Вы находитесь на странице: 1из 30

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Cephalgia atau nyeri kepala merupakan gejala yang paling sering dijumpai dalam
kehidupan sehari - hari, sekitar 90% dari setiap individu pernah mengalami minimal 1 kali
per tahun. Nyeri kepala menduduki komposisi jumlah pasien terbanyak yang datang berobat
jalan ke dokter saraf, hasil pengamatan yang didapatkan bahwa insidensi jenis penyakit dari
praktek klinik di medan pada tahun 2003 didapatkan 10 besar penyakit yang berobat jalan,
dimana cephalgia menduduki peringkat pertama dengan presentase jumlah 42%.

Migrain sendiri merupakan salah satu jenis nyeri kepala primer yang diklasifikasikan
oleh International Headache Society (IHS) dan merupakan penyebab nyeri kepala primer
kedua setelah Tension Type Headache (TTH). Migrain ditandai dengan nyeri kepala yang
umumnya unilateral dengan sifat nyeri yang berdenyut, dan lokasi nyeri umumnya di daerah
frontotemporal.

Menurut International Headache Society (IHS), migren adalah nyeri kepala dengan
serangan nyeri yang berlansung 4 – 72 jam. Nyeri biasanya unilateral, sifatnya berdenyut,
intensitas nyerinya sedang sampai berat dan diperhebat oleh aktivitas, dan dapat disertai mual
muntah, fotofobia dan fonofobia.

Migren merupakan ganguan yang bersifat familial dengan karakteristik serangan nyeri
kepala yang episodic (berulang-ulang) dengan intensitas, frekuensi dan lamanya yang
berbeda-beda.Nyeri kepala biasanya bersifat unilateral, umumnya disertai anoreksia, mual dan
muntah.

1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Epidemiologi
Migren terjadi hampir pada 30 juta penduduk Amerika Serikat dan 75 % diantaranya
adalah wanita. Migren dapat terjadi pada semua usia tetapi biasanya muncul pada usia 10 –
40 tahun dan angka kejadiannya menurun setelah usia 50 tahun. Migren tanpa aura lebih
sering dibandingkan migren yang disertai aura dengan persentasi 9 : 1.
Prevalensi sakit kepala di USA menunjukkan 1 dari 6 orang (16,54%) atau 45 juta
orang menderita sakit kepala kronik dan 20 juta dari 45 juta tersebut merupakan wanita. 75 %
dari jumlah di atas adalah tipe tension headache yang berdampak pada menurunnya
konsentrasi belajar dan bekerja sebanyak 62,7 %.
Onset migraine terjadi pada usia dibawah 30 tahun pada 80% kasus dan menurun
seiring bertambahnya usia. Risiko terjadinya migren semakin besar pada orang yang memiliki
riwayat keluarga penderita migren.
Sekitar 75% sampai 80% pengidap migren memiliki anggota keluarga dekat yang
mengidap nyeri kepala.

2.1.1. Definisi dan Klasifikasi


Defenisi nyeri secara umum menurut International Association for Study of Pain
(IASP) adalah suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan yang sudah atau berpotensi terjadi.
Nyeri didaerah kepala sendiri dibagi menjadi dua, yaitu nyeri kepala dan nyeri fasial.
Nyeri kepala adalah rasa nyeri pada daerah diatas garis orbitomeatal yaitu diatas kepala
memanjang dari orbita sampai kedaerah belakang kepala, sedangkan pada nyeri fasial adalah
rasa nyeri pada daerah wajah yaitu dibawah garis orbitomeatal contohnya pada neuralgia
trigeminal.
Klasifikasi The International Headache Society (IHS) pada tahun 1988 membagi nyeri
kepala atau cephalgia menjadi dua kategori utama, yaitu nyeri kepala primer dan nyeri kepala
sekunder. Nyeri kepala primer adalah nyeri kepala tanpa penyebab yang jelas dan tidak
berhubungan dengan penyakit lain, mencakup Tension type headache, migraine dan nyeri
kepala cluster. Sedangkan nyeri kepala sekunder terjadi akibat gangguan organik lain, seperti
infeksi, trauma, tumor, dan perdarahan.

2
Migrain sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu hemicranias (hemi : setengah, cranium
: tengkorak kepala) adalah nyeri kepala yang umumnya unilateral yang berlangsung selama 4
- 72 jam, sekitar 2/3 penderita migraine predileksinya unilateral, dengan sifat nyeri yang
berdenyut, dan lokasi nyeri umumnya di daerah frontotemporal dan diperberat dengan
aktivitas fisik. Prevalensi migraine lebih sering pada perempuan dibanding laki-laki,
diperkirakan dua sampai tiga kali lebih sering pada perempuan.
Secara garis besar migraine di klasifikasikan menjadi dua oleh International Headache
Society (IHS) 1988, yaitu migren tanpa aura atau common migraine dan migren dengan aura
atau classic migraine. Yang paling sering terjadi adalah migren tanpa aura yaitu sekitar 80%
dari semua pengidap migren.
1.Migrain dengan aura atau classic migraine diawali dengan adanya deficit neurologi
fokal atau gangguan fungsi saraf/aura, terutama visual dan sensorik bebauan seperti
melihat garis bergelombang, cahaya terang, bintik gelap, diikuti nyeri kepala
unilateral, mual dan kadang muntah kejadian ini umumnya berurutan dan manifestasi
nyeri biasanya tidak lebih dari 60 menit
2.Migrain tanpa aura atau common migraine. Nyeri pada salah satu bagian sisi kepala
dan bersifat pulsatile dengan disertai mual, fotofobi dan fonofobi, intensitas nyeri
sedang sampai berat, nyeri diperparah saat aktivitas dan berlangsung selama 4 sampai
72 jam.

2.2. Anatomi
Cranium atau tulang tengkorak adalah sekumpulan tulang yang saling berhubungan
satu sama lain yang didalamnya terdapat cavum cranii yang berisi otak atau encephalon.
Cranium dibagi menjadi neurocranium dan viscerocranium, yang melindungi otak adalah
neurocranium dan yang membentuk tulang wajah adalah viscerocranium. Disebelah profunda
dari cranium terdapat lembaran jaringan ikat yang juga berfungsi melindungi otak disebut
meninx yang terdiri dari atas 3 lapis yaitu duramater, arachnoidmater, dan piamater. Selain
itu kulit kepala, otot, tendon, dan jaringan ikat atau fascia kepala yang letaknya lebih
superficial juga ikut berperan dalam melindungi otak.
Dari semua struktur cranium diatas ada yang memiliki reseptor peka nyeri dan ada yang
tidak memiliki reseptor nyeri. Yang memiliki reseptor nyeri dibagi menjadi struktur peka
nyeri ekstrakranial dan intracranial. Struktur peka nyeri ekstrakranial antara lain, kulit kepala,
otot kepala, tendon, fascia kepala, periosteum, sinus paranasalis, gigi geligi, telinga luar,
nervus cervicalis C2 C3, dan arteri ekstrakranial. Struktur peka nyeri intracranial antara lain,

3
meninx, sinus venosus duramater, arteri meningea, nervus cranialis. Sedangkan struktur yang
tidak peka nyeri antara lain, tulang kepala, parenkim otak, ventrikel dan plexus choroideus.
Apabila terjadi rangsangan yang melibatkan reseptor peka nyeri pada struktur cranium
diatas maka akan menyebabkan nyeri kepala atau cephalgia. Jika nyeri kepala melibatkan
struktur di 2/3 fossa cranium anterior atau supratentorial maka nyeri akan diproyeksikan ke
daerah frontal, temporal dan parietal yang diperantarai oleh nervus trigeminal, dan jika nyeri
kepala melibatkan struktur di daerah fossa cranii posterior atau infratentorial maka nyeri akan
diproyeksikan ke daerah occipital, leher dan belakang telinga yang diperantarai oleh nervus
cervicalis atas C1, C2 dan C3.

