Вы находитесь на странице: 1из 36

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pengetahuan


2.1.1 Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu,dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan ini terjadi melalui
panca indera manusia,yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa
dan raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya perilaku seseorang. (Notoatmodjo, 2012: 138).
Pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui berkaitan dengan proses
pembelajaran. Pengetahuan adalah sebagai suatu pembentukan yang terus
menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya
pemahaman-pemahaman baru (Budiman, 2014:3).
pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk
tindakan atau sikap seseorang Notoatmodjo (2010:3) Pengetahuan merupakan
penginderaan manusia,atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera
yang dimilikinya(mata, hidung, telinga, dan lain sebagainya), (Taufik, 2011: 87).
Pengetahuan adalah merupakan hasil mengingat suatu hal, termasuk
mengingat kembali kejadian yang pernah dialami baik secara sengaja maupun
tidak sengaja dan ini terjadi setelah orang malakukan kontak atau pengamatan
terhadap suatu obyek tertentu (Mubarok,dkk, 2012: 173).

2.1.2 Tingkat pengetahuan


Ada 6 (enam) tingkatan pengetahuan yang dicakup dalam domain
kognitif, yaitu:
1) Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari keseluruhan bahan yang dipelajari atau

6
7

rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu
tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.
2) Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya
terhadap objek yang dipelajari.
3) Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya),aplikasi di sini dapat
diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,
prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
4) Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur
organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat
dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat
bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
5) Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat
merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap
suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
8

6) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini
didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria
yang telah ada (Notoatmodjo, 2012:139).

2.1.3 Cara Memperoleh Pengetahuan


Menurut Notoadmodjo (2012:140) ada beberapa cara untuk memperoleh
pengetahuan, yaitu :
2.1.3.1 Cara tradisional untuk memperoleh pengetahuan, meliputi :
1) Cara coba-salah (trial and error)
Cara ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam
memecahkan masalah dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba
kemungkinan yang lain jika tidak berhasil lagi dicoba kemungkinan seterusnya
sampai masalah tersebut dapat dipecahkan.
2) Kekuasaan atau otoritas
Pada cara ini pengetahuan diperoleh berdasarkan pada otoritas atau
kekuasaan, baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pimpinan agama maupun ahli
ilmu pengetahuan.
3) Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman berdasarkan sumber pengetahuan atau pengalaman
merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan.
4) Melalui jalan pikiran
Dalam memperoleh pengetahuan manusia telah menggunakan jalan
pikirannya, baik melalu induksi maupun deduksi. Induksi adalah proses
pembuatan kesimpulan melalui pertanyaan-pertanyaan khusus kepada yang
umum. Deduksi adalah pembuatan kesimpulan dari pertanyaan-pertanyaan umum
kepada yang khusus.
5) Cara modern untuk memperoleh pengetahuan
Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini
lebih sistimatis, logis, dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau
lebih popular.
9

2.1.4 Faktor-Faktor yang mempengaruhi pengetahuan


1) Umur
Umur adalah usia yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat
beberapa tahun. Semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan seseorang
akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja (Nursalam, 2011;134).
Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir, semakin
bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya,
sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin menarik (PRO HEALTH,
2010).
2) Pendidikan
Menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional,
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya.
Pendidikan adalah salah satu usaha untuk mengembangkan kepribadian
den kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup,
Pendidikan dapat diklasifikasikan menjadi:
(1) Pendidikan tinggi : Akademi atau perguruan tinggi
(2) Pendidikan sedang : SLTP / SLTA
(3) Pendidikan rendah : SD / Tidak sekolah (Nursalam, 2011:134).
Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk
mendapatkan informasi baik dari orang lain maupun dari media masa. Sebaliknya
tingkat pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan dan sikap
seseorang terhadap nilai-nilai yang baru dikenalkan (Nursalam, 2011:135).
Ketidaktahuan dapat disebabkan karena pendidikan yang rendah,
seseorang dengan tingkat pendidikan yang terlalu rendah akan sulit menerima
pesan, pencerna pesan, dan informasi yang disampaikan.
Pendidikan akan membuat seseorang terdorong dan termotivasi untuk ingin
tahu mencari pengalaman sehingga informasi yang diterima akan menjadi
pengetahuan. Sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya oleh Penelitian yang
dilakukan oleh Asiah (2009) di desa Rukoh Kecamatan Syiah Kuala Banda Aceh
menyatakan bahwa tingkat pendidikan sangat berhubungan dengan pengetahuan,
10

dimana semakin tinggi tingkat pendidikan yang diperoleh maka semakin tinggi
pula tingkat pengetahuan
3) Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali
pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu
(PRO HEALTH, 2010).
4) Sunber Informasi
Informasi dapat diperoleh dari pendidikan formal maupun non formal yang
memberikan pengaruh jangka pendek yang dapat terlihat apabila seseorang dapat
menerima informasi sebagai suatu yang positif dan dapat membawa suatu
perubahan terhadap perilaku yang mungkin akan teriadi pada saat itu. Sehingga
menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan .
Meningkatkan pengetahuan juga dapat diperoleh dari metode penyuluhan.
Dengan pengetahuan yang bertambah seseorang akan dapat mengubah sikap serta
perilakunya.

2.1.5 Pengukuran pengetahuan


Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan memberikan
seperangkat alat tes/kuisioner tentang objek pengetahuan yang mau di
ukur,selanjutnya dilakukan penilaian dimana setiap jawaban benar di beri nilai 1
dan jika salah diberi nilai 0. Dimana masing-masing dinilai dari pengetahuan
baik,cukup,dan kurang. Dengan menggunakan rumus :
P= f / N x 100 %
Dimana :
P = Prosentasi
F = jumlah jawaban yang benar
N = jumlah skor maksimum jika jawaban benar
(Arikunto,2012:123)
Setelah presentase diketahui kemudian hasilnya di interprestasikan dengan
kriteria :
Baik = 76% -100%
11

Cukup = 56% -75%


Kurang = ≤ 55%

2.2 Konsep Sikap


2.2.1 Pengertian Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap stimulus atau objek dan manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat
tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap
belum merupakan tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi
tindakan suatu perilaku (Soekidjo Notoatmodjo, 2010:124).
Sikap merupakan suatu predisposisi yang digunakan untuk merespon
secara positif atau negative terhadap suatu objek, situasi, konsep dan orang. Sikap
berorientasi pada respon adalah perasaan mendukung atau tidak mendukung pada
suatu objek. Selain itu, sikap berorientasi pada kesiapan respon adalah kesiapan
untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu (Budiman,2013:
14).
Menurut Allport (1954) yang dikutip oleh Soekidjo Notoatmodjo
(2010:125), menjelaskan bahwa sikap mempunyai 3 komponen pokok, yaitu:
1) Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek
2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap objek
3) Kecenderungan untuk bertindak Sikap merupakan kesiapan seseorang untuk
bertindak secara tertentu terhadap hal-hal tertentu. Sikap dapat bersifat positif,
kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan objek
tertentu sedangkan dalam sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi,
menghindari, membenci, tidak menyukai objek tertentu .
Menurut Atkinson yang dikutip oleh Sunaryo (2014:199-200), sikap
memiliki 5 fungsi, yaitu:
1) Fungsi Instrumental
Fungsi sikap ini dikaitkan dengan manfaat dan menggambarkan keinginan.
2) Fungsi Pertahanan Ego
12

