Вы находитесь на странице: 1из 9

5.

antagonisme Farmakodinamika

Secara farmakodinamika dapat dibedakan 2 jenis antagonisme, yaitu antagonism


fisiologik dan antagonism pada reseptor. Selain itu, antagonism pada rteseptor dapat bersifat
kompetitif atau nonkompetitif. Antagonisme merupakan peristiwa pengurangan atau
penghapusan efek suatu obat oleh obat lain. Peristiwa ini termasuk interaksi obat. Obat yang
menyebabkan pengurangan efek disebut antagonis, sedang obat yang efeknya dikurangi atau
ditiadakan disebut agonis. Secara umum obat yang efeknya dipengaruhi oleh obat lain disebut
obat objek, sedangkan obat yang mempengaruhi efek obat lain disebut obat presipitan.

Interaksi pada tingkat reseptor (antagonis pada reseptor), contoh :

Reseptor Agonis Antagonis

Histamin H2 Histamin Simetidin, Ranitidin,

Nizatidin.

Interaksi fisiologis (antagonis fisiologis) yaitu bekerja pada organ yang organ sama,
dengan reseptor berbeda, contoh :

OBAT A OBAT B Efek

Antidiabetik Beta bloker Efek obat A meningkat

Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit, terutama berpengaruh pada obat


jantung jantung, transmisi neuro-muskular dan ginjal, contoh :

OBAT A OBAT B Efek

Digitalis Diuretik, Hipokalemi oleh obat B,

Amfoteresin B toksisitas obat A meningkat


6. Kerja Obat yang tidak Diperantarai Reseptor

Dalam menimbulkan efek, obat tertentu tidak berikatan dengan reseptor. Obat-obat ini
mungkin mengubah sifat cairan tubuh, berinteraksi dengan ion atau molekul kecil, atau
masuk ke komponen sel.

a. Efek nonspesifik dan gangguan pada membrane


1. Perubahan sifat osmotic
Osmotic-diuretik (urea, manitol), misalnya, meningkatkan osmolaritas filtrate
glomerulus sehingga mengurangi reabsorpsi air di tubuli ginjal dengan akibat
terjadi efek diuretic.
2. Perubahan sifat asam-basa
Kerja ini diperlihatkan oleh antacid dalam menetralkan asam lambung.
3. Kerusakan nonspesifik
Zat perusak nonspesifik digunakan sebagai antiseptic dan desinfektan serta
kontrasepsi. Contohnya: detergen merusak intregitas membran lipo-protein.
4. Gangguan fungsi membrane
Anestetik umum yang mudah menguap misalnya eter, halotan, enfluran, dan
metoksifluran bekerja dengan melarut dalam lemak membran sel di SSP
sehingga eksitabilitasnya menurun.
b. Interaksi dengan molekul kecil atau ion

Kerja ini diperlihatkan oleh kelator (chelating agents) misalnya CaNa2


EDTA yangmengikat Pb2+ bebas menjadi kelat yang inaktif pada keracunan Pb.

c. Masuk ke dalam komponen sel


Obat yang merupakan analog purin atau pirimidin dapat berinkoporasi ke
dalam asam nukleat sehingga mengganggu fungsinya. Obat yang bekerja seperti ini
disebut antimetabolite misalnya 6-merkaptopurin atau anti mikroba lain.

7. Awitan , Onset, Durasi Kerja Obat


a. Awitan (Mula) kerja obat: Waktu yang dibutuhkan obat sampai suatu renspon muncul
setelah obat diberikan.
b. Onset (Puncak) kerja obat: Waktu yang dibutuhkan obat sampai konsentrasi efektif
tertinggi dicapai.
c. Durasi kerja obat: Lama waktu obat terdapat dalam konsentrasi yang cukup besar
untuk menghasilkan suatu respon.
d. Plateau: Konsentrasi serum darah dicapai dan dipertahankan setelah dosis obat yang
sama kembali diberikan.
e. Waktu Paruh: Interval waktu yang dibutuhkan tubuh dalam proses eliminasi untuk
mengurangi separuh konsentrasi obat di dalam tubuh.

8. Efek Obat

Reaksi kerja obat adalah hasil dari reaksi kimia antara zat-zat obat dengan sel-sel
tubuh untuk menghasilkan respon biologis tubuh. Kebanyakan obat bereaksi dengan
komponen sel untuk menstimulasi perubahan biokimia dan fisiologikal sehingga obat
menjadi efektif bagi tubuh. Reaksi ini dapat terjadi secara local maupun sistemik di dalam
tubuh.

