Вы находитесь на странице: 1из 31

LAPORAN PENDAHULUAN KOMPREHENSIF I

ASUHAN KEPERAWATAN KEBUTUHAN OKSIGENASI PADA PASIEN


DENGAN PNEUMOTHORAX DI INSTALASI GAWAT DARURAT
RUMAH SAKIT PARU JEMBER

OLEH:

Nuril Fauziah
NIM 142310101103

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2016
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus komprehensif I yang dibuat oleh:

Nama : Nuril Fauziah


NIM : 142310101103
Judul : LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI
PADA PASIEN DENGAN PNEUMOTHORAX DI INSTALASI
GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT PARU JEMBER DAN
RESUME PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS
PNEUMOTORAK ATAS NAMA TN. P DI INSTALASI GAWAT
DARURAT RUMAH SAKIT PARU JEMBER

telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada:


Hari : Senin
Tanggal : 09 Mei 2016

Jember, 09 Mei 2016

TIM PEMBIMBING

Pembimbing Akademik, Pembimbing Klinik,

Ns. Wantiyah, M.Kep Samsul Anas, S.Kep .Ners

NIP. 198107122006042001 NIP 1982082008011006


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
DAFTAR ISI
A. Definisi Penyakit
B. Epidemiologi
C. Etiologi
D. Tanda dan Gejala
E. Patofisiologi dan Clinical Pathway
F. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Diagnosa Keperawatan yang Sering Muncul
b. Perencanaan/Nursing Care Plan
DAFTAR PUSTAKA
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi Penyakit
Pneumotoraks adalah kolapsnya sebagian atau seluruh paru-paru
yang terjadi karena adanya udara masuk yang masuk ke rongga pleura,
sehingga rongga pleura terisi udara. Udara memisahkan antara lapisan
pleura viseral dan lapisan pleura pariental. Pada keadaan normal rongga
pleura tidak berisi udara, supaya paru-paru mengembang secara sempurna.
Jika terdapat udara di rongga pleura, maka udara tersebut akan
memampatkan paru-paru sehingga mengganggu mekanisme pernapasan.

B. Epidemologi
Insidensinya adalah 10/100.000 orang dewasa per tahun, dengan
rasio pada laki-laki lebih besar daripada perempuan (Davey, Patrick. 2006.
At a Glance Medicine. Jakarta: Penerbit Erlangga). Dalam sebuah
penelitian dikatakan 5,4% dari seluruh pasien menderita trauma dada
merupakan pasien yang mengalami pneumotoraks. (Leigh, Smith S and
Harris, T. 2005. Tension Pneumothorax–Time for a re-think?. EmergMed
J 2005;22:8-16. doi: 10.1136/emj.2003.01042). Trauma torak
(pneumothoraks) semakin meningkat sesuai dengan kemajuan transportasi
dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Di Amerika Serikat di dapatkan
180.000 kematian pertahun karena trauma.

C. Etiologi
Udara dapat memasuki rongga pleura melalui lubang pada dinding toraks
atau dari paru-paru itu sendiri. Yang berasal dari paru sendiri antara lain
lubang yang terjadi akibat adanya patah tulang iga yang menusuk pleura,
ruptur spontan sebuah bleb (semacam gelembung) di permukaan paru.
Ruptur trakeobronkial akibat tauma dapat pula berakibat pneumotoraks.
Terdapat beberapa pengklasifikasian pneumotoraks, antara lain sebagai
berikut:
1. Pneumotoraks Spontan
a. Pneumotoraks Spontan Primer
Pneumotoraks spontan terjadi bila pada seseorang dengan emfisema
(paru yang melebar abnormal akibat penyakit menahun, sehingga paru
dalam keadaan inspirasi terus), sebuah bleb pada permukaan paru pecah
dan membebaskan udara ke dalam rongga pleura. Kadang-kadang udara
dapat memasuki rongga pleura pada inspirasi tetapi karena jaringan
menutupi lubang itu pada ekspirasi, maka udara tidak dapat keluar.
Penyebabnya masih belum diketahui secara pasti, namun terdapat teori
yang menyebutkan bahwa disebabkan oleh faktor konginetal, yaitu
terdapatnya bula pada subpleura viseral, yang suatu saat akan pecah
akibat tingginya tekanan intra pleura. Bula subpleura ini dikatakan
paling sering terdapat pada bagian apeks paru dan pada percabangan
trakeobronkial. Penyebab lainnya didukung oleh pola hidup yang
kurang sehat seperti kebiasaan merokok. Merokok dapat menyebabkan
ketidakseimbangan dari protease dimana antioksidan ini dapat
menyebabkan degradasi dan lemahnya serat elastis dari paru-paru, serta
banyak penyebab lain yang kiranya dapat membuktikan penyebab dari
pneumotoraks spontan primer.

b. Pneumotoraks Spontan Sekunder


Pneumotoraks spontan sekunder berhubungan dengan penyakit paru
(PPOK/COPD, pneumonia, dan lain-lain). Salah satunya yaitu
disebabkan oleh infeksi bakteri pneumocity carinii, adanya keadaan
immunocompremise yang disebabkan oleh virus HIV, serta banyak
penyebab lainnya. Ruptur pleura viseralis menyebabkan adanya
hubungan antara saluran pernapasan dengan rongga pleura. Disebutkan
penderita pneumotoraks tipe ini berumur antara 60-65 tahun.