Sikap diambil individu untuk melindungi diri dari kecemasan yang


mengancam harga dirinya.
3) Fungsi Nilai Ekspresi
Sikap diambil individu untuk mengekspresikan nilai yang ada dalam diri.
4) Fungsi Pengetahuan
Sikap ini membantu individu untuk menerima informasi yang kemudian
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
5) Fungsi Penyesuaian Sosial
Sikap ini membantu individu merasa menjadi bagian dari masyarakat
sehingga dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Menurut Soekidjo Notoatmodjo (1997) yang dikutip oleh Sunaryo
(2013:200-201), sikap memiliki 4 tingkat, yaitu:
1) Menerima (receiving)
Individu ingin dan memperhatikan rangsangan (stimulus) yang diberikan.
2) Merespon (responding)
Individu dapat memberikan jawaban apabila ditanya, mampu mengerjakan
dan menyelesaikan tugas yang diberikan.
3) Menghargai (valuing)
Individu mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu
masalah.
4) Bertanggung jawab (responsible)
Individu akan bertanggung jawab dan siap menanggung risiko atas segala
hal yang telah dipilihnya.
Menurut Bimo Walgito (2009) ada 4 hal yang menjadi faktor penentu sikap
individu, yaitu:
1) Faktor Fisiologis
Faktor yang penting adalah umur dan kesehatan.
2) Faktor Pengalaman Langsung terhadap Objek Sikap
Pengalaman langsung yang dialami individu terhadap objek sikap
berpengaruh terhadap sikap individu terhadap objek sikap tersebut.
3) Faktor Kerangka Acuan
13

Kerangka acuan yang tidak sesuai dengan objek sikap,akan menimbulkan


sikap yang negatif terhadap objek sikap tersebut.
4) Faktor Komunikasi Sosial
Informasi yang diterima individu akan dapat menyebabkan perubahan sikap
pada diri individu tersebut.

2.2.2 Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sikap


1) Faktor internal: faktor yang terdapat dalam pribadi manusia itu sendiri.
Faktor ini berupa selectivity atau daya pilih seseorang untuk menerima dan
mengolah pengaruh-pengaruh yang datang dari luar.
2) Faktor eksternal: faktor yang terdapat di luar pribadi manusia. Faktor ini
berupa interaksi sosial di luar kelompok (Abu Ahmadi,2011).
Menurut Sarlito Wirawan Sarwono (2010), yang dikutip oleh Sunaryo
(2011:204), ada beberapa cara untuk membentuk dan mengubah sikap individu,
yaitu:
1) Adopsi
Suatu cara pembentukan dan perubahan sikap melalui kejadian yang terjadi
berulang dan terus menerus.
2) Diferensiasi
Suatu cara pembentukan dan perubahan sikap karena sudah dimilikinya
pengetahuan, pengalaman, intelegensi, dan bertambahnya umur.
3) Integrasi
Suatu cara pembentukan dan perubahan sikap secara bertahap,diawali
dengan pengetahuan dan pengalaman sehingga akan terbentuk sikap terhadap
suatu objek.
4) Trauma
Suatu cara pembentukan dan perubahan sikap secara tiba-tiba dan
mengejutkan sehingga meninggalkan kesan mendalam pada diri individu.
5) Generalisasi
Suatu cara pembentukan dan perubahan sikap karena pengalaman traumatik
pada individu terhadap hal tertentu sehingga menimbulkan sikap negatif.
Pengukuran tentang sikap dapat dilakukan secara langsung maupun dapat
14

ditanyakan bagaimana pendapat atau pertanyaan responden terhadap suatu objek


secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pertanyaan hipotesis yang
kemudian ditanyakan pada responden (bisa dengan pilihan jawaban setuju,
raguragu, tidak setuju, benar salah, atau yang lain) (Soekidjo Notoatmodjo,2011).

2.2.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Sikap


1) Pengalaman Pribadi
Pengalaman pribadi dapat menjadi dasar pembentukan sikap apabila
pengalaman tersebut meninggalkan kesan yang kuat. Sikap akan lebih mudah
terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang
melibatkan faktor emosional.
2) Pengaruh Orang Lain
Individu pada umumnya cenderung untuk memiliki sikap yang konformis
atau searah dengan sikap seseorang yang dianggap penting.
3) Pengaruh Budaya
Kebudayaan dapat memberi corak pengalaman individu-individu
masyarakat. Sebagai akibatnya, tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan
garis pengaruh sikap kita terhadap berbagai masalah.
4) Media Masa
Dalam pemberian surat kabar maupun radio atau media komunikasi
lainnya.
5) Lembaga Pendidikan dan Lembaga Keagamaan
Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama
sangat menentukan sistem kepercayaan. Hal tersebut kemudian berpengaruh
terhadap sikap.

2.2.4 Pengukuran Sikap


Aspek sikap menggunakan skala likert yang terdiri dari 4 alternatif
jawaban yaitu sangat setuju, setuju, tidak setuju dan sangat tidak setuju.
Selanjutnya dilakukan penilaian dengan rumus skala likert sebagai berikut:
P = Sp/Sm × 100%
Dimana:
15

P = Nilai sikap
Sp = Skor yang didapat
Sm = Skor tertinggi maksimum
Selanjutnya presentase jawaban di interprestasikan dalam kualitatif dengan
acuan sebagai berikut:
(1) Sangat setuju: 76% - 100%
(2) Setuju: 56% - 75%
(3) Tidak setuju: 26% - 55%
(4) Sangat tidak setuju: < 26

2.3 Konsep Perilaku


2.3.1 Pengertian Perilaku
Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme
(makhluk hidup) yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2007: 133). Oleh sebab itu,
dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan,
binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai
aktivitas masing-masing. Sehingga yang dimaksud dengan perilaku manusia, pada
hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang
mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, menangis,
tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku (manusia) adalah semua kegiatan
atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak
dapat diamati oleh pihak luar.
Skiner (1938) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku
merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari
luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap
organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skiner ini
disebut teori “S-O-R” atau Stimulus Organisme Respons. Skiner membedakan
adanya dua respons.
1) Respondent respons atau reflexive, yakni respons yang ditimbulkan oleh
rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut
16

eliciting stimulation karena menimbulkan respons-respons yang relatif tetap.


Misalnya makanan yang lezat menimbulkan keinginan untuk makan, cahaya
terang menyebabkan mata tertutup, dan sebagainya, Respondent respons ini
juga mencakup perilaku emosional, misalnya mendengar berita musibah
menjadi sedih atau menangis, lulus ujian meluapkan kegembiraannya dengan
mengadakan pesta, dan sebagainya.
2) Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan
berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu.
Perangsang ini disebut reinforcing stimulation atau reinforcer, karena
memperkuat respons. Misalnya apabila seorang petugas kesehatan
melaksanakan tugasnya denganbaik (respons terhadap uraian tugasnya atau
job skripsi) kemudian memperoleh penghargaan dari atasannya (stimulus
baru), maka petugas kesehatan tersebut akan lebih baik lagi dalam
melaksanakan tugasnya.
Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat
dibedakan menjadi dua.
1) Perilaku Tertutup (covert behavior)
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup
(covert). Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian,
persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang
menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.
Oleh sebab itu, disebut covert behavior atau unobservable behavior, misalnya:
seorang ibu hamil tahu pentingnya periksa kehamilan, seorang pemuda tahu
bahwa HIV/AIDS dapat menular melalui hubungan seks dan sebagainya.
2) Perilaku terbuka (overt behavior)
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau
terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan
atau praktik (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang
lain. Oleh sebab itu disebut overt behavior, tindakan nyata atau praktik (practice)
misal, seorang ibu memeriksakan kehamilannya atau membawa anaknya ke
puskesmas untuk diimunisasi, penderita TB paru minum obat secara teratur, dan
sebagainya.
17