2.2.1. Etiologi
Penyebab terjadinya migraine masih belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa
faktor atau pemicu yang dapat menyebabkan terjadinya migraine.
1. Riwayat penyakit migren dalam keluarga. 70-80% penderita migraine memiliki
anggota keluarga dekat dengan riwayat migraine juga.
2. Perubahan hormone (esterogen dan progesterone) pada wanita, khususnya pada fase
luteal siklus menstruasi.
3. Makanan yang bersifat vasodilator (anggur merah, natrium nitrat) vasokonstriktor
(keju, coklat) serta zat tambahan pada makanan.
4. Stres
5. Faktor fisik, tidur tidak teratur
6. Rangsang sensorik (cahaya silau dan bau menyengat)
7. Alkohol dan Merokok

2.2.2. Patofisiologi dan Mekanisme


Sampai saat ini belum diketahui secara pasti apa yang menyebabkan terjadinya sakit
kepala migraine. Tetapi dalam beberapa tahun belakangan ini telah banyak penelitian yang
menjelaskan patomekanisme terjadinya migraine. Paling tidak ada 3 teori yang diyakini dapat
menjelaskan mekanisme migraine.

1. Teori Vaskular
Teori vaskular, adanya gangguan vasospasme menyebabkan pembuluh darah otak
berkonstriksi sehingga terjadi hipoperfusi otak yang dimulai pada korteks visual dan

4
menyebar ke depan. Penyebaran frontal berlanjutan dan menyebabkan fase nyeri kepala
dimulai.
2. Teori Neurovascular-Neurokimia (Trigeminovascular)
Adanya vasodilatasi akibat aktivitas NOS dan produksi NO akan merangsang ujung
saraf trigeminus pada pembuluh darah sehingga melepaskan CGRP (calcitonin gene
related). CGRP akan berikatan pada reseptornya di sel mast meningens dan akan
merangsang pengeluaran mediator inflamasi sehingga menimbulkan inflamasi neuron.
CGRP juga bekerja pada arteri serebral dan otot polos yang akan mengakibatkan
peningkatan aliran darah. Selain itu, CGRP akan bekerja pada post junctional site
second order neuron yang bertindak sebagai transmisi impuls nyeri. Teori sistem saraf
simpatis, aktifasi sistem ini akan mengaktifkan lokus sereleus sehingga terjadi
peningkatan kadar epinefrin. Selain itu, sistem ini juga mengaktifkan nukleus dorsal
rafe sehingga terjadi peningkatan kadar serotonin. Peningkatan kadar epinefrin dan
serotonin akan menyebabkan konstriksi dari pembuluh darah lalu terjadi penurunan
aliran darah di otak. Penurunan aliran darah di otak akan merangsang serabut saraf
trigeminovaskular. Jika aliran darah berkurang maka dapat terjadi aura. Apabila terjadi
penurunan kadar serotonin maka akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah
intrakranial dan ekstrakranial yang akan menyebabkan nyeri kepala pada migren.

5
3. Teori Cortical Spreading
Dimana pada orang migrain nilai ambang saraf menurun sehingga mudah terjadi
eksitasi neuron lalu berlaku short-lasting wave depolarization oleh pottasium-liberating
depression (penurunan pelepasan kalium) sehingga menyebabkan terjadinya periode depresi
neuron yang memanjang. Selanjutnya, akan terjadi penyebaran depresi yang akan menekan
aktivitas neuron ketika melewati korteks serebri.

2.2.3. Manifestasi Klinis


Secara keseluruhan manifestasi klinis pemderita migraine bervariasi tiap individu.
Terdapat 4 fase umum yang terjadi pada penderita migraine. Tetapi tidak semuanya harus
dialami oleh tiap individu
1. Fase Prodormal
Fase ini dialami sekitar 40-60% penderita migren. Gejalanya berupa perubahan
mood, irritable, depresi atau euphoria, perasaan lemah, tidur berlebihan dan
menginginkan jenis makanan tertentu. Gejala ini muncul beberapa jam atau hari
sebelum nyeri kepala.

6
2. Fase Aura
Aura adalah gejala neurologis fokal kompleks yang mendahului atau menyertai
serangan migren. Fase ini muncul bertahap selama 5-20 menit. Aura dapat berupa
sensasi motoric, sensorik, visual atau gabungan diantaranya. Aura visual 64%
muncul pada pasien dan merupakan gejala neurologis yang paling umum. Aura
pada migren biasanya hilang beberapa menit dan kemudian muncul nyeri kepala.
3. Fase Nyeri Kepala
Nyeri kepala migren biasanya berdenyut, unilateral dan biasanya berawal di daerah
frontotemporalis dan ocular. Kemudian setelah 1-2 jam menyebar secara difus
kearah posterior. Serangan berlangsung selama 4-72 jam pada orang dewasa dan
pada anak-anak biasanya 1-48 jam. Intensitas nyeri sedang sampai berat dan
menggangu aktivitas sehari-hari.
4. Fase postdormal atau pemulihan
Pasien merasa lelah, irritable, konsentrasi menurun dan terjadi perubahan mood.
Pasien dapat tertidur dalam jangka waktu panjang.

2.2.4. Migren Terkait Kondisi Medis Lain


1. Migren pada Anak
Kriteria nyeri kepala sama seperti dewasa, serangan berlangsung bisa dari 1-72 jam,
pada umumnya bilateral, nyeri biasanya di oksipital dapat unilateral maupun bilateral.
Prevalensi kejadiannya sekitar 5%. Sering berupa gejala abdnominal dan setelah tidur yang
singkat nyeri keapa akan menghilang.
Terapi migren pada anak dan remaja
 Obat analgetik yang direkomendasikan hanya
 Ibuprofen 10 mg/kgBB
 Parasetamol 15 mg/kgBB
 Antiemetikum pada anak di bawah umur 12 tahun adalah domperidon
 Sumatriptan nasal spray 5-20 mg hanya satu-satunya yang dianjurkan
mempunyai nilai positif pada anak dan remaja
 Ergotamin dilarang diberikan dan oral triptan tidak menunjukkan efikasi.
 Penanganan non-farmakologis sangat efektif

7
Sindrom periodik pada anak yang pada umumnya menjadi prekursor migren antara lain :
1. Cyclic vomiting
Adalah suatu serangan episodik yang berulang, biasanya stereotipik pada pasien
secara individual berupa muntah dan mual terus menerus. Serangan tersebut disertai
pucat dan letargi. Di antara serangan didapatkan resolusi gejala yang lengkap.

