Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
SKRIPSI
Disusun oleh:
Lestari Ramdhani
Nomor induk: 03.110.071
UNIVERSITAS GAJAYANA
FAKULTAS EKONOMI
MALANG
2007
KATA PENGANTAR
Tiada ungkapan yang paling indah selain puji syukur kehadirat Allah SWT
yang tiada hentinya melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga atas izin
penyusunan skripsi dengan judul Pendapatan Bagi Hasil dan Perlakuan Akuntansinya
Pada Bank Syariah. Skripsi ini bermaksud untuk memberikan gambaran kepada
semua pihak yang ingin mengetahui lebih jauh tentang pelaksanaan kegiatan pada
bank syariah, khususnya dalam praktik pendapatan bagi hasil yang diterima dari
bantuan dan dukungan berbagai pihak yang telah banyak membantu penulis baik
secara langsung maupun tidak langsung, secara moril maupun materiil. Oleh karena
1. Bapak Dr. Rosidi, MM., Ak. selaku Rektor Universitas Gajayana Malang
3. Ibu Dra. Sri Hastuti, Msi., Ak. selaku Ketua Prodi Akuntansi
4. Bapak Drs. Ali Irfan, MSA.,Ak.,BKP. selaku dosen pembimbing skripsi yang
skripsi ini.
6. Terima kasih yang paling utama penulis haturkan kepada kedua orang tua
pengorbanan yang tiada tara kepada penulis, juga kepada seluruh keluarga
8. Semua pihak yang telah ikut membantu proses penyelesaian skripsi ini yang
bagi para pembaca, sekalipun masih terdapat berbagai kekurangan di dalamnya. Oleh
karena itu, penulis juga mengharapkan masukan baik berupa kritik maupun saran
Penulis
PENDAPATAN BAGI HASIL DAN PERLAKUAN AKUNTANSINYA
PADA BANK SYARIAH
(Studi Kasus Pada PT Bank Muamalat Indonesia Cabang Malang)
ABSTRAK
HALAMAN JUDUL.....................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN......................................................................................ii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI.................................................iii
KATA PENGANTAR..................................................................................................iv
ABSTRAK...................................................................................................................vi
DAFTAR ISI...............................................................................................................vii
DAFTAR TABEL........................................................................................................ix
BAB I : PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ....................................................................................1
1.2. Perumusan Masalah.............................................................................4
1.3. Batasan Masalah..................................................................................4
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian............................................................5
1.5. Sistematika Pembahasan......................................................................6
BAB II : LANDASAN TEORI
2.1. Tinjauan Umum Tentang Akuntansi....................................................7
2.1.1.Pengertian Akuntansi................................................................7
2.1.2.Perbedaan akuntansi Bank Konvensional dengan
akuntansi Bank Syari’ah...........................................................8
2.2. Tinjauan umum tentang bank syariah................................................11
2.2.1 Perbedaan antara bunga dan bagi hasil...................................11
2.2.2 Perbedaan bank konvensional dan bank bagi hasil.................15
2.2.3 Kegiatan operasional bank bagi hasil....................................16
2.2.4 Konsep pengakuan dan pengukuran akuntansi
bank syariah............................................................................27
2.3. Pandangan Islam terkait konsep pelaksanaan mudharabah
dan musyarakah.................................................................................33
2.3.1 Beberapa prinsip mudharabah................................................33
BAB III : METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi Penelitian................................................................................40
3.2. Jenis Penelitian...................................................................................40
3.3. Sumber dan jenis data........................................................................40
3.4. Metode pengumpulan data.................................................................41
3.5. Operasionalisasi variabel...................................................................41
3.6. Metode analisis data........................................................................42
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian...................................................................................44
4.1.1 Sejarah singkat PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk..................44
4.1.2 Prinsip-prinsip operasional BMI................................................46
4.1.3 Produk dan jasa PT Bank Muamalat Indonesia.........................47
4.2 Pembahasan.........................................................................................51
4.2.1 Penerimaan Pendapatan Bagi Hasil Pada PT BMI....................51
4.2.2.Pandangan Islam terhadap pelaksanaan mudharabah
dan musyarakah........................................................................55
4.2.3 Perlakuan Akuntansi untuk Pendapatan Bagi Hasil...................63
4.2.3.1 Definisi Pendapatan Bagi Hasil.....................................63
4.2.3.2 Pengakuan Pendapatan Bagi Hasil.................................64
4.2.3.3 Pengukuran Pendapatan Bagi Hasil...............................66
4.2.3.4 Penyajian........................................................................71
BAB V : SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan.............................................................................................77
5.2 Saran...................................................................................................79
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
TABEL
PENDAHULUAN
Ratusan tahun sudah ekonomi dunia didominasi oleh sistem bunga. Hampir
semua perjanjian di bidang ekonomi dikaitkan dengan bunga. Banyak negara yang
telah dapat mencapai kemakmurannya dengan sistem bunga ini di atas kemiskinan
maju dan negara berkembang kesenjangan itu semakin lebar, sedang di dalam negara
Meskipun tidak diakui secara terus terang tetapi disadari sepenuhnya bahwa
sistem ekonomi yang berbasis kapitalis dan interest base serta menempatkan uang
memberikan implikasi yang serius terhadap kerusakan hubungan ekonomi yang adil
dan produktif. Atorf (1999) mengemukakan bahwa krisis nilai tukar yang terjadi pada
pertengahan 1997 telah membuat perbankan nasional mengalami kondisi yang sangat
memprihatinkan. Hal tersebut ditandai dengan besarnya hutang dalam valuta asing
yang melonjak, tingginya non performing loans, dan menurunnya permodalan bank.
Kondisi tersebut diperburuk lagi dengan suku bunga yang meningkat tajam sejalan
dengan kebijakan moneter untuk meredam gejolak nilai tukar, sehingga banyak bank
yang mengalami negative spread. Kondisi perbankan yang sangat parah tesebut
terutama sebagai akibat dari pengelolaan bank yang tidak berhati-hati. Di pihak lain
terdapat pandangan dari para ahli bahwa penerapan sistem bunga telah memperparah
diterapkannya sistem bunga, menjadikan kita dapat berfikir bahwa sistem bunga
yang masih berlaku saat ini harus diganti dengan sistem lain yang dapat memberikan
manfaat yang lebih baik serta mempunyai kontribusi positif guna membangun
perekonomian yang sejahtera. Salah satu sistem alternatif tersebut adalah sistem
perbankan berdasarkan prinsip bagi hasil yang beroperasi berdasarkan pada prinsip-
prinsip Islam.
untuk memberikan pelayanan jasa kepada sebagian masyarakat Indonesia yang tidak
dapat dilayani oleh perbankan yang sudah ada, karena bank-bank tersebut
mengenal konsep bunga uang dan tidak mengenal peminjaman uang tetapi yang ada
hasil, sementara peminjaman uang hanya dimungkinkan untuk tujuan sosial tanpa
adanya imbalan apapun. Sehingga dalam operasinya dikenal beberapa produk bank
syariah antara lain produk dengan prinsip mudharabah dan musyarakah. Prinsip
mudharabah dilakukan dengan menyepakati nisbah bagi hasil atas keuntungan yang
akan diperoleh sedangkan kerugian yang timbul menjadi resiko pemilik dana
sepanjang tidak ada bukti bahwa pihak pengelola tidak melakukan kecurangan.
Prinsip musyarakah adalah perjanjian antar pihak untuk menyertakan modal dalam
suatu kegiatan ekonomi dengan pembagian keuntungan atau kerugian sesuai nisbah
tidak terlepas dari adanya legalitas hukum dalam bentuk undang-undang perbankan
no.7 tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 tahun 1998. Undang-
undang ini mengizinkan lembaga perbankan menggunakan prinsip bagi hasil, bahkan
memungkinkan bank untuk beroperasi dengan dual system, yaitu beroperasi dengan
sistem bunga dan bagi hasil, sebagaimana dipraktekkan oleh beberapa bank di
operasionalisasi bank syariah, saat ini juga telah dibentuk seperangkat aturan yang
pada tahun 1992 sejalan dengan diberlakukannya undang-undang No. 7 tahun 1992
tentang perbankan. Bank syariah di Indonesia sebetulnya bisa dikatakan relatif masih
baru dan sedang dalam proses pemantapan diri terutama dalam aspek manajemen
masih baru ini, masyarakat secara umum belum mengenal bank syariah dengan baik
dan lengkap.
bukan tanpa kecaman. Justru kecaman itu datang dari para ilmuan Islam sendiri.
