjadi koma atau keadaan yang menuju ke arah koma, selain
sebagai ukuran dalam menangani edema serebri.
• Pemeriksaan radiografi thoraks dilakukan apabila terdapat indikasi klinis.
Pemeriksaan lainnya yang juga perlu dilakukan terhadap pasien KAD, yaitu:
• EKG cukup berguna untuk menentukan status kalium. Perubahan karakter EKG akan terjadi
apabila status kalium terlalu ekstrem.
• Perubahan karakter hipokalemia yang terepresentasi pada EKG, yaitu:
- Interval QT memanjang
- Depresi segmen ST
- Gelombang T mendatar atau difasik
- Gelombang U
- Interval PR memanjang
- Blok SA
• Hiperkalemia dapat terjadi akibat overkoreksi kehilangan kalium, dengan perubahan EKG
sebagai berikut:
- Kompleks QRS melebar
- Gelombang T tinggi
- Interval PR memanjang
- Gelombang P hilang
- Kompleks QRS difasik
- Asistole
Working diagnosis
Ketoasidosis diabetic merupakan diagnosis kerja berdasarkan gejala berikut yang terdapat pada
anak tersebut:
Nyeri abdomen
Edema serebri (komplikasi)
Differential diagnosis
Toksisitas salisilat
Ada sekitar 80% pasien KAD diketahui menderita diabetes mellitus (DM) manakala 20%
lagi baru mengetahui menderita DM. menghentikan atau mengurangi dosis insulin pada terapi
DM merupakan salah satu pencetus KAD. Malah, KAD sering terkena pada penderita DM tipe 1
dimana kadar insulin tidak cukup sesuai dengan kebutuhan metabolic tubuh. Antara factor
pencetus lain adalah infeksi, infark miokardium akut, pancreatitis akut dan penggunaan obat
golongan steroid.
Pada anak prepubertas, penyebab tersering adalah infeksi manakala tidak mengambil
injeksi atau tekanan emosi merupakan penyebab tersering pada remaja dewasa. Anak yang
menggunakan insulin analog juga berisiko tinggi untuk mendapat rapid onset KAD. Kegagalan
untuk mengambil long acting insulin dapat menyebabkan defisiensi insulin pada malam hari.
Pada negara berkembang, ketiadaan insulin buatan meruakan punca utama KAD.
Epidemiologi
Kejadian ketoasidosis diabetik pada anak meliputi wilayah geografik yang luas dan
bervariasi bergantung onset diabetes dan sebanding dengan insidensi DM tipe 1 di suatu
wilayah. Di Indonesia, laporan insiden KAD yang umumnya berasal dari data rumah sakit (RS)
menunjukkan insiden KAD lebih banyak terjadi pada DM tipe 2. Hal ini berkemungkinan karena
pengurangan dosis insulin oleh sebab tidak punya uang untuk membeli, nafsu makan menurun,
masalah psikologis dan tidak paham mengatasi masa-masa sakit akut.
Onset KAD pada DM tipe 1 lebih sering terjadi pada anak yang lebih muda (berusia < 4
tahun), memiliki orang tua dengan DM tipe 1, atau mereka yang berasal dari keluarga dengan
status sosial ekonomi rendah. Pemberian dosis tinggi obat-obatan seperti glukokortikoid,
antipsikotik atipik, diazoksida, dan sejumlah immunosuppresan dilaporkan mampu
2
A W.Sudoyo,B Setiyohadi,I Alwi,M Simadibrata,S Setiati.(eds). Ilmu Penyakit Dalam. 4th ed.Jakarta, Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2006. 1874-80.
menimbulkan KAD pada individu yang sebelumnya tidak mengalami DM tipe 1. Risiko meningkat
pada anak dengan kontrol metabolik yang jelek atau sebelumnya pernah mengalami episode
KAD, anak perempuan peripubertal dan remaja, anak dengan gangguan psikiatri (termasuk
gangguan makan), dan kondisi keluarga yang sulit (termasuk status sosial ekonomi rendah dan
masalah asuransi kesehatan). Pengobatan dengan insulin yang tidak teratur juga dapat memicu
terjadinya KAD. Di tempat dengan fasilitas medik yang kurang memadai, risiko kematian KAD
relatif tinggi, dan sebagian penderita mungkin meninggal sebelum mendapatkan terapi.