Efek obat yaitu perubahan fungsi struktur (organ) / proses / tingkah laku organisme
hidup akibat kerja obat. Contohnya adalah efek local terlihat terjadi pada pemberian obat
topical pada kulit. Sedangkan pada pemberian obat analgesic, efeknya akan meliputi
beberapa sistem, termasuk diantaranya yaitu sistem saraf (efek sedatif), paru-paru (depresi
pernafasan), gastrointenstinal (konstipasi) walaupun efek yang diharapkan adalah pereda
nyeri,. Efek medikasi dapat dimonitor melalui perubahan klinis yang terjadi pada kondisi
klien. Secara umum, peningkatan kualitas yang gejala dan hasil laboratorium menunjukkan
efektivitas medikasi.

a. Efek Terapeutik
Adalah efek yang diinginkan atau efek tujuan dari medikasi yang diberikan. Efek
tersebut bervariasi berdasarkan bahan dasar obat, lama penggunangan obat, dan
kondisi fisik klien. Beberapa diantaranya juga dipengaruhi interaksi antar obat yang
dikonsumsi. Puncak reaksi obat sangat bervariasi tergantung dari obat yang diberikan
dan cara pemberian yang dilakukan.
b. Efek Merugikan
Adalah efek lain dari obat selain efek terapi yang diinginkan. Efek merugikan ini
dapat merupakan efek lanjutan dari efek terapi, misalnya hipotensi dapat terjadi ketika
pemberian antihipertensi. Beberapa efek yang merugikan ini dapat ditangani segera
seperti konstipasi, namun ada pula yang memerlukan perhatian lebih, misalnya
depresi per-nafasan. Efek ini sering terjadi pada klien yang sangat parah kondisi dan
menerima banyak medikasi.
c. Efek Samping
Efek merugikan obat dengan skala kecil disebut juga efek samping obat. Banyak
efek samping yang tidak berbahaya dan dapat diabaikan, namun ada pula yang dapat
membahayakan terutama ketika ada obat baru yang diberikan atau ditambahkan
dosisnya. Perawat harus waspada terhadap efek merugikan dari obat ini.
d. Reak si Hipersensitivitas
Reaksi hipersensitivitas terjadi bila klien sensitive terhadap efek dari pengobatan
yang dilakukan. Hal ini dapat terjadi bila dosis yang diberikan lebih dari kebutuhan
klien sehingga menimbulkan efek lain yang tidak diinginkan. Contohnya adalah
ketika seorang pria dewasa dengan berat badan normal biasanya dapat diberikan
meperidin (sedative) dengan dosis 75-100 mg, namun pada klien lansia dengan berat
badan rendah akan mengalami penurunan kesadaran dengan dosis meperidin yang
sama. Biasanya, dengan menurunkan dosis dan meningkatkan interval waktu
pemberian, maka obat tersebut dapat dikonsumsi dengan aman.
e. Reaksi Idiosinkratik
Obat dapat menyebabkan timbulnya efek yang tidak diperkirakan, misalnya
reaksi idiosinkratik, yang meliputi klien bereaksi berlebihan, tidak bereaksi atau
bereaksi tidak normal terhadap obat. Contohnya, seorang anak yang menerima
antihistamin menjadi sangat gelisah atau sangat gembira, bukan mengantuk.
f. Toleransi
Adalah reaksi yang terjadi ketika klien mengalami penurunan respon/tidak
berespon terhadap obat yang diberikan, dan membutuhkan penambahan dosis obat
untuk mencapai efek terafi yang diinginkan. Beberapa zat yang dapat menimbulkan
toleransi terhadap obat adalah nikotin, etil alcohol, opiate, dan barbiturate.
g. Reaksi Alergi
Adalah akibat dari respon imunologik terhadap medikasi. Tubuh menerima
obat sebagai benda asing, sehingga tubuh akan membentuk antibody untuk melawan
dan mengeluarkan benda asing tersebut. Akibatnya akan menimbulkan gejala/reaksi
alergi yang dapat berkisar dari ringan sampai berat. Reaksi alergi yang ringan
diantaranya adalah gatal-gatal (urtikaria), pruritus atau rhinitis, dapat terjadi dalam
hitungan menit sampai dengan 2 minggu pada klien setelah mengkonsumsi obat.
Reaksi pada kulit (gatal-gatal, kemerahan, dan lesi) biasanya meningkat setelah klien
menghentikan medikasi terutama obat yang memiliki kegunaan yang sama dengan
antihistamin.
Reaksi alergi yang parah dapat mengakibatkan gejala seperti sesak nafas
(wheezing, dispneu), angioedema pada lidah dan orofaring, hipotensi, dan takikardia
segera setelah pemberian obat. Reaksi ini disebut reaksi anafilaktik dan membutuhkan
tindakan medis segera karena dapat berakibat fatal. Tindakan yang dapat dilakukan
adalah menghentikan segera pemberian obat tersebut, segera berikan epinefrin, cairan
infus (normal saline), steroid dan antihistamin.
h. Toksisitas
Atau keracunan obat adalah reaksi yang terjadi karena dosis berlebih atau
penumpukan zat dalam darah akibat dari gangguan metabolism atau ekskresi.
Perhatian harus diberikan pada dosis dan tingkat toksik obat, dengan mengevaluasi
fungsi ginjal dan hepar. Beberapa obat dapat langsung berefek toksik setelah
diberikan, namun obat lainnya tidak menimbulkan efek toksik apapun selama
berhari-hari lamanya.
Keracunan obat dapat mengakibatkan kerusakan pada fungsi organ. Hal yang umum
terjadi adalah nefrotoksisitas (ginjal), neurotoksisitas (otak), hepatotosisitas (hepar),
imunotoksisitas (sistem imun), dan kardiotoksisitas (jantung). Pengetahuan tentang
efek toksisitas obat akan membantu perawat untuk mendeteksi dini dan mencegah
kerusakan organ secara permanen pada klien.