Seperti telah disebutkan di atas, sebagian besar perilaku manusia adalah


operant response. Oleh sebab itu, untuk membentuk jenis respons atau perilaku
perlu diciptakan adanya suatu kondisi tertentu yang disebut operant conditioning.
Prosedur pembentukan perilaku dalam operant conditioning ini menurut Skiner
adalah sebagai berikut.
1) Melakukan identifikasi tentang hal-hal yang merupakan penguat atau
reinforcer berupa hadiah-hadiah atau rewards bagi perilaku yang akan
dibentuk.
2) Melakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil yang
membentuk perilaku yang dikehendaki. Kemudian komponen-komponen
tersebut disusun dalam urutan yang tepat untuk menuju kepada terbentukunya
perilaku yang dimaksud.
3) Menggunakan secara urut komponen-komponen itu sebagai tujuan sementara,
mengidentifikasi reinforcer atau hadiah untuk masing-masing komponen
tersebut.
4) Melakukan pembentukan perilaku dengan menggunakan urutan komponen
yang telah tersusun. Apabila komponen pertama telah dilakukan, maka
hadiahnya diberikan. Hal ini akan mengakibatkan komponen atau perilaku
(tindakan) tersebut cenderung akan sering dilakukan. Kalau ini sudah
terbentuk maka dilakukan komponen (perilaku) yang kedua yang kemudian
diberi hadiah (komponen pertama tidak memerlukan hadiah lagi). Demikian
berulang-ulang sampai komponen kedua terbentuk. Setelah itu dilanjutkan -
dengan komponen ketiga, keempat, dan selanjutnya sampai seluruh perilaku
yang diharapkan terbentuk.
Sebagai ilustrasi, misalnya dikehendaki agar anak mempunyai kebiasaan
menggosok gigi sebelum tidur. Untuk berperilaku seperti ini maka anak
tersebut harus:
1) Pergi ke kamar mandi sebelum tidur
2) Mengambil sikat dan odol
3) Mengambil air dan berkumur
4) Melaksanakan gosok gigi
5) Menyimpan sikat gigi dan odol
18

6) Pergi ke kamar tidur


Kalau dapat diidentifikasi hadiah-hadiah (tidak berupa uang) bagi masing-
masing komponen perilaku tersebut (komponen 1-6), maka akan dapat dilakukan
pembentukan kebiasaan tersebut.
Contoh di atas adalah suatu penyederhanaan prosedur pembentukan perilaku
melalui operant conditioning. Di dalam kenyataannya prosedur itu banyak dan
bervariasi sekali dan lebih kompleks daripada contoh di atas. Teori Skiner ini
sangat besar pengaruhnya, terutama di Amerika Serikat. Konsep-konsep behavior
control, behavior theraphy, dan behavior modification yang dewasa ini
berkembang adalah bersumber pada teori ini.

2.3.2 Perilaku Kesehatan


Berdasarkan batasan perilaku dari Skiner tersebut, maka perilaku
kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus atau
objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan,
makanan, dan minuman, serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan
dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok.
1) Perilaku pemeliharaan kesehatan (Health maintanance)
Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau
menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit.
Oleh sebab itu, perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari 3 aspek yaitu:
(1) Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta
pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.
(2) Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat.
Perlu dijelaskan di sini, bahwa kesehatan itu sangat dinamis dan relatif,
maka dari itu orang yang sehat pun perlu diupayakan supaya mencapai
tingkat kesehatan yang seoptimal mungkin.
(3) Perilaku gizi (makanan dan minuman). Makanan dan minuman dapat
memelihara serta meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi sebaliknya
makanan dan minuman dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan
seseorang, bahkan dapat mendatangkan penyakit. Hal ini sangat
tergantung pada perilaku orang terhadap makanan dan minuman tersebut.
19

(4) Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan


kesehatan, atau sering disebut perilaku pencarian pengobatan (health
seeking behavior)Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan
seseorang pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan
atau perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri (self treatment) sampai
mencari pengobatan ke luar negeri.
2) Perilaku kesehatan lingkungan
Bagaimana seseorang merespons lingkungan, baik lingkungan fisik
maupun sosial budaya, dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak
mempengaruhi kesehatannya. Dengan perkataan lain, bagaimana seseorang
mengelola lingkungannya sehingga tidak mengganggu kesehatannya sendiri,
keluarga atau masyarakatnya. Misalnya bagaimana mengelola pembuangan tinja,
air minum, tempat pembuangan sampah, pembuangan limbah, dan sebagainya.
Seorang ahli lain (Becker, 1979) membuat klasifikasi lain tentang perilaku
kesehatan ini:
3) Perilaku hidup sehat
Adapun perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan
seseorang untuk memperthankan dan meningktkan kesehatannya. Perilaku ini
mencakup antara lain:
(1) Makan dengan menu seimbang (appropriate diet). Menu seimbang disini
dalam arti kualitas (mengandung zat-zat gizi yang diperlukan tubuh), dan
kuantitas dalam arti jumlahnya cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh
(tidak kurang, tetapi juga tidak lebih).
(2) Olahraga teratur, juga mencakup kualitas (gerakan), dan kuantitas dalam
arti frekuensi dan waktu yang digunakan untuk olahraga. Dengan
sendirinya kedua aspek ini akan tergantung dari usia, dan status kesehatan
yang bersangkutan.
(3) Tidak merokok. Merokok adalah kebiasaan jelek yang mengakibatkan
berbagai macam penyakit. Ironisnya kebiasaan merokok ini, khususnya di
Indonesia, seolah-olah sudah membudaya.
20

(4) Tidak minum minuman keras dan narkoba. Kebiasaan minum miras dan
mengonsumsi narkoba (narkotik dan bahan-bahan berbahaya lainnya, juga
cenderung meningkat.
(5) Istirahat yang cukup. Dengan meningkatnya kebutuhan hidup akibat
tuntutan untuk penyesuaian dengan lingkungan modern, mengharuskan
orang untuk bekerja keras dan berlebihan, sehingga waktu istirahat
berkurang.
(6) Mengendalikan stres. Stres tidak dapat kita hindari, yang penting dijaga
agar stres tidak menyebabkan gangguan kesehatan, kita harus dapat
mengendalikan atau mengelola stres dengan kegiatan-kegiatan yang
positif.
4) Perilaku sakit (illnes behavior)
Perilaku sakit ini mencakup respons seseorang terhadap sakit dan
penyakit, persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang: penyebab dan gejala
penyakit, pengobatan penyakit, dan sebagainya.
5) Perilaku peran sakit (the sick role behavior)
Dari segi sosiologi, orang sakit (pasien) mempunyai peran yang mencakup
hak-hak orang sakit (right) dan kewajiban sebagai orang sakit (obligation). Hak
dan kewajiban ini harus diketahui oleh orang sakit sendiri maupun orang lain
(terutama keluarganya), yang selanjutnya disebut perilaku peran orang sakit (the
sick role). Perilaku ini meliputi:
(1) Tindakan untuk memperoleh kesembuhan.
(2) Mengenal/mengetahui fasilitas atau sarana pelayanan yang layak.
(3) Mengetahui hak.

