Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
OLEH:
Nuril Fauziah
NIM 142310101103
TIM PEMBIMBING
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
DAFTAR ISI
A. Definisi Penyakit
B. Epidemiologi
C. Etiologi
D. Tanda dan Gejala
E. Patofisiologi dan Clinical Pathway
F. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Diagnosa Keperawatan yang Sering Muncul
b. Perencanaan/Nursing Care Plan
DAFTAR PUSTAKA
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi Penyakit
Pneumotoraks adalah kolapsnya sebagian atau seluruh paru-paru
yang terjadi karena adanya udara masuk yang masuk ke rongga pleura,
sehingga rongga pleura terisi udara. Udara memisahkan antara lapisan
pleura viseral dan lapisan pleura pariental. Pada keadaan normal rongga
pleura tidak berisi udara, supaya paru-paru mengembang secara sempurna.
Jika terdapat udara di rongga pleura, maka udara tersebut akan
memampatkan paru-paru sehingga mengganggu mekanisme pernapasan.
B. Epidemologi
Insidensinya adalah 10/100.000 orang dewasa per tahun, dengan
rasio pada laki-laki lebih besar daripada perempuan (Davey, Patrick. 2006.
At a Glance Medicine. Jakarta: Penerbit Erlangga). Dalam sebuah
penelitian dikatakan 5,4% dari seluruh pasien menderita trauma dada
merupakan pasien yang mengalami pneumotoraks. (Leigh, Smith S and
Harris, T. 2005. Tension Pneumothorax–Time for a re-think?. EmergMed
J 2005;22:8-16. doi: 10.1136/emj.2003.01042). Trauma torak
(pneumothoraks) semakin meningkat sesuai dengan kemajuan transportasi
dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Di Amerika Serikat di dapatkan
180.000 kematian pertahun karena trauma.
C. Etiologi
Udara dapat memasuki rongga pleura melalui lubang pada dinding toraks
atau dari paru-paru itu sendiri. Yang berasal dari paru sendiri antara lain
lubang yang terjadi akibat adanya patah tulang iga yang menusuk pleura,
ruptur spontan sebuah bleb (semacam gelembung) di permukaan paru.
Ruptur trakeobronkial akibat tauma dapat pula berakibat pneumotoraks.
Terdapat beberapa pengklasifikasian pneumotoraks, antara lain sebagai
berikut:
1. Pneumotoraks Spontan
a. Pneumotoraks Spontan Primer
Pneumotoraks spontan terjadi bila pada seseorang dengan emfisema
(paru yang melebar abnormal akibat penyakit menahun, sehingga paru
dalam keadaan inspirasi terus), sebuah bleb pada permukaan paru pecah
dan membebaskan udara ke dalam rongga pleura. Kadang-kadang udara
dapat memasuki rongga pleura pada inspirasi tetapi karena jaringan
menutupi lubang itu pada ekspirasi, maka udara tidak dapat keluar.
Penyebabnya masih belum diketahui secara pasti, namun terdapat teori
yang menyebutkan bahwa disebabkan oleh faktor konginetal, yaitu
terdapatnya bula pada subpleura viseral, yang suatu saat akan pecah
akibat tingginya tekanan intra pleura. Bula subpleura ini dikatakan
paling sering terdapat pada bagian apeks paru dan pada percabangan
trakeobronkial. Penyebab lainnya didukung oleh pola hidup yang
kurang sehat seperti kebiasaan merokok. Merokok dapat menyebabkan
ketidakseimbangan dari protease dimana antioksidan ini dapat
menyebabkan degradasi dan lemahnya serat elastis dari paru-paru, serta
banyak penyebab lain yang kiranya dapat membuktikan penyebab dari
pneumotoraks spontan primer.
3. Pneumotoraks Tension
Jika lubang bocor tetap terbuka namun berfungsi sebagai katup searah
(one-wau valve) antara saluran pernapasan dengan rongga pleura.