Kretia Diagnostik:
A. Sekurang-kurangnya terjadi 5 serangan yang memenuhi kriteria B dan C
B. Serangan episodik, stereotipik oada seseorang berupa mual terus menerus, muntah
berlangsung dari 1 jam sampai 5 hari
C. Muntah selama serangan terjadi sekurang-kurangnya 4 kali/jam paling tidak selama
1 jam
D. Di antara serangan-serangn tidak terdapat gejala
E. Tidak berkaitan dengan kelainan lain

Terapi :
1. Eritromycin ethysuccinate 20 mg/kg.hr dalam dosis terbagi 2 kali selama 7 hari
2. Anti-migren
3. Anti-muntah

Terapi Profilaksis
1. Amitriptilin (usia > 5 tahun 0,5-1 mg/kg/hari 4 kali/hari)
2. Siproheptadin (usia < 5 tahun, 0,3 mg/kg/hari dalam dosis terbagi 2 kali/hari)
3. Propanolol 0,6 mg/kg/hari dalam dosis terbagi 2 kali/hari

2. Migren abdominal
Adalah suatu gangguan idiopatik dan berulang terutama paa anak-anak yang ditandai
nyeri abdomen bagian tengah dan menifestasi serangan berlangsung antara 1-72 jam
dengan keadaan normal diantara episode. Intensitas nyeri sedang sampai berat disertai
gejala vasomotor, mual dan muntah.

8
Kriteria diagnostik:
a. Sekurang-kurangnya serangan memenuhi kriteria B-D
b. Serangan nyeri abdominal berlangsung antara 1-72 jam (tanpa terapi/gagal terapi)
c. Nyeri abdominal mempunyai karakeristik sebagai berikut :
i. Lokasi midline, periumbilikal atau poorly localized
ii. Nyeri tumpul
iii. Intensitas sedang sampai berat
d. Selama nyeri abdominal sekurang-kurangnya ada 2 gejala yang menyertai berikut :
i. Anoreksia
ii. Nausea
iii. Muntah
iv. Pucat
e. Tidak berkaitan dengan kelaianan lain
Serangan migren abdominal bisa diprovokasi oleh stres, kelelehan, kurang tidur, salah
makan. Biasanya tidak dijumpai aura spesifik. Pada beberapa anak dilaporkan
mengalami gejala prodromal non-spesifik perubahan perilaku, perasaan tidak enak,
nyeri kepala dan anoreksia.

Terapi :
 Anti emetik : metoclopramide (10-20 mg/oral/10 mg iv)
 Analgesik : parasetamol, diklofenak, kodein
 Ergotamin
 Triptans
 Terapi cairan bila miuntah berat (D5/NaCl 0,5 10 cc/kg bolus + 1,5
maintenance D5/NaCl 0,2 + KCl)
 Hidroterapi
 Abdoiminal castrol oil
 Pemberian asam valproat (iv)
 Hindari pemakaian NSAID

Terapi profilaksis
 Beta bloker, siproheptadin, anti depresan, triksiklik, pizotifen, aspirin, diet
tinggi serat, anti-konvulsan

9
3. Benigna paroksismal vertigo pada anak
Adalah suatu gangguan heterogen dengan karakteristik serangan vertigo episodik
rekuren yang terjadi tanpa ada peringatan dan biasanya membaik secara spontan pada
anak yang tampaknya sehat.
Kriteria diagnostik :
A. Sekurang-kurangnya 5 kali serangan yang memenuhi kriteria B
B. Episode multipel dari vertigo yang berat terjadi tanpa peringatan dan membaik
spontan setelah beberapa menit sampai beberapa jam
C. Pada pemerksaan neurologis, audiometri dan fungsi vestibuler normal selama
serangan
D. EEG normal

Menurut umur saat kejadian, BPV dibagi menjadi 2 bentuk


1. Early Childhood BPV
a. Gangguan keseimbangan, nistagmus, kepucatan yang terjadi mendadak dan
berat
b. Tidak didapatkan nyeri kepala maupun penurunan kesadaran
c. Pada usia < 1 tahun didapatkan tortikolis selama beberapa jam sampai beberapa
hari disertai dengan muntah dan keapla berputar ke satu sisi.

Impulsi diartikan sebagai sensasi berpindah, biasanya dideskrepsikan sebagai sensais


didorong atau diangkat. Sensasi impulse mengindikasi disfungsi apparatus otolitik
pada telinga dalam atau proses sentral sinyal otolit 10
Oscilopsia ilusi pergerakan dunia yang dirovokasi dengan pergerakan kepala. Pasien
dengan bilateral vestibular loss akan takut untuk membuka kedua matanya. Sedangkan
pasien dnegan unilateral vestibular loss akan mengeluh dunia seakan berputar ketika pasien
menoleh pada sisi telinga yang mengalami gangguan. 10
Ataksia adalah ketidakstabilan berjalan, biasnaya universal pada pasien dengan vertigo
otologik dan sentral.11 Gejala pendengaran biasanya berupa tinnitus, pengurangan
pendengaran atau distorsi dan sensasi penuh di telinga.12Gejala sekunder meliputi mual,
gejala otonom, kelelahan, sakit kepala, dan sensiivitas visual. 10

10
Gejala nonspesifik berupa giddiness dan light headness. Istilah ini tidak terlalu
memiliki makna pada penggunaan biasanya. Jarang dignkan pada pasien dengan disfungsi
telinga namun sering digunakan pada pasien vertigo yang berhubungan dengan problem
medic. 10
Suatu informasi penting yang didapatkna dari anamnesis dapat digunakan untuk
membedakan perifer atau sentral meliputi:2
 Karekteristk dizziness
Perlu ditanyakan mengenai sensasi yang dirasakan pasien apakah sensasi berputar, atau
sensasi non spesifik seperti giddiness atau liht headness, atau hanya suatu perasaan
yang berbeda (kebingungan).
 Keparahan
Keparahan dari suatu vertigo juga dapat membantu, misalnya: pada acute vestibular
neuritis, gejala awal biasanya parah namun berkurang dalam beberapa hari kedepan.
Pada Ménière’s disease, pada awalnya keparahan biasanya meningkat dan kemudian
berkurang setelahnya. Sedangakan pasien mengeluh vertigo ynag menetap dan konstan
mungkin memilki penyebab psikologis.3
 onset dan durasi vertigo
Durasi tiap episode memiliki nilai diagnostic yang signifikan, semakin lama
durasi vertigo maka kemungkinan kea rah vertigo sentral menjadi lebih besar. Vertigo
perifer umumnya memilki onset akut dibandingkan vertigo sentral kecuali pada
cerebrovascular attack. Perbedaan onset dan durasi maisng-masing penyebab vertigo
dapat dilihat pada table 4. 2
Vertigo sentral biasanya berkembang bertahap (kecuali pada vertigo sentral yang
berasal dari vascular misalnya CVA). Lesi sentral biasanya menyebabkan tanda
neurologis tambahan selain vertigonya, menyebabkan ketidakseimbnagan yang parah,
nystagmus murni vertical, horizontal atau torsional dan tidak dapat dihambat oleh
fiksasi mata pada objek.

