Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
A. Definisi
Appendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau
B. Etiologi
Penyebab terjadinya apendisitis dapat terjadi karena adanya
makanan keras yang masuk ke dalam usus buntu dan tidak bisa keluar lagi.
Setelah isi usus tercemar dan usus meradang timbulah kuman-kuman yang
dapat memperparah keadaan tadi (Saydam Gozali, 2011).
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteri. berbagai hal sebagai faktor
pencetusnya:
a. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai
faktor pencetus disamping hyperplasia jaringan limfe, tumor apendiks
dan cacing askaris.
b. Penyebab lain penyebab apendiks karena parasit seperti E. hystolitica.
c. Penelitian Epidemiologi mengatakan peran kebiasaan makan makanan
yang rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya
apendisitis. Konstipasi akan menarik bagian intrasekal, yang berakibat
timbulnya tekanan intrasekal dan terjadi penyumbatan sehingga
meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon (R Tsamsuhidajat & Wim
De jong, 2010).
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi
ada factor prediposisi yaitu:
a. Factor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi
ini terjadi karena:
1) Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
2) Adanya fekolit dalam lumen appendiks
3) Adanya benda asing seperti biji-bijian
4) Striktur lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
b. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan
Streptococcus..
c. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30
tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan
limpoid pada masa tersebut.
C. Manisfestasi Klinis
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang di dasari
dengan radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat,
disertai maupun tidak disertai rangsang peritoneum lokal. Gejala klasik
apendisitis adalah:
a. Nyeri visceral epigastrium.
b. Nafsu makan menurun.
c. Dalam beberapa jam nyeri pindah ke kanan bawah ke titik Mc Burney.
d. Kadang tidak terjadi nyeri tapi konstipasi.
e. Pada anak biasanya rewel, nafsu makan turun karena focus pada
nyerinya, muntah-muntah, lemah, latergik, pada bayi 80-90% apendisitis
terjadi perforasi (Tsamsuhidajat & Wong de jong, 2010).
Manisfestasi klinis lainya adalah:
a. Nyeri dikuadran kanan bawah disertai dengan demam ringan, dan
terkadang muntah kehilangan nafsu makan kerap dijumpai konstipasi
dapat terjadi.
b. Pada tiik Mc Burney (terletak diantara pertengahan umbilicus dan spina
anterior ileum), terasa nyeri tekan local dan kekakuan otot bagian bawah
rektus kanan.
c. Nyeri pantul dapat dijumpai lokasi apendiks menentukan kekuatan nyeri
tekan, spasme otot dan adanya diare atau konstipasi.
d. Jika apendiks pecah, nyeri lebih menyebar abdomen menjadi lebih
terdistensi akibat ileus paralitik dan kondisi memburuk.
(Brunner&Suddarth, 2014).
Jadi berdasarkan referensi diatas, manisfestasi yang sering
muncul pada kasus apendisitis adalah nyeri namun kadang bisa juga tanpa
nyeri namun terjadinya konstipasi. Pada anak-anak biasanya ditemukan data
yaitu nafsu makan menurun, terjadinya penurunan kesadaran hingga
terjadinya perforasi.
D. Pathways
E. Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi apabila terjadi keterlambatan
penanganan. Faktor keterlambatan dapat terjadi dari pasien ataupun tenaga
medis. Faktor penderita dapat berasal dari pengetahuan dan biaya. Faktor
tenaga medis dapat berupa kesalahan dalam mendiagnosa, keterlambatan
mengangani maslah dan keterlambatan dalam merujuk ke rumah sakit dan
penangggulangan. Hal ini dapat memacu meningkatnya angka morbiditas
dan mortalitas. Proporsi yang sering adalah terjadi pada anak kecil dan
orang tua. Komplikasi 93% lebih sering terjadi pada anak kecil dibawah
usia 2 tahun dan 40-75%% terjadi pada orang tua. Pada anak-anak dinding
apendiks masih sangat tips, omentum lebh pendek, dan belum berkembang
secara sempurna sehingga mudah terjadi apendisitis. Sedangkan pada orang
tua, terjadi gangguan pada pembuluh darah.Adapun jenis omplikasi
diantaranya:
a. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus.