Mereka berpendapat bahwa bank-bank Islam dalam menyelenggarakan transaksi-
bank-bank Islam tersebut telah menimbulkan masalah moralitas. Sehingga yang perlu
prinsip-prinsip Islam
permasalahan, yaitu khusus pada masalah pendapatan bagi hasil dari pembiayaan
mudharabah dan musyarakah pada PT BMI dan perlakuan akuntansinya pada
periode 2005 dan 2006, mengenai kesesuaiannya dengan pendapatan bagi hasil
menurut PSAK 59 dan menurut sudut pandang Islam yang menjadi dasar pelaksanaan
kegiatan syariah.
1. Memberikan gambaran tentang pendapatan bagi hasil, baik dari sudut pandang
2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya yang
pembahasan penelitian ini, berikut akan diuraikan urutan garis besarnya yaitu:
Bab I PENDAHULUAN
pembahasan.
Teori ini diambil dari berbagai literatur yang ada. Landasan teori mencakup tinjauan
umum tentang akuntansi, tinjauan umum tentang bank syariah, tinjauan umum
tentang pendapatan bagi hasil, tentang perlakuan akuntansi bagi pendapatan bagi hasil
dan jenis data, definisi operasional variabel, metode pengumpulan data, dan metode
analisis data.
BAB II
LANDASAN TEORI
untuk melaksanakan perhitungan periodik antara biaya (usaha) dan hasil (prestasi).
Konsep ini merupakan inti dari teori akuntansi dan merupakan ukuran yang dijadikan
dengan cara tertentu dan dalam ukuran moneter, transaksi dan kejadian-kejadian yang
a. Definisi
yang berperan sebagai perantara keuangan (financial intermediary) antara pihak yang
memilki dana dan pihak-pihak yang memerlukan dana, serta sebagai lembaga yang
“bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
hidup rakyat banyak, sedangkan bank umum adalah bank yang dapat memberikan
jasa dalam lalu lintas pembayaran”. Siamat (2005) mengemukakan bahwa perbankan
syariah pada dasarnya adalah sistem perbankan yang dalam usahanya didasarkan
pada prinsip-prinsip hukum atau syariah Islam dengan mengacu kepada al-Qur’an
praktik yang mengandung unsur-unsur riba dan melakukan kegiatan investasi atas
b. Karakteristik
pembangunan ekonomi.
syariah adalah:
7. Tidak membedakan secara tegas sektor moneter dan sektor riil, dapat
bank syariah pada dasarnya sama dengan tujuan laporan keuangan secara umum yaitu
posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai
pendapatan dan beban yang tidak sesuai dengan prinsip syariah bila ada dan
investasi yang diperoleh pemilik dan pemilik dana investasi terikat; dan
penyaluran zakat.
d. Asumsi dasar
akuntansi bank syariah sama dengan asumsi dasar konsep akuntansi keuangan secara
umum yaitu konsep kelangsungan usaha (going concern) atas dasar akrual.
dasar akrual. Artinya, pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat kejadian
(bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar) dan dicatat dalam catatan
akuntansi serta dilaporkan dalam laporan keuangan pada periode yang bersangkutan.
Dalam akuntansi syariah digunakan dua dasar yaitu dasar akrual (accrual basis) yang
diterapkan untuk beban yang ditangguhkan, dan dasar kas (cash basis) yang
diterima didasarkan pada ketentuan syariah yaitu pendapatan tidak dapat diakui
e. Laporan Keuangan
Menurut IAI (2004), laporan keuangan meliputi neraca, laporan laba rugi,
laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. Pada
bank syariah, komponen laporan keuangannya sama dengan bank konvensional, akan
tetapi terdapat beberapa tambahan yaitu laporan perubahan dana investasi terikat,
laporan sumber dana dan penggunaan dana zakat, infaq dan shadaqah, serta laporan
Bagi seorang muslim, sumber nilai dan sumber hukum adalah Al-Quran dan
Sunnah Nabi. Konsekuensinya, apapun nilai yang dibutuhkan dalam analisis dan
perilaku ekonomi harus bersandar pada kedua sumber nilai tersebut. Ini tercermin
dari pandangan Islam mengenai bunga. Uniknya, di kalangan ulama dan cendekiawan
sebagai syarat yang harus dibayarkan oleh peminjam kepada pemberi pinjaman selain
pinjaman pokok. Dalam hal ini, riba memiliki arti yang sama dengan bunga
mengenai riba dapat dilihat pada kutipan 4 surat dengan beberapa ayat, yang
diturunkan dalam empat tahap berikut ini: Surat Ar-Rum ayat 39 menyatakan ”Dan
sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia.
Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa
zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat
menolak anggapan bahwa pinjaman riba yang pada zahirnya seolah-olah menolong
mereka yang memerlukan sebagai suatu perbuatan mendekati taqarrub kepada Allah.
Masih menurut Antonio (2004), ia menyatakan bahwa dalam tahap kedua, riba
digambarkan sebagai suatu yang buruk. Allah SWT mengancam akan memberi
balasan yang keras kepada orang yahudi yang memakan riba, sebagaimana yang
dijelaskan dalam surat An-Nisa ayat 160-161: “Maka disebabkan kezaliman orang-
orang yahudi, kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang
dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka memakan harta orang dengan
jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir di antara mereka
Tahap ketiga, riba diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang
berlipat ganda. Para ahli tafsir berpendapat bahwa pengambilan bunga dengan tingkat
yang cukup tinggi merupakan fenomena yang banyak dipraktikkan pada masa
tersebut. Allah berfirman dalam surat Ali imran ayat 130: “Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu
kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”. Ayat ini turun pada tahun ke-3
Hijriah. Secara umum, ayat ini harus dipahami bahwa kriteria berlipat ganda
bukanlah merupakan syarat dari terjadinya riba (jikalau bunga berlipat ganda maka
riba, tetapi jikalau kecil bukan riba), tetapi ini merupakan sifat umum dari praktik
dengan jelas dan tegas mengharamkan apapun jenis tambahan yang diambil dari
pinjaman. Ini adalah ayat terakhir yang diturunkan menyangkut riba yaitu Surat Al-
Baqarah 278-279:
Sekali lagi, Islam mendorong praktik bagi hasil serta mengharamkan riba.
berikut:
TABEL 1
dan sebagainya. Akan tetapi terdapat banyak perbedaan mendasar di antara keduanya.
TABEL II
Oktober 2004 tentang bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah (Siamat, 2005), kegiatan usaha bank syariah dapat dibedakan sebagai
berikut :
A. Penghimpunan Dana (Funding)
Penghimpunan dana atau disebut juga funding adalah kegiatan penarikan dana
syariah dibedakan antara simpanan yang tidak memberikan imbalan dan simpanan
yang mendapatkan imbalan. Prinsip operasional syariah yang telah diterapkan secara
luas dalam penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip al-wadi’ah dan al-
sebagai berikut:
a. Prinsip Al -Wadi’ah
Produk pendanaan pada bank syariah pada prinsipnya tidak berbeda dengan
giro dan tabungan pada dasarnya dapat dilakukan dengan menerapkan prinsip al-
wadi’ah. Giro dan tabungan al wadi’ah adalah simpanan atau titipan yang kedua-
duanya dapat ditarik sewaktu-waktu. Al-wadi’ah berarti titipan murni dari nasabah
kepada bank atau pihak lain yang harus dijaga dan dikembalikan kepada penitip
Siamat (2004) menjelaskan bahwa prinsip al-wadiah yang berlaku baik untuk
simpanan dalam bentuk giro maupun tabungan dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Berdasarkan karakteristik giro dan tabungan menggunakan
dan menyalurkan kedua jenis sumber dana tersebut serta menjamin simpanan
b. Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi hak milik atau
menanggung kerugian
lainnya.
d. Pada dasarnya bank dapat memberikan bonus kepada pemilik dana namun
e. Bank harus membuat akad pembukaan rekening yang isinya mencakup izin
penyaluran dana yang disimpan dan persyaratan lain yang disepakati selama
b. Prinsip Al-Mudharabah
Al-Mudharabah adalah perjanjian antara penanam dana dan pengelola dana
Antonio (2004) mendefinisikan al-mudharabah sebagai akad kerja sama usaha antara
dua pihak di mana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh modal,
dibagi menurut kesepakatan yang tertuang dalam kontrak. Apabila terjadi kerugian,
hal tersebut ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat
kelalaian pengelola.
berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pihak pemilik dana (penabung), prinsip
al-mudharabah dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu mudharabah muthlaqah dan
mudharabah muqayyadah.