Tabel 4. Perbedaan Durasi gejala untuk berbagai Penyebab verigo


Durasi episode Kmeungkinan Diagnosis

Beberapa detik Peripheral cause: unilateral loss of vestibular

function; late stages of acute vestibular

11
Detik sampai menit neuronitis

Beberapa menit
Benign paroxysmal positional vertigo;
sampai satu jam
perilymphatic fistula
Beberapa jam

Posterior transient ischemic attack;


Beberapa hari
perilymphatic fistula

Beberapa minggu
Ménière’s disease; perilymphatic fistula from

trauma or surgery; migraine; acoustic neuroma

Early acute vestibular neuronitis*; stroke;

migraine; multiple sclerosis

Psychogenic

 Faktor Pencetus
Faktor pencetus dan dapat mempersempit diagnosis banding pada vertigo
vestibular perifer. Jika gejala terjadi hanya ketika perubahan posisi, penyebab yang
paling mungkin adalah BPPV. Infeksi virus yang baru pada saluran pernapasan atas
kemungkinan berhubungan dnegan acute vestibular neutritis atau acute labyrhinti.
Faktor yang mencetuskan migraine dapat menyebabkan vertigo jika pasien vertigo
bersamaan dengan migraine. Vertigo dapat disebabkan oleh fistula perilimfatik Fistula
perimfatik dapat disebabkn oleh trauma baik langsung ataupun barotraumas, mengejan.
Bersin atau gerakan yang mengakibatkan telinga ke bawah akan memprovokasi vertigo
pada pasien dengan fistula perilimfatik. Adanya fenomena Tullio’s (nistagmus dan
vertigo yang disebabkan suara bising pada frekuensi tertentu) mengarah kepada
penyebab perifer.
Stess psikis yang berat dapat menyebabkan vertigo, menanyakan tentang stress
psikologis atau psikiatri terutama pada pasien yang pada anamsesis tidak cocok dengan
penyebab fisik vertigo manapun. 3

Tabel 5. Perbandingan Faktor Pencetus dari masing-masing penyebab Vertigo


Faktor pencetus Kemungkinan diagnosis
Perubahan posisi Acute labyrinthitis; benign positional paroxysmal vertigo;

12
kepala cerebellopontine
angle tumor; multiple sclerosis; perilymphatic fistula

Spontaneous Acute vestibular neuronitis; cerebrovascular


episodes disease (stroke or transient ischemic
(i.e., no consistent attack); Ménière’s disease; migraine;
provoking factors) multiple sclerosis

Recent upper Acute vestibular neuronitis


respiratory
viral illness

Stress Psychiatric or psychological causes; migraine

Immunosuppressio Herpes zoster oticus


n
(e.g.,
immunosuppressiv
e
medications,
advanced
age, stress)

Changes in ear Perilymphatic fistula


pressure, head
trauma, loud noises

 Gejala Penyerta
Gejala penyerta berupa penurunan pendnegaran, nyeri, mual, muntah dan gejala
neurologis dapat membantu membedakan diagnosis peneybab vertigo. Kebanyakan
penyebab vertigo dengan gangguan pendengaran berasal dari perifer, kecuali pada
penyakit serebrovaskular yang mengenai arteri auditorius interna atau arteri anterior
inferior cebellar. Nyeri yang menyertai vertigo dapat terjadi bersamaan dengan infeksi
akut telinga tengah, penyakit invasive pada tulang temporal, atau iritasi meningeal.
Vertigo sering bersamaan dengan muntah dan mual pada acute vestibular neuronitis
dan pada meniere disease yang parah dan BPPV.
Pada vertigo sentral mual dan muntah tidak terlalu parah. Gejala neurologis
berupa kelemahan, disarthria, gangguan penglihatan dan pendengaran, parestesia,
penurunan kesadaran, ataksia atau perubahan lain pada fungsi sensori dan motoris lebih
mengarahkan diagnosis ke vertigo sentral misalnya penyakit cererovascular,
neoplasma, atau multiple sklerosis. Pasien denga migraine biasanya merasakan gejala
lain yang berhubungan dengan migraine misalnya sakit kepala yang tipikal (throbbing,

13
unilateral, kadnag disertai aura), mual, muntah, fotofobia, dan fonofobia. 21-35 persen
pasien dengan migraine mengeluhkan vertigo. 3

Tabel 6. Gejala penyerta untuk berbagai penyebab vertigo


Gejala Kemungikanan diagnosis

Sensasi penuh di telinga Acoustic neuroma; Ménière’s disease

Nyeri telinga atau


mastoid
Acoustic neuroma; acute middle ear disease (e.g., otitis
media, herpes zoster oticus)

Kelmahan wajah

Acoustic neuroma; herpes zoster oticus

Temuan deficit
neurologis fokal
Cerebellopontine angle tumor; cerebrovascular disease;
multiple sclerosis (especially findings not explained by
single neurologic lesion)

Sakit kepala
Acoustic neuroma; migraine

Tuli
Ménière’s disease; perilymphatic fistula; acoustic
neuroma; cholesteatoma; otosclerosis; transient
ischemic attack or stroke involving anterior inferior
cerebellar artery; herpes zoster oticus

Acute vestibular neuronitis (usually moderate);


Imbalans cerebellopontine angle tumor (usually severe)

Peripheral or central vertigo

Nistagmus
Migraine

Fonofobia,fotofobia
Acute labyrinthitis; acoustic neuroma; Ménière’s
disease
Tinnitus

2.2.5. Patofisiologi

14
Vertigo timbul jika terdapat gangguan alat keseimbangan tubuh yang mengakibatkan
ketidakcocokan antara posisi tubuh (informasi aferen) yang sebenarnya dengan apa yang
dipersepsi oleh susunan saraf pusat (pusat kesadaran). Susunan aferen yang terpenting dalam
sistem ini adalah susunan vestibuler atau keseimbangan, yang secara terus menerus
menyampaikan impulsnya ke pusat keseimbangan. Susunan lain yang berperan ialah sistem
optik dan pro-prioseptik, jaras-jaras yang menghubungkan nuklei vestibularis dengan nuklei
N. III, IV dan VI, susunan vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis. Informasi yang berguna
untuk keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor vestibuler, visual, dan proprioseptik;
reseptor vestibuler memberikan kontribusi paling besar, yaitu lebih dari 50 % disusul
kemudian reseptor visual dan yang paling kecil kontribusinya adalah proprioseptik.5
Dalam kondisi fisiologis/normal, informasi yang tiba di pusat integrasi alat
keseimbangan tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual dan proprioseptik kanan dan kiri
akan diperbandingkan, jika semuanya dalam keadaan sinkron dan wajar, akan diproses lebih
lanjut. Respons yang muncul berupa penyesuaian otot-otot mata dan penggerak tubuh dalam
keadaan bergerak. Di samping itu orang menyadari posisi kepala dan tubuhnya terhadap
lingkungan sekitar. Jika fungsi alat keseimbangan tubuh di perifer atau sentral dalam kondisi
tidak normal/ tidak fisiologis, atau ada rangsang gerakan yang aneh atau berlebihan, maka
proses pengolahan informasi akan terganggu, akibatnya muncul gejala vertigo dan gejala
otonom. Di samping itu, respons penyesuaian otot menjadi tidak adekuat sehingga muncul
gerakan abnormal yang dapat berupa nistagmus, unsteadiness, ataksia saat berdiri/ berjalan
dan gejala lainnya.6