2. Pneumotoraks Terbuka dan Tertutup


a. Pneumotoraks Terbuka
Jika terdapat hubungan persisten antara saluran pernapasan dengan
rongga pleura (fistula bronkopleura), ditandai oleh adanya gelembung
udara yang persisten pada drainase dada. Paru tidak bisa mengembang
dan terdapat risiko infeksi yang signifikan karena transmisi organisme
melalui saluran pernapasan ke rongga pleura.
b. Pneumotoraks Tertutup
Lubang kebocoran menutup saat paru mengempis sehingga jumlah
udara yang masuk ke rongga pleura terbatas, tekanan pleura tetap
negatif dan secara perlahan-lahan terjadi resolusi walaupun tidak
diterapi.

3. Pneumotoraks Tension
Jika lubang bocor tetap terbuka namun berfungsi sebagai katup searah
(one-wau valve) antara saluran pernapasan dengan rongga pleura.
Kenaikan progresif dari volume udara dalam rongga pleura
menyebabkan meningkatnya tenan udara dalam rongga pleura di atas
tekanan atmosfer yang menekan paru, jantung, dan garis
mediastinal.pengisian dan output jantung menurun menyebabkan sakit
berat dan kematian. Pada keadaan tension pneumotoraks ini, udara
keluar dari paru dan masuk ke ruang pleura sewaktu inspirasi, akan
tetapi udara tersebut tidak dapat kembali ke paru pada waktu ekspirasi
karena lubang kecil kolaps saat paru mengempis. Tekanan pleura yang
meningkat dapat menyebabkan atelektasis kompresi yang luas.
Pergeseran jantung dan pembuluh besar di rongga thoraks juga dapat
terjadi sehingga mengakibatkan gangguan hebat pada fungsi
kardiovaskuler.

4. Pneumotoraks Traumatik
a. Pneumotoraks Iatrogenik
Terjadi akibat komplikasi tindakan medis dan jenis ini dibedakan menjadi
dua yaitu:
i. Pneumotoraks traumatik iatrogenik accidental, terjadi aibat tindakan
medis karena kesalahan/komplikasi tindakan tersebut, misal biopsy
pleura, biopsy transbronkial, tindakan parasentesis dada, dll.
ii. Pneumotoraks traumatik iatrogenik artificial (deliberate), pneumotoraks
yang sengaja dilakukan dengan cara mengisi udara kedalam rongga
pleura melalui jarum dengan suatu alat Maxwell box. Biasanya untuk
terapi tuberkulosis (sebelum era antibiotik), atau untuk menilai
permukaan paru.

b. Pneumotoraks Non-iatrogenik
Pneumotoraks traumatik dapat diakibatkan oleh luka tusuk atau secara tak
langsung disebabkan oleh trauma tumpul. Trauma tumpul ini umumnya
disertai oleh patahan iga yang menembus pleura dan melukai parenkim
paru.

D. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala yang dapat timbul pada pneumotoraks, yaitu:
1. Kesulitan dan sakit pada saat pernafasan
a. Nyeri pleuritik dan sesak nafas
b. takipnue
2. Suara nafas jauh
3. Gerakan dada tidak simetris
4. Diaforesis
5. sianosis
6. Anoreksia
7. Malaise
8. Gelisah
9. Dada terasa sempit
10. Mudah lelah
11. Cemas
12. Masalah-masalah psikososial : disorientasi, ansietas, takut mati

E. Patofisiologi dan pathway


Rongga dada mempunyai dua struktur yang penting dan digunakan
untuk melakukan proses ventilasi dan oksigenasi, yaitu pertama tulang,
tulang – tulang yang menyusun struktur pernapasan seperti tulang
klafikula, sternum, scapula. Kemudian yang kedua adalah otot-otot
pernapasan yang sangat berperan pada proses inspirasi dan ekspirasi. Jika
salah satu dari dua struktur tersebut mengalami kerusakan, akan
berpengaruh pada proses ventilasi dan oksigenasi. Misalnya, jika adanya
fraktur pada tulang iga atau tulang rangka akibat kecelakaan, sehingga bisa
terjadi keadaaan flail chest atau kerusakan pada otot pernapasan akibat
trauma, serta adanya kerusakan pada organ viseral pernapasan seperti,
paru-paru, jantung, pembuluh darah dan organ lainnya di abdominal
bagian atas, baik itu disebabkan oleh trauma tumpul, tajam, akibat senapan
atau gunshoot akan menyebabkan gangguan atau luka pada organ viseral.
Selain dari adanya kerusakan akibat benda tumpul, benda tajam
ataupun akibat dari senapan juga dapat di akibatkan oleh infeksi dari
saluran pernafan, yang mana hal ini menyebabkan inflamasi dan
munculnya blep yang pecah, sehingga memungkinkan masuknya udara ke
rongga pleura.
Tekanan intrapleura adalah negatif, pada proses respirasi, udara
tidak akan dapat masuk kedalam rongga pleura. Jumlah dari keseluruhan
tekanan parsial dari udara pada kapiler pembuluh darah rata-rata (706
mmHg). Pergerakan udara dari kapiler pembuluh darah ke rongga pleura,
memerlukan tekanan pleura lebih rendah dari -54 mmHg (-36 cmH2O)
yang sangat sulit terjadi pada keadaan normal. Jadi yang menyebabkan
masuknya udara pada rongga pleura adalah akibat trauma yang mengenai
dinding dada dan merobek pleura parietal atau visceral, atau disebabkan
kelainan konginetal adanya bula pada subpleura yang akan pecah jika
terjadi peningkatan tekanan pleura.
Infeksi saluran Intervensi
pernafasan Trauma
medis

