Вы находитесь на странице: 1из 16

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab IV memuat hasil penelitian dan pembahasan tentang berbagai temuan

yang diperoleh selama pelaksanaan penelitian. Temuan-temuan itu mencakup

beberapa aspek yang termuat di dalam pertanyaan penelitian, Tiap pertanyaan

penelitian dianalisis secara menyeluruh dan mendalam meliputi dimensi-dimensi:

filosofis/metodologis, sistem nilai, teoritis dan praksis dari nilai-nilai ke-

Muhammadiyah-an pada pendidikan usia dini di Taman Kanak-Kanak ‘Aisyiyah

Bustanul Athfal’. Hasil penelitian dianalisis memakai teknik analisis deskriptif,

yaitu suatu teknik analisis yang dilaksanakan dengan membandingkan antara

realitas yang teramati pada sejumlah fakta-fakta empiris dengan realitas yang

dikonstruksikan menurut konsep atau model teririts tertentu.

Konteks dari penelitian ini adalah membandingkan model faktual

pelatihan guru-guru TAMAN KANAK-KANAK ‘AISYIYAH BUSTANUL

ATHFAL’ dengan model hipotetik pelatihan guru-guru TAMAN KANAK-

KANAK ‘AISYIYAH BUSTANUL ATHFAL’ integratif berbasis nilai-nilai ke-

Muhammadiyah-an. Komparasi kedua model pelatihan itu diawali dengan

melakukan ekspolarsi pada masing-masing model pada aspek-aspek: (1)

Perencanaan; (2) Pengorganisasian; (3) Pelaksanaan; (4) Evaluasi; dan (5)

Kerangka Kerja Konseptual (Conceptual Framework). Berikutnya, kedua model

itu diperbandingkan satu sama lain guna menemukan keunggulan komparatif

masing-masing yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan Pendidikan Usia

Dini (PAUD) di Taman Kanak-Kanak ‘Aisyiyah Bustanul Athfal’ kota Semarang.


Terakhir, dilakukan analisis kelayakan model hipotetik integratif berbasis

nilai-nilai ke-Muhammadiyah-an pada guru-guru Taman Kanak-Kanak ‘Aisyiyah

Bustanul Athfal’, untuk mengembangkan kompetansi guru dalam proses transfer

pengetahuan dan pembentukan karakter pada usia dini. Nilai ke-Muhamadiyahan-

an diposisikan sebagai faktor pembeda (distinction factor) yang membedakan

antara model pelatihan konvensional dengan model pelatihan hipotetik.

4.1. Model Faktual Pelatihan Guru-Guru Taman Kanak-Kanak ‘Aisyiyah

Bustanul Athfal’ di kota Semarang

Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah wujud pembangunan sosial,

khususnya di bidang pendidikan yang kompleks dan rumit tetapi dampak jangka

panjangnya justru sangat penting dan strategis bagi pembangunan karakter

manusia, masyarakat (society) dan bangsa secara berkelanjutan. Sejak satu dekade

terakhir ini, berbagai negara maju telah meningkatkan investasinya di bidang

pendidikan pra sekolah (pre-school education) atau yang di Indonesia lazim

disebut sebagai Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dengan kategori umur antara

3-4 tahun (Jolyn Blank, 2010: 391).

Gagasan PAUD didasarkan pada pemikiran filosofis di dalam teori Piaget

bahwa “perkembangan (development)” adalah faktor pembentuk kompetensi

kognitif yang menentukan apa yang dapat dipelajari oleh anak-anak. Anak

dipandang sebagai ilmuwan yang selalu ingin tahu, mempertanyakan dan

menginvestigasi tentang alam atau dunia di sekitarnya. Guru diharapkan dapat

memberikan sumber-sumber belajar yang dibutuhkan untuk mengembangkan

kemampuan belajar otonom tanpa mengintervensinya.


Di sisi lain, teori Vygotsky melengkapinya dengan memasukkan konteks

“sosial dan kultural” di dalam proses belajar anak, sehingga anak dapat

mempertimbangkan dan memberikan perhatian lebih besar terhadap konteks

sosial dan budaya di dalam pemikiran anak-anak. Vygostky berpendapat bahwa

belajar adalah “penggerak (driver)” perkembangan anak, yang dalam praktiknya

lebih berupa “proses berbagi secara kolektif” daripada proses individual (Anne B.

