Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
NIM : 702017040
Assalamualaikum wr wb.
Ghibah merupakan penyakit yang lumrah dilakukan orang dan dianggap sepele.
Disadari atau tidak, kita mungkin pernah melakukannya. TV, koran, internet, sampai
HP menjadi alat penyubur budaya ghibah di masyarakat. Ghibah merupakan
perbuatan yang dilarang Islam. Ghibah membawa dampak yang sangat negatif dalam
kehidupan bermasyarakat. Saling mencurigai, kedengkian, ketidaksukaan, fitnah, dan
permusuhan, semua bisa terjadi bermula dari ghibah.
Perbuatan ghibah, secara ijma` disepakati ulama termasuk dosa besar. Al-Qur`an
secara tegas telah melarangnya, Allah berkalam yang artinya: “Dan janganlah kalian
mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kalian menggunjing
(ghibah) kepada sebagian yang lainnya. Apakah kalian suka salah seorang di antara
kalian memakan daging saudaramu yang sudah mati? Maka tentulah kalian
membencinya. Dan bertakwalah kalian kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Penerima tobat dan Maha Pengasih.” (al-Hujurât: 12).
Di antara penyebab seseorang jatuh pada perbuatan ghibah dan solusinya adalah:
1. Sebagai pelampiasan amarah kepada seseorang yang memicu kemarahannya.
Solusinya adalah sadar bahwa Allah mencintai orang yang pemaaf dan jangan mudah
terbawa emosi serta menuruti bisikan setan.
2. Sebagai pembelaan atau membantu teman untuk ghibah. Solusinya adalah dengan
mengingat sabda Rasulullah yang artinya: “Barangsiapa meminta keridhaan orang
dengan sesuatu yang dimurkai Allah, maka Allah akan menyerahkan urusannya
kepada manusia.” (HR. Tirmidzi).
3. Mengangkat pamor, dengan merendahkan orang lain, lalu dia mengatakan, “Si
Fulan itu jahil”. Solusinya adalah sadar bahwa Allahlah yang mengangkat derajat
seseorang.
5. Iri dan dengki. Solusinya adalah mengingat hadis Rasulullah yang artinya: “Dua
hal yang tidak akan berkumpul dalam hati seseorang adalah iman dan dengki.” (HR.
an-Nasâ`i).
Kedua, meminta bantuan untuk menyingkirkan kemungkaran dan agar orang yang
berbuat maksiat kembali ke jalan yang benar.
Ketiga, istifta’ (meminta fatwa) akan sesuatu hal yang terpaks a harus menyebutkan
seseorang, karena berhubungan dengan fatwa tersebut.
Kelima, menceritakan kepada khalayak tentang seseorang yang berbuat fasik atau
bid’ah agar masyarakat menjauhinya. Dan keenam, bila seseorang telah dikenal
dengan julukan si pincang atau sebagainya, maka kita boleh memanggilnya dengan
julukan di atas agar orang lain langsung mengerti. Namun jika tujuannya untuk
menghina, maka haram hukumnya. Jika ia punya nama lain yang lebih baik, maka
lebih baik memanggilnya dengan nama lain tersebut. (Imam Nawawi, Syarah Shahih
Muslim:16/142).
Tentang bahaya ghibah dapat kita lihat dari dua sisi: Pertama, ghibah yang berkaitan
dengan hak seorang hamba. Maka pertobatannya adalah meminta maaf kepada orang
yang dighibah. Jika dirasa akan menambah masalah, maka cukup sekali saja ia
meminta maaf dan tidak mengulangi lagi. Jika tidak maka kelak di akhirat, kebaikan
yang dimiliki akan habis diambil orang yang dighibah tersebut.
Kedua, ghibah merupakan maksiat yang ringan dikerjakan dan terasa asik. Akibatnya
dianggap sepele, padahal dosanya sangat besar di sisi Allah. Oleh karenanya, ingatlah
ancaman Allah dan sadarlah bahwa aib kita jauh lebih banyak. Dan jika kita sedang
diajak menggunjing seseorang, kita harus segera menasihatinya dengan cara yang
halus. Jika tidak mampu, maka kita harus segera meninggalkan tempat tersebut.
Bukannya malah ikut memanaskan suasana.