Ada beberapa teori yang berusaha menerangkan kejadian ketidakseimbangan tubuh :


1. Teori rangsang berlebihan (overstimulation)
Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan menyebabkan hiperemi
kanalis semisirkularis sehingga fungsinya terganggu; akibatnya akan timbul vertigo,
nistagmus, mual dan muntah.
2. Teori konflik sensorik
Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal dari berbagai
reseptor sensorik perifer yaitu antara mata/visus, vestibulum dan proprioseptik, atau
ketidakseimbangan/asimetri masukan sensorik dari sisi kiri dan kanan. Ketidakcocokan
tersebut menimbulkan kebingungan sensorik di sentral sehingga timbul respons yang

15
dapat berupa nistagmus (usaha koreksi bola mata), ataksia atau sulit berjalan (gangguan
vestibuler, serebelum) atau rasa melayang, berputar (yang berasal dari sensasi kortikal).
Berbeda dengan teori rangsang berlebihan, teori ini lebih menekankan gangguan proses
pengolahan sentral sebagai penyebab.
3. Teori neural mismatch
Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik; menurut teori ini otak
mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu; sehingga jika pada suatu
saat dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai dengan pola gerakan yang telah
tersimpan, timbul reaksi dari susunan saraf otonom.Jika pola gerakan yang baru
tersebut dilakukan berulang-ulang akan terjadi mekanisme adaptasi sehingga
berangsur-angsur tidak lagi timbul gejala.
4. Teori otonomik
Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebagai usaha adaptasi
gerakan/perubahan posisi, gejala klinis timbul jika sistim simpatis terlalu dominan,
sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai berperan.
5. Teori neurohumoral
Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan teori serotonin (Lucat)
yang masing-masing menekankan peranan neurotransmiter tertentu dalam
mempengaruhi sistim saraf otonom yang menyebabkan timbulnya gejala vertigo.
6. Teori sinap
Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau peranan neurotransmisi
dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada proses adaptasi, belajar dan
daya ingat. Rangsang gerakan menimbulkan stres yang akan memicu sekresi CRF
(corticotropin releasing factor), peningkatan kadar CRF selanjutnya akan mengaktifkan
susunan saraf simpatik yang selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi berupa
meningkatnya aktivitas sistim saraf parasimpatik. Teori ini dapat menerangkan gejala
penyerta yang sering timbul berupa pucat, berkeringat di awal serangan vertigo akibat
aktivitas simpatis, yang berkembang menjadi gejala mual, muntah dan hipersalivasi
setelah beberapa saat akibat dominasi aktivitas susunan saraf parasimpatis.

2.3.Pemeriksaan Fisik Pada vertigo


Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan neurologis, pemeriksaan kepala dan leher serta
system cardiovascular.
Pemeriksaan Neurologik

16
Pemeriksaan neurologic meliputi :
pemeriksaan nervus cranialis untuk mencari tanda paralisis nervus, tuli sensorineural,
nistagmus. 2
Nistagmus vertical 80% sensitive untuk lesi nucleus vestibular atau vermis cerebellar.
Nistagmus horizontal yang spontan dengan atau tanpa nistagmus rotator konsisten
dengan acute vestibular neuronitis.
2.3.1. Gait test
1. Romberg’s sign
Pasien dengan vertigo perifer memiliki gangguan keseimbangan namun masih
dapat berjalan, sedangkan pasien dengan vertigo sentral memilki instabilitas yang parah
dan seringkali tidak dapat berjalan. walaupun Romberg’s sign konsisten dengan
masalah vestibular atau propioseptif, hal ini tidak dapat dgunakan dalam mendiagnosis
vertigo. Pada sebuah studi, hanya 19% sensitive untuk gangguan vestibular dan tidak
berhubungan dengan penyebab yang lebih serius dari dizziness (tidak hanya erbatas
pada vertigo) misalnya drug related vertigo, seizure, arrhythmia, atau cerebrovascular
event3.
Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan kedua mata
terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian selama 20-30 detik. Harus
dipastikan bahwa penderita tidak dapat menentukan posisinya (misalnya dengan
bantuan titik cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata
tertutup badan penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi,
pada mata terbuka badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan serebeler
badan penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada mata tertutup.

Gambar 5. Uji Romberg

2. Heel-to- toe walking test

17
3. Unterberger's stepping test1
TPasien disuruh untuk berjalan spot dengan mata tertutup – jika pasien berputar ke
salah satu sisi maka pasien memilki lesi labirin pada sisi tersebut.2
Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan jalan di tempat
dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit. Pada kelainan
vestibuler posisi penderita akan menyimpang/berputar ke arah lesi dengan gerakan
seperti orang melempar cakram; kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua
lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya
naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi.

Gambar 6. Uji Unterberger


4. Past-pointing test (Uji Tunjuk Barany)
Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan, penderita disuruh
mengangkat lengannya ke atas, kemudian diturunkan sampai menyentuh telunjuk
tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang dengan mata terbuka dan tertutup.
Pada kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan penderita ke arah lesi.

Gambar 7. Uji Tunjuk Barany

18
2.3.2. Pemeriksaan untuk menentukan letak lesidi sentral atau perifer.
Test Fungsi Vestibuler
- Dix-Hallpike manoeuvre1
Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaring-kan ke belakang
dengan cepat, sehingga kepalanya meng-gantung 45º di bawah garis horisontal,
kemudian kepalanya dimiringkan 45º ke kanan lalu ke kiri. Perhatikan saat timbul dan
hilangnya vertigo dan nistagmus, dengan uji ini dapat dibedakan apakah lesinya perifer
atau sentral.
Perifer(benign positional vertigo): vertigo dan nistagmus timbul setelah
periode laten 2-10 detik, hilang dalam waktu kurang dari 1 menit, akan berkurang atau
menghilang bila tes diulang-ulang beberapa kali (fatigue). Sentral: tidak ada periode
laten, nistagmus dan vertigo ber-langsung lebih dari 1 menit, bila diulang-ulang reaksi
tetap seperti semula (non-fatigue).