(shahibul maal) dan mudharib (bank) yang cakupannya sangat luas dan tidak
dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan wilayah bisnis. Artinya,
b. Mudharabah Muqayyadah
Jenis mudharabah al-muqayyadah merupakan simpanan dana khusus dimana
pemilik dana menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus diikuti oleh bank.
mutlaqah dimana mudharib (bank) dibatasi jenis usaha, waktu, atau tempat
usaha.
B. Penyaluran Dana
berpedoman pada prinsip-prinsip kehati-hatian yang diatur oleh Bank Indonesia. Oleh
karena itu, bank diwajibkan untuk meneliti secara seksama calon nasabah penerima
bertentangan dengan prinsip syariah. Bentuk penyaluran dana atau pembiayaan yang
Dalam penerapan prinsip syariah terdapat 3 jenis prinsip jual beli (bai’) yang
kerja dan produksi, yaitu bai’ al- murabahah, bai’ as-salam dan bai’ al-istishna. Bai’
al-murabahah pada dasarnya adalah transaksi jual beli barang dengan tambahan
keuntungan yang disepakati. Untuk memenuhi kebutuhan barang oleh nasabahnya,
bank membeli barang dari supplier sesuai dengan spesifikasi barang yang dipesan
atau dibutuhkan nasabah, kemudian bank menjual kembali barang tersebut kepada
pembeli dalam hal ini dapat memilih jenis transaksi tunai, cicilan, atau angguhan.
Umumnya, nasabah memilih metode pembayaran secara cicilan. Adapun bai’ as-
salam adalah pembelian suatu barang yang penyerahannya dilakukan kemudian hari
agribisnis atau hasil pertanian atau hasil industri lainnya. Bai’ al-istishna pada
dasarnya merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang dengan
pembayaran di muka, baik dilakukan dengan cara tunai, cicil, atau ditangguhkan.
barang menerima pesanan dari pembeli. Pembuat barang dapat saja membuat barang
yang dipesan atau dibeli sesuai spesifikasi pesanan yang disebutkan dalam kontrak
kemudian menjualnya kembali kepada pembeli. Prinsip bai’ al- istishna ini
muka, dicicil, atau ditangguhkan. Sementara dalam skim bai’ assalam dilakukan
Bagi hasil atau profit sharing dalam perbankan berdasarkan prinsip syariah
dan al-musyarakah. Oleh karena itu, yang akan dibahas hanyalah prinsip bagi hasil
a. Al-Musyarakah
yaitu akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana
bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
suatu akad antara dua pihak atau lebih, yang bersepakat untuk melakukan suatu usaha
menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut. Modal yang disetor bisa berupa
uang, barang perdagangan (trading asset), property, equipment, atau intangible asset
(seperti hak paten dan goodwill), dan barang-barang lainnya yang dapat dinilai
dengan uang. Semua modal digabung untuk dijadikan modal proyek musyarakah dan
dikelola bersama-sama. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam menentukan
1. Syirkah al’inan
Yaitu perjanjian kerjasama antara dua pihak atau lebih dimana masing-masing
pihak menyerahkan suatu bagian/porsi modal dan ikut aktif dalam usaha/kerja.
Porsi setoran modal masing-masing dibagi sesuai kesepakatan, dan tidak harus
sama besar. Demikian pula keuntungan atau kerugian yang terjadi jumlahnya
2. Syirkah Mufawadhah
Yaitu perjanjian kerjasama antara dua pihak atau lebih dimana masing-masing
pihak menyerahkan bagian modal yang jumlahnya sama besar dan ikut
berpartisipasi dalam pekerjaan. Demikian pula tanggung jawab dan beban utang
Yaitu perjanjian kerjasama antara dua pihak atau lebih yang memiliki keahlian
atau profesi yang sama untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dimana keuntungan
dibagi bersama.
4. Syirkah Wujuh
Yaitu perjanjian kerjasama antara dua pihak atau lebih yang masing-masing
5. Syirkah Al-Mudharabah
Yaitu perjanjian kerjasama antara dua pihak atau lebih di mana pihak yang satu
b. Al- Mudharabah
Al-Mudharabah pada dasarnya adalah perjanjian kerjasama antara dua pihak
atau lebih di mana salah satu pihak menyediakan dana dan pihak lainnya
sebagai suatu perjanjian kerjasama antara dua pihak di mana pihak pertama (pemilik
modal atau shahibul maal) menyediakan seluruh kebutuhan modal, sedangkan pihak
lainnya menjadi pengelola (mudharib). Keuntungan usaha yang diperoleh akan dibagi
kerugian yang disebabkan bukan karena kesalahan atau kelalaian pihak pengelola
maal).
1. Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal harus
berupa uang tunai. Apabila modal diserahkan secara bertahap, tahapannya harus
cara:
3. Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad, pada setiap bulan atau
waktu yang disepakati. Bank selaku pemilik modal menanggung seluruh kerugian
kecuali akibat kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah, seperti
penyediaan modal yang hanya untuk kegiatan tertentu dan dengan syarat yang
Sewa menyewa pada dasarnya merupakan transaksi sewa guna usaha atau
leasing. Oleh karena itu sebagaimana dalam praktek, sewa guna usaha bisa dalam
bentuk sewa guna usaha dengan hak opsi atau financial lease dan sewa guna usaha
tanpa hak opsi atau operating lease. Dalam syariah Islam prinsip sewa menyewa ini
(Siamat, 2004).
Al-Ijarah adalah perjanjian pemindahan hak guna atau manfaat atas suatu
barang atau jasa dengan membayar sewa untuk suatu jangka waktu tertentu tanpa
Bittamlik adalah akad atau perjanjian yang merupakan kombinasi antara jual-beli dan
sewa-menyewa suatu barang antara bank dengan nasabah di mana nasabah (penyewa)
diberi hak untuk membeli atau memiliki obyek sewa pada akhir akad (Siamat, 2004).
kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali. Dengan kata lain qardh
dalam perbankan syariah biasanya dilakukan kepada orang atau nasabah yang sangat
memerlukan dana, terutama kepada nasabah yang kurang mampu atau usaha kecil.
Pinjaman yang diberikan tidak disertai tambahan. namun biasanya bank mengenakan
Jenis jasa yang diberikan perbankan syariah kepada nasabah berdasarkan akad
dengan mendapatkan imbalan atau fee, antara lain al-wakalah, hawalah, kafalah,
kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan atau jasa tertentu,
seperti pembukaan L/C, inkaso, dan transfer uang. Al-Hawalah adalah pengalihan
utang dari orang yang berutang (debitur) kepada orang lain yang wajib
pembayaran utang. Al-Kafalah adalah garansi atau jaminan yang diberikan oleh
halnya dalam praktek bank konvensional, perbankan syariah pada dasarnya dapat
memberikan jaminan berupa garansi bank kepada nasabahnya. Al-Rahn adalah harta
atau aset yang harus diserahkan oleh peminjam (debitur) sebagai jaminan atas
pinjaman yang diterimanya dari bank. Tujuan pemberian fasilitas ini oleh bank adalah
masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal perusahaan
selama suatu periode bila arus masuk itu mengkibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak
berasal dari kontribusi penanam modal. FASB melalui SFAC No. 6 (Nasrullah,
2001:20) memberikan definisi pendapatan sebagai aliran masuk atau peningkatan lain
suatu aktiva sebuah entitas atau pelunasan utang (atau kombinasi dari keduanya) dari
pengiriman atau produksi barang, pemberian jasa atau aktivitas lainnya yang
definisi unsur serta kriteria pengakuan dibawah ini, dalam neraca dan laporan laba
rugi:
dengan pos tersebut akan mengalir dari atau ke dalam perusahaan; dan
b. Pos tersebut mempunyai nilai atau biaya yag dapat diukur
dengan andal.
maupun dalam jumlah uang dan mencantumkannya ke dalam neraca atau laporan laba
rugi. Pos yang memenuhi kriteria tersebut harus diakui dalam neraca atau laporan
laba rugi. Kelalaian untuk mengakui pos semacam itu tidak dapat diralat melalui
materi penjelasan.