2.3.3 Domain Perilaku


Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus
atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons
sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang
bersangkutan. Hal ini berarti meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang,
namun respons tiap-tiap orang berbeda. Faktor-faktor yang membedakan respons
21

terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku


ini dapat dibedakan menjadi dua, yakni:
1) Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan,
yang bersifat given atau bawaan, misalnya: tingkat kecerdasan, tingkat
emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.
2) Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik,
sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering
merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.
Dari uraian di atas dapat dirumuskan bahwa perilaku adalah merupakan
totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang, yang merupakan hasil bersama atau
resultante antara berbagai faktor, baik faktor internal maupun eksternal. Dengan
perkataan lain perilaku manusia sangatlah kompleks, dan mempunyai bentangan
yang sangat luas. Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan
membagi perilaku manusia itu ke dalam tiga domain, ranah atau kawasan yakni
kognitif, afektiv, dan psikomotor. Dalam perkembangannya teori Bloom ini
dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni:
2.4.3.1 Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalu
pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
1) Proses adopsi perilaku
Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan. Penelitian Rodger (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang
mengadopsi prilaku baru (berprilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi
proses yang berurutan, yakni:
(1) Awarness (kesadaran), yakni orang tersebut dalam arti mengetahui stimulus
(objek) terlebih dahulu.
(2) Intereat, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.
(3) Evaluation, (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus.
(4) Trial, orang telah mencoba perilaku baru.
22

(5) Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,


kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
2) Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan
(1) Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingatkan suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah
meningkatkan kembali (recall) suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
(2) Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahhui, dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar.
(3) Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi ini dapat diartikan
sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan
sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
(4) Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atu suatu objek
ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi,
dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis dapat dilihat
dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan),
membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan seterusnya.
(5) Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
bari dari formulasi-formulasi yang ada.
(6) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilain terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini didasarkan
23

pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria


yang telah ada.
2.4.3.2 Sikap (attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukan konotasi
adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-
hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus social.
1) Komponen pokok sikap
Dalam bagian lain Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai
3 komponen pokok:
(1) Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.
(2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
(3) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh
(total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran,
keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.
2) Berbagai tingkat sikap
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan:
(1) Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus
yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari
kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang gizi.
(2) Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelsaikan tugas
yang diberikan adalah suatu indikasi dan sikap.
(3) Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah
adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
(4) Bertanggung jawab (responsible)
Bertagung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilih dengan segala resiko
merupakan sikap yang paling tinggi. Pengukur sikap dapat dilakukan secara
langsung dan tidak langsung.
24

2.4.3.3 Praktik atau tindakan (practice)


Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior).
Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain
adalah fasilitas. Di samping faktor fasilitas, juga diperlukan faktor dukungan
(support) dari pihak lain, misalkan dari suami dan istri, orang tua atau mertua, dan
lain-lain. Praktik ini mempunyai beberapa tingkatan:
1) Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih bernagai objek sehubungan dengan tindakan yang
akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.
2) Respon terpimpin (guide respon)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan
contoh adalah merupakan indicator tangka dua.
3) Mekanisme (mecanisme)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara
otomatis, maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga.
2.4.3.4 Perubahan (adopsi) perilaku dan indikatornya
Perubahan atau adopsi perilaku baru adalah suatu proses yang kompleks dan
memerlukan waktu yang relative lama. Secara teori perubahan perilaku atau
seseorang menerima atau mengadopsi perilaku baru dalam kehidupannya melalui
3 tahap:
1) Pengetahuan
Sebelum seseorang mengadopsi perilaku (berperilaku baru), ia harus tahu
terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku tersebut bagi dirinya atau
keluarganya.
2) Sikap
Setelah seorang mengetahui stimulus atau objek, proses selanjutnya akan
menilai atau bersikap terhadap stimulus atau objek kesehatan tersebut.
3) Praktik atau tindakan (practice)
Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian
mengadakan penilaian atau pendapatan terhadap apa yang diketahui, proses
selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktikkan apa yang
diketahui atau disikapinya (dinilai baik). Inilah yang disebut praktik (practice)
25

kesehatan, atau dapat juga dikatakan perilaku kesehatan (overt behavior). Secara
teori memeng perubahan perilaku atau mengadopsi perilaku baru itu mengikuti
tahap-tahap yang telah disebutkan, yakni melalui proses perubahan: pengetahuan
(knowledge)-sikap (attitude)-praktik (practice) atau “KAP” (PSP).
2.4.3.5 Aspek sosio-psikologi perilaku kesehatan
Di dalam proses pembentukan dan atau perubahan perilaku dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri. Faktor-faktor
tersebut antara lain: susunan saraf pusat memegang peranan penting dalam
perilaku manusia, karena perilaku merupakan sebuah bentuk perpindahan dari
rangsangan yang masuk kerangsang yang dihasilkan. Perpindahan ini dihasilkan
oleh susunan saraf pusat dengan unit-unit dasarnya yang disebut neuron. Neuron
memindahkan energi-energi di dalam impul-impul saraf. Impul-impul saraf indra
pendengaran, penglihatan, pembauan, pengecapan, dan perubahan disalurkan dari
tempat terjadinya rangsangan melalui impul-impul saraf ke susunan saraf pusat.
Perubahan-perubahan perilaku dalam diri seorang dapat diketahui melalui
persepsi. Persepsi adalah pengalaman yang dihasilkan melalui indra penglihatan,
pendengaran, penciuman, dan sebagainya

2.4 Teori Pola Makan


2.4.1 Pengertian Pola Makan

Pola makan adalah gambaran mengenai macam, jumlah, dan komposisi


bahan makanan yang dimakan tiap hari oleh satu orang yang merupakan ciri khas
dari suatu kelompok masyarakat tertentu (Almatsier 2011:93).
Pola makan adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan jenis
makanan dengan maksud tertentu seperti mempertahankan kesehatan, status
nutrisi, mencegah atau membantu kesembuhan penyakit (Depkes RI, 2009).

2.4.2 Pola Makan terdiri dari


1) Frekuensi Makan
Frekuensi makan adalah jumlah makan dalam sehari baik kualitatif dan
kuantitatif. Secara alamiah makanan diolah dalam tubuh melalui alat-alat
26

pencernaan mulai dari mulut sampai usus halus. Lama makanan dalam lambung
tergantung sifat dan jenis makanan. Jika dirata-rata, umumnya lambung kosong
antara 3-4 jam. Maka jadwal makan ini pun menyesuaikan dengan kosongnya
lambung.
Porsi makan pagi tidak perlu sebanyak porsi makan siang dan makan malam
secukupnya saja, untuk memenuhi energi dan sebagian zat gizi sebelum tiba
makan siang. Lebih baik lagi jika makanan ringan sekitar pukul 10.00 WIB.Menu
sarapan yang baik harus mengandung karbohidrat, protein dan lemak, serta cukup
air untuk mempermudah pencernaan makanan dan penyerapan zat gizi. Pilihlah
menu yang praktis dan mudah di siapkan dan usahakan untuk makan pagi karena
penting dan mempersiapkan energi dalam beraktivitas dalam sehari.
2) Jenis Makanan
Jenis makanan adalah variasi bahan makanan yang kalau dimakan, dicerna,
dan serap akan menghasilkan paling sedikit susunan menu sehat dan seimbang.
Menyediakan variasi makanan merupakan salah satu cara unuk menghilangkan
rasa bosan. Sehingga mengurangi selera makan. Menyusun hidangan seha
memerlukan keterampilan dan pengetahuan gizi. Variasi menu yang tersusun oleh
kombinasi bahan makanan yang memperhitung dengan tepat akan memberikan
hidangan sehat baik secara kualitas maupun kuantitas. Teknik pengolahan
makanan adalah guna memperoleh intake yang baik dan bervariasi.
3) Tujuan Makan
Secara umum, tujuan makan menurut ilmu kesehatan adalah memperoleh
energi yang berguna untuk pertumbuhan, mengganti sel tubuh yang rusak,
mengatur metabolism ubuh serta meningkatkan daya tahan tubuh terhadap
serangan penyakit.
Manfaat makanan bagi mahluk hidup, termasuk manusia antara lain :
(1) Memberikan bahan untuk membangun dan memelihara tubuh
disamping memperbaiki bagian tubuh yang rusak.
(2) Memberikan energi (tenaga) yang dibutuhkan untuk kebutuhan
bergerak dan bekerja.
(3) Memberikan rasa kenyang yang berpengaruh terhadap ketentraman
yang berarti mempunyai dampak posiif terhadap kesehatan. Dengan
27