Smith. 2006: 47-62). PAUD dianggap penting karena mempunyai dampak positif

terhadap guru PAUD maupun proses pembelajaran itu sendiri (Isokogku, 2008)

PAUD adalah proses kompleks dan unik yang prosesnya memerlukan

persiapan khusus karena di dalamnya terkandung komplikasi yang

membingungkan tentang "Apa yang harus diajarkan guru pada anak usia dini 3-4

tahun?". Para ahli mempunyai pendapat umum mengenai dua persoalan yang

berkaitan dengan PAUD: (1) Bagaimana menyediakan guru PAUD yang

berkualitas?. Apakah guru-guru PAUD harus mempunyai gelar akademik

keguruan dengan strata tertentu seperti pada pendidikan lainnya; (2) Bagaimana

praktik terbaik (best practice) pembelajaran PAUD yang berkualitas? (Marxen,

Ofstedal, & Danbom, 2008).

Konteks studi ini berkaitan dengan persoalan pertama, yaitu: Bagaimana

menyediakan guru PAUD yang berkualitas? Penyiapan guru PAUD dilakukan

melalui pelatihan. Dewasa ini, penyediaan guru-guru PAUD ditempuh melalui

lima jalur: (1) pendidikan formal strata 1 atau 2; (2) Praktik kerja lapangan dan

Pelatihan; (3) Pedagogi; (4) Pendidikan area PAUD; dan (5) Pelatihan IT untuk

riset pendidikan. Pelatihan adalah adalah salah satu instrumen yang diperlukan
dalam proses penyediaan guru PAUD yang berkualitas. Mengingat karakteristik

PAUD yang kompleks, unik ambigu dan complicated, maka imlementasi

pelatihan tidak bisa dilaksanakan secara apa adanya, melainkan harus

menggunkanan model konseptual tertentu.

Pada praktiknya, model faktual manajemen pelatihan guru PAUD yang

diterapkan di Taman Kanak-Kanak ‘Aisyiyah Bustanul Athfal’ kota Semarang

masih memakai model konvensional. Menurut pendapat 35 guru yang menjadi

responden penelitian ini, model faktual tersebut memiliki beberapa kekurangan

mendasar pada aspek-aspek: perencanaan, pengorganisasin, pelaksanaan, evaluasi,

dan kerangka kerja konseptual.

Temuan penelitian mengenai kekurangan-kekurangan dari model faktual

pelatihan guru Taman Kanak-Kanak ‘Aisyiyah Bustanul Athfal’ dideskripsikan

berdasarkan lima aspek yang telah disebutkan di atas:

4.1.1. Deskripsi Aspek Perencanaan Model Faktual Pelatihan Guru PAUD


di Taman Kanak-Kanak ‘Aisyiyah Bustanul Athfal’

Data model faktual pelatihan guru PAUD diperoleh dari 35 guru Taman

Kanak-Kanak ‘Aisyiyah Bustanul Athfal’ di kota Semarang yang dijadikan

responden. Pengambilan data diawali dengan pertemuan untuk menjelaskan ruang

lingkup penelitian dan pengembangan. Penjelasan meliputi makna tema, tujuan

penelitian dan data yang diperlukan dalam angket yang diterimakan guru. Guru

kemudian mengisi angket, dan pada saat yang peneliti memanfaatkan waktu yang

ada untuk melakukan wawancara dengan Majelis DIKDASMEN, Pimpinan

‘Aisyiyah Kota Semarang, IGABA, Kepala Sekolah TK ‘Aisyiyah Bustanul


Athfal. Wawancara dilakukan secara bertahap dan berulang dengan maksud untuk

melakukan verifikasi dan triangulasi.

. Model faktual manajemen pelatihan meliputi 4 aspek yaitu: 1)

perencanaan; 2) pengorganisasian; 3) pelaksanaan dan 4) evaluasi.