Teraba massa lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa
ini mula-mula berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang
mengandung pus. Hal ini terjadi bila Apendisitis gangren atau
mikroperforasi ditutupi oleh omentum
b. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga
bakteri menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam
pertama sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam.
Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran
klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,50C,
tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama
polymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas
maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
c. Peritontis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan
komplikasi berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun
kronis. Bila infeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum
menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik
berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya
cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan
oligouria. Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat,
muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis. (Mansjoer, 2007)
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Tujuan keperawatan mencakup upaya meredakan nyeri, mencegah
defisit volume cairan, mengatasi ansietas, mengurangi risiko infeksi
yang disebabkan oleh gangguan potensial atau aktual pada saluran
gastrointestinal, mempertahankan integritas kulit dan mencapai nutris
yang optimal.
2) Sebelum operasi, siapkan pasien untuk menjalani pembedahan, mulai
jalur Intra Vena berikan antibiotik, dan masukan selang nasogastrik
(bila terbukti ada ileus paralitik), jangan berikan laksatif.
3) Setelah operasi, posisikan pasien fowler tinggi, berikan analgetik
narkotik sesuai program, berikan cairan oral apabila dapat ditoleransi.
4) Jika drain terpasang di area insisi, pantau secara ketat adanya tanda-
tanda obstruksi usus halus, hemoragi sekunder atau abses sekunder.
(Brunner&Suddarth, 2014).
c. Penatalaksaan Keperawatan
Tatalaksana apendisitis pada kebanyakan kasus adalah
apendiktomi. Keterlambatan dalam tatalaksana dapat meningkatkan
kejadian perforasi. Teknik laparoskopi sudah terbukti menghasilkan
nyeri pasca bedah yang lebih sedikit, pemulihan yang lebih cepat dan
angka kejadian infeksi luka yang lebih rendah. Akan tetapi terdapat
peningkatan kejadian abses intra abdomen dan pemanjangan waktu
operasi. Laparoskopi itu dikerjakan untuk diagnosa dan terapi pada
pasien dengan akut abdomen, terutama pada wanita. (Rahayuningsih dan
Dermawan, 2010).
Jadi berdasarkan pembahasan diatas, tindakan yang dapat
dilakukan terbagi dua yaitu tindakan medis yang mengacu pada tindakan
pembedahan/apendictomy dan pemberian analgetik, dan tindakan
keperawatan yang mengacu pada pemenuhan kebutuhan klien sesuai
dengan kebutuhan klien untuk menunjang proses pemulihan.
H. Pemeriksaan Diagnostik
a. SDP; Leukositosis diatas 12.000/mm3, Neutrofil meningkat sampai
75%,
b. Urinalisis: Normal, tetapi eritrosit/leukosit mungkin ada.
c. Foto abdomen: Dapat menyatakan adanya pergeseran, material
apendiks (fekalit), ileus terlokalisir. (Doengoes, Marilynn E, 2014).
appendektomy
Luka post op
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas mengenai
status kesehatan atau masalah actual atau risiko mengidentifikasi dan
menentukan intervensi keperawatan untuk mengurangi, mencegah atau
menghlangkan masalah kesehatan klien yang ada pada tanggung jawabnya
(Carpenito,1983 dalam Tarwoto & Wartonah, 2011).