Penghasilan diakui dalam laporan laba rugi kalau kenaikan manfaat ekonomi
di masa depan yang berkaitan dengan peningkatan aktiva atau penurunan kewajiban
(misalnya, kenaikan bersih aktiva yang timbul dari penjualan barang atau jasa atau
penurunan kewajiban yang timbul dari pembebasan pinjaman yang masih harus
dibayar.
memasukkan setiap unsur laporan keuangan dalam neraca dan laporan laba rugi.
diukur dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau yang dapat diterima. Jumlah
tersebut diukur dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau yang dapat diterima
perusahaan, dikurangi jumlah diskon dagang dan rabat volume yang diperbolehkan
2. Pembiayaan mudharabah yang diberikan dalam bentuk aktiva non kas dinilai
sebesar nilai wajar aktiva non kas. Selisih antara nilai wajar dan nilai buku aktiva
non kas diakui sebagai keuntungan atau kerugian bank pada saat penyerahan
3. Pembiayaan mudharabah yang diberikan secara bertahap diakui pada setiap tahap
pembayaran.
4. Biaya yang terjadi akibat akad mudharabah tidak dapat diakui sebagai bagian
pembiayaan mudharabah.
12. Kerugian yang timbul akibat kelalaian atau kesalahan mudharib diakui sebagai
dibayarkan dan aktiva non kas dinilai sebesar nilai wajar dan jika
terdapat selisih antara nilai wajar dan nilai buku aktiva non kas, maka
selisih tersebut diakui sebagai keuntungan atau kerugian bank pada saat
penyerahan.
2) Biaya yang terjadi akibat akad musyarakah (misalnya, biaya studi
historis (jumlah yang dibayarkan atau nilai wajar aktiva nonkas pada saat
ada.
bank yang telah dikembalikan oleh mitra (yaitu sebesar harga jual yang wajar)
dan kerugian, apabila ada. Selisih antara nilai historis dan nilai wajar bagian
dengan pengembalian seluruh atau sebagian modal, maka selisih antara nilai
historis dan nilai pengembalian diakui sebagai laba atau rugi pada periode
berjalan.
belum dikembalikan oleh mitra diakui sebagai piutang jatuh tempo kepada
mitra.
modal.
maka laba diakui dalam periode terjadinya sesuai dengan nisbah bagi hasil
yang disepakati dan rugi diakui dalam periode terjadinya kerugian tersebut
diakui dalam periode terjadinya sesuai dengan nisbah yang disepakati, dan
4. Pada saat akad diakhiri, laba belum diterima bank dari pembiayaan
Untuk pembiayaan musyarakah yang non performing diakhiri maka laba yang
belum diterima bank tidak diakui tetapi diungkapkan dalam catatan atas
laporan keuangan.
5. Apabila terjadi rugi dalam musyarakah akibat kelalaian atau kesalahan mitra
a. Yadul Amanah
apapun ketika modal tersebut hilang, berkurang atau rusak kecuali jika hal itu
disebabkan oleh kelalaiannya. Dalam hal ini tidak ada perbedaan pendapat di
seluruh ahli ilmu sebagaimana yang kami ketahui sepakat bahwa perkataan
yang dijadikan patokan dalam hal modal adalah amil sebab ia adalah amin
tangannya sebagaimana halnya barang titipan (wadi’ah)”. Ibnu Abdil Bar dari
terhadap apa yang ia klaim tentang hilangnya harta dan setiap kerugian
padanya.
tanggungan atas pekerja karena hilangnya seluruh atau sebagian harta. Hal itu
karena ia adalah pihak yang dipercaya (amin) maka ia tidak menanggung hal
adalah ucapan pekerja karena ia adalah pihak yang dipercaya selama ia tidak
lalai sebagaimana halnya barang titipan jika tejadi perselisihan maka yang
dimenangkan adalah pihak yang dititipi. Ibnu Qudamah dari madzhab Hanbali
(1982:44) juga menyatakan hal yang senada “Pihak amil adalah orang yang
harta milik orang lain dengan izinnya yang tidak dikhususkan untuk
dimana satu pihak bertindak sebagai pemilik modal sementara pihak lain
bertindak sebagai pengelola maka jika terdapat keuntungan maka kedua belah
b. Biaya pengelolaan
modal yang dikelolanya, iapun berhak atas biaya dalam operasi pengelolaan
diberikan batasan-batasan yang tegas mengenai item-item apa saja yang bisa
dibiayai dengan modal dan mana saja yang menjadi tanggungan pihak
pengelola.
biaya penginapan, dan pembantu yang menyertai dalam perjalanan. Hal ini
dengan kompensasi yang bisa dia dapatkan dan bisa tidak. Padahal
maka konsumen tentu tidak mungkin dapat melakukan transaksi dengan harta
dari harta mudharabah yang sama dengan izin yang dinyatakan dengan
tekstual (nash) dalam kesepakatan yang telah dibuat dengan pihak pemilik
modal. Namun jika ia tidak melakukan perjalanan maka nafkah pada dirinya
tidak ada. Alasannya adalah baik ia mengelola harta ataupun tidak maka
nafkah hidup pada dirinya tetap dibutuhkan. Jika ia mengambil biaya nafkah
dari modal maka ia harus menanggungnya dan dianggap utang yang harus
keuntungan.
apa saja yang harus ditanggung mudharib dan aktivitas yang pembiayaannya
melakukan sendiri apa yang secara tradisi dapat dilakukan oleh dirinya sendiri
melakukan hal tersebut maka karyawan tersebut statusnya adalah ajir khas
yang pada umumnya tidak dapat dikerjakan oleh amil seperti pengadaan
tersebut.
c. Pembagian Keuntungan
bukan ketika telah nampak keuntungan (Ibnu Fuad, 2006). Al-Kasany (1982)
sendiri tidak terjadi kecuali setelah selamatnya asal (modal) dan jika harta
tetap berada di tangan mudharib maka hukumnya masih dalam kondisi proses
maka dibenarkan pula pembagian furu’ sebelum asal dan hal ini tidak
diperkenankan.
kelebihan dari modal yang dikembalikan maka sisa tersebut dibagi sesuai
dengan apa yang disyaratkan. Mereka mengatakan bahwa pemilik modal dan
para pengelola tidak membagi keuntungan hingga masa berlakuya habis atau
dan kerugian itu berlangsung dalam waktu yang sama, atau keuntungan terjadi
pada suatu transaksi dan kerugian terjadi pada transaksi lainnya atau
kerugian. Karena makna keuntungan sendiri adalah kelebihan atas modal dan
Kami tidak menemukan adanya perbedaan dalam hal ini. Adapun pemilikan
amil terhadap bagian dari keuntungan maka hal itu terjadi tatkala keuntungan
baik dari segi pendanaan maupun pembiayaan. Bank sebagai amil (pengelola)
melakukan akad mudharabah dengan pihak yang lain dimana modal yang
diperolehnya dari suatu akad mudharabah diberikan kepada pihak lain untuk
dikelola. Ada beberapa pendapat di kalangan fuqaha yang terkait dengan hal
ini.
tidak ada perbedaan di kalangan fuqaha yang masyhur bahwa jika seorang
amil menyerahkan modal qiradh kepada pihak pengelola lain maka ia wajib
mengelola memperoleh bagian dari sisa harta yang ia peroleh dari keuntungan
maka jika pihak nasabah mengalami kerugian maka kerugian tersebut tidak
tanggungan bank. Demikian pula kerugian itu tidak boleh dibebankan kepada
METODE PENELITIAN
(PT BMI) yang berlokasi di jalan Kawi 36A, Malang. Penulis memilih PT BMI
sebagai lokasi penelitian karena PT BMI merupakan pelopor dan bank syariah
pertama yang berdiri di Indonesia, yang mana pada awal masa krisis pertengahan
tahun 1997, BMI merupakan bank syariah yang tetap tegar di saat tumbangnya
Sugiyono (2004:11) yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel
mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan,
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder sebagai berikut: “data primer merupakan sumber data penelitian yang
diperoleh secara langsung dari sumber asli tanpa perantara, sedangkan data sekunder
adalah data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media
perantara .”