Temuan dari hasil angket berdasarkan jawaban dari 35 guru taman kanak-

kanak ‘Aisyiyah Bustanul Athfal di Kota Semarang tentang pelaksanaan pelatihan

yang pernah diikuti responden selama ini tercantum dalam lampiran 3 dengan

penskoran yang direkap pada lampiran 4-7 dan hasilnya dipaparkan sebagai

berikut:

Gambar 4.1.
Aspek Perencanaan Model Faktual Manajemen Pelatihan Guru PAUD di
Taman Kanak-Kanak ‘Aisyiyah Bustanul Athfal’ kota Semarang

Aspek Perencanaan

45.7
50.0

40.0
25.1 24.0
30.0

20.0
5.1
10.0

0.0
Tidak Baik Kurang Baik Baik Sangat Baik

Sumber: Data primer diolah 2018

Data pada tabel 4.1. di atas menyatakan bahwa 70,1% (25,1% + 45,7%)

responden berpendapat bahwa perencanaan model faktual manajemen pelatihan

guru PAUD di taman kanak-kanak ‘aisyiyah bustanul athfal’ yang dipakai sampai

dengan saat ini adalah kurang baik. 24 % menyatakan baik, dan 5,1% sisanya
bahkan berpendapat sangat baik. Perbedaan pendapat di antara para responden

tersebut mencerminkan adanya perbedaan persepsi atau pemahaman tentang

perencanaan model manajemen pelatihan guru PAUD. Perbedaan persepsi itu

dapat terjadi karena perbedaan pengetahuan atau pengalaman responden

mengenai: substansi, maksud, tujuan, hasil yang diharapkan, materi, konsep dan

metode atau madel manajemen pelatihan. Hal inilah yang menyebabkan mengapa

terjadi disparitas pendapat responden pada empat opsi jawaban.

Hasil analisis deskriptif pendapat responden tersebut, kemudian

ditindaklanjuti dengan menyusun empat pertanyaan eksploratif yang berkaitan

dengan aspek-aspek perencanaan antara lain: (1) Analisis kebutuhan; (2)

Penetapan tujuan pelatihan; (3) Penyusunan buku panduan; dan (4) Penyusunan

materi pembelajaran. Keempat aspek itu selanjutnya dijadikan parameter dalam

mengembangkan pertanyaan semi terstruktur untuk melakukan wawancara dengan

informan atau narasumber terpilih.

Hasil wawancara dengan beberapa informan/narasumber penelitian antara

lain sebagai berikut:

1. Wawancara dengan guru-guru Taman Kanak-kanak ‘Aisyiyah Bustanul


Athfal’ eks peserta pelatihan yang diselenggarakkan oleh DIKDASMEN:

a. Informan 1

“Pelatihan yang selama ini dilaksanakan menurut saya kurang baik karena
dilaksanalkan berdasarkan program dan tidak dilakukan analisa kebutuhan.
Sehingga materi pelatihan terkesan berulang. Hal ini disebabkan karena
materi pernah disampaikan pada pelatiham yang lain” (Wawancara, 20
Pebruari 2016).
b. Informan 2
Pelatihan yang selama ini pernah saya ikuti kurang baik karena
penggantian nara sumber tidak diinformasikan lebih dulu sehingga
menurut saya perencanaan kurang disiapkan dengan baik” (Wawancara, 20
Pebruari 2016).

c. Informan 3

“Pelatihan yang pernah saya ikuti selama ini mengenai perencanaanya


kurang baik, karena pelatihan dilaksanakan tidak sesuai jadwal (tidak
tepat waktu). Susunan acara juga berubah-ubah sehingga penyampaian
materi tidak runut, apalagi materinya lebih banyak teori. Kondisi ini
membuat peserta (saya khususnya) semakin sulit memahami materi
apalagi masih ditemukan nara sumber yang kurang persiapan (tidak
mengusai materi). Ada kalanya pelatihan diselenggarakan bersamaan
dengan jadwal kegiatan rutin IGABA sehingga kegiatan rutin dibatalkan
dan program yang telah direncanakan menjadi sulit dilakukan karena harus
mendahulukan pelatihan. Materi dalam pelatihan juga terkesan berulang
ulang, tidak ada panduan sehingga peserta sulit mencermati jalanya
pelatihan melalui panduan. Evaluasi pelatihan jarang dilakukan oleh
penyelenggara (Majelis DIKDASMEN atau IGABA), sehingga peserta
tidak memiliki tantangan untuk bersaing dan motivasipun menjadi
menurun,”(Wawancara, 20 Pebruari 2016).