Dilihat dari status kesehatan klien, diagnosa dapat dibedakan
menjadi actual, potensial, risiko dan kemungknan.
a. Aktual: Diagnosa keperawatan yang menggambarkan penilaian klinik
yang harus di validasi perawat karena ada batasan mayor. Contoh: Jalan
nafas tidak efektif karena adanya akumulasi secret.
b. Potensial: Diagnosa keperawatan yang menggambarkan kondisi klien ke
arah yang lebih positif (kekuatan pasien). Contoh: potensial peningkatan
status kesehatan klien berhubungan dengan intake nutrisi yang adekuat.
c. Risiko: Diagnosa keperawatan yang mengambarkan kondisi klinis
individu lebih rentan mengalami masalah. Contoh: Risiko infeksi
berhubungan denngan efek pembedahan.
d. Kemungkinan: Diagnosa keperawatan yang mengambarkan kondisi
klinis individu yang memerlukan data tambahan sebagai sebagai faktor
pendukung yang lebih akurat.
Jadi yang dimaksud dengan diagnosa keperawatan adalah
pernyataan yang jelas yang berkaitan dengan masalah yang didapat pada
pasien baik itu secara aktual, potensial, risiko atau kemungkinan.
3. Intervensi Keperawatan
Terdapat 4 hal yang harus diperhatikan:
a. Menentukan prioritas masalah
1) Berdasarkan hirarki Maslow, yaitu: Fisiologis,
keamanan/keselamatan, mencintai, hara diri dan aktualisasi diri.
2) Berdasarkan Griffith-Kenney, dengan urutan:
a) Ancaman kehidupan kesehatan.
b) Sumber daya dan dana tersedia.
c) Peran serta klien.
d) Prinsip ilmiah dan praktik keperawatan.
b. Menentukan tujuan
Dalam menentukan tujuan, digambarkan kondisi yang diharapkan
disertai jangka waktu.
c. Menentukan kriteria hasil
Terdapat hal-hal berikut yang diperhatikan:
1. Bersifat spesifik dalam hal isi dan waktu.
2. Bersifat realistic, dalam menentukan tujuan harus dipertimbangkan
faktor fisiologi/patologis.
3. Dapat diukur, pasien dapat menyebutkan tujuan dan dapat
mendemonstrasikan.
4. Mempertimbangkan keinginan dan keadaan pasien.
d. Merumuskan intervensi
Dengan mengacu pada Nursing Interventions Clasifikation (NIC) dan
Nursing Outcomes Clasification (NOC).
Jadi, yang dimaksud dengan intervensi keperawatan adalah
rencana tindakan untuk menghilangkan atau mencegah permasalahan
kesehatan yang dihadapi klien dengan berdasarkan prioritas masalah, tujuan
dan kriteria hasil dengan melihat acuan teori kebutuhan dasar
manusia/hirarki Maslow.
4. Implementasi Keperawatan
5. Evaluasi
Tujuan dari evaluasi adalah untuk mengetahui sejauh mana
perawatan dapat dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan
keperawatan yang diberikan.
langkah-langkah evaluasi sebagai berikut:
a. Daftar tujuan-tujuan pasien.
b. lakukan pengkajian apakah pasien dapat melakukan sesuatu.
c. Bandingkan antara tujuan dengan kemampuan pasien.
d. Diskusikan dengan pasien, apakah tujuan dapat tercapai atau tidak.
Melihat dari bahasan diatas, yang dimaksud dengan evaluasi
merupakan hasil pencapaian yang telah dilakukan dengan berdasarkan
kriteria hasil dan tujuan.
1. Pengkajian
Data yang diperoleh haruslah mampu menggambarkan status
kesehatan klien ataupun masalah utama yang dialami oleh klien. Dalam
melakukan pengkajian, diperlukan teknik khusus dari seorang perawat,
terutama dalam menggali data, yaitu dengan menggunakan komunikasi yang
efektif dan teknik terapeutik. (Tarwoto & Wartonah, 2011).
Adapun pemeriksaan yang dilakukan pada kasus apendisitis
berdasarkan NANDA (North American Nursing Diagnosis Association),
2015:
a. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi: Akan tampak adanya tanda pembengkakan (swelling),
rongga perut dimana dinding perut tampak mengencang (distensi).