Patofisiologi
Pada KAD terjadi defisiensi insulin absolute atau relative terhadap kontraregulasi yang
berlebihan yaitu hormone glucagon, epinefrin, kortisol dan hormone pertumbuhan. Insulin yang
sepatutnya menukarkan glukosa kepada glikogen mengalami defisiensi menyebabkan proses
patofisiologi yang nyata pada 3 organ yaitu sel-sel lemak, hati dan otot. Glucagon pula berperan
menghambat glikolisis dan menghambat pembentukan malonyl CoA yang bekerja pada transfer
asam lemak bebas ke dalam mitokondria. Oleh itu, peningkatan glucagon merangsang oksidasi
beta asam lemak dan ketogenesis.
Interaksi berbagai faktor penyebab defisiensi insulin merupakan kejadian awal sebagai
lanjutan dari kegagalan sel-β secara progresif. Keadaan tersebut dapat berupa penurunan kadar
atau penurunan efektivitas kerja insulin akibat stres fisiologik seperti sepsis dan peningkatan
kadar hormon yang kerjanya berlawanan dengan insulin. Secara bersamaan, perubahan
keseimbangan hormonal tersebut akan meningkatkan produksi glukosa, baik dari glikogenolisis
maupun glukoneogenesis, sementara penggunaan glukosa menurun. Secara langsung, keadaan
ini akan menyebabkan hiperglikemia (kadar glukosa > 11 mmol/L atau > 200 mg/dL), diuresis
osmotik, kehilangan elektrolit, dehidrasi, penurunan laju filtrasi glomerulus, dan
hiperosmolaritas.
Secara bersamaan, lipolisis akan meningkatkan kadar asam lemak bebas, oksidasi akan
turut memfasilitasi glukoneogenesis dan membentuk asam asetoasetat dan hidroksibutirat
(keton) secara berlebihan, sehingga menyebabkan terjadinya asidosis metabolik (pH < 7,3).
Keadaan ini juga menjadi lebih parah oleh karena semakin meningkatnya asidosis laktat akibat
perfusi jaringan yang buruk. Dehidrasi yang berlangsung progresif, hiperosmolar, asidosis, dan
gangguan elektrolit akan semakin memperberat ketidak-seimbangan hormonal dan
menyebabkan keadaan ini berlanjut membentuk semacam siklus. Akibatnya, dekompensasi
metabolik akan berjalan progresif. Manifestasi klinis berupa poliuria, polidipsia, dehidrasi,
respirasi yang panjang dan dalam, akan menurunkan nilai pCO2 dan buffer asidosis,
menyebabkan keadaan berlanjut menjadi koma. Derajat keparahan KAD lebih terkait dengan
derajat asidosis yang terjadi: ringan (pH 7,2 – 7,3), moderat (pH 7,1 – 7,2), dan berat (pH < 7,1).
