Вы находитесь на странице: 1из 16

0

LAPORAN KASUS
DEEP VEIN THROMBOSIS (DVT)

DISUSUN OLEH:

ANANDA MARINA 070100028


YASMINE F SIREGAR 070100168
TAUFIK K PULUNGAN 070100026
MUHAMMAD IRFAN 070100334

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM


RUMKIT DAM II BUKIT BARISAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU
MEDAN
2011
1

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkah dan petunjuk-Nya sehingga laporan kasus kepaniteraan klinik program
pendidikan profesi dokter ini dapat diselesaikan dengan semaksimal mungkin.
Laporan kasus ini disusun sebagai upaya integrasi pengetahuan biomedik yang
didapat di bangku perkuliahan dengan kenyataan kasus yang terjadi pada pasien di
rumah sakit. Diharapkan dengan penulisan laporan kasus ini, dapat dihasilkan suatu
pemahaman yang utuh, integratif dan aplikatif mengenai seluk-beluk penyakit yang
dibahas dalam laporan kasus ini.
Laporan kasus kali ini mengangkat topik Deep Vein Thrombosis (DVT), suatu
penyakit yang merupakan cakupan divisi Haematologi Ilmu Penyakit Dalam.
Diharapkan dengan membahas kasus ini, diperoleh pula pemahaman yang lebih
kompleks mengenai peran ginjal dalam menjaga homeostasis tubuh.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus kali ini masih jauh dari
sempurna, baik dari segi isi maupun sistematika penulisan. Oleh karena itu, dengan
segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan laporan kasus ini kedepannya nanti.

Medan, Januari 2011

Penulis
2

DAFTAR ISI

Halaman
Kata Pengantar.................................................................................................. 1
Daftar Isi .......................................................................................................... 2
Bab I. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang ............................................................................. 3
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................ 4
1.3. Tujuan Penulisan .......................................................................... 4
1.4. Manfaat Penulisan ......................................................................... 4
Bab II. Tinjauan Pustaka
2.1. Definisi .......................................................................................... 5
2.2. Faktor Resiko ................................................................................. 5
2.3. Epidemiologi ................................................................................. 6
2.4. Patofisiologi. .................................................................................. 7
2.5. Manifestasi Klinis........................................................................... 9
2.6. Diagnosis........................................................................................ 10
2.7. Differensial Diagnosis................................................................... 11
2.8. Penatalaksanaan ........................................................................... 11
2.9. Prognosis dan Komplikasi ............................................................ 13
Bab III. Kesimpulan dan Saran ....................................................................... 14
Daftar Pustaka ................................................................................................. 15

BAB I
3

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Hemostasis berasal dari kata haima (darah) dan stasis (berhenti). Hal ini
merupakan suatu proses yang sangat kompleks, berlangsung secara terus-menerus dan
mencegah kehilangan darah secara spontan, serta menghentikan perdarahan akibat
kerusakan sistem pembuluh darah. Adanya gangguan pada hemostasis dapat
menyebabkan perdarahan atau trombosis. Salah satu penyakit yang disebabkan oleh
gangguan pada hemostasis adalah Deep Vein Thrombosis (DVT). 1, 4, 6, 8
DVT adalah proses pembekuan darah di dalam pembuluh darah vena yang
menyebabkan terganggunya aliran darah pada vena terutama pada tungkai bawah. DVT
terjadi pada sekitar 800.000 pasien per tahun, dimana pada 80% kasus terjadi pada vena
daerah betis. Di Amerika Serikat, dilaporkan 2 juta kasus DVT yang dirawat di rumah
sakit dan diperkirakan pada 600.000 kasus terjadi emboli paru dan 60.000 kasus
meninggal karena proses penyumbatan pembuluh darah. 1, 2, 3, 4, 6, 8
Faktor utama yang berperan terhadap terjadinya trombosis vena adalah statisnya
aliran darah dan peningkatan aktivitas pembekuan darah. Faktor risiko timbulnya
trombosis vena adalah defisiensi anti trombin III, protein C, protein S dan alfa 1 anti
tripsin, tindakan operatif, kehamilan dan persalinan, infark miokard dan payah jantung,
imobilisasi yang lama dan paralisis ekstremitas, obat-obatan kontrasepsi oral, obesitas
dan varises, serta proses keganasan. 1, 2, 3, 4, 6, 8
Gejala klinis DVT bervariasi dan 90% diantaranya tanpa gejala klinis. Pada
anamnesis didapati rasa nyeri, bengkak, perubahan warna, dan penurunan fungsi pada
anggota tubuh yang terkena. Dari pemeriksaan fisik dijumpai edema, eritema,
peningkatan suhu lokal tempat yang terkena dan pembuluh darah vena teraba. Pada
pemeriksaan laboratorium didapati peningkatan D-dimer dan penurunan antitrombin.
Selain itu, pemeriksaan ultrasonografi memegang peranan penting dalam penegakan
diagnosis DVT. 3, 5, 6
Adapun tujuan pengobatan pada DVT antara lain adalah untuk mencegah
bertambahnya trombus, menghambat progresivitas pembengkakan pada organ yang
terkena, melisiskan atau menghancurkan bekuan darah, mencegah disfungsi vena, serta
mencegah terbentuknya emboli. 4, 8
Berdasarkan pemaparan di atas, penulis merasa tertarik untuk mengetahui secara
lebih mendalam tentang DVT. 1, 2, 3, 4, 6
4