2. Wawancara dengan Pengurus Majelis DIKDASMEN Pimpinan Daerah


(PD) Aisyiyah Kota Semarang

“Perencanaan pelatihan yang dilaksanakan berdasarkan program kerja


penyelenggara (Majelis DIKDASMEN), seharusnya pelatihan diawali dengan
analisa kebutuhan, kenyataanya hal ini belum dilakukan mungkin karena
pelatihan (baitul arqam ) merupakan bentuk pengkaderan. Upaya untuk
mengetahuhi minat pada pelatihan yang akan dilaksanakan yaitu dengan
menanyakan dalam kelas apakah merasa perlu mengikuti pelatihan ….
.Perencanaan pelatihan dilaksanakan dengan melibatkan IGABA untuk
menentukan guru yang akan mengikuti pelatihan pada pelatihan yang
pesertanya terbatas”. (Wawancara, 20 Pebruari 2016).

Faktor utama yang menyebabkan kurang baiknya perencanaan manajemen

pelatihan guru PAUD di Taman Kanak-Kanak ‘Aisyiyah Bustanul Athfal’ adalah

“tidak adanya analisis kebutuhan” tentang hal-hal apa saja yang diperlukan untuk

menyelenggarakan pelatihan pada guru-guru PAUD. Kekurangan-kekurangan

model faktual manajemen pelatihan pada aspek perencanaan sebagaimana yang


dipaparkan oleh keempat informan tersebut, dapat dideskripsikan secara lebih

ringkas sebagai berikut:

Tabel 4.1.
Deskripsi Kekurangan Model Faktual Manajemen Pelatihan
pada Aspek Perencanaan
Substansi Deskripsi
Analisis kebutuhan Tidak ada. Perencanaan didasarkan pada program
Materi pelatihan Pengulangan materi yang sama, tidak ada inovasi
Modul pelatihan Tidak ada
Proporsi teori-praktik Lebih banyak teori daripada praktik.
Persiapan Kurang dipersiapkan
Penguasaan materi Narasumber pelatihan kurang menguasai materi
Sumber: Data primer diolah, 2018

Tidak adanya analisis kebutuhan mengakibatkan 3 aspek perencanaan

lainnya, yaitu: penetapan tujuan, penyusunan buku panduan, dan penyusunan

materi pelatihan juga ikut menjadi kurang/tidak baik atau tidak tepat. Perencanaan

pelatihan guru PAUD di Taman Kanak-Kanak ‘Aisyiyah Bustanul Athfal’

seharusnya adalah bagian dari suatu kontinum sejak dari kebijakan –

strategi/pendekatan/model – rencana aksi – program pelatihan. Idealnya, analisis

kebutuhan dilakukan sebelum rencana aksi disusun berdasarkan

strategi/pendekatan atau model yang telah ditetapkan sebelumnya.

Model pelatihan seharusnya didasarkan pada konsepsi pendidikan guru-

guru PAUD yang merupakan integrasi dari lima komponen, yaitu: (1) Pendidikan

formal S1 dan/atau S2; (2) Pelatihan dan praktik lapangan; (3) Pedagogi; (4)

Materi PAUD; dan Pelatihan Teknologi Informasi (IT) Riset Pendidikan.

Pelatihan hanyalah salah satu dari lima komponen utama Pendidikan guru PAUD

secara keseluruhan. Pelaksanaannya harus selalu terkait dengan filosofi, basis

nilai, konsep teoritis dan konstruk PAUD.


