Вы находитесь на странице: 1из 14

13

sebelum hamil. Kulit memperoleh kembali elastisitasnya, tetapi

sejumlah kecil striae menetap. Pengembalian tonus otot bergantung

kepada kondisi tonus otot sebelum hamil, latihan fisik yang tepat, dan

jumlah jaringan lemak.. Pada keadaan tertentu, dengan atau tanpa

ketegangan yang berlebihan, seperti pada bayi besar atau hamil

kembar, otot – otot dinding abdomen memisah, suatu keadaan yang

dinamai diastasis rekti abdominalis. Apabila menetap, defek ini dapat

dirasa mengganggu pada wanita, tetapi penanganan melalui upaya

bedah jarang dibutuhkan. Seiring dengan perjalanan waktu, defek itu

menjadi kurang terlihat (Ambarwati, 2008).

a. Sistem Endokrin
Waktu dimulainya ovulasi dan menstruasi pada wanita menyusui dan

tidak menyusui berbeda. Kadar prolaktin serum yang tinggi pada

wanita yang menyusui tampaknya berperan dalam menekan ovulasi.

Karena kadar follicle-stimulating hormon (FSH) terbukti sama pada

wanita menyusui dan tidak menyusui, disimpulkan bahwa ovarium

tidak berespon terhadam stimulasi FSH ketika kadar prolaktin

meningkat (Bowes, 1991 dalam Benson, 2008).


Kadar prolaktin meningkat secara progresif sepanjang masa hamil.

Pada wanita menyusui, kadar prolaktin tetap meningkat sampai

minggu ke enam setelah melahirkan (Bowes, 1991). Kadar prolaktin

serum dipengaruhi oleh kekerapan menyusui, lama setiap kali

menyusu, dan banyak makanan tambahan yang diberikan. Perbadaan

individual dalam kekuatan mengisap kemungkinan juga

mempengaruhi kadar prolaktin. Hal ini memperjelas bukti bahwa


14

menyusui bukanlah bentuk KB yang baik. Setelah melahirkan, wanita

yang tidak menyusui mengalami penurunan kadar prlaktin dan

mencapai rentang sebelum hamil dalam dua minggu.


Pada wanita tidak menyusui, ovulasi terjadi dini, yakni dalam 27 hari

setelah melahirkan, dengan waktu rata – rata 70 sampai 75 hari. Pada

wanita menyusui, waktu rata –rata terjadinya ovulasi sekitar 190 hari

(Bowes, 1991 dalam Benson, 2008).

b. Sistem Urinarius
Kebanyakan pasien dapat berkemih secara spontan dalam 8 jam

setelah melahirkan. Selama kehamilan terjadi peningkatan cairan

ekstraselular 50%. Setelah melahirkan cairan ini dieliminasi sebagai

urin. Mungkin terdapat aseton dalam urin pada pasien yang

mengalami persalinan lama atau mereka yang mengalami dehidrasi.

Ketika laktasi dimulai, mungkin terdapat laktose dalam urin

(Hamilton, 1995 dalam Bobak,Lowdermik, dan Jansen, 2007).


1) Uretra dan kandung kemih
Kombinasi trauma akibat kelahiran, peningkatan kapasitas

kandung kemih setelah bayi lahir, dan efek konduksi anestesi

menyebabkan keinginan untuk berkemih menurun. Selain itu, rasa

nyeri yang timbul pada panggul akibat dorongan pada saat

melahirkan, laserasi vagina, atau episiotomy menurunkan atau

mengubah reflex berkemih. Penurunan berkemih, seiring diuresis

pascapartum, bisa menyebabkan distensi kandung kemih. Distensi

kandung kemih yang muncul segera setelah wanita melahirkan

dapat menyebabkan perdarahan berlebih karena keadaan ini dapat

menghambat uterus berkontraksi dengan baik, sedangkan pada


15

masa pascapartum lanjut distensi yang berlebihan dapat

menyebabkan kandung kemih lebih peka terhadap infeksi

sehingga mengganggu proses berkemih normal (Cunningham,

dkk; 1993 dalam Bobak, Lowdermik, dan Jansen, 2007).

c. Sistem Pencernaan
1) Motilitas
Selama persalinan, motilitas lambung berkurang, terutama akibat

nyeri, rasa takut, dan obat narkotik. Penurunan tonus otot sfingter

esophagus bawah, penurunan motilitas lambung dan peningkatan

keasaman lambung menyebabkan perlambatan pengosongan

lambung. Tonus dan tekanan sfingter esophagus bawah kembali

normal dalam 6 minggu setelah persalinan. Namun, pada masa

nifas dini, penurunan tonus otot dan motilitas saluran cerna dapat

menyebabkan relaksasi abdomen, peningkatan distensi gas, dan

konstipasi segera setelah melahirkan (Benson, 2008).


2) Defekasi
Buang air besar secara spontan dapat tertunda selama dua atau

tiga hari setelah ibu melahirkan. Keadaan seperti ini dapat

disebabkan karena tonus otot menurun selama proses persalinan

dan pada awal masa pascapartum, diare sebelum persalinan,

enema sebelum persalinan, kurang makan, atau dehidrasi. Nyeri

pada saat defekasi juga seringkali dirasakan akibat adanya luka

bekas episiotomy, laserasi, atau hemoroid (Bobak, 2007).