1.2. Rumusan Masalah


Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam laporan kasus ini adalah:
Bagaimana gambaran klinis dan penatalaksanaan serta perjalanan penyakit
pasien yang mengalami DVT?

1.3. Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan laporan kasus ini diantaranya:
a. Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis DVT
b. Untuk mengintegrasikan ilmu kedokteran terhadap kasus DVT pada pasien secara
langsung
c. Untuk memahami perjalanan penyakit DVT

1.4. Manfaat Penulisan


Beberapa manfaat yang diharapkan dari penulisan laporan kasus ini diantaranya:
a. Memperkokoh landasan teoritis ilmu kedokteran di bidang ilmu penyakit dalam,
khususnya mengenai DVT
b. Sebagai bahan informasi bagi pembaca yang ingin mendalami lebih lanjut topik
topik yang berkaitan dengan DVT

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
DVT adalah pembekuan darah di dalam pembuluh darah vena yang menyebabkan
terganggunya aliran darah pada vena yang sebagian besar terjadi pada tungkai bawah. 1,5
5

2.2. Faktor Risiko


Faktor utama yang berperan terhadap terjadinya trombosis vena adalah statis
aliran darah dan meningkatnya aktivitas pembekuan darah. Faktor kerusakan dinding
pembuluh darah adalah relatif berkurang berperan terhadap timbulnya trombosis vena
dibandingkan trombosis arteri. Sehingga setiap keadaan yang menimbulkan statis aliran
darah dan meningkatkan aktivitas pembekuan darah dapat menimbulkan trombosis
vena. Faktor risiko timbulnya trombosis vena adalah sebagai berikut : 1, 5, 6
1. Defisiensi Anti trombin III, protein C, protein S dan alfa 1 anti tripsin.
Pada kelainan tersebut di atas, faktor-faktor pembekuan yang aktif tidak dinetralisir
sehingga kecenderungan untuk terjadinya trombosis meningkat. 1, 5, 6
2. Tindakan operatif
Faktor risiko yang potensial terhadap timbulnya trombosis vena adalah operasi
dalam bidang ortopedi, trauma pada bagian panggul dan tungkai bawah. Pada
operasi di daerah panggul, 54% penderita mengalami trombosis vena, sedangkan
pada operasi di daerah abdomen sekitar 10%-14%.
Beberapa faktor yang mempermudah timbulnya trombosis vena pada tindakan
operatif, adalah sebagai berikut:
a. Terlepasnya plasminogen jaringan ke dalam sirkulasi darah karena trauma pada
waktu operasi.
b. Statis aliran darah karena immobilisasi selama periode preperatif, operatif dan
post operatif.
c. Menurunnya aktivitas fibrinolitik, terutama 24 jam pertama sesudah operasi.
d. Operasi di daerah tungkai menimbulkan kerusakan vena secara langsung di
daerah tersebut. 1, 5, 6
3. Kehamilan dan persalinan
Selama trimester ketiga kehamilan terjadi penurunan aktivitas fibrinolitik, statis
vena karena bendungan dan peningkatan faktor pembekuan VII, VIII, dan IX.
Pada permulaan proses persalinan terjadi pelepasan plasenta yang menimbulkan
lepasnya plasminogen jaringan ke dalam sirkulasi darah, sehingga terjadi
peningkatkan koagulasi darah. 1, 5, 6
4. Infark miokard dan payah jantung
Pada infark miokard penyebabnya adalah dua komponen yaitu kerusakan jaringan
yang melepaskan plasminogen yang mengaktifkan proses pembekuan darah dan
adanya statis aliran darah karena istirahat total. Trombosis vena yang mudah terjadi
6

