Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Oleh :
RESLING YULION
(1811040022)
A. Definisi
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa
disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan kuman secara langsung,
tetapi sebagai dampak eksotoksin (tetanoplasmin) yang dihasilkan oleh kuman pada
sinaps ganglion sambungan sumsum tulang belakang, sambungan neuro muscular
(neuro muscular jungtion) dan saraf outonom. (Smarmo, 2010).
Tetanus adalah penyakit yang disebabkan oleh tetonospasmin yang diproduksi
oleh clostridium tetani yang menginfeksi system urat saraf dan otot sehingga otot
menjadi kaku. (Gardjito, Widjoseno 2011).
Tetanus adalah gangguan neurologis yang ditadai dengan meningkatnya tonus
otot dan spasme, yang disebabkan oleh tetanuspasmin, suatu toksin protein yang kuat
yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Terdapat beberapa bentuk klinis tetanus
termasuk di dalamnya tetanus neonatonum, tentanus generalisata dan gangguan
neurologis lokal (Aru, W. Sudoyo, 2011).
Klasifikasi tetanus berdasarkan bentuk klinis yaitu : (sudoyo Aru, 2011)
1. Tetanus local : biasanya ditandai dengan otot terasa sakit, lalu timbul rebiditas dan
spasme pada bagian proksimal luar. Gejala itu dapat menetap dalam beberapa
minggu dan menghilang
2. Tetanus sefalik : varian tetanus local yang jarang terjadi. Masa inkubasi 1-2 hari
terjadi susudah otitis mdia atau luka kepala dan muka. Paling menonjol adalah
disfungsi saraf III, IV,VII,IX dan XI tersering saraf pada otak VII diikuti tetanus
umum.
3. Tetanus general : yang merupakan bentuk paling sering. Spasme otot, kaku kuduk
, nyeri tenggorokan, kesulitan membuka mulut, rahang terkunci (trismus),
disfagia. Timbul kejang menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi bagian bawah.
Pada mulanya, spasmme berlangsung beberapa detik sampai beberapa menit dan
perpisah oleh priode relaksasi.
4. Tetanus neonatorum : biasa terjadi dalam bentuk general dan fatal apabila tidak
ditangani. Terjadi pada anak-anak yang dilahirkan dari ibu yang tidak imunisasi
secara adekuat, rigiditas , sulit menelan ASI, iritabilitas, spasme.
B. Etiologi
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, terutama pada daerah resiko tinggi
dengan cakupan imunisasi DPT yang rendah.Reservoir utama kuman ini adalah tanah
yang mengandung kotoran ternak sehingga resiko penyakit ini di daerah peternakan
sangat tinggi.Spora kuman Clostridium tetani yang tahan kering dapat bertebaran di
mana-mana. Port of entry tak selalu dapat diketahui dengan pasti, namun dapat diduga
melalui:
a. Luka tusuk, gigitan binatang, luka bakar
b. Luka operasi yang tidak dirawat dan dibersihkan dengan baik
c. OMP, caries gigi
d. Pemotongan tali pusat yang tidak steril
e. Penjahitan luka robek yang tidak steril.
Clostridium tetani termasuk dalam bakteri Gram positif, anaerob obligat, dapat
membentuk spora, dan berbentuk drumstick.Spora yang dibentuk oleh C. tetani ini
sangat resisten terhadap panas dan antiseptik.Ia dapat tahan walaupun telah diautoklaf
(1210C, 10-15 menit) dan juga resisten terhadap fenol dan agen kimia lainnya. Bakteri
Clostridium tetani ini banyak ditemukan di tanah, kotoran manusia dan hewan
peliharaan dan di daerah pertanian.Umumnya, spora bakteri ini terdistribusi pada
tanah dan saluran penceranaan serta feses dari kuda, domba, anjing, kucing, tikus,
babi, dan ayam. Ketika bakteri tersebut berada di dalam tubuh, ia akan menghasilkan
neurotoksin (sejenis protein yang bertindak sebagai racun yang menyerang bagian
sistem saraf). C. tetani menghasilkan dua buah eksotoksin, yaitu tetanolysin dan
tetanospasmin.Fungsi dari tetanoysin tidak diketahui dengan pasti, namun juga dapat
memengaruhi tetanus.Tetanospasmin merupakan toksin yang cukup kuat.