Menurut Johanna E. (2011), konsepsi model pelatihan guru PAUD

digambarkan sebagai berikut:

Gambar 4.2.
Lima Komponen Model Pendidikan Guru PAUD

Secara teoritis, penerapan konsepsi pelatihan guru-guru PAUD dapat

dilaksanakan memakai kombinasi dari dua pendekatan, yaitu: (1) Pendekatan

didaktik; dan (2) Pendekatan teori belajar (Stig Bronstorm, 2015: 112).

a. Pendekatan Didaktik

Pendekatan didaktik menekankan pada penyusunan konstruk

pelatihan melalui elaborasi pengetahuan PAUD yang yang berorientasi

pada model pelatihan dinamis, kontekstual dan integratif (Broström and

Frøkjær, 2015). Model pelatihan semacam itu dapat menjadi alat bantu

(tool) bagi guru-guru PAUD untuk menyusun pemikiran dan perencanaan


pendidikan. Terdapat sejumlah tool atau model pelatihan yang pada

umumnya memakai konsep pelatihan berbasis kurikulum dari Tyler

(1949). Konsep Tyler ini lazim disebut “Tyler Rationale” yang terdiri dari

beberapa substansi sebagai berikut:

Tabel 4.2.
Model Konseptual Pelatihan Berbasis Kurikulum (Tyler Rationale)
SUBSTANSI DESKRIPSI
Penetapan tujuan umum pendidikan, dan merumuskan
Tujuan
tujuan-tujuan khusus pembelajaran
Seleksi jenis pengalaman yang akan diajarkan. Pemilihan
Seleksi Kebutuhan
konteks pembelajaran dan/atau pelatihan
Pengorganisasian pengalaman belajar untuk memaksimalkan
Pengorganisasian
hasil belajar
Evaluasi Evaluasi pengalaman belajar anak
Sumber: Dielaborasi dari Stig Bronstorm (2015: 111)

Model pelatihan rasional Tylor yang lazim digunakan selama ini

memiliki kelemahan mendasar bahwa perencanaan pelatihan dipandang

sebagai suatu proses berkesudahan yang selesai ketika peserta pelatihan

sudah memilki ketrampilan (skill). Konsekuensinya, proses belajar juga

dianggap selesai dan terhenti pada akhir pelatihan. Hal ini bertentangan

dengan basis filosofis pendidikan yang memandang bahwa belajar adalah

proses yang tidak pernah

Kelemahan model pelatihan konvensional Tyler adalah:

memandang manusia sebagai instrumen mekanis yang tidak berinteraksi

dengan lingkungan internal dan eksternalnya. Salah satu risikonya adalah

orientasi pembelajaran bersifat statis dan adanya pengulangan materi

pelatihan yang sama pada berbagai situasi dan kondisi lingkungan

eksternal yang selalu berubah. Situasinya menjadi kritis ketika model

pelatihan itu diterapkan pada guru-guru PAUD. Usia 3 – 4 tahun adalah


usia kritis dimana terjadi poses internalisasi nilai-nilai, pembentukan

skema kognitif, dan berbagai konstruk psikologis seperti: kebutuhan

(needs), tujuan (goals), kepercayaan/keyakinan (beliefs), sikap (attitudes),

dan norma sosial (social norms).

Nilai adalah skema kognitif atau konsepsi universal tentang

kebutuhan manusia, dan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan oleh

seseorang dalam memenuhi kebutuhan itu (Schwartz and Bilsky, 1987)

Nilai-nilai (values) mendasari pembentukan konstruk psikologis lainnya

melalui proses internalisasi. Hal ini menyebabkan materi PAUD menjadi

unik karena harus mengandung muatan “nilai-nilai dasar (basic values)”

yang akan membentuk sikap dan perilaku anak didik.

Persoalannya adalah: nilai dasar apa yang akan diinternalisasikan

pada anak usia dini?. Di titik ini, PAUD tidak boleh terlepas dari lingkup

negara bangsa (nation state) Indonesia dan konteks masyarakat beragama

(religious society). Pada lingkup Indonesia sebagai negara bangsa, maka

PAUD harus dilandasi dengan nilai-nilai dasar Pancasila sebagai

pandangan hidup (way of life) dan sekaligus basis filosofis bangsa

Indonesia.

Pada konteks masyarakat beragama (religious society) sebagaimana

dicantumkan di dalam Sila ke-1 Pancasila: Ketuhanan Yang Maha Esa,

menjadi jelas bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang

beragama. Nilai-nilai dasar yang harus diinternalisasikan adalah nilai-nilai

keagamaan dari masing-masing agama yang dianut oleh para pemeluknya.