pada payah jantung adalah sebagai akibat statis aliran darah yang terjadi karena
adanya bendungan dan proses immobilisasi pada pengobatan payah jantung. 1, 5, 6
5. Immobilisasi yang lama dan paralisis ekstremitas.
Immobilisasi yang lama akan menimbulkan statis aliran darah yang mempermudah
timbulnya trombosis vena. 1, 5, 6
6. Obat-obatan kontrasepsi oral
Hormon estrogen yang ada dalam pil kontrasepsi menimbulkan dilatasi vena,
menurunnya aktivitas anti trombin III dan proses fibrinolitik dan meningkatnya
faktor pembekuan darah. Keadaan ini akan mempermudah terjadinya trombosis
vena. 1, 5, 6
7. Obesitas dan varises
Obesitas dan varises dapat menimbulkan statis aliran darah dan penurunan aktivitas
fibrinolitik yang mempermudah terjadinya trombosis vena. 1, 5, 6
8. Proses keganasan
Pada jaringan yang berdegenerasi maligna di temukan tissue thromboplastin-like
activity dan factor X activating yang mengakibatkan aktivitas koagulasi meningkat.
Proses keganasan juga menimbulkan menurunnya aktivitas fibrinolitik dan infiltrasi
ke dinding vena. Keadaan ini memudahkan terjadinya trombosis. Tindakan operasi
terhadap penderita tumor ganas menimbulkan keadaan trombosis 2-3 kali lipat
dibandingkan penderita biasa. (kedokteran andalas) 1, 5, 6

2.3. Epidemiologi
DVT terjadi pada ± 800.000 pasien per tahun, dalam 80% kasus terjadi pada vena
daerah betis. Di Amerika Serikat, dilaporkan 2 juta kasus DVT yang dirawat di rumah
sakit dan diperkirakan pada 600.000 kasus terjadi emboli paru dan 60.000 kasus
meninggal karena proses penyumbatan pembuluh darah. 1, 2, 3, 6

2.4. Patofisiologi DVT


Trombosis vena terjadi akibat aliran darah menjadi lambat atau terjadinya statis
aliran darah, sedangkan kelainan endotel pembuluh darah jarang merupakan faktor
penyebab. Trombus vena sebagian besar terdiri dari fibrin dan eritrosit dan hanya
mengandung sedikit masa trombosit. Pada umumnya menyerupai reaksi bekuan darah
dalam tabung. 1, 2, 3, 6
7

Faktor yang sangat berperan terhadap timbulnya suatu trombosis vena adalah statis
aliran darah dan hiperkoagulasi.