Adanya gangguan dalam regulasi Insulin, khususnya pada DM tipe 1 dapat cepat menjadi KAD
manakala terjadi (1) Diabetik tipe I yang tidakterdiagnosa (2) Ketidakseimbangan jumlah
3 intake makanan dngan insulin (3)Adolescen dan pubertas (4) Aktivitas yang tidak terkontrol
http://www.scribd.com/doc/12807255/Laporan-Pendahuluan-Ketoasidosis-Diabetik-KAD
pada diabetes (5)Stress yang berhubungan dengan penyakit, trauma, atau tekanan Emosional
Gangguan Produksi atau gangguan reseptor Insulin
Poliuria. dehidrasi
Keseimbangan kalori negative. Rangsang metabolism anaerobik
Kesedaran terganggu
bagan 1: urutan patofisiologi
Gejala klinis
Penatalaksanaan
Anak dengan ketosis dan hiperglikemia tanpa disertai gejala muntah dan dehidrasi berat
dapat diterapi di rumah atau pusat layanan kesehatan terdekat. Namun, untuk mendapatkan
perawatan yang baik, perlu dilakukan reevaluasi berkala dan pemeriksaan sebaiknya dilakukan
oleh dokter ahli. Dokter anak yang telah mendapat pelatihan penanganan KAD harus terlibat
langsung. Anak juga dapat dimonitoring dan diterapi sesuai standar baku, serta dilakukan
berbagai pemeriksaan laboratoris secara berkala untuk mengevaluasi sejumlah parameter
biokimia. Anak dengan tanda-tanda KAD berat (durasi gejala yang lama, gangguan sirkulasi, atau
penurunan derajat kesadaran) atau adanya peningkatan risiko edema serebri (termasuk usia < 5
tahun dan onset baru) harus dipertimbangkan dirawat di unit perawatan intensif anak.
Terdapat lima penanganan prehospital yang penting bagi pasien KAD, yaitu: penyediaan
oksigen dan pemantauan jalan napas, monitoring, pemberian cairan isotonik intravena, tes
glukosa, dan pemeriksaan status mental. Penanganan pasien anak dengan KAD, antara lain:
• Prinsip utama penanganan KAD sesuai dengan resusitasi emergensi dasar, yaitu airway,
breathing, dan circulation.
• Sebagai tambahan, pasien dengan KAD harus diberikan diet nothing by mouth, suplementasi
oksigen, dan apabila terjadi kemungkinan infeksi, diberikan antibiotik.
• Tujuan utama terapi pada satu jam pertama resusitasi cairan dan pemeriksaan laboratorium
adalah:
- Cairan: pemberian NaCl isotonis bolus, 20 mL/Kg sampai dengan 1 jam atau kurang.
- Glukosa : Tidak diberikan, kecuali bila penurunan glukosa serum mencapai 250 – 300 mg/dL
selama rehidrasi.
• Tujuan berikutnya dilakukan pada jam-jam selanjutnya setelah hiperglikemia, asidosis dan
ketosis teratasi, yaitu monitoring, pemeriksaan laboratorium ulang, stabilisasi glukosa darah
pada level 150 - 250 mg/dL.
Monitoring
Perlu dilakukan observasi dan pencatatan per jam mengenai keadaan pasien, mencakup
medikasi oral dan intravena, cairan, hasil laboratorium, selama periode penanganan. Monitoring
yang dilakukan harus mencakup:
• Pengukuran nadi, respirasi, dan tekanan darah per jam.
• Pengukuran input dan output cairan setiap jam (atau lebih sering). Apabila terdapat gangguan
derajat kesadaran, maka pemasangan kateterisasi urine perlu dilakukan.
• Pada KAD berat, monitoring EKG akan membantu menggambarkan profil hiperkalemia atau
hipokalemia melalui ekspresi gelombang T.
• Glukosa darah kapiler harus dimonitor per jam (dapat dibandingkan dengan glukosa darah
vena, mengingat metode kapiler dapat menjadi inakurat pada kasus asidosis atau perfusi perifer
yang buruk)
• Tes laboratorium: elektrolit, ureum, hematokrit, glukosa darah, dan gas darah harus diulangi
setiap 2 – 4 jam. Pada kasus berat, pemeriksaan elektrolit dilakukan per jam. Peningkatan
leukosit menunjukkan adanya stress fisiologik dan bukan merupakan tanda infeksi.
• Observasi status neurologik dilakukan per jam atau lebih sering, untuk menentukan adanya
tanda dan gejala edema serebri: Nyeri kepala, detak jantung melambat, muntah berulang,
peningkatan tekanan darah, penurunan saturasi oksigen, perubahan status neurologik (gelisah,
iritable, mengantuk, atau lemah). Pemeriksaan spesifik neurologik dapat ditemukan
kelumpuhan saraf kranialis atau penurunan respons pupil.