19
Gambar 4. Dix hallpike mhnuever

Test hiperventilasi
Tes ini dilakukan jika pemeriksaan-pemeriksaan yang lain hasilnya normal.
Pasien diinstruksikan untuk bernapas kuat dan dalam 30 kali. Lalu diperiksa nistagmus
dan tanyakan pasien apakah prosedur ersebut menginduksi terjadinya vertigo. Jika
pasien merasakan vertigo tanpa nistagmus maka didiagnosis sebagai sindrom
hiperventilasi. Jika nistagmus terjadi setelah hiperventilais menandakan adanya tumor
pada nervus VIII. 5
Tes Kalori
Tes ini membutuhkan peralatan yang sederhana. Kepala penderita diangkat ke
belakang (menengadah) sebanyak 60º. (Tujuannya ialah agar bejana lateral di labirin
berada dalam posisi vertikal, dengan demikian dapat dipengaruhi secara maksimal oleh
aliran konveksi akibat endolimf). Tabung suntik berukuran 20 mL dengan ujung jarum
yang dilindungi oleh karet ukuran no 15 diisi dengan air bersuhu 30ºC (kira-kira 7º di
bawah suhu badan) air disemprotkan ke liang telinga dengan kecepatan 1 mL/detik,
dengan demikian gendang telinga tersiram air selama kira-kira 20 detik.
Bola mata penderita segera diamati terhadap adanya nistagmus. Arah gerak
nistagmus ialah ke sisi yang berlawanan dengan sisi telinga yang dialiri (karena air
yang disuntikkan lebih dingin dari suhu badan) Arah gerak dicatat, demikian juga
frekuensinya (biasanya 3-5 kali/detik) dan lamanya nistagmus berlangsung
dicatat.Lamanya nistagmus berlangsung berbeda pada tiap penderita. Biasanya antara ½
- 2 menit. Setelah istirahat 5 menit, telinga ke-2 dites.
Hal yang penting diperhatikan ialah membandingkan lamanya nistagmus pada
kedua sisi, yang pada keadaan normal hampir serupa. Pada penderita sedemikian 5 mL
air es diinjeksikan ke telinga, secara lambat, sehingga lamanya injeksi berlangsung
ialah 20 detik. Pada keadaan normal hal ini akan mencetuskan nistagmus yang
berlangsung 2-2,5 menit. Bila tidak timbul nistagmus, dapat disuntikkan air es 20 mL

20
selama 30 detik. Bila ini juga tidak menimbulkan nistagmus, maka dapat dianggap
bahwa labirin tidak berfungsi.
Tes ini memungkinkan kita menentukan apakah keadaan labirin normal
hipoaktif atau tidak berfungsi. Pemeriksaan ini juga dapat ditinjau dengan melakukan :
1. Elektronistagmogram
Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan tujuan untuk merekam
gerakan mata pada nistagmus, dengan demikian nistagmus tersebut dapat dianalisis
secara kuantitatif.
2. Posturografi
Dalam mempertahankan keseimbangan terdapat 3 unsur yang mempunyai peranan
penting : sistem visual, vestibular, dan somatosensorik. Tes ini dilakukan dengan 6
tahap :
1. Pada tahap ini tempat berdiri penderita terfiksasi dan pandangan pun dalam
keadaan biasa (normal)
2. pandangan dihalangi (mata ditutup) dan tempat berdiri terfiksasi (serupa dengan
tes romberg)
3. pandangan melihat pemandangan yang bergoyang, dan ia berdiri pada tempat
yang terfiksasi. Dengan bergeraknya yang dipandang, maka input visus tidak
dapat digunakan sebagai patokan untuk orientasi ruangan.
4. pandangan yang dilihat biasa, namun tumpuan untuk berdiri digoyang. Dengan
bergoyangnya tempat berpijak, maka input somatosensorik dari badan bagian
bawah dapat diganggu.
5. mata ditutup dan tempat berpijak digayang.
6. pandangan melihat pemandangan yang bergoyang dan tumpuan berpijak
digoyang.
Dengan menggoyang maka informasi sensorik menjadi rancu (kacau;tidak
akurat) sehingga penderita harus menggunakan sistem sensorik lainnya untuk input
(informasi).

Fungsi Pendengaran
a. Tes garpu tala: Rinne, Weber, Swabach. Untuk membedakan tuli konduktif dan tuli
perseptif
b. Audiometri: Loudness Balance Test, SISI, Bekesy Audiometry, Tone Decay.
Pemeriksaan Kepala dan Leher

21
Pemeriksaan kepala dan leher meliputi :
1. pemeriksaan membrane timpani untuk menemukan vesikel (misalnya herpes zoster
auticus (Ramsay Hunt Syndrome)) atau kolesteaatoma (Sura et Newell, 2010).
2. Hennebert sign (vertigo atau nistagmus yangterjadi ketika mendorong tragus dan
meatus akustikus eksternus pada siis yang bermasalah) mengindikasikan fistula
perikimfatik .2
3. Valsava maneuver (exhalasi dengan mulut dan hidung ditutup untuk meningkat
tekanan melawan tuba eusthacius dan telinga dalam) dapat menyebabkan vertigo pada
pasien dengan fistula perilimfatik atau dehiscence kanalis semisirkularis anterior.
Namun nilai diagnostic berdasarkan klinis ini masih terbatas. 3

4. Head impulses test


Pasien duduk tegak dengan mata terfiksasi pada objek sejauh 3 m dan diinstruksikan
untuk tetap melihat objek ketika pemeriksa menolehkan kepala pasien. Dimulai
dengan pemeriksa menolehkan kepala pasien ke salah satu sisi pelan-pelan setelah itu
o
pemeriksa menolehkan kepala pasien sisi lainnya horizontal 20 dengan cepat. Pada
orang yang normal tidak ada saccades mengindikasikan pandangan mereka terfiksasi
di objek. Jika ada sakade setelahnya maka mengindikasikan bahwa terdapat lesi pada
vestibular perifer pada siis itu

Gambar 8. Head impulses test

22
Pemeriksaan Cardiovascular
Perubahan orthostatic pada tekanan darah sistolik (misalnya turun 20 mmHg atau lebih)
dan nadi (misalnya meningkat 10 denyutan per menit) pada pasien dengan vertigo dapat
menentukan masalah dehidrasi dan disfungsi otonom.
2.4.Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada vertigo meliputi tes audiometric, vestibular testing,
evalusi laboratories dan evalusi radiologis.
Tes audiologik tidak selalu diperlukan.Tes ini diperlukan jika pasien mengeluhkan
gangguan pendengaran.Namun jika diagnosis tidak jelas maka dapat dilakukan audiometric
pada semua pasien meskipun tidak mengelhkan gangguan pendengaran.
Vestibular testing tidak dilakukan pada semau pasieen dengan keluhan dizziness
.Vestibular testing membantu jika tidak ditemukan sebab yang jelas.
Pemeriksaan laboratories meliputi pemeriksaan elekrolit, gula darah, funsi thyroid
dapat menentukan etiologi vertigo pada kurang dari 1 persen pasien. 11
Pemeriksaan radiologi sebaiknya dilakukan pada pasien dengan vertigo yang
memiliki tanda dan gejala neurologis, ada factor resiko untuk terjadinya CVA, tuli unilateral
yang progresif. MRI kepala mengevaluasi struktur dan integritas batang otak, cerebellum, dan
periventrikular white matter, dan kompleks nervus VIII.11

2.5.Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik.Sekitar 20-40% pasien
dapat didiagnosis segera setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik.Diagnosis juga dapat
ditentukan berdasarkan komplek gejala yang terdapat pada pasien.