DVT

1. Statis Vena
Aliran darah pada vena cenderung lambat, bahkan dapat terjadi statis terutama pada
daerah-daerah yang mengalami immobilisasi dalam waktu yang cukup lama.
Statis vena merupakan predisposisi untuk terjadinya trombosis lokal karena dapat
menimbulkan gangguan mekanisme pembersih terhadap aktivitas faktor pembekuan
darah sehingga memudahkan terbentuknya trombin. 1, 2, 3, 6
8

2. Kerusakan pembuluh darah


Kerusakan pembuluh darah dapat berperan dalam pembentukan trombosis vena,
melalui:
a. Trauma langsung yang mengakibatkan faktor pembekuan diaktifkan.
b. Aktivitas sel endotel oleh sitokin yang dilepaskan sebagai akibat kerusakan jaringan
dan proses peradangan.
Permukaan vena yang menghadap ke lumen dilapisi oleh sel endotel. Endotel yang
utuh bersifat non-trombogenetik karena sel endotel menghasilkan beberapa substansi
seperti prostaglandin (PG12), proteoglikan, aktifator plasminogen dan trombo-modulin,
yang dapat mencegah terbentuknya trombin. 1, 2, 3, 6
Apabila endotel mengalami kerusakan, maka jaringan sub-endotel akan terpapar.
Keadaan ini akan menyebabkan sistem pembekuan darah diaktifkan dan trombosit akan
melekat pada jaringan sub-endotel terutama serat kolagen, membran basalis dan mikro-
fibril. Trombosit yang melekat ini akan melepaskan adenosin difosfat dan tromboksan
A2 yang akan merangsang trombosit lain yang masih beredar untuk berubah bentuk dan
saling melekat. Kerusakan sel endotel sendiri juga akan mengaktifkan sistem
pembekuan darah. 1, 2, 3, 6
3. Perubahan daya beku darah
Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan dalam sistem pembekuan darah dan
sistem fibrinolisis. Kecenderungan terjadinya trombosis, apabila aktivitas pembekuan
darah meningkat atau aktivitas fibrinolisis menurun. Trombosis vena banyak terjadi
pada kasus-kasus dengan aktivitas pembekuan darah meningkat, seperti pada hiper
koagulasi, defisiensi Anti trombin III, defisiensi protein C, defisiensi protein S dan
kelainan plasminogen. 1, 2, 3, 6

2.5. Manifestasi Klinis


Sebagian penderita DVT tidak mengalami gejala sama sekali. Pada penderita-
penderita ini biasanya gejala nyeri dada, akibat dari embolisme paru, adalah indikasi
pertama adanya suatu kelainan. Jika trombus besar dan menyumbat aliran darah pada
pembuluh darah balik yang besar, maka akan timbul gejala pembengkakan pada tungkai
bawah, sebagian besar terasa nyeri dan hangat pada perabaan. Beberapa trombus dapat
9

mengalami perbaikan secara spontan dan membentuk jaringan parut. Jaringan parut
yang terjadi dapat merusak katup yang terdapat pada pembuluh darah balik di daerah
tungkai bawah. Akibat kerusakan ini maka dapat terjadi pembengkakan pada daerah
tersebut. Pembengkakan biasanya lebih sering terjadi pada saat pagi hingga sore hari
karena darah harus mengalir ke atas, menuju jantung, melawan gaya gravitasi. Pada
malam hari pembengkakan yang terjadi agak berkurang karena posisi tungkai bawah
dalam keadaan horizontal sehingga aliran darah balik dari tungkai bawah ke jantung
lebih baik. Gejala lebih lanjut dari DVT adalah terjadinya perubahan warna pada kulit di
sekitar daerah yang terkena menjadi kecoklatan. Hal ini terjadi karena sel darah merah
akan keluar dari pembuluh darah balik yang bersangkutan dan mengumpul di bawah
kulit. Kulit yang berubah warna menjadi kecoklatan ini sangat rentan terhadap cedera
ringan seperti garukan atau benturan, menimbulkan suatu borok (ulkus). Jika
pembengkakan makin berat dan persisten maka jaringan parut akan memerangkap
cairan di sekitarnya. Akibatnya tungkai akan membengkak permanen dan mengeras
sehingga memudahkan terjadinya ulkus yang sulit sembuh. 4, 7, 8
Pada pemeriksaan fisik, hal yang mungkin didapati adalah: pembengkakan kaki
sebelah, terasa hangat, eritema, kaku pada vena yang terlibat, peningkatan turgor
jaringan, penampakan vena superfisial, sianotik. DVT pada vena iliaka, femoral dan
popliteal ditandai dengan adanya pembengkakan kaki yang unilateral, hangat dan
eritema. Biasanya vena yang terlibat akan mengalami penegangan. Pada DVT dapat
terjadi peningkatan turgor jaringan, distensi vena superfisal. DVT lebih jarang terjadi di
ekstremitas atas dibandingkan dengan ekstremitas bawah. Kaki penderita DVT dapat
mengalami edema yang mungkin disebabkan oleh tekanan jaringan interstisial yang
melebihi tekanan perfusi kapiler, menyebabkan pallor. Hemoglobin yang mengalami
deoksigenasi akan membuat warna ekstremitas yang terlibat menjadi kebiruan. 4, 7, 8