Pecahnya bleb Pneumotoraks traumatik, spontan, iatrogenik

Udara masuk Penatalaksanaan Pergeseran


ke cavum pemasangan mediastinum
pleura pungsi/WSD

Penyumbatan
Meningkatnya Pergeseran Diskontinuitas vena cava
tekanan intra setres
thorakdrains jaringan superior dan
pleura
inverior
Cemas/
Merangsang
Gangguan ansietas
Kemampuan reseptor Penurunan
dilatasi alveoli integritas
nyeri CO
menurun jaringan

Nyeri kematian
Resiko Suplai
atelektaksis akut
infeksi darah
menurun
Sesak nafas Gangguan pola
tidur
Intoleransi Gangguan
Pola nafas aktifitas perfusi
hipoksia
tidak efektif jaringan

Metabolisme
anaerob

Menurunnya
Intoleransi
energi
aktifitas
F. Penatalaksanaan medis
Terapi tergantung berat ringannya pneumotoraks.
1. Pemberian oksigenasi
Bila hanya ringan, udara itu dapat direabsorpsi dalam waktu 1
minggu atau lebih. Reabsorpsi lebih cepat bila udara itu kaya
oksigen. Pernapasan dengan 100% oksigen mempercepat resorpsi
udara bebas pleura ke dalam darah dan mengurangu tenakan
nitrogen dari udara yang terperangkap ke dalam darap, tetapi
manfaatnya harus dibandingkan dengan risiko toksisitas oksigen.
2. Pemasangan WSD
Pneumotoraks yang lebih parah harus ditangani dengan aspirasi
atau torakostomi (WSD). (Tambayong, Jan. 2010. Patofisiologi
untuk Keperawatan. Jakarta: EGC). Pemasangan WSD ini
bertujuan membuat tekanan negatif dalam cavum pleura
(normalnya -7 mmHg) sehingga paru mengembang. aspirasi jarum
atau WSD tidak diperlukan kecuali pada pengamatan didapatkan
pneumothoraks yang membesar. Sedangkan pneumothoraks besar
(jarak apeks paru dan cupula ≥ 3 cm) penderita langsung dikelola
dengan WSD . Tindakan lanjutan adalah pleurodesis dengan tujuan
mencegah rekurensi. Tanpa kebocoran udara yang terus menerus,
pneumotoraks yang tidak bergejala dan yang bergejala ringan
hanya memerlukan observasi yang ketat.
3. Drainase
Drainase (aspirasi atau selang) tidak dibutuhkan bagi
pneumotoraks spontan primer asimtomatik yang (kelihatannya)
kecil, namun harus dilakukan bila simtomatik (percobaan awal
biasanya cukup). Adanya penyakit paru meningkatkan risiko
terjadinya komplikasi dan harus dirawat inap. Pneumotoraks
tension termasuk kegawatdaruratan dan membutuhkan penanganan
segera.
4. Bedah Abrasi Pleura
Tindakan bedah dengan abrasi pleura atau pleurektomi untuk
melekatkan kedua pleura dilakukan pada pneumotoraks yang tidak
membaik setelah drainase dengan selang dan pada pneumotoraks
rekuren.
5. Ro. Thoraks.
Menyatakan akumulasi udara atau cairan pada area pleura; dapat
menunjukkan penyimpangan struktur mediastinal (jantung). Selain
itu dari hasil Ro. Thoraks juga dapat di lihat depresi dari dia fragma
serta pergeseran dari mediasternum.
6. Gas Darah Arteri (GDA)
Variabel tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengaruhi atau
gangguan mekanik pernafasan dan kemampuan mengkompensasi
PaCO2 kadang meningkat. PaCO2 mungkin normal atau menurun
;saturasi O2 bisa menurun.
7. CT-scan (Computed Tomography
Apabila dengan pemeriksaan foto thorak belom dapat diangkat
diagnosa karena kurang akuratnya gambar yang di hasilkan maka
dapat di lakukan CT scan sebagai bentuk penatalaksanaan
selanjutnya. Dari CT scan ini dapat memberikan hasil yang lebih
akurat yang mana dapat menunjukkan terjadinya Pneumotorak
primer ataukah sekunder, dan akan menunjukkan batas antara
udara dan cairan yang ada di dalam paru-paru.
G. Pemenuhan kebutuhan dasar manusia
Dalam masalah keperawatan ini kita lebih menekankan pada kebutuhan
dasar manusia dalam segi pemenuhan oksigenasi bagi penderita
pneumotorak, karena di ketahui bahwasanya dengan adanya
pneuomotoraks berarti paru-paru mengalami kolaps sehingga suplai
oksigen dalam tubuh akan bemasalah, maka dari itu sebagai kebutuhan
pertama yang harus di penuhi dalam pengakajian menurut Virginia
Henderson.
1. Status Pernapasan
Pasien dengan pneumotoraks memiliki RR >20x/mnt dimana dalam kondisi
tersebut pasien mengalami takipneu yang disebabkan adanya kegagalan paru
untuk berekspansi karena luka tusuk, tembak pada toraks, ruptur costae,
ataupun adanya faktor presipitasi lain sehingga hal ini menyebabkan retraksi
dinding toraks tidak simetris. Umumnya pada saat inspirasi akan tampak
menggunakan otot bantu pernapasan yang diikuti suara tambahan (ronchi
maupun wheezing), nafas cuping hidung, pasien mengeluh batuk dan sesak
napas.