Pengukuran kadar natrium serum bukan merupakan ukuran derajat penyusutan cairan
ekstrasel terkait efek dilusi cairan. Osmolalitas efektif (2[Na+ K+] + glukosa) pada saat yang sama
berkisar antara 300 – 350 mOsm/L. Peningkatan ureum nitrogen serum dan hematokrit
mungkin dapat memprediksi derajat penyusutan cairan ekstraselular.Tujuan pemberian cairan
dan natrium pada KAD, antara lain:
• Mengembalikan volume sirkulasi efektif.
• Mengganti kehilangan natrium dan cairan intrasel maupun ekstrasel.
• Mengembalikan laju filtrasi glomerulus dengan meningkatkan clearance glukosa dan keton
dari dalam darah.
• Menghindari edema serebri.
Pada penelitian terhadap hewan dan manusia, terlihat bahwa ada kemungkinan terjadi
peningkatan tekanan intrakranial selama pemberian cairan intravena. Pada hewan coba yang
dibuat ke dalam kondisi KAD, tampak bahwa pemberian cairan hipotonik, bila dibandingkan
cairan hipertonik, berkaitan dengan peningkatan tekanan intrakranial. Pada pemberian cairan
isotonik atau yang mendekati isotonik dapat segera mengatasi asidosis, bila diberikan sesuai
standar. Namun, penggunaan cairan isotonis 0,9% dalam jumlah besar juga memiliki risiko lain,
yaitu asidosis metabolik hiperkloremik.
Insulin
Kalium
Pada orang dewasa dengan KAD, terjadi penurunan kalium hingga 3 – 6 mmol/Kg.
Namun, pada anak, data yang ada masih sedikit. Hipokalemia yang terjadi berkaitan dengan
perjalanan penyakit yang lama, sedangkan hiperkalemia terjadi akibat penurunan fungsi renal.
Pemberian insulin dan koreksi asidosis akan memfasilitasi kalium masuk ke intrasel sehingga
kadar dalam serum menurun.
Adapun pedoman pemberian cairan dan kalium pada anak dengan KAD, antara lain:
• Berikan larutan NaCl isotonik atau 0,45% dengan suplementasi kalium.
• Penambahan kalium berupa kalium klorida, kalium fosfat, atau kalium asetat.
• Apabila kadar kalium serum berada pada nilai rendah yang membahayakan, dipertimbangkan
pemberian kalium oral (atau melalui NGT) dalam formulasi cair. Apabila koreksi hipokalemia
lebih cepat daripada pemberian intravena, kecepatan pemberian harus dikurangi.
• Apabila kadar kalium serum < 3,5, tambahkan 40 mEq/L kedalam cairan intravena.
• Apabila kadar kalium serum 3,5 – 5,0, tambahkan 30 mEq/L
• Apabila kadar kalium serum 5,0 – 5,5, tambahkan 20 mEq/L
• Apabila kadar kalium serum lebih besar dari 5,5, maka tidak perlu dilakukan penambahan
preparat kalium ke dalam cairan intravena.
• Apabila kadar kalium serum tidak diketahui, evaluasi gambaran EKG untuk menilai profil
hiperkalemia pada EKG.
Fosfat
Penurunan kadar fosfat intrasel terjadi akibat diuresis osmotik. Pada dewasa, penurunan
berkisar antara 0,5 – 2,5 mmol/Kg, sedangkan pada anak belum ada data yang lengkap.
Penurunan kadar fosfat plasma setelah terapi dimulai akan semakin memburuk dengan
pemberian insulin, karena sejumlah besar fosfat akan masuk ke kompartemen intraselular.