2.6. Diagnosis
Gejala klinis DVT bervariasi dan 90% diantaranya tanpa gejala klinis. Pada
anamnesis rasa nyeri, bengkak, perubahan warna, dan fungsi pada anggota tubuh yang
terkena berkurang. Dari pemeriksaan fisik dijumpai edema, eritema, peningkatan suhu
lokal tempat yang terkena dan pembuluh darah vena teraba. Pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan peningkatan D-dimer dan penurunan antitrombin. Peningkatan
10

D-dimer merupakan indikator adanya trombosis yang aktif. Pemeriksaan ini spesifik
tetapi tidak sensitif, dan sebenarnya lebih berperan dalam menyingkirkan trombosis jika
hasilnya negatif. Pemeriksaan ini memlilki sensitivitas 93% dan spesifitas 77% dan nilai
prediksi negatif 98% seta untuk DVT daerah betis sensitivitas hanya 70%. 3, 5, 7
Ada 3 jenis pemeriksaan yang akurat, yang dapat menegakkan diagnosis DVT,
yaitu: venografi, sampai saat ini venografi masih merupakan pemeriksaan standar untuk
trombosis vena. Akan tetapi teknik pemeriksaannya relatif sulit, mahal dan bisa
menimbulkan nyeri dan terbentuk trombosis baru sehingga tidak menyenangkan
penderitanya. Prinsip pemeriksaan ini adalah menyuntikkan zat kontras ke dalam di
daerah dorsum pedis dan akan kelihatan gambaran sistem vena di betis, paha, inguinal
sampai ke proksimal ke vena iliaca. Flestimografi impendans, prinsip pemeriksaan ini
adalah mengobservasi perubahan volume darah pada tungkai. Pemeriksaan ini lebih
sensitif pada trombosis vena femoralis dan iliaca dibandingkan vena di betis. Pada akhir
abad ini, penggunaan Ultrasonography (USG) Doppler berkembang dengan pesat,
sehingga adanya trombosis vena dapat dideteksi. Pemeriksaan ini memberikan hasil
sensitivitas 60,6% dan spesifisitas 93,9%. Metode ini dilakukan terutama pada kasus-
kasus trombosis vena yang berulang, yang sukar dideteksi dengan cara objektif lain. 3, 5, 7

2.7. Diferensial Diagnosis


11

Beberapa penyakit yang menjadi differensial diagnosis DVT diantaranya:


- Ruptur otot,
- Trauma,
- Hemoragik, ruptur kista popliteal,
- Lymphedema,
- Arthritis,
- Tendinitis dan lain-lain. 1, 2, 7, 8