demikian, kecukupan akan makanan mempunyai arti biologis dan


psikologis.
5) Jumlah (porsi) Makanan
Jumlah atau porsi merupakan suau ukuran maupun takaran makanan yang
dikonsumsi pada tiap kali makan. Jumlah (porsi) standar bagi remaja antara lain :
(1) Makanan pokok
Makanan pokok berupa nasi, roti tawar dan mie instant. Jumlah atau
porsi makan pokok antara lain nasi 100 gram, roti tawar 50 gram, mie
instant unuk ukuran besar 100 gram dan ukuran kecil 60 gram.
(2) Lauk pauk
Lauk pauk mempunyai dua golongan lauk nabati dan lauk hewani,
jumlah atau porsi makanan antara lain daging 50 gram, telur 50 gram,
ikan 50 gram, tempe 50 gram (dua potong), tahu 50 gram (dua potong).
(3) Sayur
Sayur merupakan bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan,
jumlah atau porsi sayuran dari berbagai jenis masakan sayuran antara
lain : sayur 100 gram.
(4) Buah
Buah adalah suatu hidangan yang disajikan setelah makanan yang
fungsinya sebagai pencuci mulut, jumlah atau porsi buah ukuran buah
100 gram, ukuran potongan 75 gram.
(5) Makanan selingan
Makanan selingan atau kecil biasanya dihidangkan antara waktu makan
pagi, makan siang maupun sore hari. Porsi atau jumlah untuk makanan
selingan tidak terbatas jumlahnya (bisa sedikit atau banyak).
(6) Minuman
Minuman mempunyai fungsi membantu proses metabolism tubuh, tiap
jenis minuman berbeda-beda pada umumnya jumlah atau ukurannya
untuk air putih dalam sehari lima kali atau lebih per gelas (2 liter
perhari), sedangkan susu 1 gelas (200 gram).
28

2.4.3 Pola Makan Yang Sehat


1) Makanlah sesuai waktu 3 kali sehari pagi, siang, malam (tidak termasuk
snake ringan)
2) Biasakan membawa bekal makan dari rumah. Selain menghemat uang
jajan, membawa makan siang dari rumah akan menghemat waktumu dengan tidak
perlu mengantri di outlet makanan.
3) Pilih makanan yang dipanggang atau rebus, bukan digoreng. Di
bandingkan makanan yang dipanggang atau rebus, makanan yang digoreng
mempunya 50% kalori atau lemak lebih banyak.
4) Kurangi fastfood. Makan sekali-kali boleh, tetapi jaga porsinya dan
hindari fastfood berukuran besar. Kalori dalam fastfood berukuran besar akan
ditumpuk menjadi lemak dan mengakibatkan naiknya berat badan. Kebanyakan
fastfood juga kaya akan lemak jenuh, gula, garam, dan kurang nutrisi penting
vitamin dan mineral.
5) Mengemil dengan sehat. Salah sau cemilan sehat adalah buah dan sayur.
Selain kaya serat, buah san sayur mengandung vitamin dan mineral yang baik
untuk kesehatan. Supaya tidak bosan, variasikan dengan yogurt buah, jus, atau
salad.
6) Makan nutrisi yang cukup dan seimbang. Selain karbohidrat (nasi, roti,
pasta), juga konsumsi protein (daging ayam tanpa kulit, daging sapi tanpa lemak),
lemak (ikan, kacang, salad dressing rendah lemah, alpukat), juga buah dan sayur
dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi harian.
7) Hindari soft drink. Minuman ini tidak mengandung vitamin, mineral,
protein aau serat. Daripada minum soft drink dengan hanya mendapakan asupan
karbohidrat, lebih baik minum susu dengan kandungan nutrisi yang lebih
baragam, terutama nutrisi kalsium yang baik untuk pertumbuhan dan kesehatan
tulang.

2.4.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Makan


Pola makan yang terbentuk sangat erat kaitannya dengan kebiasaan makan
seseorang. Secara umum faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola makan
adalah faktor ekonomi, sosial budaya, agama, pendidikan dan lingkungan, umur
29

dan jenis kelamin (Sediaotama, 2011).


2.4.4.1 Faktor ekonomi
Faktor ekonomi yang cukup dominan dalam mempengaruhi konsumsi
pangan adalah pendapatan keluarga dan harga. Meningkatnya pendapatan akan
meningkatkan peluang untuk membeli pangan dengan kuantitas dan kualitas yang
lebih baik, sebaliknya penurunan pendapatan akan menyebabkan menurunnya
daya beli pangan baik secara kualitas maupun kuantitas.
Meningkatnya taraf hidup (kesejahteraan) masyarakat pengaruh promosi
melalui iklan, serta kemudahan informasi, dapat menyebabkan perubahan gaya
hidup dan timbulnya kebutuhan psikogenik baru dikalangan masyarakat ekonomi
menengah ke atas. Tingginya pendapatan yang tidak diimbangi pengetahuan gizi
yang cukup, akan menyebabkan seseorang menjadi sangat konsumtif dalam pola
makannya sehari-hari. Sehingga pemilihan suatu bahan makanan lebih didasarkan
terhadap pertimbangan selera dibandingkan aspek gizi. Kecendrungan untuk
mengkonsumsi makanan impor, terutama jenis siap santap (fast food), seperti
ayam goreng, pizza, hamburger, dan lain-lain, telah meningkat tajam terutama
dikalangan generasi muda dan kelompok masyarakat ekonomi menengah ke atas.
2.4.4.2 Faktor sosial budaya
Pantangan dalam mengkonsumsi jenis makanan tertentu dapat dipengaruhi
oleh faktor budaya/kepercayaan. Pantangan yang didasari oleh kepercayaan pada
umumnya mengandung perlambang atau nasehat yang dianggap baik ataupun
tidak baik yang lambat laun akan menjadi kebiasaan/adat. Kebudayaan suatu
masyarakat mempunyai kekuatan yang cukup besar untuk mempengaruhi
seseorang dalam mempengaruhi seseorang dalam memilih dan mengolah pangan
yang akan dikonsumsi.
Kebudayaan menuntun orang dalam cara bertingkah laku dan memenuhi
kebutuhan dasar biologinya, termasuk kebutuhan terhadap pangan. Budaya
mempengaruhi seseorang dalam menentukan apa yang akan dimakan, bagaimana
pengolahan, persiapan, dan penyajian serta untuk siapa dan dalam kondisi
bagaimana pangan tersebut dikonsumsi. Kebudayaan juga menentukan kapan
seseorang boleh dan tidak boleh mengonsumsi suatu makanan (dikenal dengan
istilah tabu), meskipun tidak semua hal yang tabu masuk akal dan baik dari sisi
30

kesehatan. tidak sedikit hal yang ditabukan merupakan hal yang baik jika ditinjau
dari kesehatan, salah satu contohnya adalah anak balita tabu mengonsumsi ikan
laut karena dikhawatirkan akan menyebabkan cacingan. Padahal dari sisi
kesehatan berlaku sebaliknya, mengkonsumsi ikan sangat baik bagi balita karena
memiliki kandungan protein yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan.
Terdapat 3 kelompok anggota masyarakat yang biasanya memiliki pantangan
makanan tertentu yaitu balita, ibu hamil, dan ibu menyusui.
2.4.4.3 Agama
Pantangan yang didasari Agama, khususnya Agama Islam disebut haram
dan individu yang melanggar hukum berdosa. Adanya makanan terhadap
makanan/minuman tertentu di sisi agama dikarenakan makanan/minuman tersebut
membahayakan jasmani dan rohani bagi yang mengonsumsinya. Konsep halal dan
haram sangat mempengaruhi pemilihan bahan makanan yang akan dikonsumsi.
2.4.4.4 Pendidikan
Pendidikan dalam hal ini biasanya dikaitkan dengan pengetahuan, akan
berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan pemenuhan kebutuhan gizi.
Salah satu contoh prinsip yang dimiliki seseorang dengan pendidikan rendah
biasanya adalah ‘yang penting mengenyangkan’, sehingga porsi bahan makanan
sumber karbohidrat lebih banyak dibandingkan dengan kelompok bahan makanan
lain. Sebaliknya, sekelompok orang dengan pendidikan tinggi memiiki
kecenderugan memilih bahan makanan sumber protein dan akan berusaha
menyeimbangkan dengan kebutuhan gizi lain.
2.4.4.5 Lingkungan
Faktor lingkungan cukup besar pengaruhnya terhadap pembentukan
perilaku makan. Lingkungan yang dimaksud dapat berupa lingkungan keluarga,
sekolah serta adanya promosi melalui media elektronik maupun cetak. Kebiasaan
makan dalam keluarga sangat berpengaruh besar terhadap pola makan seseorang,
kesukaan seseorang terhadap makanan terbentuk dari kebiasaan makan yang
terdapat dalam keluarga. Lingkungan sekolah, termasuk di dalamnya para guru,
teman sebaya, dan keberadaan tempat jajan sangat mempengaruhi terbentuknya
pola makan, khususnya bagi siswa.
2.4.4.6 Faktor usia
31