Penurunan kadar fosfat plasma akan terjadi sampai beberapa hari setelah KAD mengalami
resolusi. Dalam upaya menghindari keadaan hipokalemia berat, kalium fosfat dapat diberikan
secara aman yang dikombinasikan dengan kalium klorida atau asetat untuk menghindari
hiperkloremia.
Asidosis
Asidosis yang berat dapat diatasi dengan pemberian cairan dan insulin. Pemberian
insulin akan menghentikan sintesis asam keton dan memungkinkan asam keton dimetabolisme.
Metabolisme keto-anion akan menghasilkan bikarbonat (HCO3-) dan akan mengoreksi asidemia
secara spontan. Selain itu, penanganan hipovolemia akan memperbaiki perfusi jaringan dan
fungsi renal yang menurun, sehingga akan meningkatkan ekskresi asam organik dan mencegah
asidosis laktat.
Pada KAD, terjadi peningkatan anion gap. Anion utama dalam hal ini adalah β-hidroksibutirat
dan asetoasetat.
Anion gap = [Na+] – [Cl-] + [HCO3-]
Nilai Normal: 12 ± 2 mmol/L
Indikasi pemberian bikarbonat pada KAD masih belum jelas. Terdapat beberapa alasan
untuk tidak menggunakan bikarbonat. Hal ini diperkuat oleh kenyataan bahwa terapi bikarbonat
dapat menyebabkan asidosis SSP paradoksikal dan koreksi asidosis yang terlalu cepat dengan
bikarbonat akan menghasilkan keadaan hipokalemia dan meningkatkan penimbunan natrium
sehingga terjadi hipertonisitas serum. Selain itu, terapi alkali dapat meningkatkan produksi
badan keton oleh hepar, sehingga memperlambat pemulihan keadaan ketosis. Namun, pada
pasien tertentu dan pada keadaan tertentu, pemberian terapi alkali justru memberikan
keuntungan, misalnya pada keadaan asidemia sangat berat (pH < 6,9) yang disertai dengan
penurunan kontraktilitas jantung dan vasodilatasi perifer, maka pemberian terapi alkali
ditujukan untuk menangani gangguan perfusi dan hiperkalemia yang mengancam jiwa.
Preventif
Sebelum Diagnosis
Diagnosis awal mencakup skrining genetik dan imunologi terhadap anak dengan risiko
tinggi KAD terkait onset diabetes mellitus. Kesadaran tinggi terhadap individu dengan riwayat
keluarga dengan DM tipe 1 juga akan membantu menurunkan risiko KAD. Berbagai strategi,
seperti publikasi kesehatan oleh dokter dan sekolah pada anak-anak akan menurunkan
komplikasi KAD dari 78% hingga hampir 0%. Peningkatan kesadaran dan pemahaman
masyarakat mengenai tanda dan gejala diabetes harus dilakukan agar diagnosis dini menjadi
lebih mudah dan misdiagnosis dapat dicegah.
Sesudah Diagnosis
Pada pasien dengan terapi insulin kontinu, episode KAD dapat diturunkan dengan
edukasi algoritmik mengenai diabetes mellitus. Setiap gejala yang merujuk pada episode KAD
harus segera ditangani. Pada kasus rekurensi KAD yang multiple, selain dengan pemberian
insulin berkala, juga diberikan edukasi yang baik, evaluasi psikososial, dan status kesehatan fisik
ke pusat pelayanan kesehatan.
Komplikasi
Edema serebri paling sering terjadi pada 4 – 12 jam setelah terapi diberikan, namun
dapat pula terjadi sebelum terapi dilakukan, dan pada beberapa kasus dapat terjadi kapan pun
selama terapi diberikan (tidak terikat waktu). Gejala dan tanda edema serebri cukup bervariasi
dan meliputi keluhan nyeri kepala, penurunan bertahap atau memburuknya derajat kesadaran,
nadi yang melambat, dan tekanan darah yang meningkat. Hipoglikemik (glukosa darah <40
mg/dL atau symptom rendah gula dengan gula darah <60 mg/dL), hipokalemia (serum kalium
<3.0 mmol/L).