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan data
pihak terkait yang dalam hal ini yaitu PT BMI dengan cara memberikan
dan lengkap.
hal yang diperoleh baik dalam studi pustaka maupun dalam penelitian itu
sendiri.
obyek penelitian
a. Mudharabah
Mudharabah yaitu perjanjian antara pemilik modal (dalam bentuk uang atau
barang) dengan pengusaha. Dalam perjanjian ini pemilik modal bersedia membiayai
sepenuhnya suatu proyek atau usaha dan pengusaha setuju untuk mengelola proyek
tersebut dengan pembagian hasil sesuai dengan perjanjian. Penerapan secara teknis
b. Musyarakah
Musyarakah yaitu perjanjian kerjasama antara dua pihak atau lebih pemilik
modal (uang atau barang) untuk membiayai suatu usaha. Keuntungan akan dibagi
c. Pendapatan
Pendapatan merupakan aliran masuk yang berasal dari manfaat ekonomi yang
menambah aktiva atau mengurangi kewajiban bila aliran masuk aktiva tersebut
Pendapatan bagi hasil yaitu pendapatan yang diperoleh oleh bank bagi hasil
deskriptif kualitatif, yaitu analisis data dengan cara memberikan penjelasan dengan
memberikan predikat kepada variabel yang diteliti sesuai dengan kondisi yang
sebenarnya (Arikunto:1993).
sebagai berikut:
PT Bank Muamalat Indonesia Tbk didirikan pada tahun 1991, diprakarsai oleh
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Pemerintah Indonesia, dan memulai kegiatan
operasinya pada bulan Mei 1992. Dengan dukungan nyata dari eksponen Ikatan
masyarakat Jawa Barat yang turut menanam modal senilai Rp 106 miliar.
Pada tanggal 27 Oktober 1994, hanya dua tahun setelah didirikan, Bank
semakin memperkokoh posisi perseroan sebagai bank syariah pertama dan terkemuka
di Indonesia dengan beragam jasa maupun produk yang terus dikembangkan. Pada
oleh kredit macet di segmen korporasi. Bank Muamalat pun terimbas dampak krisis.
Di tahun 1998, rasio pembiayaan macet (NPF) mencapai lebih dari 60%.
Perseroan mencatat rugi sebesar Rp 105 miliar. Ekuitas mencapai titik terendah, yaitu
Rp 39,3 miliar, kurang dari sepertiga modal setor awal. Dalam upaya memperkuat
secara positif oleh Islamic Development Bank (IDB) yang berkedudukan di Jeddah,
Arab Saudi. Pada RUPS tanggal 21 Juni 1999 IDB secara resmi menjadi salah satu
pemegang saham Bank Muamalat. Oleh karenanya, kurun waktu antara tahun 1999
dan 2002 merupakan masa-masa yang penuh tantangan sekaligus keberhasilan bagi
Bank Muamalat. Dalam kurun waktu tersebut, Bank Muamalat berhasil membalikkan
kondisi dari rugi menjadi laba berkat upaya dan dedikasi setiap Kru Muamalat,
ditunjang oleh kepemimpinan yang kuat, strategi pengembangan usaha yang tepat,
direksi diangkat dari dalam tubuh Muamalat, Bank Muamalat kemudian menggelar
rencana kerja lima tahun dengan penekanan pada (i) tidak mengandalkan setoran
modal tambahan dari para pemegang saham, (ii) tidak melakukan PHK satu pun
terhadap sumber daya insani yang ada, dan dalam hal pemangkasan biaya, tidak
memotong hak Kru Muamalat sedikitpun, (iii) pemulihan kepercayaan dan rasa
percaya diri Kru Muamalat menjadi prioritas utama di tahun pertama kepengurusan
direksi baru, (iv) peletakan landasan usaha baru dengan menegakkan disiplin kerja
Muamalat dan (v) pembangunan tonggak-tonggak usaha dengan menciptakan serta
Sistem bagi hasil diterapkan pada suatu pembiayaan dari pemilik dan kepada
pengelola dana. Sistem ini berlaku pada nasabah penabung dan bank. Pihak
peminjaman dana bank. Produk bagi hasil ini adalah mudharabah dan
musyarakah
Sistem jual beli yang diterapkan Bank Muamalat Indonesia harus sesuai dengan
syarat-syarat jual beli yang sah. Nasabah bank akan melakukan pembelian atas
nama bank, dalam hal ini bank adalah sebagai pembeli. Kemudian bank akan
menjual barang yang telah dibeli tersebut kepada nasabah dengan harga pokok
Biasanya nasabah akan mencicil pembayaran pokok dan margin labanya selama
periode tertentu.
3. Sistem fee (jasa)
Sistem fee yang diterapkan di BMI tidak memiliki perbedaan secara prinsip
dengan bank lainnya. Sistem ini meliputi segala jasa non pembiayaan yang
diberikan oleh bank seperti bank garansi, kliring, transfer, inkaso, dan lain-
lainnya.
pengerahan dana masyarakat atau pendanaan terdapat tiga bentuk simpanan yaitu
giro, tabungan dan deposito. Penerapan tiga bentuk simpanan tersebut yang sesuai
dengan prinsip syariah adalah: simpanan giro, mengikuti prinsip Al Wadiah atau
Produk dan jasa pada Bank Muamalat Indonesia mengacu pada prinsip-prinsip
1. Giro Wadiah
bank, dengan mendapatkan perolehan bagi hasil secara syariah Islam. Simpanan
dana masyarakat akan dikelola melalui pembiayaan kepada sektor riil yang halal dan baik saja, sehingga
memberikan bagi hasil yang halal. Tersedia dalam jangka waktu 1, 3, 6, dan 12 bulan.
disepakati dalam perjanjian. Tabungan ini dapat berupa Tabungan Arafah, Tabungan
1. Murabahah
Merupakan akad jual beli barang antara Nasabah dan Bank dengan
nasabah, yang kemudian dijual kepada nasabah dengan harga pokok ditambah
2. Mudharabah
Akad kerjasama antara bank sebagai pemilik dana (shahibul maal) dengan
produktif dan halal, dengan hasil keuntungan dibagi berdasar nisbah yang
4. Musyarakah
boleh dikelola oleh salah satu pemberi dana atau oleh pihak lainnya, pemilik
5. Istishna’
Akad jual beli barang berdasarkan pesanan antara nasabah dan bank, dengan
bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga yang telah
disepakati sebelumnya.
hukum gadai.
c. Jasa Layanan
1. ATM
2. SalaMuamalat
kemudahan kepada nasabah, setiap saat dan dimanapun nasabah berada untuk
4. Jasa-jasa lain
Komponen pendapatan yang terdapat pada laporan laba rugi PT BMI terdiri
dengan pengelolaan dana dari investasi nasabah baik yang dikelola sendiri oleh pihak
BMI maupun yang disalurkan oleh PT BMI kepada pihak yang membutuhkan dana.
kegiatan jual beli, sewa menyewa, bagi hasil, dan penyertaan. Pendapatan yang
berasal dari kegiatan jual beli terdiri dari pendapatan margin murabahah, salam
paralel, dan ishtishna paralel. Pendapatan yang berasal dari kegiatan sewa-menyewa
terdiri dari pendapatan sewa ijarah, sedangkan pendapatan yang berasal dari kegiatan
bagi hasil terdiri dari pembiayaan dalam bentuk mudharabah dan musyarakah.
sini bertindak sebagai shahibul maal (pemilik dana). Dana yang digunakan bank
untuk membiayai proyek adalah dana yang berasal dari simpanan nasabah dalam
bentuk penanaman dana. Bank akan menyalurkan dana kepada pihak pengelola dana
menilai kelayakan sebuah usaha dan menilai sejauh mana proyek tersebut dapat
memberikan tingkat pengembalian serta menetapkan nisbah bagi hasil yang akan
syariah, sangat memperhatikan jenis usaha apa yang akan dibiayai dimana
usaha tersebut harus merupakan usaha yang halal dan baik sepanjang hasil
mudharabah rata-rata mempunyai jangka waktu proyek yang tidak lebih dari satu
tahun. Pembiayaan yang diberikan kepada pihak pengelola dana adalah pembiayaan
dalam bentuk kas dan bukan dalam bentuk aktiva non kas.
persyaratan dari pemilik dana dalam hal ini adalah nasabah atau investor yang
memberikan batasan kepada pengelola dana mengenai tempat, cara dan obyek
investasi.