2.6.Diagnosis Banding
Dianosis banding dari vertigo dapat dilihat pada table berikut ini:
Tabel 7. Diagnosis Banding Vertigo
Vertigo dengan tuli Vertigo tanpa tuli Vertigo dengan tanda
intracranial
Ménière’s disease Vestibular neuritis Tumor Cerebellopontine angle
Labyrinthitis Benign positional vertigo Vertebrobasilar insufficiency dan
thromboembolism
Labyrinthine trauma Acute vestiblar Tumor otak
dysfunction  Misalnya, epyndimoma atau
metastasis pada ventrikel

23
keempat
Acoustic neuroma Medication induced Migraine
vertigo e.g
aminoglycosides
Acute cochleo- Cervical spondylosis Multiple sklerosis
vestibular dysfunction
Syphilis (rare) Following flexion- Aura epileptic attack-terutama
extension injury temporal lobe epilepsy
Obat-obatan- misalnya,
phenytoin, barbiturate
Syringobulosa

2.7.Penatalaksanaan Vertigo
Prinsip umum medikasi terapi Vertigo
Karena penyebab vertigo beragam, sementara penderita seringkali merasa sangat
terganggu dengan keluhan vertigo tersebut, seringkali menggunakan pengobatan
simptomatik. Lamanya pengobatan bervariasi. Sebagian besar kasus terapi dapat dihentikan
setelah beberapa minggu. Beberapa golongan yang sering digunakan :
a. Antihistamin
Tidak semua obat antihistamin mempunyai sifat anti vertigo. Antihistamin yang dapat
meredakan vertigo seperti obat dimenhidrinat, difenhidramin, meksilin, siklisin. Antihistamin
yang mempunyai anti vertigo juga memiliki aktivitas anti-kholinergik di susunan saraf pusat.
Mungkin sifat anti-kholinergik ini ada kaitannya dengan kemampuannya sebagai obat
antivertigo. Efek samping yang umum dijumpai ialah sedasi (mengantuk). Pada penderita

24
vertigo yang berat efek samping ini memberikan dampak yang positif. Beberapa antihistamin
yang digunakan adalah :
1. Betahistin
Senyawa Betahistin (suatu analog histamin) yang dapat meningkatkan sirkulasi di
telinga dalam, dapat diberikan untuk mengatasi gejala vertigo. Efek samping Betahistin
ialah gangguan di lambung, rasa enek, dan sesekali “rash” di kulit.
- Betahistin Mesylate (Merislon)
Dengan dosis 6 mg (1 tablet) – 12 mg, 3 kali sehari per oral.
- Betahistin di Hcl (Betaserc)
Dengan dosis 8 mg (1 tablet), 3 kali sehari. Maksimum 6 tablet dibagi dalam beberapa
dosis.
2. Dimenhidrinat (Dramamine)
Lama kerja obat ini ialah 4 – 6 jam. Dapat diberi per oral atau parenteral
(suntikan intramuscular dan intravena). Dapat diberikan dengan dosis 25 mg – 50 mg (1
tablet), 4 kali sehari. Efek samping ialah mengantuk.
3. Difhenhidramin Hcl (Benadryl)
Lama aktivitas obat ini ialah 4 – 6 jam, diberikan dengan dosis 25 mg (1 kapsul) – 50
mg, 4 kali sehari per oral. Obat ini dapat juga diberikan parenteral. Efek samping
mengantuk.

b. Antagonis Kalsium
Dapat juga berkhasiat dalam mengobati vertigo. Obat antagonis kalsium Cinnarizine
(Stugeron) dan Flunarizine (Sibelium) sering digunakan. Merupakan obat supresan vestibular
karena sel rambut vestibular mengandung banyak terowongan kalsium. Namun, antagonis
kalsium sering mempunyai khasiat lain seperti anti kholinergik dan antihistamin. Sampai
dimana sifat yang lain ini berperan dalam mengatasi vertigo belum diketahui.
- Cinnarizine (Stugerone)
Mempunyai khasiat menekan fungsi vestibular. Dapat mengurangi respons terhadap
akselerasi angular dan linier. Dosis biasanya ialah 15 – 30 mg, 3 kali sehari atau 1 x 75
mg sehari. Efek samping ialah rasa mengantuk (sedasi), rasa cape, diare atau konstipasi,
mulut rasa kering dan “rash” di kulit.
c. Fenotiazine
Kelompok obat ini banyak mempunyai sifat anti emetik (anti muntah). Namun tidak
semua mempunyai sifat anti vertigo. Khlorpromazine (Largactil) dan Prokhlorperazine

25
(Stemetil) sangat efektif untuk nausea yang diakibatkan oleh bahan kimiawi namun kurang
berkhasiat terhadap vertigo.
- Promethazine (Phenergan)
Merupakan golongan Fenotiazine yang paling efektif mengobati vertigo. Lama aktivitas
obat ini ialah 4 – 6 jam. Diberikan dengan dosis 12,5 mg – 25 mg (1 draze), 4 kali
sehari per oral atau parenteral (suntikan intramuscular atau intravena). Efek samping
yang sering dijumpai ialah sedasi (mengantuk), sedangkan efek samping
ekstrapiramidal lebih sedikit disbanding obat Fenotiazine lainnya.

- Khlorpromazine (Largactil)
Dapat diberikan pada penderita dengan serangan vertigo yang berat dan akut. Obat ini
dapat diberikan per oral atau parenteral (suntikan intramuscular atau intravena). Dosis
yang lazim ialah 25 mg (1 tablet) – 50 mg, 3 – 4 kali sehari. Efek samping ialah sedasi
(mengantuk).
d. Obat Simpatomimetik
Obat simpatomimetik dapat juga menekan vertigo. Salah satunya obat simpatomimetik
yang dapat digunakan untuk menekan vertigo ialah efedrin.
- Efedrin
Lama aktivitas ialah 4 – 6 jam. Dosis dapat diberikan 10 -25 mg, 4 kali sehari. Khasiat
obat ini dapat sinergistik bila dikombinasi dengan obat anti vertigo lainnya. Efek
samping ialah insomnia, jantung berdebar (palpitasi) dan menjadi gelisah – gugup.
e. Obat Penenang Minor
Dapat diberikan kepada penderita vertigo untuk mengurangi kecemasan yang diderita
yang sering menyertai gejala vertigo.efek samping seperti mulut kering dan penglihatan
menjadi kabur.
- Lorazepam
Dosis dapat diberikan 0,5 mg – 1 mg
- Diazepam
Dosis dapat diberikan 2 mg – 5 mg.
f. Obat Anti Kholinergik
Obat antikolinergik yang aktif di sentral dapat menekan aktivitas sistem vestibular dan
dapat mengurangi gejala vertigo.
- Skopolamin

26
Skopolamin dapat pula dikombinasi dengan fenotiazine atau efedrin dan mempunyai
khasiat sinergistik. Dosis skopolamin ialah 0,3 mg – 0,6 mg, 3 – 4 kali sehari.
Terapi fisik
Susunan saraf pusat mempunyai kemampuan untuk mengkompensasi gangguan
keseimbangan. Namun kadang-kadang dijumpai beberapa penderita yang kemampuan
adaptasinya kurang atau tidak baik. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya gangguan lain
di susunan saraf pusat atau didapatkan deficit di sistem visual atau proprioseptifnya. Kadang-
kadang obat tidak banyak membantu, sehingga perlu latihan fisik vestibular. Latihan
bertujuan untuk mengatasi gangguan vestibular, membiasakan atau mengadaptasi diri
terhadap gangguan keseimbangan.12
Tujuan latihan ialah :
1. Melatih gerakan kepala yang mencetuskan vertigo atau disekuilibrium untuk
meningkatkan kemampuan mengatasinya secara lambat laun.
2. Melatih gerakan bola mata, latihan fiksasi pandangan mata.
3. Melatih meningkatkan kemampuan keseimbangan