Kenaikan progresif dari volume udara dalam rongga pleura
menyebabkan meningkatnya tenan udara dalam rongga pleura di atas
tekanan atmosfer yang menekan paru, jantung, dan garis
mediastinal.pengisian dan output jantung menurun menyebabkan sakit
berat dan kematian. Pada keadaan tension pneumotoraks ini, udara
keluar dari paru dan masuk ke ruang pleura sewaktu inspirasi, akan
tetapi udara tersebut tidak dapat kembali ke paru pada waktu ekspirasi
karena lubang kecil kolaps saat paru mengempis. Tekanan pleura yang
meningkat dapat menyebabkan atelektasis kompresi yang luas.
Pergeseran jantung dan pembuluh besar di rongga thoraks juga dapat
terjadi sehingga mengakibatkan gangguan hebat pada fungsi
kardiovaskuler.
4. Pneumotoraks Traumatik
a. Pneumotoraks Iatrogenik
Terjadi akibat komplikasi tindakan medis dan jenis ini dibedakan menjadi
dua yaitu:
i. Pneumotoraks traumatik iatrogenik accidental, terjadi aibat tindakan
medis karena kesalahan/komplikasi tindakan tersebut, misal biopsy
pleura, biopsy transbronkial, tindakan parasentesis dada, dll.
ii. Pneumotoraks traumatik iatrogenik artificial (deliberate), pneumotoraks
yang sengaja dilakukan dengan cara mengisi udara kedalam rongga
pleura melalui jarum dengan suatu alat Maxwell box. Biasanya untuk
terapi tuberkulosis (sebelum era antibiotik), atau untuk menilai
permukaan paru.
b. Pneumotoraks Non-iatrogenik
Pneumotoraks traumatik dapat diakibatkan oleh luka tusuk atau secara tak
langsung disebabkan oleh trauma tumpul. Trauma tumpul ini umumnya
disertai oleh patahan iga yang menembus pleura dan melukai parenkim
paru.
Penyumbatan
Meningkatnya Pergeseran Diskontinuitas vena cava
tekanan intra setres
thorakdrains jaringan superior dan
pleura
inverior
Cemas/
Merangsang
Gangguan ansietas
Kemampuan reseptor Penurunan
dilatasi alveoli integritas
nyeri CO
menurun jaringan
Nyeri kematian
Resiko Suplai
atelektaksis akut
infeksi darah
menurun
Sesak nafas Gangguan pola
tidur
Intoleransi Gangguan
Pola nafas aktifitas perfusi
hipoksia
tidak efektif jaringan
Metabolisme
anaerob
Menurunnya
Intoleransi
energi
aktifitas
F. Penatalaksanaan medis
Terapi tergantung berat ringannya pneumotoraks.
1. Pemberian oksigenasi
Bila hanya ringan, udara itu dapat direabsorpsi dalam waktu 1
minggu atau lebih. Reabsorpsi lebih cepat bila udara itu kaya
oksigen. Pernapasan dengan 100% oksigen mempercepat resorpsi
udara bebas pleura ke dalam darah dan mengurangu tenakan
nitrogen dari udara yang terperangkap ke dalam darap, tetapi
manfaatnya harus dibandingkan dengan risiko toksisitas oksigen.
2. Pemasangan WSD
Pneumotoraks yang lebih parah harus ditangani dengan aspirasi
atau torakostomi (WSD). (Tambayong, Jan. 2010. Patofisiologi
untuk Keperawatan. Jakarta: EGC). Pemasangan WSD ini
bertujuan membuat tekanan negatif dalam cavum pleura
(normalnya -7 mmHg) sehingga paru mengembang. aspirasi jarum
atau WSD tidak diperlukan kecuali pada pengamatan didapatkan
pneumothoraks yang membesar. Sedangkan pneumothoraks besar
(jarak apeks paru dan cupula ≥ 3 cm) penderita langsung dikelola
dengan WSD . Tindakan lanjutan adalah pleurodesis dengan tujuan
mencegah rekurensi. Tanpa kebocoran udara yang terus menerus,
pneumotoraks yang tidak bergejala dan yang bergejala ringan
hanya memerlukan observasi yang ketat.