Normal: Tidak tampak terjadinya distensi atau penegangan pada
abdomen.
2) Palpasi: Dibagian perut kanan bawah akan terasa nyeri (Blumbeng
Sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis apendsitis akut.
Normal: Tidak teraba atau klien tidak memberikan respon nyeri.
3) Dengan tindakan tungkai dan paha kanan ditekuk kuat / tungkai di
angkat tingi-tinggi, maka rasa nyeri akan semakin parah (Psoas Sign).
Normal: Jika dilakukan pemeriksaan ini, klien tidak akan merasa
nyeri.
4) Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin parah apabila
pemeriksaan dubur dan vagina terasa nyeri.
Normal: Jika dilakukan pemeriksaan ini, klien tidak akan merasa
nyeri.
5) Suhu dubur atau rectal yang lebih tinggi dari suhu ketiak, lebih
menunjang lagi adanya radang usus buntu.
Normal: Suhu ketiak lebih tinggi dibandng dengan suhu dubur ata
vagina.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Di lihat dari kenaikan leukosit 10.000-18.000/mm3, bila lebih maka
sudah terjadi perforasi.
Normal: Tidak terjadinya peningkatan leukosit melebihi batas normal.
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan USG
Normal: Tidak tampak ada peradangan pada bagian Mc. Burney.
2) Foto polos
Normal: Tidak tampak ada kelainan pada organ.
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan diagnosa Apendiktomi yang menggunakan
pendekatan (NANDA, 2015):
a. Nyeri berhubungan dengan peradangan pada apendiks/post apendiks.
b. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi secret.
c. Hipertermi berhubungan dengan penyakit atau trauma insisi.
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
anoreksia.
e. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan Distensi abdomen.
f. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan terputusnya ujung
saraf.
g. Defisit perawatan diri berhubungan dengan adanya rasa nyeri post op.
h. Ansietas berhubungan dengan ketidaktahuan pasien terhadap
tindakan/penyakit.
i. Risiko infeksi berhubungan dengan adanya jalan masuk kuman melalui
luka insisi.
j. Risiko kekurangan cairan berhubungan dengan mual dan muntah.
k. Risiko ketidakefektifan gastrointestinal berhubungan dengan adanya
perforasi
3. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN (INTERVENSI BEDASARKAN NANDA, 2015)
g. Defisit perawatan diri berhubungan dengan adanya rasa nyeri post op.
NO Diagnosa Tujuan dan Kriteri Hasil Intervensi
7 Defisit perawatan diri NOC NIC
berhubungan dengan adanya a. Activity tolerenrancy a. Self Care Assistence: Bathing/Hygiene
rasa nyeri post op. b. mobility: physical impaired 1. Pertimbangkan budaya ketika
c. Self care deficit hygiene mempromosikan perawatan diri
Batasan Karakterisik: d. Sensory perception: auditory 2. Tempat handuk, deodorant dan kebutuhan
a. Ketidakmampuan dalam disturbed. mandi ditaruh disamping tempat tidur atau
mengakses kamar mandi Kriteria hasil kamar mandi.
b. Ketidakmampuan a. Perawatan diri ostomi: 3. Pertimbangkan usia pasien ketika
mengeringkan tubuh tindakan pribadi dalam memromisan perawatan diri
c. Ketidakmampuan dalam mempertahan ostomi untuk 4. Menyediakan lngkungan yang terapeutik
merasakan bagian tubuh eliminasi dengan memastikan hangat, santai, dan
d. Ketidakmampuan dalam b. Perawatan diri: aktivitas personal
merasakan hubungan perawatan fisik dan pribadi 5. Memfasilitasi alat untuk menyikat gigi
spasial secara mandiri klien
e. Ketidakmampuan dalam c. Peawatan diri mandi: mampu 6. Memfasilitasi alat yang dibutuhkan untuk
menjangkau sumber air untuk membersihkan diri mandi
f. Ketidakampuan dalam sendiri secara mandiri 7. Memfasilitasi pemeliharaan rutin yang
mengatur air mandi d. Perawatan diri hygiene biasa pasien tidur, isyarat sebelum tidur
g. Ketidkmampuan dalam e. Perawatan diri oral hygiene 8. Memberikan bantuan sampai pasien
membasuh tubuh f. kebersihan. sepenuhnya dapat mengansumsikan
perawatan diri.