Usia sangat berpengaruh terhadap penyakit gastritis, karena Masa remaja


adalah masa mencari identitas diri, adanya keinginan untuk dapat diterima oleh
teman sebaya dan mulai tertarik oleh lawan jenis menyebabkan remaja sangat
menjaga penampilan. Semua itu sangat mempengaruhi pola makan remaja,
termasuk pemilihan bahan makanan dan frekuensi makan. Remaja takut merasa
gemuk sehingga remaja menghindari sarapan dan makan siang atau hanya makan
sehari sekali (Baliwati, 2012)
2.4.4.7 Jenis kelamin
Jenis kelamin adalah karakteristik remaja yang terdiri dari laki-laki dan
perempuan. Jenis kelamin menentukan pula besar kecilnya kebutuhan gizi
bagi seseorang. Pria lebih banyak membutuhkan Kebutuhan zat tenaga dan
protein daripada wanita, karena secara kodrat pria diciptakan untuk tampil lebih
aktif dan lebih kuat dari pada wanita (Baliwati, 2012).

2.5 Konsep Gastritis


2.5.1 Pengertian Gastritis
Gastritis merupakan masalah pencernaan yang paling sering ditemukan .
Gastritis dapat bersifat akut yang datang mendadak dalam beberapa jam atau
beberapa hari dan dapat juga bersifat kronis sampai berbulan-bulan atau bertahun-
tahun. Gastritis adalah inflamasi pada mukosa lambung yang disertai kerusakan
atau erosi pada mukosa (Mulyani Sri & Diyono, 2013).
Kekambuhan gastritis merupakan timbul kembali gejala yang dirasakan
sebagai nyeri terutama di ulu hati, orang yang terserang penyakit ini biasanya
sering mual, muntah, rasa penuh, dan rasa tidak nyaman.

2.5.2 Etiologi Gastritis


Gastritis akut biasanya disebabkan karena pola makan yang kurang tepat,
baik dalam frekuensi maupun waktu yang tidak teratur selain karena faktor isi
atau jenis makanan yang iritatif terhadap mukosa lambung. Makanan yang
terkontaminasi dengan mikroorganisme juga dapat menyebabkan kondisi ini.
Selain ini, gastritis akut juga sering disebabkan karena penggunaan obat analgetik
32

seperti aspirin termasuk obat anti-inflamasi nonsteroid (Non Steroid Anti


Inflamation Drug/NSAID). Kebiasaan mengkonsumsi alkohol, kafein, refluk
bilier, dan terapi radiasi juga menjadi penyebab gastritis (Mulyani, Sri & Diyono,
2013).
Gastritis kronis merupakan kelanjutan dari gastritis akut yang terjadi karena
faktor-faktor diatas, juga merupakan peran dari bakteri Helicobacter Pylori yang
bahkan sering menyebabkan keganasan atau kanker lambung. Faktor auto-imun
dan anemia juga ikut andil dalam proses ini (Mulyani, Sri & Diyono, 2013).

2.5.3 Manisfestasi Klinis Gastritis


Nyeri lambung atau epigastrik pain merupakan gejala klinis yang paling
sering umum ditemukan pada gastritis akut. Gejala klinis lain meliputi mual,
muntah, pusing, malaise, anoreksia dan hiccup (ceguen). Pada gastritis akut
kadang tidak menimbulkan gejala yang begitu berat (Lippincott, Williams &
Wilkins, 2011). Gastritis merupakan masalah pencernaan yang paling sering
ditemukan. Gastritis dapat bersifat akut yang datang mendadak dalam beberapa
jam atau beberapa hari dan dapat juga bersifat kronis sampai berbulan-bulan atau
bertahun-tahun. Gastritis adalah inflamasi pada mukosa lambung yang disertai
kerusakan atau erosi pada mukosa (Mulyani Sri & Diyono, 2013).
Kekambuhan gastritis merupakan timbul kembali gejala yang dirasakan
sebagai nyeri terutama di ulu hati, orang yang terserang penyakit ini biasanya
sering mual, muntah, rasa penuh, dan rasa tidak nyaman. Gastritis akut biasanya
disebabkan karena pola makan yang kurang tepat, baik dalam frekuensi maupun
waktu yang tidak teratur selain karena faktor isi atau jenis makanan yang iritatif
terhadap mukosa lambung. Makanan yang terkontaminasi dengan
mikroorganisme juga dapat menyebabkan kondisi ini. Selain ini, gastritis akut
juga sering disebabkan karena penggunaan obat analgetik seperti aspirin termasuk
obat anti-inflamasi nonsteroid (Non Steroid Anti Inflamation Drug/NSAID.
Gastritis kronis biasanya ditandai dengan penurunan berat badan,
perdarahan dan anemia pernisiosa sebagai akibat hilangnya faktor intrinsik
lambung. Kondisi hypochlorhydria dan anchlorhydria sering ditemui pada
kondisi ini (Lippincott, Williams & Wilkins, 2011).
33

2.5.4 Patofisiologi Gastritis


obat-obatan (NSAID, aspirin, H.Pylori Kafein
Sulfanomida Steroid, digitalis)
Melekat pada memproduksi
bikarbonat
Epitel lambung (Hco3)
Mengganggu pembentukan

Sawar mukosa lambung menghancurkan lapisan menurunkan


kemapuan
Mukosa sel lambung terhadap asam

Menyebabkan difusi kembali


asam lambung

inflamasi erosi mukosa lambung

nyeri epigastrium mual, muntah

anoreksia
Gangguan rasa
nyaman, nyeri
perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh
Sumber: Lippincott, Williams & Wilkins (2013).
34

2.5.5 Uji Diagnostik


1) Uji darah fekal tersembunyi mendeteksi darah yang tersembunyi dalam
vomitus dan tinja pasien yang mengalami pendarahan gastric (Lippincott,
Williams & Wilkins, 2011).
2) Kadar hemoglobin dan hematokrit rendah jika pasien mengalami
pendarahan signifikan (Lippincott, Williams & Wilkins, 2011).
3) Endoskopi GI atas dengan biopsy memastikan diagnosis jika dilakukan
dalam 24 jam setelah pendarahan. Biopsy memperlihatkan proses inflamatorik.
Rangkaian GI atas juga bisa dilakukan untuk mencegah lesi serius. Endoskopi atas
tidak boleh dilakukan stelah pasien mencerna agens korosif (Lippincott, Williams
& Wilkins, 2011).