Terapi komplikasi
Terapi edema serebri harus dilakukan sesegera mungkin setelah gejala dan tanda
muncul. Kecepatan pemberian cairan harus dibatasi dan diturunkan. Meskipun manitol
menunjukkan efek yang menguntungkan pada banyak kasus, namun sering kali justru
menimbulkan efek merusak bila pemberian tidak tepat. Manitol intravena diberikan 0,25 – 1,0
g/Kg selama 20 menit pada pasien dengan tanda edema serebri sebelum terjadi kegagalan
respirasi. Pemberian ulang dilakukan setelah 2 jam apabila tidak terdapat respons positif setelah
pemberian awal. Saline hipertonik (3%), sebanyak 5 – 10 mL/Kg selama 30 menit dapat
digunakan sebagai pengganti manitol. Intubasi dan ventilasi mungkin perlu dilakukan sesuai
kondisi. Seringkali, hiperventilasi yang ekstrem terkait dengan edema serebri yang terkait
dengan KAD.
Pada hipoglikemia, diberi 0.25 g/kg IV glukosa bolus dan meningkatkan kada infuse
glukosa namun pada pasien yang bias minum/ peroral, diberi 15 g glukosa oral (contoh: 4 oz
orange juice). Pada hipokalemia, bias digunakan dengan memberi kalium tetapi perlu hati-hati
dan dimonitor agar tidak menjadi hiperkalemia.
Prognosis
Prognosis adalah buruk karena pasien telah mengalami asidosis metabolic berat karena
pH telah turun ke 6.80. anak perlu dirawat di unit intensif anak.
PENUTUP
Pada DM yang tidak terkendali dengan kadar gula darah yang terlalu tinggi dan kadar
hormon insulin yang rendah, tubuh tidak dapat menggunakan glukosa sebagai sumber energi.
Sebagai gantinya tubuh akan memecah lemak untuk sumber energi.
Pemecahan lemak tersebut akan menghasilkan benda-benda keton dalam darah
(ketosis). Ketosis menyebabkan derajat keasaman (pH) darahmenurun atau disebut sebagai
asidosis. Keduanya disebut sebagaiketoasidosis. Pasien dengan KAD biasanya memiliki riwayat
masukan kalori (makanan) yang berlebihan atau penghentian obat diabetes/insulin. Tindakan
perlu diambil segera karena pH 6,80 adalah terlalu rendah dan dapat menyebabkan kematian.
DAFTAR PUSTAKA
1. A W.Sudoyo,B Setiyohadi,I Alwi,M Simadibrata,S Setiati.(eds). Ilmu Penyakit Dalam. 4th
ed.Jakarta, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia;2006. 1874-80.
2. Syahputra, Muhammad. Diabetik Ketoacidosis. Bagian Biokimia Fakultas kedokteran
Universitas Sumatera Utara, Medan: 2003.hal 1-14
3. E N Koasasih, A S Koasasih. Tafsiran hasil pemeriksaan laboratorium klinik edi 2.
KARISMA Publishing Group. Tangerang: 2008; 413-418
4. Family guide to medicine & health. The Reader’s Digest Ass Ltd. London: 2005;
31,32,42.
5. Ketoasidosis diabetic. Diunduh dari
http://www.scribd.com/doc/19639078/KETOASIDOSIS-DIABETIK 26 Nov 2010
6. Ketoasidosis diabetic. Diunduh dari http://www.scribd.com/doc/12807255/Laporan-
Pendahuluan-Ketoasidosis-Diabetik-KAD 27 Nov 2010.
7. Ketoasidosis diabetic. Diunduh dari http://www.aafp.org/afp/981015ap/mayfield.html
27 Nov 2010.
8. Diabetic ketoacidosis. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/907111-
overview 28 Nov 2010.
9. L W Kreplick. Toxicity, Salicylate. Updated: Dec 2, 2009. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/818242-overview 28 Nov 2010.