3. Drainase
Drainase (aspirasi atau selang) tidak dibutuhkan bagi
pneumotoraks spontan primer asimtomatik yang (kelihatannya)
kecil, namun harus dilakukan bila simtomatik (percobaan awal
biasanya cukup). Adanya penyakit paru meningkatkan risiko
terjadinya komplikasi dan harus dirawat inap. Pneumotoraks
tension termasuk kegawatdaruratan dan membutuhkan penanganan
segera.
4. Bedah Abrasi Pleura
Tindakan bedah dengan abrasi pleura atau pleurektomi untuk
melekatkan kedua pleura dilakukan pada pneumotoraks yang tidak
membaik setelah drainase dengan selang dan pada pneumotoraks
rekuren.
5. Ro. Thoraks.
Menyatakan akumulasi udara atau cairan pada area pleura; dapat
menunjukkan penyimpangan struktur mediastinal (jantung). Selain
itu dari hasil Ro. Thoraks juga dapat di lihat depresi dari dia fragma
serta pergeseran dari mediasternum.
6. Gas Darah Arteri (GDA)
Variabel tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengaruhi atau
gangguan mekanik pernafasan dan kemampuan mengkompensasi
PaCO2 kadang meningkat. PaCO2 mungkin normal atau menurun
;saturasi O2 bisa menurun.
7. CT-scan (Computed Tomography
Apabila dengan pemeriksaan foto thorak belom dapat diangkat
diagnosa karena kurang akuratnya gambar yang di hasilkan maka
dapat di lakukan CT scan sebagai bentuk penatalaksanaan
selanjutnya. Dari CT scan ini dapat memberikan hasil yang lebih
akurat yang mana dapat menunjukkan terjadinya Pneumotorak
primer ataukah sekunder, dan akan menunjukkan batas antara
udara dan cairan yang ada di dalam paru-paru.
G. Pemenuhan kebutuhan dasar manusia
Dalam masalah keperawatan ini kita lebih menekankan pada kebutuhan
dasar manusia dalam segi pemenuhan oksigenasi bagi penderita
pneumotorak, karena di ketahui bahwasanya dengan adanya
pneuomotoraks berarti paru-paru mengalami kolaps sehingga suplai
oksigen dalam tubuh akan bemasalah, maka dari itu sebagai kebutuhan
pertama yang harus di penuhi dalam pengakajian menurut Virginia
Henderson.
1. Status Pernapasan
Pasien dengan pneumotoraks memiliki RR >20x/mnt dimana dalam kondisi
tersebut pasien mengalami takipneu yang disebabkan adanya kegagalan paru
untuk berekspansi karena luka tusuk, tembak pada toraks, ruptur costae,
ataupun adanya faktor presipitasi lain sehingga hal ini menyebabkan retraksi
dinding toraks tidak simetris. Umumnya pada saat inspirasi akan tampak
menggunakan otot bantu pernapasan yang diikuti suara tambahan (ronchi
maupun wheezing), nafas cuping hidung, pasien mengeluh batuk dan sesak
napas.
1. Eliminasi
Perlu dikaji mengenai pola eliminasi BAB maupun BAK pada pasien. BAB
normal memiliki kriteria padat, warna dan bau yang normal dan frekuensi
dikeluarkan mulai 1-2 x/hari, untuk pola BAK, ditanyakan mengenai
warnanya apakah pekat atau bening.