Contoh latihan :
1. Berdiri tegak dengan mata dibuka, kemudian dengan mata ditutup.
2. Olahraga yang menggerakkan kepala (gerakan rotasi, fleksi, ekstensi, gerak miring).
3. Dari sikap duduk disuruh berdiri dengan mata terbuka, kemudian dengan mata tertutup.
4. Jalan di kamar atau ruangan dengan mata terbuka kemudian dengan mata tertutup.
5. Berjalan “tandem” (kaki dalam posisi garis lurus, tumit kaki yang satu menyentuh jari
kaki lainnya dalam melangkah).
6. Jalan menaiki dan menuruni lereng.
7. Melirikkan mata kearah horizontal dan vertikal.
8. Melatih gerakan mata dengan mengikuti objek yang bergerak dan juga memfiksasi pada
objek yang diam.

Terapi Fisik Brand-Darrof


Ada berbagai macam latihan fisik, salah satunya adalah latihan Brand-Darrof.12

27
Gambar 6. Gerakan Brand-Darrof
Keterangan Gambar:
1. Ambil posisi duduk.
3. Arahkan kepala ke kiri, jatuhkan badan ke posisi kanan, kemudian balik posisi duduk.
4. Arahkan kepala ke kanan lalu jatuhkan badan ke sisi kiri. Masing-masing gerakan
lamanya sekitar satu menit, dapat dilakukan berulang kali.
5. Untuk awal cukup 1-2 kali kiri kanan, makin lama makin bertambah.

28
29
30

Вам также может понравиться

  • Usg Tyroid
    Usg Tyroid
    Документ7 страниц
    Usg Tyroid
    indra saputra
    Оценок пока нет
  • Intubasi Rev
    Intubasi Rev
    Документ33 страницы
    Intubasi Rev
    indra saputra
    Оценок пока нет
  • CARA PENGGUNAAN SALEP MATA YANG BENAR
    CARA PENGGUNAAN SALEP MATA YANG BENAR
    Документ7 страниц
    CARA PENGGUNAAN SALEP MATA YANG BENAR
    indra saputra
    Оценок пока нет
  • Gangguan Hipokondrik REAL
    Gangguan Hipokondrik REAL
    Документ14 страниц
    Gangguan Hipokondrik REAL
    indra saputra
    Оценок пока нет
  • Mini Project Hipertensi PRINT
    Mini Project Hipertensi PRINT
    Документ31 страница
    Mini Project Hipertensi PRINT
    Anonymous MW4MubG
    60% (5)
  • Surat Al
    Surat Al
    Документ1 страница
    Surat Al
    indra saputra
    Оценок пока нет
  • Bab I, Ii, Iii
    Bab I, Ii, Iii
    Документ30 страниц
    Bab I, Ii, Iii
    indra saputra
    Оценок пока нет
  • Selamat Hari Raya Idul Adha 1442 H: Mengucapkan
    Selamat Hari Raya Idul Adha 1442 H: Mengucapkan
    Документ1 страница
    Selamat Hari Raya Idul Adha 1442 H: Mengucapkan
    indra saputra
    Оценок пока нет
  • HFNC - ASCLEPEDIA - Hannypong
    HFNC - ASCLEPEDIA - Hannypong
    Документ9 страниц
    HFNC - ASCLEPEDIA - Hannypong
    indra saputra
    Оценок пока нет
  • BAB IV Dan V NEW
    BAB IV Dan V NEW
    Документ5 страниц
    BAB IV Dan V NEW
    indra saputra
    Оценок пока нет
  • Kosakata Bahasa Inggris
    Kosakata Bahasa Inggris
    Документ31 страница
    Kosakata Bahasa Inggris
    indra saputra
    Оценок пока нет
  • Diagnosis Gangguan Jiwa
    Diagnosis Gangguan Jiwa
    Документ172 страницы
    Diagnosis Gangguan Jiwa
    sohbah
    90% (52)
  • Surat Al
    Surat Al
    Документ1 страница
    Surat Al
    indra saputra
    Оценок пока нет
  • Laskar Pelangi Competition 2016
    Laskar Pelangi Competition 2016
    Документ2 страницы
    Laskar Pelangi Competition 2016
    indra saputra
    Оценок пока нет
  • Molahidatidosaa
    Molahidatidosaa
    Документ19 страниц
    Molahidatidosaa
    indra saputra
    Оценок пока нет
  • Cover
    Cover
    Документ1 страница
    Cover
    indra saputra
    Оценок пока нет
  • Paper Molhidatidosa
    Paper Molhidatidosa
    Документ20 страниц
    Paper Molhidatidosa
    indra saputra
    Оценок пока нет
  • Kejayaan Bahari Masa Lalu
    Kejayaan Bahari Masa Lalu
    Документ2 страницы
    Kejayaan Bahari Masa Lalu
    indra saputra
    Оценок пока нет
  • Isi Lapkas
    Isi Lapkas
    Документ73 страницы
    Isi Lapkas
    indra saputra
    Оценок пока нет
  • Gastroenteritis dan dehidrasi ringan hingga sedang
    Gastroenteritis dan dehidrasi ringan hingga sedang
    Документ1 страница
    Gastroenteritis dan dehidrasi ringan hingga sedang
    indra saputra
    Оценок пока нет
  • Gastroenteritis dan dehidrasi ringan hingga sedang
    Gastroenteritis dan dehidrasi ringan hingga sedang
    Документ1 страница
    Gastroenteritis dan dehidrasi ringan hingga sedang
    indra saputra
    Оценок пока нет
  • Gastroenteritis
    Gastroenteritis
    Документ1 страница
    Gastroenteritis
    Muhammad Malik
    Оценок пока нет
  • Bab I-Iii
    Bab I-Iii
    Документ2 страницы
    Bab I-Iii
    indra saputra
    Оценок пока нет
  • Isi Lapkas
    Isi Lapkas
    Документ25 страниц
    Isi Lapkas
    Muhammad Malik
    Оценок пока нет
  • Bab 1 - Bronkoneumonia
    Bab 1 - Bronkoneumonia
    Документ41 страница
    Bab 1 - Bronkoneumonia
    Muhammad Malik
    Оценок пока нет
  • Hernia Pada Otak
    Hernia Pada Otak
    Документ38 страниц
    Hernia Pada Otak
    R Adhe Masyhuroh Sofyan
    Оценок пока нет
  • Case Ge
    Case Ge
    Документ35 страниц
    Case Ge
    indra saputra
    Оценок пока нет
  • Bronchopneumonia
    Bronchopneumonia
    Документ35 страниц
    Bronchopneumonia
    indra saputra
    Оценок пока нет
  • Bab I-Iii
    Bab I-Iii
    Документ20 страниц
    Bab I-Iii
    Muhammad Malik
    Оценок пока нет
  • Bells Palsi
    Bells Palsi
    Документ11 страниц
    Bells Palsi
    indra saputra
    Оценок пока нет