2. Kebutuhan Makan dan Minum

Perawat perlu menanyakan mengenai berapa banyak makanan yang dapat


dimakan oleh pasien, berapa gelas dan bagaimana intensitas ataupun
frekuensi dari minum. Perawat juga perlu memberikan informasi bahwa
makanan yang diberikan yaitu TKTP. Pasien dengan gangguan dehidrasi
umumnya memiliki turgor kulit tidak dapat kembali dalam waktu <2 detik.
Pasien dengan kebutuhan cairan yang kurang akan tampak pucat dan bibir
kering atau bahkan pecah-pecah, dan mata nampak terlihat cowong.

1. Eliminasi
Perlu dikaji mengenai pola eliminasi BAB maupun BAK pada pasien. BAB
normal memiliki kriteria padat, warna dan bau yang normal dan frekuensi
dikeluarkan mulai 1-2 x/hari, untuk pola BAK, ditanyakan mengenai
warnanya apakah pekat atau bening.

2. Posisioning
Merupakan suatu pengkajian yang berfokus pada pola aktivitas pergerakan
pasien yang mana pada pasien pneumotoraks akan mengalami sesak jika
melakukan aktivitas keseharian yang ringan. Pada posisioning ini dikaji juga
mengenai cara pasien melakukan aktivitas keseharian apakah membutuhkan
bantuan keluarga/petugas, menggunakan alat, atau bergantung secara total.
Pada pasien pneumotoraks yang telah dilakukan pemasangan WSD umumnya
akan mengalami nyeri akut disebabkan liserasi pada daerah sekitar WSD
sehingga pasien sulit melakukan aktivitas secara mandiri.

3. Kebutuhan tidur dan istirahat


Pada pengkajian ini yang perlu dikaji adalah apakah tidur pasien terlihat
berkualitas atau tidak, frekuensi istirahat ketika sakit >6-8 jam, apakah tidur
secara terus menerus bangun di satu waktu ataukan terjaga beberapa kali
dalam waktu tertentu. Kaji juga respon pasien ketika bangun tidur, apakah
pasien merasa pusing, nyeri kepala, atau merasa pegal pada daerah punggung

4. Kebutuhan dalam berpakaian


Dalam melakukan berpakaian umumnya pasien yang sedang sakit tidak
terlalu memikirkan mengenai busana apa yang ia kenakan, hanya terpikir
apakah baju yang dikenakan terasa nyaman atau tidak nyaman saja,
kebutuhan dalam berpakaian ini membutuhkan bantuan dari keluarga yang
mendampingi.

5. Cara mempertahankan suhu tubuh dan memodifikasi lingkungan


Perawat mengkaji usaha pasien atau keluarga untuk dapat membantu pasien
mempertahankan suhu tubuhnya secara normal, seperti kompres hangat/
dingin, penggunaan selimut tebal/ tipis, serta mengatur ventilasi jalan
masuknya udara ke ruangan. Suhu pasien perlu dikaji setiap 2 jam sekali
untuk dilakukan observasi, umumnya pasien mengalami hipertermi pada
kasus pneumotoraks yaitu >37,5C.

6. Kebersihan tubuh
Dalam kondisi sakit, umumnya pasien tidak terlalu memikirkan mengenai
kebersihan tubuhnya. Keluarga terkadang hanya menyeka pada area bagian
tertentu saja. Kebersihan rambut, punggung, dada, dan genetalia terkadang
menjadi hal yang terabaikan kebersihannya.

7. Kondisi lingkungan
Pengkajian pada kondisi lingkungan menanyakan mengenai kondisi rumah,
apakah telah mencakup kriteria rumah sehat atau tidak, lingkungan pekerjaan
yang mana kondisi ini memiliki pengaruh kuat terhadap penyakit
pneumotoraks apakah kondisi pekerjaan sering terpapar oleh zat-zat beracun,
berbahaya, atau kondisi pekerjaan yang hanya didalam ruangan, serta
meninjau lingkungan sosial apakah lingkungan tersebut dapat menjadi
stressor terbesar atau tidak.

8. Komunikasi
Pada pola komunikasi ini dikaji apakah pasien mampu untuk mengungkapkan
kecemasannya terhadap suatu tindakan atau dampak medis dari suatu
tindakan, apakah pasien mampu untuk mengekspresikan emosi dengan baik,
meninjau apakah pasien dapat berkomunikasi verbal yang dikaji dengan skala
pada GCS.