Laba mudharabah dibagi antara pihak pengelola dana dengan pihak bank
secara proporsional sesuai dengan kesepakatan nisbah yang telah ditentukan di muka.
membiayai suatu usulan proyek atau usaha tertentu, baik yang sudah berjalan maupun
yang baru. Selanjutnya mitra dapat mengembalikan modal tersebut berikut bagi hasil
yang telah disepakati secara bertahap atau sekaligus kepada bank. Kebanyakan yang
dilakukan pada Bank Muamalat adalah mitra mengembalikan modal tersebut secara
ditentukan sesuai akad dan jumlahnya tetap hingga akhir masa akad, sedangkan
dalam musyarakah menurun, bagian modal bank akan dialihkan secara bertahap
kepada mitra, sehingga bagian modal bank akan menurun dan pada akhir masa akad
mitra akan menjadi pemilik usaha tersebut. Musyarakah yang dilaksanakan oleh Bank
disetorkan (yaitu berupa kas) atau sesuai dengan nisbah yang disepakati oleh semua
mitra. Sedangkan rugi dibebankan secara proporsional sesuai dengan modal yang
disetorkan bank.
pendapatan bagi hasil ini harus diketahui dan dicocokkan dengan hukum syara’
untuk dapat menilai apakah pendapatan bagi hasil tersebut telah sesuai dengan hukum
Islam.
penulis akan menyoroti beberapa hal yang berkaitan dengan prinsip mudharabah dan
a. Yadul Amanah
mudharib (pekerja) adalah yadul amanah artinya ia tidak menanggung apapun ketika
modal tersebut hilang, berkurang atau rusak kecuali jika hal itu disebabkan oleh
kelalaiannya. Dalam hal ini tidak ada perbedaan pendapat di kalangan para fuqaha.
pihak bank mengharuskan adanya aset yang dijadikan jaminan (collateral) oleh
mudharib untuk lebih meyakinkan pihak bank akan kejujuran mudharib. Jika pihak
mudharib gagal mengembalikan modal yang dipinjamnya sesuai dengan jumlah dan
waktu yang telah disepakati maka jaminannya akan dilelang. Jika nilai jaminan
tersebut lebih besar dibandingkan dengan nilai hutangnya, maka selisih tersebut akan
Bank Muamalat yang dalam hal ini berposisi sebagai mudharib bagi
nasabah penyimpan dana, sekaligus merupakan shahibul maal bagi pihak yang
membutuhkan dana, melakukan pengambilan barang jaminan dari mudharib untuk
Muamalat atas dasar motif keamanan, dan agar dana yang mereka titipkan tersebut
mengalami peningkatan dengan dikelola oleh pihak bank. Oleh sebab itu, pihak bank
sebagai mudharib akan berusaha untuk meningkatkan serta menjaga stabilitas jumlah
yaitu pengambilan jaminan oleh pihak bank karena pihak muhdarib tidak bisa
yang fasid (rusak). Agar transaksi mudharabah tersebut tidak terkategori transaksi
yang fasid, maka konsekuensinya transaksi tersebut dibatalkan atau syarat yang rusak
ditiadakan.
b. Pembagian keuntungan
Tidak ada perbedaan di kalangan para fuqaha tentang hak mudharib atas
kapan keuntungan tersebut menjadi hak mudharib. Meski demikian mereka tidak
kesepakatan di dalam akad secara berkala (setiap akhir bulan laporan) terlepas besar
kecilnya angsuran tersebut. Angsuran tersebut terdiri dari pokok pinjaman ditambah
dengan bagi hasil yang diperoleh sesuai dengan nisbah yang telah ditetapkan dalam
akad. Padahal sebagaimana yang telah dipaparkan oleh para fuqaha bahwa pemberian
keuntungan itu dilakukan hanya ketika modal tersebut telah dikembalikan kepada
pemilik modal sehingga jelas apakah proses mudharabah itu menguntungkan atau
tidak.
pandangan Islam, diakui pada saat mudharib telah menyetorkan seluruh modal yang
dipinjamnya. Jika terdapat kelebihan dari modal yang telah dimudharabahkan tadi,
maka laba diakui ketika laba tersebut telah nampak dan diperhitungkan sesuai dengan
nisbah yang disepakati, sehingga terdapat jaminan yang pasti akan diterimanya
pendapatan tersebut. Ada pula pendapat yang menyatakan bahwa pendapatan tersebut
diakui pada saat pendapatan telah direalisasi berupa kas yang diserahkan. Besarnya
nilai dari pendapatan tersebut diukur sebesar jumlah yang akan atau yang telah
diterima bank setelah diperhitungkan sesuai dengan proporsi bagi hasil yang telah
dikemukakan di atas, ternyata belum sesuai dengan pembagian keuntungan yang telah
disyaratkan dalam Islam. Hal ini dapat dilihat pada perbedaan waktu pengakuan dan
penerimaan pendapatan bagi hasil oleh shahibul maal. Bank menerima pendapatan
bagi hasil tersebut secara angsuran bersamaan dengan angsuran pokok pinjaman, dan
c.Biaya Pengelolaan
yang dikelolanya, iapun berhak atas biaya atas operasi pengelolaan tersebut. Meski
demikian biaya operasional tersebut oleh para fuqaha diberikan batasan-batasan yang
tegas. Biaya-biaya yang boleh dibebankan atas dana mudharabah yaitu biaya-biaya
yang dikeluarkan sehubungan dengan pengelolaan harta mudharabah saja. Selain itu,
tidak memiliki hak untuk mendapatkan gaji sebagai kompensasi dari proses
kompensasi akan ia peroleh dari keuntungan usaha tersebut. Dengan kata lain, pihak
shahibul maal yaitu bank, harus ikut menanggung segala biaya yang timbul akibat
perhitungan bagi hasil yang akan diterima dari mudharib. Jika menggunakan metode
revenue sharing, maka bank memperoleh bagiannya dari jumlah pendapatan yang
diterima oleh mudharib pada periode tersebut sebelum dikurangi dengan biaya-biaya
yang terkait dengan pengelolaan dana mudharabah yang bersangkutan. Dengan
hasil yang menjadi bagian mudharib setelah dibagikan kepada pihak shahibul maal,
demikian, walaupun pihak shahibul maal telah menerima bagian dari bagi hasil
tersebut, dan mengakui adanya pendapatan akan tetapi pihak mudharib tetap
lebih besar dibandingkan dengan pendapatannya. Hal ini menunjukkan bahwa pihak
hasil telah menyalahi prinsip bagi hasil yang ada di dalam Islam. Hal ini didasarkan
pada pernyataan para fuqaha bahwa mudharib berhak untuk membebankan biaya-
pihak lain. Jika hal tersebut dilakukan maka hal tersebut termasuk ke dalam kategori
melampaui batas. Tidak ada perbedaan di kalangan fuqaha yang masyhur bahwa jika
seorang amil menyerahkan modal qiradh kepada pihak pengelola lain maka ia wajib
mudharabah. Hal ini dapat dilihat dari akad yang disepakati antara bank dengan
pihak yang menyimpan dana serta akad yang disepakati antara bank dengan pihak
yang memerlukan dana. Akad yang ditetapkan dengan pihak penanam dana adalah
akad mudharabah, dimana pihak penanam dana bertindak sebagai shahibul maal dan
pihak bank bertindak sebagai mudharib. Adapun akad yang ditetapkan dengan pihak
yang memerlukan dana juga merupakan akad mudharabah. Dalam hal ini bank
bertindak sebagai shahibul maal dan pihak yang memerlukan dana bertindak sebagai
memerlukan dana merupakan dana yang berasal dari pihak penanam dana. Sehingga,
mudharabah.
tersebut tidak boleh dibebankan kepada pemilik modal pertama (nasabah atau
pula kerugian itu tidak boleh dibebankan kepada pihak pengelola jika kerugian
atas mudharabah ini termasuk dalam kategori melampaui batas dan jika tetap
melakukan hal tersebut maka konsekuensinya kerugian apapun dari pengelolaan harta
kepada para nasabahnya, akan tetapi langkah PT BMI yang memudharabahkan harta
mudharabah itu tetap termasuk dalam kategori melampaui batas sehingga tidak
Pelaksanaan keempat poin yang penulis temukan di atas yang belum sesuai
dengan syariah Islam, tidak terlepas dari pengaruh sistem kapitalisme yang
mempercayai orang lain. Dalam kapitalisme, sebuah kesuksesan dilihat dari materi.