D. Patofisiologi
Clostridium tetani dalam bentuk spora masuk ke tubuh melalui luka yang
terkontaminasi dengan debu, tanah, tinja binatang, pupuk. Cara masuknya spora ini
melalui luka yang terkontaminasi antara lain luka tusuk oleh besi, luka bakar , luka
lecet, otitis media, infeksi gigi, ulkus kulit yang kronis, abortus, tali pusat, kadang-
kadang luka tersebut hampir tidak terlihat.
Bila keadaan menguntungkan dimana tempat luka tersebut menjaddi hipaerob
sampai anaerob isertai terdapatnya jaringan nekrotis, leukosit yang mati, benda-benda
asing maka spora berubah menjadi vegetatif yang kemudian bekembang. Kuman ini
tidak invasif. Bila dinding sel kuman lisis makan dilepaskan eksotoksin, yaitu
tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanolisin, tidak berhubungan dengan pathogenesis
penyakit. Tetanospasmin, atau secara umum disebut toksin tetanus , adalah
neuroktoksin yang mengaibatkan manifestasi dari penyakit tersebut.
Toksin yang dilepas bersama sel bakteri sel vegetative yang mati dan
selanjutnya lisis. Toksin tetanus di gabung oleh ikatan disulfit. Toksin tetanus melekat
pada sambungan neuromuscular dan kemudian diendositosis oleh saraf motoris,
sesudah ia mengalami pengangkutan akson retrograt kesitoplasminmotoneualfa.
Toksin keluar motoneuron dalam medulla spinalis dan selanjutnya masuk interneuron
penghambat spinal. Dimana toksin ini menghalangi pelepasan neurotransmitter.
Toksin tetanus dengan demikian memblokade hambatan normal otot anatgonis.
Spora yang masuk dan berada dalam lingkungan anaerobic berubah menjadi
bentuk vegetatif dan berkembang biak sambil menghasilkan toxin. Dalam jaringan
yang anaerobic ini terdapat penurunan potensial oksidasi reduksi jaringan dan
turunnya tekanan oxigen jaringan akibat adanya nanah, nekrosis jaringan, garam
kalsium yang dapat diionisasi.Secara intra axonal toxin disalurkan ke sel saraf (cel
body) yang memakan waktu sesuai dengan panjang axonnya dan aktifitas serabutnya.
Belum terdapat perubahan elektrik dan fungsi sel saraf walaupun toksin telah
terkumpul dalam sel. Dalam sumsum belakang toksin menjalar dari sel saraf lower
motorneuron ke lekuk sinaps dan diteruskan ke ujung presinaps dari spinal inhibitory
neurin. Pada daerah inilah toksin menimbulkan gangguan pada inhibitory transmitter
dan menimbulkan kekakuan.Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan dan rata-rata 10
hari.
E. Pathways
Adanya luka
Clostridium tetani mengeluarkan toxin
Menempel pada
Tonus otot Cerebel Gangliosides
Peningkatan aktivitas kelenjar
kringat
Kelakuan dan kejang khas
Menjadi kaku
pada tetanus
Pengeluaran kringat/ cairann tubuh
meningkat
Menjadi kaku
G. Penatalaksanaan
1. Netralisasi toksin dengan tetanus antitoksin (TAT)
Hiperimun globulin (paling baik)
Dosis: 3.000-6.000 unit IM
Waktu paruh: 24 hari, jadi dosis ulang tidak diperlukan
Tidak berefek pada toksin yang terikat di jaringan saraf; tidak dapat menembus
barier darah-otak
2. Pemberian ATS (anti tetanus)
ATS profilaksis diberikan untuk (luka yang kemungkinan terdapat clostridium:
luka paku berkarat), luka yang besar, luka yang terlambat dirawat, luka tembak,
luka yang terdapat diregio leher dan muka, dan luka-luka tusuk atau gigitan yang
dalam) yaitu sebanyak 1500 IU – 4500 IU
ATS terapi sebanyak > 1000 IU, ATS ini tidak berfungsi membunuh kuman
tetanus tetapi untuk menetralisir eksotoksin yang dikeluarkan clostridium tetani
disekitar luka yang kemudian menyebar melalui sirkulasi menuju otak. Untuk
terapi, pemberian ATS melelui 3 cara yaitu:
- Di suntik disekitar luka 10.000 IU (1 ampul)
-IV 200.000 IU (10 ampul lengan kanan dan 10 ampul lengan kanan
- IM di region gluteal 10.000 Iu
3. Perawatan luka
a. Bersihkan, kalau perlu didebridemen, buang benda asing, biarkan terbuk
(jaringan nekrosis atau pus membuat kondisis baik C. Tetani untuk
berkembang biak)
b. Penicillin G 100.000 U/kg BB/6 jam (atau 2.000.000 U/kg BB/24 jam IV)
selama 10 hari
c. Alternatif
- Tetrasiklin 25-50 mg/kg BB/hari (max 2 gr) terbagi dalam 3 atau 4 dosis
- Metronidazol yang merupakan agent anti mikribial.