Nilai dasar keagamaan apa yang seharusnya diajarkan kepada komunitas

guru PAUD dan anak didik Di Taman Kanak-Kanak ‘Aisyiyah Bustanul

Athfal’?

Di dalam konteks nilai dasar keagamaan, penelitian ini bertujuan

menyusun proposisi bahwa: “pembelajaran nilai-nilai dasar ke-

Muhammadiyah-an” di Taman Kanak-Kanak ‘Aisyiyah Bustanul Athfal’

dapat membentuk karakter guru dan anak didik menjadi manusia Indonesia

yang berintegritas”. Nilai dasar ke-Muhamaddiyah-an menjadi faktor

kunci pada tahap “analisis situasi” menurut Print (1993). Situasi analisis

adalah tahap dimana analisis kebutuhan harus mengeksplorasi latar

belakang, kesiapan belajar, minat dan konteks belajar anak didik. Di dalam

praktiknya, situasi analisis dijabarkan secara konkrit dalam bentuk analisis

kebutuhan.

Hopmann dan Riquerts (2000), menawarkan model pendekatan

segitiga didaktik (didactic triangle) untuk memperbaiki kelemahan model

pelatihan konvensional berbasis kurikulum dari Tyler (1949). Terdapat

hubungan segitiga dinamis di antara anak didik, guru PAUD, dan konten

pendidikan. Alas segitiga adalah garis relasi antara anak didik dengan guru

PAUD yang merefleksikan hubungan empatik di antara keduanya, dan

puncak segitiganya adalah konten pendidikan, Konten pendidikan berisi

muatan-muatan pendidikan unik dan spesifik untuk anak usia dini (3-4

tahun), dan guru PAUD harus mampu melaksanakan PAUD berdasarkan

latar belakang dan karakteristik anak usia dini. Muatan pendidikan spesifik
itu antara lain adalah: nilai-nilai dasar Pancasila dan nilai ke-

Muhamaddiyah-an. Di dalam melakukan analisis kebutuhan untuk

menyusun perencanaan pelatihan guru-guru PAUD, konsep segitiga

didaktik ini dapat dipakai sebagai basis teoritisnya.

Gambar 4.3.
Segitiga Didaktik Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

Bronstrom (2009) berpendapat bahwa relasi pertemanan dan

aktifitas saling berbagi di antara anak-anak usia dini atau yang lebih besar

juga faktor penting yang harus dipertimbangkan oleh guru dalam

menyelenggarakan PAUD. Bertolak dari pemikiran itu, Bronstrom

menambahkan “relasi antar anak usia dini” sebagai komponen tambahan

pembentuk segi empat didaktik. Pada prinsipnya, pendekatan didaktik

Bronstrom & Frokjaer (2015) terdiri dari enam komponen sebagai berikut:
Tabel 4.3.
6 Komponen Pendekatan Didaktik Bronstrom (2015)

No. KOMPONEN DESKRIPSI


Memetakan kehidupan anak-anak, lingkungannya,
interest, relasi antar rekan,. Pengetahuan tentang latar
belakang AUD sangat penting bagi refleksi dan
keputusan guru PAUD terkait dengan semua konsep
1 Analisis situasi didaktik yang terdapat di dalam model. Pengetahuan itu
akan membantu guru berinteraksi dengan anak didik
untuk meningkatkan kemampuan belajar secara
konsptual. Fleer (2010), menyebut fenomena ini sebagai
fenomena “intersubjektifitas konseptual”.
Tujuan umum berkaitan dengan bagaimana refleksi
anak usia dini sebagai manusia dewasa di dalam
Tujuan Instruksional masyarakat, yang harus memiliki kapasitas determinasi
2 Umum (overall diri, ko-determinasi, dan solidaritas (Klafki, 1995: 191).
purpose) Interaksi antara anak usia dini dengan rekannya dan
guru PAUD akan menghasilkan pengetahuan didaktik
yang akan membentuk anak menjadi manusia dewasa.
Tujuan Instruksional Tujuan khusus memuat deskripsi tentang pengetahuan,
3
Khusus (Objectivess) sikap, ketrampilan yang harus dicapai oleh anak didik
Konten pendidikan menyangkut jenis pengalaman dan
muatan belajar yang dipilih oleh guru PAUD kepada
anak didik. Konten pendidikan harus dapat menjadi
4 Konten Pendidikan
basis filosofis, nilai, dan norma untuk membangun
karakter umum manusia Indonesia, dan karakter khusus
yang merefleksikan kearifan lokal komunitasnya.
Prinsip-prinsip pendidikan berisi pedoman, prosedur
Prinsip-Prinsip
5 dan metode yang menjadi dasar bagi guru dan
pendidikan
penyelenggara untuk melaksanakan PAUD
Framework adalah kerangka kerja yang
mengintegrasikan lima komponen didaktik yang telah
6 Framework PAUD disebutkan sebelumnya (Analisis situasi, tujuan umum,
tujuan khusus, konten pendidikan, dan prinsip
pendidikan)