2.8. Penatalaksanaan DVT


Tujuan pengobatan DVT antara lain adalah untuk mencegah bertambahnya
trombus, menghentikan bengkak yang progresif pada tungkai, melisiskan atau
membuang bekuan darah dan mencegah disfungsi vena serta mencegah terbentuknya
emboli. Pemberian antikoagulan sangat efektif untuk mencegah terjadinya emboli paru,
obat yang biasa di pakai adalah heparin. Prinsip pemberian antikoagulan adalah Save
dan Efektif. Save artinya antikoagulan tidak menyebabkan perdarahan. Efektif artinya
dapat menghancurkan trombus dan mencegah timbulnya trombus baru dan emboli. Pada
pemberian heparin perlu di pantau waktu tromboplastin parsial atau di daerah yang
fasilitasnya terbatas, sekurang-kurangnya waktu pembekuan. Pada pemberian obat-
obatan ini di usahakan biaya serendah mungkin dan efek samping seminimal mungkin.
Pemberian heparin standar, yaitu heparin 5000 unit bolus (80 IU/KgBB),
dilanjutkan dengan drips kontinus 1000 – 1400 unit/jam (18 IU/KgBB), drips
selanjutnya tergantung hasil aPTT. 6 jam kemudian diperiksa aPTT untuk menentukan
dosis dengan target aPTT 1,5 – 2,5 kontrol.
1. Bila aPTT 1,5 – 2,5 x kontrol, maka dosis tetap.
2. Bila aPTT < 1,5 x kontrol, dosis dinaikkan 100 – 150 IU/jam.
3. Bila aPTT > 2,5 x kontrol, dosis diturunkan 100 IU/jam. 1, 2, 7, 8
Penyesuaian dosis untuk mencapai target dilakukan pada hari ke 1 tiap 6 jam, hari
ke 2 tiap 2 - 4 jam. Hal ini di lakukan karena biasanya pada 6 jam pertama hanya 38%
yang mencapai nilai target dan sesudah dari ke 1 baru 84%. Jika nilai target aPTT telah
tercapai, pengobatan kemudian dilanjutkan dengan pemberian antikoagulan oral yang
diberikan bersamaan dengan heparin. Keduanya diberikan secara bersamaan selama 4-5
hari karena efek antikoagulan oral membutuhkan waktu lama untuk muncul. 1, 2, 7, 8
Pemberian Low Molecular Weight Heparin (LMWH), pemberian obat ini lebih
disukai daripada heparin karena tidak memerlukan pemantauan yang ketat, sayangnya
12

harganya relative lebih mahal dibandingkan heparin. Saat ini, preparat yang tersedia di
Indonesia adalah Enoxaparin (Lovenox dan Nandroparin Fraxiparin). Pada pemberian
heparin standar maupun LMWH bisa terjadi efek samping yang cukup serius yaitu
Heparin Induced Thormbocytopenia (HIT). Pada pasien yang mengalami HIT, LMWH
dapat diganti dengan Lepirudin atau Argatroban. Obat antikoagulan oral yang biasa di
pakai adalah Warfarin Cara. 1, 2, 7, 8
Pemberian Warfarin dimulai dengan dosis 6 – 8 mg (dosis tunggal) pada malam
hari. Dosis dapat dinaikan atau dikurangi tergantung dari hasil INR (International
Normolized Ratio). Target INR adalah 2,0 – 3,0. Cara penyesuaian dosis INR:
INR Penyesuaian Dosis
1.1 – 1.4 Naikkan dosis 10-20%. Kontrol 1 minggu.
1.5 – 1.9 Naikkan dosis 5-10%. Kontrol 2 minggu.
2.0 – 3.0 Dosis tetap. Kontrol 1 minggu.
3.0 – 4.0 Turunkan dosis 5-10%. Kontrol 2 minggu.
4.0 – 5.0 Turunkan dosis 10-20%. Kontrol 2 minggu.
> 5.0 Stop pemberian. Dipantau hingga INR turun menjadi 3.

Lama pemberian antikoagulan oral adalah 6 minggu sampai 3 bulan apabila DVT
timbul disebabkan oleh faktor risiko yang reversibel. Sedangkan untuk trombosis vena
idiopatik dianjurkan pemberian antikoagulan oral selama 3-6 bulan, bahkan biasa lebih
lama lagi apabila ditemukan abnormal inherited moleculer. 1, 2, 7, 8
Kontra indikasi pemberian antikoagulan adalah :
1. Hipertensi : sistolik > 200 mmHg, diastolik > 120 mmHg.
2. Perdarahan yang baru di otak.
3. Alkoholisme.
4. Lesi perdarahan traktus digestif.
Pemberian trombolitik selama 12-14 jam dan kemudian diikuti dengan heparin,
akan memberikan hasil lebih baik bila dibandingkan dengan hanya pemberian heparin
tunggal. Peranan terapi trombolitik berkembang dengan pesat pada akhir abad ini,
terutama sesudah dipasarkannya streptokinase, urokinase dan Tissue Plasminogen
Activator (TPA). TPA bekerja secara selektif pada tempat yang ada plasminogen dan
fibrin, sehingga efek samping perdarahan relatif kurang. Brenner menganjurkan
pemberian TPA dengan dosis 4 μgr/kgBB/menit, secara intravena selama 4 jam dan
Streptokinase diberikan 1,5 x 106 unit intravena kontiniu selama 60 menit. Kedua jenis
trombolitik ini memberikan hasil yang cukup memuaskan. Efek samping utama
pemberian heparin dan obat-obatan trombolitik adalah perdarahan dan akan bersifat
13