- Kuman penyebab tetanus terus memproduksi eksotoksin yang hanya dapat
dihentikan dengan membasmi kuman tersebut.
4. Berantas kejang
a. Hindari rangsang, kamar terang/silau, suasana tenang
b. Preparat anti kejang
c. Barbiturat dan Phenotiazim
- Sekobarbital/Pentobarbital 6-10 mg/kg BB IM jika perlu tiap 2 jam untuk
optimum level, yaitu pasien tenag setengah tidur tetapi berespon segera bila
dirangsang
- Chlorpromazim efektif terhadap kejang pada tetanus
- Diazepam 0,1-0,2 mg/kg BB/3-6 jam IV kalau perlu 10-15 mg/kg BB/24 jam:
mungkin 2-6 minggu
5. Terapi suportif
a. Hindari rangsang suara, cahaya, manipulasi yang merangsang
b. Perawatan umum, oksigen
c. Bebas jalan napas dari lendir, bila perlu trakeostomi
d. Diet TKTP yang tidak merangsang, bila perlu nutrisi parenteral, hindari dehidrasi.
Selama pasase usus baik, nutrisi interal merupakan pilihan selain berfungsi
untuk mencegah atropi saluran cerna.
e. Kebersihan mulut, kulit, hindari obstipasi, retensi urin
H. Fokus Pengkajian
pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem (B1-B6) dengan
fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan di
hubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
1). B 1 (Breathing)
2) . B 2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan syok hipolemik.
Tekanan darah normal, peningkatan heart rate, adanya anemis karena
hancurnya eritrosit.
3). B 3 (Brain)
a. Tingkat kesadaran
Compos mentis, pada keadaan lanjut mengalami penurunan
menjadi letargi, stupor dan semikomatosa.
b) Fungsi serebri
Mengalami perubahan pada gaya bicara, ekspresi wajah dan
aktivitas motorik.
c) Pemeriksaan saraf cranial
(1) Saraf I ; tidak ada kelainan, fungsi penciuman normal.
(2) Saraf II ; ketajaman penglihatan normal.
(3) Saraf III, IV dan VI ; dengan alasan yang tidak diketahui, klien
mengalami fotofobia atau sensitive berlebih pada cahaya.
(4) Saraf V ; reflek masester meningkat. Mulut mecucu seperti
mulut ikan (gejala khas tetanus)
(5) Saraf VII ; pengecapan normal, wajah simetris
(6) Saraf VIII ; tidak ditemukan tuli konduktif dan persepsi.
(7) Saraf IX dan X ; kemampuan menelan kurang baik, kesukaran
membuka mulut (trismus).
(8) Saraf XI ; didapatkan kaku kuduk. Ketegangan otot rahang
dan leher (mendadak)
8
(9) Saraf XII ; lidah simetris, indra pengecap normal
d) Sistem motorik
Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan koordinasi
mengalami perubahan.
e) Pemeriksaan refleks
Refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum, atau
periosteum derajat refleks pada respon normal.
f) Gerakan involunter
Tidak ditemukan tremor, Tic, dan distonia. Namun dalam
keadaan tertentu terjadi kejang umum, yang berhubungan sekunder
akibat area fokal kortikal yang peka.
4). B 4 (Bladder)
Penurunan volume haluaran urine berhubungan dengan penurunan
perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal.
5). B 5 (Bowel)
Mual muntah karena peningkatan asam lambung, nutrisi kurang
karena anoreksia dan adanya kejang (kaku dinding perut / perut papan.
Sulit BAB karena spasme otot.
6). B 6 (Bone)
Gangguan mobilitas dan aktivitas sehari-hari karena adanya kejang
umum.
I. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3. Nyeri akut
4. Gangguan mobilitas fisik
J. NIC & NOC
Nutrition Monitoring
1. BB pasien dalam
batas normal
2. Monitor adanya
penurunan berat
badan
3. Monitor tipe dan
jumlah aktivitas
yang biasa
dilakukan
4. Monitor interaksi
anak atau
orangtua selama
makan
5. Monitor
lingkungan
selama makan