b. Pendekatan belajar (Learning Approach)

Pendekatan belajar didasarkan pada teori aktifitas sosio-kultural

(Vygotsky,1978; Leontjev, 1978; Hedegaard dan Fleer,2008; Rogoff,

2003). Menurut Vygotsky’s (1978), terdapat tiga pilar yang menjadi dasar

bagi pengembangan kapasitas anak-anak usia dini menuju fungsi-fungs

mental yang lebih tinggi. Ketiga pilar itu adalah: (1) Interaksi sosial antara
anak-anak usia dini dengan guru PAUD; (2) Alat-alat bantu (tools) budaya

sebagai faktor intermediasi; dan (3) Konsep dan teori “zona perkembangan

proksimal” sebagai poros utama pengembangan fungsi belajar anak usia

dini. Ketiganya terintegrasi menjadi satu kesatuan (entitas) dialektis yang

tidak terpisahkan dalam menentukan pengalaman dan aktifitas anak

melalui proses belajar.

Dewey (1960), berpendapat bahwa terbentuknya pengalaman dan

aktifitas belajar terjadi melalui interaksi antara anak usia dini dengan orang

lain dan dunia sekitarnya. Lebih lanjut, Vygotsky (1978) menyatakan

bahwa interaksi antara anak usia dini guru PAUD, dan kerjasama dengan

rekan sebaya akan mendorong anak untuk mentransformasikan dan

menginternalisasikan pengalaman-pengalaman melalaui proses-proses

dinamis dan subjektif. Transformasi dunia luar (outer world) menjadi

dunia di dalam (inner world) hanya bisa berhasil melalui interaksi dengan

orang lain. Tahapan transformasi dari luar ke dalam berlangsung dalam

urutan sebagai berikut: (1) pada level sosial; (2) Pada level individu; (3)

Level antar individu (interpsikologis); dan (4) Di dalam diri anak usia dini

(intrapsikologis).

Guru PAUD harus berperan aktif untuk memastikan bahwa proses

belajar yang dijalani anak usia dini berlangsung menurut keingintahuan

(curiosity), kehendak, dan aktifitas yang diminati oleh anak didik. Guru

tidak mentransformasikan pengetahuan pada diri anak, tetapi mendorong

dan mendukung anak untuk mentransformasikan dan mengembangkan diri


menurut caranya sendiri. Hal ini bisa terjadi apabila guru mampu

memberikan lingkungan belajar yang interaktif dan kondusif sehingga

anak mampu mengembangkan “zona perkembangan proksimalnya”. Zona

perkembangan proksimal adalah area dimana kegiatan belajar mampu

membangkitkan berbagai proses perkembangan internal yang terjadi ketika

anak berinteraksi dengan orang lain di lingkungannya serta bekerjasama

dengan rekan sebaya. Pada konteks ini, belajar adalah interaksi sosial di

dalam zona perkembangan proksimal (Vygotsky, 1978 dalam Stig

Bronstrom, 2015: 113).