9. Ibadah dan keyakinan


Pada pasien yang mengalami sakit, umumnya pola ibadahnya menjadi sedikit
terganggu sebab tidak dapat melakukan ibadah secara sempurna dan khusuk,
pengkajian pada pola keyakinan tidak dapat disama ratakan antara satu pasien
dengan pasien lain sehingga pola ini juga perlu dikaji bagaimana keyakinan
pasien mengenai penyakit dan cara pasien mengatasinya.

10. Pekerjaan sehari-hari


Pasien akan mengalami gangguan pada pola ini, hal ini disebabkan
ketidakmampuan pasien untuk melakukan aktivitas seharihari. Pasien dapat
merasa sesak jika dilakukan aktivitas yang terlalu berat.

11. Kebutuhan bermain dan rekreasi


Pengkajian pada pola ini menanyakan bagaimana cara pasien untuk dapat
refreshing dari segala kegiatan yang menjadi stressor, pada pola ini umumnya
tidak memiliki gangguan yang terlihat secara signifikan.

12. Kebutuhan belajar dan menggunakan fasilitas kesehatan


Pada pengkajian ini ditanyakan mengenai cara pasien ketika mengatasi tanda
dan gejala, ketika sakit, dan proses dalam mengetahui penyakitnya. Pada pola
ini juga dikaji seberapa optimalkah pasien menggunakan fasilitas kesehatan,
apakah hanya saat sakit atau sejak sebelum tanda dan gejala muncul.

Kebutuhan utama yang harus dipenuhi:


1. Definisi Oksigenasi
Oksigenisasi adalah pemenuhan akan kebutuhan oksigen. Oksigen
berperan penting dalam proses metabolisme sel tubuh. Oksigenasi
berarti memasukan O2 dan mengeluarkan CO2. Pemberian oksigen
yang cukup harus gas yang tidak berwarna dan tidak berbau sehingga
baik untuk proses metabolisme sel (Mubarak, 2007).
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigen
c. Tahap perkembangan
Perbedaan bentuk paru-patu ada bayi, orang dewasa, dan lansia
memengaruhi oksigenasi, seperti dada bayi yang cenderung kecil
dan jalan napas pendek dan dada orang dewasa sudah mampu
proses respirasi sudah matang dan thoraks berbentuk oval,
sedangkan pada lansia perubahan thoraks yang cenderung menurun
dan mempengaruhi pola napas.
d. Lingkungan
Lingkungan seperti ketinggian, suhu kamar yang panas atau dingin,
serta polusi udara akibat gas karbondioksisa mempengaruhi proses
bernapas. Jika pada ketinggian, semakin tinggi daratan maka PaO2
semakin rendah dan kebutuhan oksigen pun akan rendah. Jika pada
lingkungan dingin, akan memicu terjadinya kontriksi pembuluh
darah yang akan mengurangi kebutuhan oksigen sehingga badan
akan terasa dingin.
e. Gaya hidup
Aktivitas dan latihan fisik mempengaruhi laju kedalaman
pernapasan dan denyut jantung, seperti orang dengan kebiasaan
merokok dan berdebu maka akan menjadi faktor presdiposisi
penyakit paru.
f. Status kesehatan
Orang dengna gangguan kardiovaskuler akan mempengaruhi kerja
paru-paru atau komplikasi, karena penyaluran darah ke perifer
maupun sistemik butuh bantuan oksigen.
g. Narkotika
Narkotika seperti morfin dapat menurunkan laju dan mendepresi
pusat pernapasan di medula oblongata.
h. Perubahan gangguanfungsi pernapasan
Perubahan fungsi dari proses pernapasan yaitu ventilasi, difusi dan
transportasi mempengaruhi kondisi pernapasan seperti akan
terjadinya hipoksia jaringan .
i. Perubahan pola napas
Bernapas abnormal seperti pernapasan cuping hidung akibat dari
sesak napas mempengaruhi proses pernapasan karena akibat dari
denyut jantung yang meningkat dan usaha inspirasi yang
meningkat.
j. Onstruksi jalan napas
Adanya sumbatan pada jalan napas akan mempengaruhi proses
keluar masuknya oksigen, jika sumbatan tersebut tidak ditangani
maka akan mengakibatkan dispnea.
3. Teknik keperawatan dalam manajemen pemberian oksigen
a. Teknik latihan napas dalam
Teknik latihan napas dalam dilakukan untuk merelaksasikan otot-
otot pernapasan, bisa dilakukan ketika ingin mengeluarkan dahak.
Teknik ini ada 2 macam yaitu teknik pernafasan pursed lips dan
teknik pernafasan diafragma.
b. Teknik latihan batuk efektif
Teknik ini berfungsi untuk menekan inspirasi maksimal,
merangsang terbuknya sistem kolateral, meningkatkan volume
paru, meningkatkan distribusi ventilasi.indikasi dilakukan pada
penyakt PPOK, empiema, fibrosis, asma, bed rest, post operasi.
Teknil diberikan dengan inspirasi dan ekspirasi sebanyak 3 kali,
lalu yang ketika kali pasien akan menahan selama 3-5 detik lalu
dibatukkan.
c. Teknik pernafasan pursed lips
Pasien menarik napas secara biasa beberapa detik melalui hidung
dengan mulut tertutup kemudian mengeluarkan napas pelan-pelan
melalui mulut dengan posisi seperti bersiul.
d. Teknik pernafasan diafragma
Pernapasan diafragma, pernapasan ini pasien selama inspirasi dan
ekspirasi pasien menggunakan kontraksi otot perut untuk
menggerakkan diafragma. Pasien menghirup napas melalui
hidung dan menghembuskan melalui mulut.
e. Fisioterapi dada
Fisioterapi dada dilakukan untuk mencegah terkumplnya sekret
dalam saluran napas dan mempercepat pengeluaran sekret
sehingga tidak terjadi atelektasis. Dilakukan 1 jam sebelum
arapan pagi dan 1 jam sebelum tidur malam hari. Teknik ini ada
2, yaitu clapping, yaitu perkusi atau tepukan yang dilakukan pada
dinding dada atau punggung dengan tangan berbentuk seperti
mangkok dan vibrating, yaitu menggetarkan tangan ke dada
pasien dengan sedikit perkusi, teknik ini dilakukan pada puncak
inspirasi dan dilanjutkan sampai akhir ekspirasi dengan
meletakkan tangan bertumpang tindih pada dada lalu
menggetarkannya. Dari teknik-teknik tersebut,perlu diketahui
kontraindikasi yaitu patah tulang, edema, hemoptisis, tb patru.
f. Pemberian oksigen
Tujuan Pemasangan terapi oksgen
a. Mengatasi hypoxemia/hipoksia
b. Untuk mempertahankan metabolisme
c. Sebagai tindakan pengobatan
Jenis terapi oksigen :
Terdapat 2 jenis terapi oksigen
1. Low flow
2. High flow
Penjelasan:
1. Sistem aliran rendah/low flow
Pemberian oksigen dengan menggunakan sistem ini ditujukan
pada pasien yang membutuhkan oksigen tetapi masih mampu
bernafas normal, karena tehnik sistem ini menghasilkan FiO2
yang bervariasi atau tidak konstan, sangat dipengaruhi oleh aliran,
reservior, dan pola nafas pasien.
Low flow dibagi menjadi 2 jenis yaitu low flow low
concentrationdan low flow high concentration
a. low flow low concentration
Contoh pemberian oksigen dengan aliran low flow low
concentration
sebagai berikut:
1. Kateter nasal
Aliran oksigen yang bisa diberikan dengan alat ini adalah sekitar
1–6 liter/menit dengan konsentrasi 24% - 44%. Prosedur
pemasangan kateter ini meliputi insersi kateter oksigen ke dalam
hidung sampai naso faring. Persentase oksigen yang mencapai
paru-paru beragam sesuai kedalaman dan frekuensi pernafasan,
terutama jika mukosa nasal membengkak atau pada pasien yang
bernafas melalui mulut.
2. Nasal Kanul/Kanul Binasal
Nasal kanul adalah alat sederhana yang murah dan sering
digunakan untuk menghantarkan oksigen. Nasal kanul terdapat
dua kanula yang panjangnya masing-masing 1,5 cm (1/2 inci)
menonjol pada bagian tengah selang dan dapat dimasukkan ke
dalam lubang hidung untuk memberikan oksigen dan yang
memungkinkan klien bernapas melalui mulut dan hidungnya.
Oksigen yang diberikan dapat secara kontinyu dengan aliran 1-6
liter/menit. Konsentrasi oksigen yang dihasilkan dengan nasal
kanul sama dengan kateter nasal yaitu 24 % - 44 %.