Tolok ukur untuk melihat seseorang pun didasarkan pada materi. Sehingga seseorang
mau bekerja sama juga didasarkan karena materi. Begitu pula halnya dengan
karena bank telah memprediksi jumlah laba yang akan diperoleh, sehingga pihak
mengalami kerugian. Hal ini menunjukkan bahwa standar yang dipergunakan oleh
bagi hasil per bulan secara angsuran. Metode yang digunakan untuk mendapatkan
karena Bank Muamalat dituntut untuk memberikan bagi hasil kepada nasabah
penyimpan dana setiap bulannya. Sebagaimana diketahui, secara mayoritas, motif
nasabah dalam menyimpan dana di bank syariah tidak semata-mata karena bank
syariah tersebut menerapkan syariah Islam, akan tetapi mereka hanya ingin
memperoleh keuntungan dan tidak mau menanggung kerugian. Hal ini juga
Perbankan syariah yang ada saat ini belum bisa dikatakan ideal karena
dikatakan ideal jika berada dalam sebuah sistem ekonomi Islam. Sistem ekonomi
Islam akan bisa terwujud dengan politik ekonomi Islam yang diterapkan oleh
pemerintahan Islam.
teori, dapat diambil kesimpulan bahwa karakteristik pendapatan terdiri dari dua hal,
yaitu:
1. Pendapatan merupakan aliran masuk yang berasal dari manfaat ekonomi yang
2. Pendapatan yang berupa aliran masuk aktiva tersebut berasal dari aktivitas
normal.
Pendapatan bagi hasil yang diperoleh oleh PT BMI adalah pendapatan
dalam bentuk nisbah (proporsi) sesuai dengan kesepakatan antara bank dengan
dan musyarakah. PT BMI menerima pendapatan ini dalam bentuk kas pada saat
nasabah menyerahkannya pada akhir periode akad untuk pembiayaan dengan jangka
waktu sampai dengan satu tahun atau dilakukan secara angsuran berdasarkan aliran
adalah kegiatan penyimpanan dana, yang terdiri dari tabungan, giro, deposito, serta
perusahaan sebagai produk penyaluran dana dan bukanlah kegiatan yang insidental.
pendapatan bagi hasil dari pembiayaan mudharabah dan musyarakah tersebut dapat
memenuhi definisi sebagai pendapatan. Hal ini didasarkan pada dua alasan, pertama:
penambahan aktiva dalam bentuk kas atau adanya aliran masuk aktiva dalam bentuk
kas ke dalam kesatuan usaha. Kedua: aliran masuk aktiva dalam bentuk kas tersebut
merupakan aliran masuk aktiva yang berasal dari kegiatan normal sebagai sebuah
bank.
mudharabah dan musyarakah telah diatur dalam PSAK No. 59, sehingga perlakuan
pembiayaan mudharabah atas dasar kas (cash basis) yaitu sebesar sejumlah uang kas
yang telah diterima dari nasabah yang dihitung berdasarkan nisbah yang telah
disepakati. Adapun jika pembiayaan tersebut melewati satu periode pelaporan maka
keuntungan pembiayaan diakui pada saat terjadinya hak bagi hasil sesuai dengan
nisbah yang disepakati. Penggunaan dasar kas ini dilandasi oleh suatu dasar
pemikiran. Pendapatan bagi hasil akan dihitung dari persentase tertentu dari
keuntungan nyata dari sebuah proyek atau usaha yang didanai pihak bank.
Keuntungan nyata ini mengandung unsur ketidak pastian. Ada kemungkinan nasabah
keuntungan yang didapatkan berbeda-beda antar satu periode dengan periode yang
lain bahkan antara bulan yang satu dengan bulan yang lain. Unsur ketidakpastian
dalam keuntungan usaha atau proyek inilah yang membuat PT BMI tidak mengakui
Aliran aktiva yang masuk berupa kas hanya dapat diketahui apabila nasabah
hak shahibul maal sewaktu diperhitungkan. Penggunaan dasar kas ini sejalan dengan
konsep konservatif dalam akuntansi yang menyatakan bahwa pendapatan tidak diakui
sesegera mungkin untuk menjamin bahwa laporan keuangan mendekati realisasi
sesungguhnya.
maka bank akan merealisasikan pembiayaan tersebut. Akan tetapi jika setelah
musyarakah juga diakui pada saat kas diserahkan kepada pihak bank, sehingga
pendapatan tersebut tetap diakui pada saat periode terjadinya sesuai dengan nisbah
bagi hasil yang disepakati. jika pada saat akad diakhiri, pihak pengelola memperoleh
laba dan belum diserahkan kepada pihak bank, maka laba yang belum diterima
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia
diakui pada periode terjadinya hak bagi hasil sesuai dengan nisbah yang disepakati
dan pada saat pendapatan berupa kas telah diserahkan kepada shahibul maal (bank).
4.2.3.3 Pengukuran Pendapatan Bagi Hasil
sebagai berikut:
a. Pendapatan diukur dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau yang
dapat diterima.
b. Imbalan yang diterima dalam bentuk kas atau setara kas, dan jumlah
pendapatan adalah jumlah kas atau setara kas yang diterima atau yang dapat
diterima.
mudharabah maupun musyarakah diakui atas dasar cash basis, maka pendapatan
bagi hasil diukur sebesar jumlah kas yang diterima atau yang akan diterima.
Pendapatan bagi hasil dihitung dari jumlah proporsi yang diterima dari mudharib,
dengan angsuran pokok pembiayaan mudharabah. Ilustrasi pendapatan bagi hasil dari
berikut:
sebesar Rp 90.000.000. Modal ini akan dikembalikan dalam jangka waktu 3 tahun.
yang diharapkan Bank Muamalat selaku shahibul maal dalam bisnis ini adalah
Proyeksi revenue secara konservatif mengikuti revenue sesuai pengalaman yang ada
Nisbah bagi hasil antara bank dan nasabah adalah 11,20% : 88,80%
Bulan II = 15.000.000
Dan seterusnya.
= Rp 2.900.000
= Rp 348.000
Kas Rp 2.900.000
= Rp 1.500.000
= Rp 180.000
Kas Rp 180.000
Kas Rp 1.500.000
Dan seterusnya.
Pengukuran pendapatan musyarakah tidak jauh berbeda dengan pendapatan
yang membedakan hanyalah pada besarnya prosentase modal yang diserahkan kepada
pihak mudharib/mitra. Sehingga dari sisi penentuan nisbah pada waktu akad maupun
dicontohkan sama seperti perhitungan di atas, maka jurnalnya adalah sebagai berikut:
Realisasi penjualan I:
Kas Rp 348.000
Kas Rp 2.900.000
Realisasi penjualan II
Kas Rp 180.000
Kas Rp 1.500.000
Dan seterusnya.
Pendapatan bagi hasil pada PT BMI diukur sebesar jumlah kas yang diterima
atau yang akan diterima oleh bank. Hal ini sesuai dengan kriteria pengukuran
pendapatan secara umum yang terdapat pada PSAK No. 23 tentang pendapatan.
Selain itu, pengukuran pendapatan bagi hasil secara khusus juga telah ditetapkan
dalam PSAK No. 59 yaitu dinilai sebesar proporsi yang telah disepakati dalam akad.
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam SAK baik yang
menyangkut pendapatan secara umum atau pendapatan bagi hasil yang telah diatur
4.2.3.4 Penyajian
Laporan keuangan yang disajikan oleh Bank Muamalat Indonesia terdiri dari
komponen neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas,
laporan perubahan dana investasi terikat, laporan sumber dan penggunaan dana zakat,
infak, dan shadaqah, laporan sumber dan penggunaan dana qardhul hasan, dan
catatan atas laporan keuangan. Laporan laba rugi salah satunya menyajikan
pendapatan bagi hasil yang terdiri dari pendapatan mudharabah dan pendapatan
perhitungan laba rugi periode September 2006 dan 2005 yang melaporkan
perhitungan laba rugi dari bulan Januari hingga September. Hal ini karena penulis
oleh PT BMI.