fatal bila terjadi perdarahan serebral. Untuk mencegah terjadinya efek samping
perdarahan, maka diperlukan monitor yang ketat terhadap waktu tromboplastin parsial
dan waktu protombin, jangan melebihi 2,5 kali nilai kontrol. 1, 2, 7, 8
Penatalaksanaan non-farmakologis, tinggikan posisi ekstremitas yang terkena
15-20° untuk melancarkan aliran darah vena, kompres hangat untuk meningkatkan
sirkulasi mikrovaskular, latihan lingkup gerak sendi (range of motion) seperti gerakan
fleksi-ekstensi, menggenggam, dan lain-lain. Tindakan ini akan meningkatkan aliran
darah di vena-vena yang masih terbuka (patent), pemakaian kaus kaki elastis (elastic
stocking), karena alat ini dapat meningkatkan aliran darah vena. 3, 4, 6

2.9. Komplikasi dan Prognosis DVT


Komplikasi DVT berupa emboli paru, varicose veins, chronic venous
insufficiency dan stroke. Prognosis kebanyakan kasus baik dengan penatalaksanaan
yang efektif dan cepat, 60% kematian pada pasien DVT akibat emboli paru yang
merupakan manifestasi penanganan proximal lower extremity thrombosis yang tidak
adekuat dan cepat.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. Kesimpulan
1. Deep Vein Thrombosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh gangguan pada
hemostasis
2. Pemeriksaan D-dimer dan ultrasonografi merupakan pemeriksaan yang penting
dalam penegakan diagnosis Deep Vein Thrombosis
3. Tujuan pengobatan pada Deep Vein Thrombosis adalah mencegah bertambahnya
trombus, menghambat progresivitas pembengkakan pada organ yang terlibat,
melisiskan atau menghancurkan bekuan darah, mencegah disfungsi vena, serta
mencegah terbentuknya emboli.

3.2. Saran
14

Diperlukan penatalaksanaan yang cepat dan tepat pada kasus Deep Vein
Thrombosis untuk mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut serta diperlukan kontrol
yang tepat dalam menilai hasil pengobatan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Acang, B. 2001. Trombosis Vena Dalam. Majalah Kedokteran Andalas No.2.


Vol.25. 46 – 55.
2. Bakta, I Made. 2007. Trombosis dan Usia Lanjut. Journal Penyakit Dalam, Vol: 8. 2 :
148 – 160.
3. Creager, Mark A. and Victor J. Dzau. 2009. Vascular Diseases of the Extremities.
Harrison’s the Principle of Internal Medicine. McGraw-Hill 1486 – 1494.
4. Hull, Russell D. 2000. Peripheral Venous Disease. Goldman: Cecil Textbook of
Medicine, 21st ed. W. B. Saunders Company 368 – 372.
5. Israr, Yayan Akhyar. 2009. Thrombosis. Faculty of Medicine University of Riau.
1 – 7.
6. Stein, Paul D. and J. Firth.2009. Deep Venous Thrombosis. Oxford Textbook of
Medicine. Oxford Press : 346 – 347.
15

7. Sukrisman, Lugyantu. 2007. Thrombosis Vena Dalam. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Departemen IPD FK UI: 798 – 780.
8. Tierney, Lawrence M., McPhee, Stephen J., Papadakis, Maxine A. 2008. Current
Medical Diagnosis and Treatment 47th Edition. McGraw-Hill 470 – 473.

Вам также может понравиться