E. FAKTOR-FAKTOR YANG MENGUBAH RESPON TERHADAP OBAT

1. Absorpsi
Berhubungan dengan penyerapan terhadap obat. Faktor-faktor yang
mempengaruhi absorpsi obat antara lain :
a) Rute pemberian obat memiliki pengaruh yang berbeda pada
absorpsi obat, bergantung pada struktur fisik jaringan. Kulit
relative tidak dapat ditembus zat kimia, sehingga absorpsi
menjadi lambat. Membrane mukosa dan saluran napas
mempercepat absorpsi akibat vaskularitas yang tinggi pada
mukosa dan permukaan kapiler alveolar. Karena obat yang
diberikan peroral harus melewati sistem pencernaan untuk
diabsorpsi, kecepatan absorpsi secara keseluruhan melambat.
Injeksi intravena menghasilkan absorpsi yang paling cepat
karena dengan rute ini obat dengan cepat masuk kedalam
sirkulasi sistemik.
b) Daya larut obat, yang diberikan peroral setelah diingesti sangat
bergantung pada bentuk atau preparat obat tersebut.larutan dan
suspense, yang tersedia dalam bentuk cair, lebih mudah
diabsorpsi daripada tablet atau kapsul. Bentuk dosis padat
harus dipecah terlebih dahulu untuk memanjakan zat kimia
pada sekresi lambung dan usu halus. Obat yang asam melewati
mukosa lambung dengan cepat. Obat yang bersifat basa tidak
terabsorpsi sebelum mencapai usus halus.
c) Kondisi di tempat absorpsi, mempengaruhi kemudahan obat
masuk kedalam sirkulasi sistemik. Adanya adema pada
membrane mukosa memperlambat absorpsi obat karena obat
membutuhkan waktu yang lama untuk berdifusi kedalam
pembuluh darah.
d) Perfusi jaringan, memengaruhi cepat lambatnya absorpsi obat.
Absorpsi obat parenteral yang diberikan bergantung pada suplai
darah dalam jaringan. Otot memiliki suplai darah yang lebih
banyak daripada jaringan subkutan (SC), obat yang diberikan
melalui intramuskuler (otot) diabsorpsi lebih cepat daripada
obat yang disuntikkan lewat subkutan. Pada beberapa kasus,
absorpsi subkutan yang lambat lebih dipilih karena
menghasilkan efek yang dapat bertahan lama. Apabila perfusi
jaringan klien buruk, misalnya pada kasus syok sirkulasi, rute
pemberian obat yang terbaik adalah melalui intravena.
Pemberian obat intravena menghasilkan absorpsi yang paling
cepat.
e) Kecepatan dan luas absorpsi juga dapat dipengaruhi oleh
makanan. Obat oral lebih mudah diabsorpsi, jika diberikan
diantara waktu makan. Misanya zat besi dapat mengiritasi
saluran cerna dan harus diberikan bersama makanan atau
segera setelah makan. Saat lambung terisi makanan, isi
lambung secara perlahan diangkut ke duodenum, sehingga
absorpsi obat melambat. Beberapa makanan dan antacid
membuat obat berikatan membentuk kompleks yang tidak
dapat melewati lapisan saluran cerna, contoh susu
menghambat absorpsi zat besi dan tetrasiklin. Beberapa obat
hancur akibat peningkatan keasaman isi lambung dan
pencernaan protein selama makan.