2.5.6 Penatalaksanaan Gastritis


Dalam 1-3 hari pada umumnya lambung dapat memperbaiki mukosa yang
rusak secara mandiri. Tindakan keperawatan untuk mendukung proses ini adalah
dengan menghentikan asupan makanan iritatif seperti rokok, alkohol, kopi, dan
sejenisnya. Bila ada perdarahan maka sebaiknya pasien dipuasakan. Obat-obat
untuk menetralkkan asam lambung seperti alumuniun hidroksida atau antacid
dibutuhkan bila penyebab gastritis sangat iritatif. Terapi suportif seperti
pemasangan Naso Gastric Tube (NGT) analgetik sedative, antacid dan terapi
intravena perlu dilakukan bila ada indikasi terjadi kondisi yang lebih buruk seperti
dehidrasi, perdarahan hebat, dan syok (Lippincott, Williams & Wilkins, 2011).
Pada gastritis kronis modifikasi gaya hidup yang kurang sehat adalah hal
utama. Menghentikan kebiasaan minum alkohol, merokok, kopi sangat penting
dilakukan selain juga mengatur diet dan mencukupi keburuhan istirahat. Bila
ditemukan adanya kontaminasi oleh bakteri Helicobakter Pylory maka dapat
dilakukan eradikasi dengan pemberian antibiotik (seperti tetracycline atau
amoxillin, dikombinasi clarithromycin) dan proton pump inhibitor (seperti
lansoprazole, garam bismuth. Vitamin B12 juga bisa diberikan secara parenteral
(Lippincott, Williams & Wilkins, 2011).
35

2.5.7 Gejala klinis Gastritis


Sindrom dispepsia berupa nyeri epigastrium, mual, kembung, dan muntah
merupakn salah satu keluhan yag sering muncul. Ditemukan juga perdarahan
saluran cerna berupa hematemesis dan melena, kemudian disusul dengan tanda-
tanda anemia pasca perdarahan. Biasanya jika dilakukan anamnesa lebih dalam,
terdapat riwayat penggunaan obat-obatan atau bahan kimia tertentu. Pasien
dengan gastritis juga disertai dengan pusing kelemahan dan rasa tidak nyaman
pada abdomen.

2.6 Teori Pola Makan Pasien Gastritis


Pola makan yang teratur sangat penting bagi pasien penderita gastritis,
dengan pola makan yang baik seperti mencakup frekuensi makan, jenis, dan
jumlah makan, akan membantu proses penyembuan pada pasien gastritis. Pola
makan adalah gambaran mengenai macam, jumlah, dan komposisi bahan
makanan yang dimakan tiap hari oleh satu orang yang merupakan ciri khas dari
suatu kelompok masyarakat tertentu (Sulastri ,2012)

2.6.1 Makanan yang dihindari bagi pasien untuk mencegah kekambuhan


gastritis :
1) Hindari makanan yang banyak mengandung gas. Seperti lemak, sawi, kol,
nangka, pisang ambon, kedondong, buah yang kering san minuman bersoda.
2) Hindari makanan yang merangsang keluarnya asam lambung. Seperti kopi,
minuman beralkohol 5-20%, anggur putih dan buah stratus.
3) Hindari makanan yang sulit dicerna yang membuat lambung lambat
kosong misalnya : makanan berlemak, kue tart, keju.
4) Hindari makanan yang merusak dinding lambung. Seperti cuka, pedas,
merica dan bumbu yang merangsang.
5) Hindari makanan yang melemahkan klep kerongkongan bawah. Seperti
alkohol, coklat, makanan tinggi lemak dan gorengan.
6) Hindari beberapa sumber karbohidrat. Seperti beras ketan, mie, bihun,
jagung, singkong, tales, serta dodol.
36

2.6.2 Bahan makanan yang diperbolehkan


1) Sumber Karbohidrat : beras dibuat bubur atau nasi tim, kentang direbus
atau dipure, macaroni biskuit dan tepung-tepungan yang dibuat bubur atau
tepung.
2) Sumber protein :
(1) Nabati : tempe, tahu, oncom dipotong kecil-kecil, dihaluskan atau
dilumatkan, kacang- kacangan (kacang ijo, kacang kedele direbus
sampai lunak).
(2) Hewani : daging sapi tak berlemak, hati, ikan,ayam dicincang
3) Susu dan hasil olahannya : susu segar, susu full cream, susu skim, keju
4) Sayur yang tak berserat dan tidak menimbulkan gas : bayam, buncis, labu
kuning, labu siam, wortel, tauge, kacang panjang
5) Buah-buahan yang tidak asam dan tidak beralkohol : pisang, pepaya, alpukat
6) Lemak : gunakan santan encer dan minyak untuk menumis
7) Minuman yang tidak asam, tidak mengandung soda dan alkohol : sari buah
yang tidak asam

2.6.3 Diet pada pasien gastritis


Penyembuhan gastritis membutuhkan pengaturan makanan selain upaya
untuk memperbaiki kondisi pencernaan. Perlu diketahui bahwa kedua unsur ini
mempunyai hubungan yang erat. Pemberian pelaksanaan diet untuk penderita
gastritis antara lain bertujuan untuk (Sediaoetama, 2012 ;34) :
1) Memberikan makanan yang adekuat dan tidak mengiritasi lambung.
2) Menghilangkan gejala penyakit.
3) Menetralisir asam lambung dan mengurangi produksi asam lambung.
4) Mempertahankan keseimbangan cairan.
5) Mengurangi gerakan peristaltik lambung.
6) Memperbaiki kebiasaan makan pagi.
Adapun petunjuk umum untuk pelaksanaan pencegahan pada penderita gastritis
antara lain :
1) Diet penyakit gastritis
37

Makanan yang disajikan harus mudah dicerna dan tidak merangsang,


tetapi dapat memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi. Jumlah energi pun harus
disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Sebaliknya, asupan protein harus cukup
tinggi (20-25% dari total jumlah energi yang biasa diberikan), sedangkan lemak
perlu dibatasi. Protein ini berperan dalam menetralisir asam lambung, bila
dipaksa menggunakan lemak, pilih jenis lemak yang mengandung asam lemak
tidak jenuh. Pemberian lemak dan minyak perlu dipertimbangkan secara teliti.
Mengkonsumsi jenis makanan yang mengandung asam lemak tak jenuh
secara cukup merupakan pilihan yang tepat, sebab lemak jenis ini lebih mudah
dicerna. Porsi makanan yang diberikan dalam porsi kecil tapi sering, hindari
makan secara berlebihan. Demikian pula jumlah vitamin dan mineral yang
diberikan pun harus dalam jumlah cukup.
2) Kebutuhan zat gizi
Jumlah energi yang dikonsumsi harus disesuaikan dengan berat badan,
umur, jenis kelamin, aktivitas dan jenis penyakit. Kebutuhan energi bagi pasien
gangguan saluran pencernaan berdasarkan kelompok umur.
3) Jenis dan bentuk makanan
Pada penderita gastritis sebaiknya menghindari makanan yang bersifat
merangsang, diantaranya makanan berserat dan penghasil gas, maupun
banyak mengandung bumbu dan rempah. Selain itu, penderita juga harus
menghindari alkohol, kopi, dan minuman ringan. Dan perlu juga memperhatikan
tehnik memasaknya, direbus, dikukus dan dipanggang adalah tehnik memasak
yang dianjurkan.
.
38
39
40

2.8 Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah formulasi atau simplikasi dari kerangka teori atau
teori-teori yang mendukung penelitian tersebut. Kerangka konsep terdiri dari
variabel-variabel serta hubungan variabel yang satu denan yang lain. Dengan
adanya kerangka konsep akan mengarahkan kita untuk menganalisis hasil
penelitian (Notoadmodjo, 2010: 100).