Mencermati penjelasan folosofis dan teoritis sebagaimana yang dipaparkan

di atas, terungkap lebih bahwa kekurangan-kekuruangan dari model pelatihan

faktual yang disebutkan pada tabel 4.1. adalah fenomena yang teramati di

permukaan. Terjadinya fenomena itu dapat disebabkan karena pengaruh dari

faktor-faktor penyebab langsung dan tidak langsung. Beberapa faktor penyebab

Вам также может понравиться

  • Bab 123 Usulan Penelitian
    Bab 123 Usulan Penelitian
    Документ54 страницы
    Bab 123 Usulan Penelitian
    Bambang Satwendo
    Оценок пока нет
  • PENGEMBANGAN PARIWISATA BERKELANJUTAN
    PENGEMBANGAN PARIWISATA BERKELANJUTAN
    Документ20 страниц
    PENGEMBANGAN PARIWISATA BERKELANJUTAN
    Bambang Satwendo
    Оценок пока нет
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Документ16 страниц
    Bab Ii
    Bambang Satwendo
    Оценок пока нет
  • Proposal Lengkap 240712aa
    Proposal Lengkap 240712aa
    Документ86 страниц
    Proposal Lengkap 240712aa
    Bambang Satwendo
    Оценок пока нет
  • PENGEMBANGAN PARIWISATA BERKELANJUTAN
    PENGEMBANGAN PARIWISATA BERKELANJUTAN
    Документ20 страниц
    PENGEMBANGAN PARIWISATA BERKELANJUTAN
    Bambang Satwendo
    Оценок пока нет
  • BAB I-II - Warmanti - Koreksi 9 Sept
    BAB I-II - Warmanti - Koreksi 9 Sept
    Документ62 страницы
    BAB I-II - Warmanti - Koreksi 9 Sept
    Bambang Satwendo
    Оценок пока нет
  • BAB I New
    BAB I New
    Документ20 страниц
    BAB I New
    Bambang Satwendo
    Оценок пока нет
  • Proposal Lengkap 240712aa
    Proposal Lengkap 240712aa
    Документ86 страниц
    Proposal Lengkap 240712aa
    Bambang Satwendo
    Оценок пока нет
  • Bab I
    Bab I
    Документ18 страниц
    Bab I
    Bambang Satwendo
    Оценок пока нет
  • PENGEMBANGAN PARIWISATA BERKELANJUTAN
    PENGEMBANGAN PARIWISATA BERKELANJUTAN
    Документ20 страниц
    PENGEMBANGAN PARIWISATA BERKELANJUTAN
    Bambang Satwendo
    Оценок пока нет
  • Bab I
    Bab I
    Документ18 страниц
    Bab I
    Bambang Satwendo
    Оценок пока нет
  • Bab 1 2 3
    Bab 1 2 3
    Документ46 страниц
    Bab 1 2 3
    Bambang Satwendo
    Оценок пока нет
  • PENGEMBANGAN PARIWISATA BERKELANJUTAN
    PENGEMBANGAN PARIWISATA BERKELANJUTAN
    Документ20 страниц
    PENGEMBANGAN PARIWISATA BERKELANJUTAN
    Bambang Satwendo
    Оценок пока нет
  • GCG dan Kinerja Keuangan
    GCG dan Kinerja Keuangan
    Документ49 страниц
    GCG dan Kinerja Keuangan
    Bambang Satwendo
    Оценок пока нет
  • BAB I-II - Warmanti - Koreksi 9 Sept
    BAB I-II - Warmanti - Koreksi 9 Sept
    Документ62 страницы
    BAB I-II - Warmanti - Koreksi 9 Sept
    Bambang Satwendo
    Оценок пока нет
  • Bab I-Vi
    Bab I-Vi
    Документ13 страниц
    Bab I-Vi
    Bambang Satwendo
    Оценок пока нет
  • Bab I-Vi
    Bab I-Vi
    Документ33 страницы
    Bab I-Vi
    Bambang Satwendo
    Оценок пока нет
  • Bab I-Vi
    Bab I-Vi
    Документ33 страницы
    Bab I-Vi
    Bambang Satwendo
    Оценок пока нет
  • Skripsi Shienny
    Skripsi Shienny
    Документ102 страницы
    Skripsi Shienny
    Bambang Satwendo
    Оценок пока нет
  • Proposal Pinus
    Proposal Pinus
    Документ35 страниц
    Proposal Pinus
    Bambang Satwendo
    Оценок пока нет