Tabel III
PT BANK MUAMALAT INDONESIA, TBK
LAPORAN PERHITUNGAN LABA/RUGI
Periode Januari s.d September 2006 dan 2005
(Dalam Jutaan Rupiah)
Sumber: www.muamalatbank.com
Pendapatan operasional dari penyaluran dana merupakan pendapatan utama
pada Bank Muamalat karena memberikan proporsi pendapatan yang lebih besar..
dana nasabah oleh bank kepada pihak ketiga melalui berbagai produknya.
dengan nasabah penyimpan dana. Oleh karena itu, pendapatan dari transaksi-transaksi
Muamalat Indonesia yang tidak terkait dengan penyaluran dan penggunaan dana yang
disimpan oleh nasabah. Pendapatan ini diperoleh bank berkaitan dengan kegiatan
perbankan. Pendapatan ini murni merupakan hak bagi Bank Muamalat karena tidak
istishna, dan pendapatan bagi hasil dari pembiayaan mudharabah dan musyarakah.
Pendapatan margin murabahah dan istishna diakui pada saat terjadinya, apabila akad
berakhir pada periode laporan keuangan yang sama; atau selama periode akad secara
dari transaksi murabahah diakui dengan menggunaan metode akrual. Pendapatan dari
transaksi istishna dan bagi hasil dari pembiayaan mudharabah dan musyarakah
Wadiah Bank Indonesia, pendapatan bagi hasil surat berharga syariah dan imbalan
dari hiwalah. Pendapatan operasi utama lainnya diakui pada saat pendapatan
diterima.
Hak pihak ketiga atas bagi hasil investasi tidak terikat merupakan bagian bagi
hasil milik pihak ketiga yang didasarkan pada prinsip mudharabah mutlaqah atas
hasil pengelolaan dana mereka oleh bank. Sistem bagi hasil bank dengan pemilik
Jumlah pendapatan margin dan bagi hasil atas pembiayaan yang diberikan dan
dari aktiva produktif lainnya yang akan dibagikan kepada nasabah penyimpan dana
dan bank, dihitung secara proporsional sesuai dengan alokasi dana nasabah dan bank
yang dipakai dalam pembiayaan yang diberikan dan aktiva produktif lainnya yang
disalurkan. Dari jumlah pendapatan margin dan bagi hasil yang tersedia untuk
mudharib sesuai dengan porsi nisbah bagi hasil yang telah disepakati bersama
kebijaksanaan bank. Pendapatan margin dan bagi hasil atas pembiayaan yang
diberikan dan aktiva produktif lainnya yang memakai dana bank seluruhnya menjadi
milik bank, termasuk pendapatan dari transaksi bank berbasis imbalan. Pendapatan
provisi dan komisi yang berkaitan langsung dengan kegiatan pembiayaan diakui
hasil baik yang diterima dari pembiayaan mudharabah maupun musyarakah dengan
komponen yang disajikan dalam laporan keuangannya telah sesuai dengan kriteria-
kriteria yang telah ditetapkan IAI dalam SAK 59 yaitu neraca, laporan laba rugi,
laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas, laporan perubahan dana investasi terikat,
laporan sumber dan penggunaan dana zakat, infak, dan shadaqah, laporan sumber
dan penggunaan dana qardhul hasan, dan catatan atas laporan keuangan. Penyajian
laporan perhitungan laba rugi ini tidak lagi mengacu pada ketentuan PSAK No. 31
5.1 Simpulan
Muamalat Indonesia Tbk cabang Malang, maka penulis dapat mengambil kesimpulan
sebagai berikut:
PT Bank Muamalat Indonesia sebagai salah satu bank syariah yang berada di
yaitu berperan sebagai lembaga penyimpanan dana dan sebagai lembaga penyaluran
dari masyarakat dan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan kepada masyarakat
perolehan pendapatan pada PT BMI masih banyak yang belum sesuai dengan prinsip-
prinsip Islam. Hal tersebut terlihat dalam beberapa hal yang penulis temukan, di
antaranya adalah terkait dengan prinsip yadul amanah, biaya pengelolaan, pembagian
pembiayaan yang tidak dapat dikembalikan oleh mudharib sekalipun hal tersebut
bukan diakibatkan oleh kelalaian mudharib. Hal ini bertentangan dengan konsep
revenue sharing dalam memperhitungkan bagi hasil yang akan diterima dari
mudharib. Penggunaan metode ini mengakibatkan shahibul maal (PT BMI) tidak ikut
mengelola harta mudharabah. Hal ini tentunya tidak sesuai dengan konsep
mudharabah dalam Islam yang mengharuskan shahibul maal ikut serta menanggung
biaya yang dikeluarkan atas pengelolaan harta mudharabah. Dalam hal pembagian
diterima oleh bank ketika pembiayaan telah selesai dan modal telah dikembalikan
kembali harta mudharabah, maka pemilik dana awal tidak boleh menanggung
kerugian baik yang diakibatkan oleh kelalaian pihak mudharib atau tidak.
dalam bentuk sejumlah kas sesuai dengan proporsi yang telah disepakati kedua belah
pihak. Apabila mengacu pada definisi pendapatan oleh SAK, maka pendapatan bagi
hasil yang diterima oleh PT Bank Muamalat Indonesia memenuhi kriteria definisi
pendapatan.
mudharib telah menyerahkan kas yang merupakan hak PT BMI sesuai dengan
bahwa pendapatan bagi hasil diakui pada saat kas telah diterima (cash basis),
Pendapatan bagi hasil diukur berdasarkan sejumlah kas yang menjadi hak PT
Bank Muamalat Indonesia. Jumlah rupiah pendapatan bagi hasil tersebut dipengaruhi
oleh nisbah (proporsi) pembagian bagi hasil dan jumlah pendapatan yang diperoleh
mudharib. Pendapatan bagi hasil disajikan dalam laporan keuangan pada laporan
laba rugi dan dimasukkan dalam pos pendapatan operasional utama. Pengukuran dan
penyajian pendapatan bagi hasil ini telah sesuai dengan ketentuan yang telah
5.2 Saran
jalan keluar bagi mereka yang bermaksud untuk menjalankan kegiatan muamalah
sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Kesadaran masyarakat untuk kembali kepada
syariah harus didukung dengan baik dan metode yang ditempuh untuk merealisasikan
hal tersebut pun harus metode yang sesuai dengan syariah Islam.
belum seratus persen sesuai dengan konsep muamalah dalam Islam. Walaupun
demikian usaha Bank Muamalat untuk melaksanakan sebagian kecil dari sektor
ekonomi yang berdasarkan Islam haruslah dihargai. Untuk itu, dengan tidak
4. Akad bagi hasil hendaknya tidak merugikan pihak mudharib dari sisi
secara riil yang dapat menguntungkan kedua belah pihak atas dasar
besarnya proporsi bagi hasil yang akan diterima dengan persetujuan dari pihak
mudharib.
salah satu fungsi bank sebagai lembaga intermediasi keuangan, maka penulis
bank bertindak sebagai agen investasi antara shahibul maal (pihak pemilik
seratus persen sesuai dengan syariah Islam, maka yang dilakukan tidak hanya
Kutub al-Ilmiyyah.
Surabaya:Risalah Gusti.
Antonio, M. Syafi’i. 2004. Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, Cetakan kedelapan,
Cipta.
Atorf, Nasser. 1999. Prinsip dasar operasional perbankan syariah, produk-produk dan
Azhari, Indra. 2004. Short Course Bank Syariah, Yogyakarta: The Sharia Banking
Training Center.
Empat.
Aplikasi, Yogyakarta:BPFE.
Empat.
Nasrullah. 2001, Perlakuan Akuntansi Pendapatan Bagi Hasil Pada Bank Syariah
(Studi Kasus Pada BPRS “Bhakti Haji” Bululawang Malang), Skripsi tidak
Universitas Indonesia.
Warren, Carl S, James M. Reeve, Philip E. Fess, tanpa tahun, Pengantar Akuntansi,
Salemba Empat.