Berdasarkan teori dari dua variabel yang akan diteliti, maka kerangka
konsep dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Pengetahuan klien tentang pola


makan yang meliputi:
1. Definisi pola makan
2. Frekuensi makan
3. Jenis makanan
4. Tujuan makan
5. jumlah (porsi) makan
6. Pola makan sehat
Pelaksanaan pencegahan kekambuhan
7. faktor-fakror yang
gastritis:
mempengaruhi pola makan
1. Menghindari makan makanan
penyebab kekambuhan gastritis.
2. Menpertahankan makanan yang
Sikap klien tentang pola makan diperbolehkan.
meliputi : 3. Mempertahankan diet.
1. Menerima informasi tentang
pola makan
2. Merespon informasi tentang
pola makan
3. Menghargai informasi tentang
pola makan
4. Bertanggung jawab atas
informasi didapat tentang pola
makan

Keterangan :

Diukur

Berhubungan

Gambar 2.1 Kerangka konsep Hubungan Pengetahuan dan Sikap Pasien Tentang
Pola Makan Dengan Pencegahan Kekambuahan Gastritis di Wilayah
Kerja UPT Puskesmas Menteng Palangka Raya.
41

2.9 Hipotesis Penelitian


Hipotesis adalah suatu pernyataan yang masih lemah yang membutuhkan
pembuktian untuk menegaskan apakah hipotesis dapat diterima atau ditolak,
berdasarkan fakta atau data empiris yang telah dikumpulkan dalam penelitian,
atau dengan kata lain hipotesis merupakan sebuah pernyataan tentang hubungan
yang diharapkan yang diharapkan antara dua variabel dari pernyataan terhadap
ada atau tidak adanya hubungan antara dua variabel, yakni variabel bebas atau
variabel independen dan pariabel terikat atau variabel dependen (Hidayat,
2011:26).
Perbedaan tipe hubungan dan jumlah variabel diidentifikasikan dalam
hipotesis. Penelitian mungkin mempunyai satu, tiga, atau lebih hipotesis,
bergantung pada kompleksnya suatu penelitian.
Hipotesis nol (H0) adalah hipotesis yang digunakan untuk pengukuran
statistik dan interpretasi hasil statistik. Hipotesis nol dapat sederhana atau
kompleks dan bersifat sebab atau akibat.
Hipotesis alternatif (Ha/H1) adalah hipotesis penelitian. Hipotesis ini
menyatakan adanya suatu hubungan, pengaruh, dan perbedaan antara dua atau
lebih variabel. Hubungan, perbedaan, dan pengaruh tersebut dapat sederhana atau
kompleks, dan bersifat sebab-akibat (Nursalam, 2014: 53). Berikut adalah
hipotesis yang diterima pada penelitian ini:
Ha1 :Ada hubungan pengetahuan pasien tentang pola makan dengan pencegahan
kekambuhan gastritis di wilayah kerja UPT Puskesmas Menteng Palangka
Raya
Ha2 :Ada hubungan sikap pasien tentang pola makan dengan pencegahan
kekambuhan gastritis di wilayah kerja UPT Puskesmas Menteng Palangka
Raya

Вам также может понравиться

  • Laporan Pendahuluan Pneumonia
    Laporan Pendahuluan Pneumonia
    Документ15 страниц
    Laporan Pendahuluan Pneumonia
    Priska Natalia Darman
    Оценок пока нет
  • Yyyu
    Yyyu
    Документ18 страниц
    Yyyu
    Priska Natalia Darman
    Оценок пока нет
  • COVER
    COVER
    Документ1 страница
    COVER
    Priska Natalia Darman
    Оценок пока нет
  • Bab 4
    Bab 4
    Документ6 страниц
    Bab 4
    Priska Natalia Darman
    Оценок пока нет
  • Woc Pnemumonia
    Woc Pnemumonia
    Документ2 страницы
    Woc Pnemumonia
    Priska Natalia Darman
    Оценок пока нет
  • Bab 1 HD
    Bab 1 HD
    Документ38 страниц
    Bab 1 HD
    Priska Natalia Darman
    Оценок пока нет
  • Askep ANC Ku
    Askep ANC Ku
    Документ18 страниц
    Askep ANC Ku
    Priska Natalia Darman
    Оценок пока нет
  • BAB 4 Dan 5
    BAB 4 Dan 5
    Документ7 страниц
    BAB 4 Dan 5
    Priska Natalia Darman
    Оценок пока нет
  • BAB 3 Priska
    BAB 3 Priska
    Документ10 страниц
    BAB 3 Priska
    Priska Natalia Darman
    Оценок пока нет
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Документ1 страница
    Kata Pengantar
    Priska Natalia Darman
    Оценок пока нет
  • Laporan Pendahuluan CHF
    Laporan Pendahuluan CHF
    Документ20 страниц
    Laporan Pendahuluan CHF
    Gian Sean Benson
    100% (16)
  • Laporan Pendahuluan CHF
    Laporan Pendahuluan CHF
    Документ20 страниц
    Laporan Pendahuluan CHF
    Gian Sean Benson
    100% (16)
  • WOC
    WOC
    Документ1 страница
    WOC
    Priska Natalia Darman
    Оценок пока нет
  • Makalah Supervisi Manajemen Keperawatan
    Makalah Supervisi Manajemen Keperawatan
    Документ11 страниц
    Makalah Supervisi Manajemen Keperawatan
    Priska Natalia Darman
    Оценок пока нет
  • Bab 1 Dan 2 Dan Sudah Diedit
    Bab 1 Dan 2 Dan Sudah Diedit
    Документ30 страниц
    Bab 1 Dan 2 Dan Sudah Diedit
    Priska Natalia Darman
    Оценок пока нет
  • Bab 1 Dan 2 Dan Sudah Diedit
    Bab 1 Dan 2 Dan Sudah Diedit
    Документ30 страниц
    Bab 1 Dan 2 Dan Sudah Diedit
    Priska Natalia Darman
    Оценок пока нет
  • Bab 3 Norhikmah
    Bab 3 Norhikmah
    Документ20 страниц
    Bab 3 Norhikmah
    Priska Natalia Darman
    Оценок пока нет
  • Yyyu
    Yyyu
    Документ18 страниц
    Yyyu
    Priska Natalia Darman
    Оценок пока нет
  • 1.1 Konsep Dasar Keluarga 1.1.1 Pengertian
    1.1 Konsep Dasar Keluarga 1.1.1 Pengertian
    Документ37 страниц
    1.1 Konsep Dasar Keluarga 1.1.1 Pengertian
    Priska Natalia Darman
    Оценок пока нет
  • CV
    CV
    Документ16 страниц
    CV
    Priska Natalia Darman
    Оценок пока нет
  • Makalah Supervisi Manajemen Keperawatan
    Makalah Supervisi Manajemen Keperawatan
    Документ11 страниц
    Makalah Supervisi Manajemen Keperawatan
    Priska Natalia Darman
    Оценок пока нет
  • Bab 2
    Bab 2
    Документ15 страниц
    Bab 2
    Priska Natalia Darman
    Оценок пока нет
  • Bab 3 Norhikmah
    Bab 3 Norhikmah
    Документ20 страниц
    Bab 3 Norhikmah
    Priska Natalia Darman
    Оценок пока нет
  • Bab 3
    Bab 3
    Документ18 страниц
    Bab 3
    Priska Natalia Darman
    Оценок пока нет
  • Bab 3
    Bab 3
    Документ18 страниц
    Bab 3
    Priska Natalia Darman
    Оценок пока нет
  • Bbyy
    Bbyy
    Документ4 страницы
    Bbyy
    Priska Natalia Darman
    Оценок пока нет
  • Gangguan Pertukaran Gas Resiko Peningkatan Curah Jantung
    Gangguan Pertukaran Gas Resiko Peningkatan Curah Jantung
    Документ1 страница
    Gangguan Pertukaran Gas Resiko Peningkatan Curah Jantung
    Priska Natalia Darman
    Оценок пока нет
  • Bab I
    Bab I
    Документ43 страницы
    Bab I
    Priska Natalia Darman
    Оценок пока нет
  • ASKEPNYA Anaknya 2
    ASKEPNYA Anaknya 2
    Документ1 страница
    ASKEPNYA Anaknya 2
    Priska Natalia Darman
    Оценок пока нет
  • LP Ispa
    LP Ispa
    Документ15 страниц
    LP Ispa
    Priska Natalia Darman
    Оценок пока нет