b. Low flow high concentration


Teknik yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Sungkup Muka (Masker) Sederhana/Simple Face Mask
Alat ini memberikan oksigen jangka pendek, kontinyu atau
selang seling serta konsentrasi oksigen yang diberikan dari
tingkat rendah sampai sedang. Aliran oksigen yang diberikan
sekitar 5-8 liter/menit dengan konsentrasi oksigen antara 40-
60%.
2. Sungkup Muka (Masker) dengan kantong rebreathing
Suatu teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi tinggi
yaitu 60-80% dengan aliran 8-12 liter/menit. Memiliki
kantong yang terus mengembang, baik saat inspirasi maupun
ekspirasi. Pada saat inspirasi, oksigen masuk dari sungkup
melalui lubang antara sungkup dan kantung reservoir,
ditambah oksigen dari kamar yang masuk dalam lubang
ekspirasi pada kantong. Udara inspirasi sebagian tercampur
dengan udara ekspirasi sehingga konsentrasi CO2 lebih tinggi
daripada simple face mask (Ni Luh Suciati, 2010)
3. Sungkup Muka (Masker) dengan Kantong Non-Rebreathing
Non-rebreathing mask mengalirkan oksigen dengan
konsentrasi oksigen sampai 80-100% dengan kecepatan
aliran 10-12 liter/menit. Prinsip alat ini yaitu udara inspirasi
tidak bercampur dengan udara ekspirasi karena mempunyai 2
katup, 1 katup terbuka pada saat inspirasi dan tertutup pada
saat ekspirasi, dan ada 1 katup lagi yang fungsinya mencegah
udara kamar masuk pada saat inspirasi dan akan membuka
pada saat ekspirasi (Ni Luh Suciati, 2010).