2. Posisioning
Merupakan suatu pengkajian yang berfokus pada pola aktivitas pergerakan
pasien yang mana pada pasien pneumotoraks akan mengalami sesak jika
melakukan aktivitas keseharian yang ringan. Pada posisioning ini dikaji juga
mengenai cara pasien melakukan aktivitas keseharian apakah membutuhkan
bantuan keluarga/petugas, menggunakan alat, atau bergantung secara total.
Pada pasien pneumotoraks yang telah dilakukan pemasangan WSD umumnya
akan mengalami nyeri akut disebabkan liserasi pada daerah sekitar WSD
sehingga pasien sulit melakukan aktivitas secara mandiri.
6. Kebersihan tubuh
Dalam kondisi sakit, umumnya pasien tidak terlalu memikirkan mengenai
kebersihan tubuhnya. Keluarga terkadang hanya menyeka pada area bagian
tertentu saja. Kebersihan rambut, punggung, dada, dan genetalia terkadang
menjadi hal yang terabaikan kebersihannya.
7. Kondisi lingkungan
Pengkajian pada kondisi lingkungan menanyakan mengenai kondisi rumah,
apakah telah mencakup kriteria rumah sehat atau tidak, lingkungan pekerjaan
yang mana kondisi ini memiliki pengaruh kuat terhadap penyakit
pneumotoraks apakah kondisi pekerjaan sering terpapar oleh zat-zat beracun,
berbahaya, atau kondisi pekerjaan yang hanya didalam ruangan, serta
meninjau lingkungan sosial apakah lingkungan tersebut dapat menjadi
stressor terbesar atau tidak.
8. Komunikasi
Pada pola komunikasi ini dikaji apakah pasien mampu untuk mengungkapkan
kecemasannya terhadap suatu tindakan atau dampak medis dari suatu
tindakan, apakah pasien mampu untuk mengekspresikan emosi dengan baik,
meninjau apakah pasien dapat berkomunikasi verbal yang dikaji dengan skala
pada GCS.
3. Makanan / cairan
Gejala : Mual / muntah, nafsu makan buruk /
anoreksia ( emfisema), ketidakmampuan untuk
makan karena distress pernafasan
Tanda : Turgor kulit buruk, berkeringat, palpitasi
abdominal dapat menyebabkan hepatomegali.
4. Aktifitas / istirahat
Gejala : Keletihan, keletihan, malaise,
ketidakmampuan melakukan aktifitas sehari- hari
karena sulit bernafas, ketidakmampuan untuk
tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi,
dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap
aktifitas atau istirahat
Tanda : Keletihan, gelisah/ insomnia, kelemahan
umum / kehilangan masa otot
5. Integritas ego
Gejala : Peningkatan faktor resiko
Tanda : Perubahan pola hidup, ansietas, ketakutan,
peka rangsang
6. Hygiene
Gejala : Penurunan kemampuan / peningkatan
kebutuhan melakukan aktifitas sehari- hari
Tanda : Kebersihan buruk, bau badan.
7. Keamanan
Gejala : kurangnya berhati-hati dalam melakukan
kegiatan sehari-hari sehingga menyebabkan cidera
dan infeksi.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan
penurunan ekspansi paru
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen
3. Nyeri akut berhubungan dengan sesak napas, agen cidera
terhadap tindakan WSD/pungsi
4. Cemas berhubungan dengan stres karena tindakan
WSD/pungsi
5. Gangguan integeritas jaringan berhubungan dengan
diskontinuitas jaringan
6. Resiko Infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas
jaringan (prosedur invasif)
7. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan
penurunan suplai darah tidak adekuat
8. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak napas
dan nyeri
C. Intervensi Keperawatan
DISCHARGE PLANNING:
Rosemberg, Martha C., Smith, Kelly. 2010. Nanda Diagnosa Keperawatan. Yogyakarta:
Digna Pustaka.
Rubenstein, David dkk. 2009. Lecture Notes Kedokteran Klini. Ed. Keenam. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Brunner and Suddarth. 2010. Buku Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :EGC