2. Distribusi
Pengikatan dengan protein merupakan pengubah utama dari distribusi obat
dalam tubuh. Sawar darah otak hanya dapat menerima obat-obatan yang larut
dalam lemak. Plasenta dapat ditembus oleh obat-obatan yang larut dalam
lemak maupun air.

a) Metabolisme / biotransformasi
Berkaitan dengan fungsi hati dan ginjal, tempat obat di metabolisme.
Kematangan dan mal fungsi pada ke duanya dapat mempengaruhi
metabolisme obat.
1) Ekskresi
Rute utama ekskresi obat adalah ginjal, selain itu empedu
feses, paru-paru, saliva, dan keringat juga merupakan rute
ekskresi obat.
2) Usia
Bayi dan lansia sensitive terhadap obat-obatan. Dosis bayi
dihitung berdasarkan berat badan dari pada usia
biologis/gestasionalnya. Sejumlah perubahan fisiologis yang
menyertai penuaan memengaruhi respons terhadap terapi obat.
3) Berat badan
Dosis obat diberikan sesuai dengan berat badannya. Ada
hubungan langsung antara jumlah obat yang diberikan dan
jumlah jaringan tubuh tempat obat didistribusikan. Kebanyakan
obat diberikan berdasarkan berat dan komposisi tubuh dewasa.
Perubahan komposisi tubuh dapat mempengaruhi distribusi
obat secara bermakna, misalnya pada klien lansia. Semakin
kecil berat badan klien, semakin besar konsentrasi obat di
dalam jaringan tubuhnya, dan efek obat yang dihasilkan makin
kuat.
4) Toksisitas
Lebih sering terjadi pada orang-orang yang mempunyai
gangguan hati atau ginjal dan pada orang yang muda dan tua.
5) Farmakogenetik
Pengaruh faktor genetic terhadap respons obat. Susunan genetic
mempengaruhi biotransformasi obat. Pola metabolic dalam
keluarga seringkali sama, sehingga faktor genetic menentukan
apakah enzim yang terbentuk secara alami tersedia untuk
membantu penguraian obat. Akibatnya anggota keluarga
memiliki sensitivitas terhadap suatu jenis obat tertentu.
3. Rute/cara pemberian
Rute parenteral memiliki efek kerja yang lebih cepat dari pada rute oral.
1) Saat/waktu pemberian
Ada atau tidak makanan di dalam lambung dapat
mempengaruhi kerja beberapa obat.
2) Faktor emosional
Sugesti-sugesti mengenai obat dan efek sampingnya dapat
mempengaruhi efek obat terhadap klien.
3) Adanya penyakit
Gangguan hati, ginjal, jantung, sirkulasi, dan gastrointestinal
mempengaruhi respon terhadao obat .
4) Riwayat obat
Penggunanaan obat yang sama atau berbeda dapat mengurangi
atau menambah efek dari obat.
5) Toleransi
Kemampuan klien untuk berespon terhadap dosis tertentu dari
suatu obat dapat hilang setelah beberapa hari atau minggu
setelah pemberian. Kombinasi obat-obatan dapat diberikan
untuk mengurangi atau menunda terjadinya toleransi obat.
6) Efek penumpukan
Terjadi jika obat dimetabolisme atau diekskresikan lebih
lambat dari pada kecepatan pemberian obat .
7) Interaksi obat
Efek kombinasi obat dapat lebih besar, sama. Atau lemah dari
pada efek tunggal. Beberapa obat mungkin bersaing untuk
menempati reseptor yang sama. Reaksi yang merugikan dapat
menyebabkan toksisitas atau komplikasi.

Вам также может понравиться