g. Teknik pemberian nebulizer


Teknik pemberian memberikan penguapan dan diberikan dengan
obat lalu diuapkan.Alat bantu pernapasan ini juga dapat
mengubah obat menjadi uap aerosol yang berfungsi untuk
mengencerkan dahak penderita asma. Efektifitas alat ini tinggi
karena dapat langsung menuju penyebab serangan penderita
asma. Cara kerja alat ini adalah dengan menguapkan larutan obat
yang telah diisikan pada nebulizer dan dihirup melalui masker
khusus. Kini alat ini tersedia dalam berbagai macam desain
tergantung penggunaan dan pemakaian daya untuk dapat
membuat nebulizer berfungsi.
H. Penatalaksanaan keperawatan
A. Pengkajian
1. Pengkajian fokus
a. Demografi meliputi;nama, umur, jenis kelamin, dan pekerjaan.
b. Keluhan utama
Saat dikaji biasanya penderita pneumotoraks akan
mengeluh sesak nafas dan lemas.
c. Riwayat penyakit sekarang
Penyakit pneumotoraks mulai dirasakan saat penderita
mengalami kecelakaan atau trauma akibat benda tumpul atau
tajam, yang pernah di alami beberapa minggu terakhir. Atau
komplikasi dengan infeksi saluran pernafasan.
d. Riwayat penyakit dahulu
Biasanya penderita pneumotoraks sebelumnya belum
pernah menderita kasus yang sama tetapi mereka mempunyai
riwayat penyakit yang dapat memicu terjadinya pneumotoraks
yaitu riwayat merokok, terpaan polusi kima dalam jangka panjang
misalnya debu/ asap, atau infeksi saluran pernafasan atau bahkan
pengobatan medis yang gagal.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya penyakit pneumotoraks dalam keluarga bukan merupakan
faktor keturunan tetapi lingkungan dan jenis kegiatan yang sering
dilakukan baik pasien atau keluarga.
f. Pola pengkajian
1. Pernafasan
 Gejala : Nafas cepat dan pendek Tanda : Lebih
memilih posisi tiga titik ( tripot) untuk bernafas,
penggunaan otot bantu pernafasan (misalnya :
meninggikan bahu, retraksi supra klatikula,
melebarkan hidung)
 Dada : gerakan dada tidak sama antara kana dan
kiri
 Warna : Pucat dengan sianosis bibir dan dasar
kuku abu- abu keseluruhan.
2. Sirkulasi
 Gejala : Pembengkakan ekstremitas bawah
 Tanda : penurunan CO menyebabkan kondisi
tubuh melemah
 Warna kulit / membrane mukosa : normal atau
abu-abu/ sianosis perifer. Pucat dapat menunjukan
anemia.

3. Makanan / cairan
 Gejala : Mual / muntah, nafsu makan buruk /
anoreksia ( emfisema), ketidakmampuan untuk
makan karena distress pernafasan
 Tanda : Turgor kulit buruk, berkeringat, palpitasi
abdominal dapat menyebabkan hepatomegali.
4. Aktifitas / istirahat
 Gejala : Keletihan, keletihan, malaise,
ketidakmampuan melakukan aktifitas sehari- hari
karena sulit bernafas, ketidakmampuan untuk
tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi,
dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap
aktifitas atau istirahat
 Tanda : Keletihan, gelisah/ insomnia, kelemahan
umum / kehilangan masa otot
5. Integritas ego
 Gejala : Peningkatan faktor resiko
 Tanda : Perubahan pola hidup, ansietas, ketakutan,
peka rangsang
6. Hygiene
 Gejala : Penurunan kemampuan / peningkatan
kebutuhan melakukan aktifitas sehari- hari
 Tanda : Kebersihan buruk, bau badan.
7. Keamanan
 Gejala : kurangnya berhati-hati dalam melakukan
kegiatan sehari-hari sehingga menyebabkan cidera
dan infeksi.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan
penurunan ekspansi paru
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen
3. Nyeri akut berhubungan dengan sesak napas, agen cidera
terhadap tindakan WSD/pungsi
4. Cemas berhubungan dengan stres karena tindakan
WSD/pungsi
5. Gangguan integeritas jaringan berhubungan dengan
diskontinuitas jaringan
6. Resiko Infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas
jaringan (prosedur invasif)
7. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan
penurunan suplai darah tidak adekuat
8. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak napas
dan nyeri
C. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional


1. Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan 1. Kaji faktor penyebab kolaps 1. Memahami penyebab dari
perawatan selama 3x24 paru: trauma, infeksi kolaps untuk mempersiapkan
napas berhubungan
jam, pola napas dapat komplikasi, dll. tindakan/ intervensi yang
dengan penurunan teratasi, dengan kriteria dibutuhkan selanjutnya.
hasil: 2. Kaji kualitas, frekuensi, dan 2. Untuk menentukan pemberian
ekspansi paru
1. Saturasi O2 >95% kedalaman pernapasan. intervensi oksigenasi.
2. RR dalam rentang 3. Observasi TTV setiap 2 jam. 3. Untuk dapat megetahui
normal perubahan kondisi klien
3. Bunyi napas tidak 4. Berikan terapi oksigen, jika 4. Untuk memberikan bantuan
terdengar wheezing diperlukan. oksigenasi sehingga mampu
4. Pola tidur sedikit meningkatkan RR pasien dan
teratasi dengan lama meningkatkan saturasi oksigen
istirahat 5 jam dan 5. Kolaborasikan pemberian 5. Untuk memperlebar saluran
kembali tidur lagi bronkodilator, jika diperlukan. pernapasan
5. Dapat 6. Pertahankan posisi pasien 6. Untuk memungkinkan ekspansi
mendemonstrasikan semifowler, kecuali pasien paru yang adekuat
batuk efektif dan dengan gejala hemaptoe
teknik relaksasi 7. Ajarkan pasien batuk efektif dan 7. Untuk memberikan terapi
6. Pasien dapat teknik relaksasi nonfarmako yang mengurangi
melakukan napas penyempitan saluran napas
dalam pasien dan membantu untuk
mengeluarkan sekret dari
inflamasi yang terjadi
8. Ajarkan pasien napas dalam 8. Untuk membantu ekspansi dada
dengan cara meniup balon dengan cara yang menarik dan
tidak membebankan pasien
2. Gangguan perfusiSetelah dilakukan 1. Kaji status input dan output 1. Untuk memantau sirkulasi
jaringan berhubungan perawatan selama 1x24 cairan. darah dalam ginjal yang
dengan penurunan suplai jam, gangguan perfusi membantu dalam proses
darah tidak adekuat jaringan dapat teratasi, penyaringan darah
dengan kriteria hasil: 2. Pantau parestesia (sensasi 2. Untuk mengetahui lokasi
1. Status sirkulasi; aliran terbakar/tertusuk-tusuk), sirkulasi yang tidak adekuat
darah adekuat ke kesemutan, hiperestesia, dan
seluruh tubuh hipoestesia.
2. Pasien tidak tampak 3. Anjurkan pasien untuk 3. Mencegah terjadinya dekubitus,
anemis melakukan miring kanan dan membantu memperlancar
3. Akral pasien tampak miring kiri. sirkulasi darah keseluruh tubuh
hangat, kering, dan 4. Observasi TTV pasien setiap 2 4. Untuk mengetahui status
merah. jam perubahan kondisi pasien
4. Menunjukkan 5. Anjurkan pasien untuk minum 5. Untuk menyeimbangkan cairan
keseimbangan cairan banyak tubuh pasien
antara input dan 6. Kolaborasikan pemberian cairan 6. Untuk menyeimbangkan cairan
output melalui infus tubuh pasien
5. TTV dalam rentang
normal:
S: 36,5-37,5C
N: 60-100x/mnt
3. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan 1. Kaji PQRST nyeri pada pasien 1. Untuk mengetahui penyebab,
perawatan selama 1x24 lokasi, skala, intensitas waktu
dengan sesak napas, agen
jam, nyeri akut dapat nyeri sehingga akan didapat
cidera terhadap tindakan teratasi, dengan kriteria intervensi lanjutan yang tepat.
hasil: 2. Observasi TTV pasien setiap 2 2. Untuk mengetahui perubahan
WSD/pungsi
1. Nyeri berada dalam jam status kondisi kesehatan pasien
skala rentang ringan 3. Ajarkan terapi nonfarmako 3. Untuk mengurangi rasa nyeri
2. TTV dalam rentang berupa teknik relaksasi atau dengan mendilatasi otot saluran
normal: guided imagery, atau teknik pernapasan pasien, hipnoterapi,
N: 60-100x/mnt distraksi. maupun mengalihkan rasa sakit
RR: 16-20x/mnt dari nyeri yang dirasakan
TD: 120/90 mmHg 4. Kolaborasikan pemberian pasien dengan skala ringan
3. Pola tidur sedikit analgesik, jika diperlukan. hingga sedang.
teratasi dengan lama 4. Untuk mengurangi nyeri
istirahat 5 jam dan 5. Berikan kompres hangat atau dengan skala sedang hingga
kembali tidur lagi dingin pada dada pasien berat.
4. Mampu mengontrol 5. Untuk membuat pasien
nyeri menggunakan 6. Observasi tindakan terapi merasakan sensasi yang lebih
manajemen non farmako maupun non farmako rileks
farmakologi 7. Tingkatkan istirahat 6. Mengetahui efektivitas
tindakan yang telah dilakukan
7. Untuk mengurangi stres yang
dapat memicu timbulnya nyeri

DISCHARGE PLANNING:

1. Meminimalkan stressor atau penyebab stress


2. Istirahat yang berkualitas
3. Melakukan gaya hidup sehat: olahraga teratur, mengkonsumsi sayur dan buah, diet TKTP, tidak mengkonsumsi rokok maupun
minuman beralkohol
4. Ajarkan keluarga untuk mengetahui keadaan emergency dengan cepat membawa pasien ke RS
DAFTAR PUSTAKA

Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan: diagnosis NANDA,


intervensi NIC, kriteria hasil NOC, ed 9. Jakarta: EGC

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Davey, Patrick. 2006. At a Glance Medicine. Jakarta: Penerbit Erlangga

Rosemberg, Martha C., Smith, Kelly. 2010. Nanda Diagnosa Keperawatan. Yogyakarta:
Digna Pustaka.

Rubenstein, David dkk. 2009. Lecture Notes Kedokteran Klini. Ed. Keenam. Jakarta:
Penerbit Erlangga.

Wilkison, JM.2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC

Brunner and Suddarth. 2010. Buku Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :EGC

Вам также может понравиться