Tabel 2.7
Diagnosa Defisit Perawatan Diri
b. Affektif :
1. Gelisah
2. Kesedihan yang
mendalam
3. Ketakutan
4. Perasaan tidak adekuat
5. Berfokus pada diri
sendiri
6. Peningkatan
kewaspadaan
7. Iritabilitas
8. Khawatir
c. Fisiologi :
1. Wajah tegang, tangan
tremor
2. Peningkatan keringat
3. Peningkatan
ketegangan
4. Gemetar, tremor
5. Suara bergetar
d. Simpatik
1. Anoreksia
2. Diare, mulut kering
3. Wajah merah
4. Jantung berdebar-
debar
5. Peningkatan TD
Tabel 2.8
Diagnosa Ansietas
i. Risiko infeksi berhubungan dengan adanya jalan masuk kuman melalui luka insisi.
Tabel 2.9
Diagnosa Risiko Infeksi
5. Evaluasi
Tujuan dari evaluasi adalah untuk mengetahui sejauh mana
perawatan dapat dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan
keperawatan yang diberikan. (Tarwoto & Wartonah, 2011).
Untuk menentukan masalah teratasi, teratasi sebagian, tidak
teratasi atau muncul masalah baru adalah dengan cara membandingkan
antara SOAP dengan tujuan, kriteria hasil yang telah di tetapkan. Format
evaluasi mengguanakan :
S : subjective adalah informasi yang berupa ungkapan yang didapat dari
klien setelah tindakan diperbaiki
O : objective adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan,
penilaian, pengukuran, yang dilakukan oleh perawat setelah dilakukan
tindakan
A : analisa adalah membandingkan antara inormasi subjektif dan objektif
dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa
masalah teratasi, masalah belum teratasi, masalah teratasi sebagian, atau
muncul masalah baru.
P : planning adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan
berdasarkan hasil analisa, baik itu rencana diteruskan, dimodifikasi,
dibatalkan ada masalah baru, selesai (tujuan tercapai).
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2013, Keperawatan Medikal Bedah: Jakarta: EGC.
Dermawan, Deden & Titik Rahayuningsih. 2010, Keparawatan Medikal Bedah
(Sistem Pencernaan): Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2015, Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC: Jogja: Mediaction
Publishing.
Prasetyo, Sigit Nian. 2010, Konsep Dan Proses Keperawatan Nyeri: Yogyakarta:
Graha Ilmu.
T. Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru ; alih bahasa, Budi Anna Keliat. 2015,
Diagnosa Keperawatan; Definisi & klasifikasi 2015=2017: Jakarta: EGC.
Tsamsuhidajat & Wim De jong.2010,Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3, Jakarta: EGC.
http://citarum.org/citarum-knowledge/pusat-database/data-tabular/data-dalam-
angka/386-dalam-angka-kab-cianjur-2008/file.html diakses pada tanggal 29
mei 2016 pukul 11.35
Anonim, 2016, Makalah perawatan pre dan post op apendiktomi di akses pada
tanggal 02 Juni 2016 pukul 12.43 dalam
(http://dokumen.tips/documents/pre-op-dan-post-op.html)
Anonim, Latar Belakang. Diakses pada tanggal 22 Juni 2016 pukul 11.22 dalam.
(http://eprints.ums.ac.id/25910/2/BAB_I.pdf)