Buang air besar (BAB) biasanya tertunda selama 2 sampai 3 hari

setelah melahirkan karena enema prepersalinan, diit cairan, obat-

obatan analgesik selama persalinan, dan perineum yang sangat

sakit. Melakukan kembali kegiatan makan dan ambulasi secara


16

teratur biasanya cukup membantu untuk mencapai regulasi BAB.

Asupan cairan yang adekuat dan diet tinggi serat sanagt

dianjurkan. Bagi ibu menyusui, pelunak feses seperti dokusat atau

laktasif bulk yang beraksi lokal pada usus lebih disukai daripada

makanan laktasif (Hamilton, 1995 dalam Bobak, Lowdermik, dan

Jansen, 2007). Pada hari ke-10, fungsi usus harus sudah kembali

normal. Inkontensia feses mungkin mengisyaratkan kerusakan

sfingter anus atau perbaikan yang tidak adekuat (Benson, 2008).

d. Payudara
Konsentrasi hormon yang menstimulasi perkembangan payudara

selama wanita hamil (estrogen, progesterone, human chorionic

gonadotropin, prolaktin, kortisol, dan insulin) menurun dengan cepat

setelah bayi lahir. Waktu yang dibutuhkan hormon – hormon untuk

kembali ke keadaan sebelum hamil sebagian ditentukan oleh apakah

ibu menyusui atau tidak. Apabila wanita memilih untuk tidak

menyusui dan tidak menggunakan obat antilaktogenik, kadar prolaktin

akan menurun dengan cepat (Bobak, Lowdermik, dan Jansen, 2007).

e. Sistem Kardiovaskuler
Perubahan volume darah tergantung pada beberapa faktor, misalnya

kehilangan darah selama melahirkan dan mobilisasi serta pengeluaran

cairan ekstravaskuler (edema fisiologis). Hipervolemia yang

diakibatkan kehamilan (peningkatan sekurang-kurangnya 40% lebih

dari volume tidak hamil) menyebabkan kebanyakan ibu bisa


17

menoleransi kehilangan darah saat melahirkan. Penyesuaian pembuluh

darah maternal setelah melahirkan berlangsung dramatais dan cepat.

Respons wanita dalam menghadapi kehilangan darah selama masa

pascapartum berbeda dari respons wanita tidak hamil. Tiga perubahan

fisiologis pascapartum yang melindungi wanita: (1) hilangnya

sirkulasi uteroplasenta yang mengurangi ukuran pembuluh darah

maternal hingga 10% sampai 15%, (2) hilangnya fungsi endokrin

plasenta yang menghilangkan stimulus vasodilatasi, dan (3) terjadinya

mobilisasi air ekstravaskular yang disimpan selama wanita hamil.

Oleh karena itu, oleh karena itu, syok hipovolemik biasanya tidak

terjadi pada kehilangan darah normal (Bobak, Lowdermik, dan

Jansen, 2007).

f. Tanda – tanda Vital


1) Suhu tubuh
Dalam 24 jam pertama setelah melahirkan, suhu tubuh mungkin

meningkat sedikit (38◦ C) sebagai respons terhadap stress

persalinan, terutama dehidrasi. Fluktuasi suhu ini biasanya

transient; peningkatan suhu yang menetap mungkin menandakan

infeksi (Bobak, Lowdermik, dan Jansen, 2007).


2) Denyut Nadi
Denyut nadi dan volume sekuncup serta curah jantung tetap tinggi

selama jam pertama setelah bayi lahir. Kemudian mulai menurun

dengan frekuensi yang tidak diketahui. Pada minggu ke-8 sampai

ke-10 setelah melahirkan, denyut nadi kembali ke frekuensi

sebelum hamil.
3) Pernapasan
18

Pernapasan harus berada dalam rentang normal sebelum

melahirkan.
4) Tekanan darah
Tekanan darah sedikit berubah atau menetap. Hipotensi ortostatik

yang diindikasikan oleh rasa pusing atau ingin pingsan segera

setelah berdiri, dapat timbul dalam 48 jam pertama. Hal ini

merupakan akibat pembengkakan limpa yang terjadi setelah

wanita melahirkan.
(Bobak, Lowdermik, dan Jansen, 2007)

1. Adaptasi Psikologi Masa Nifas


Setelah persalinan yang merupakan pengalaman unik yang dialami ibu,

masa nifas juga merupakan salah satu fase yang memerlukan adaptasi

psikologis.Menurut Bahiyatun (2008) dalam menjalani adaptasi setelah

melahirkan, ibu akan mengalami fase-fase sebagai berikut :


a. Fase taking in yaitu periode ketergantungan.
Periode ini berlangsung dari hari pertama sampai hari kedua setelah

melahirkan. Pada fase ini, ibu sedang berfokus terutama pada dirinya

sendiri. Ibu akan berulang kali menceritakan proses persalinan yang

dialaminya dari awal sampai akhir.


b. Fase taking hold yaitu periode yang berlangsung antara3-10 hari

setelah melahirkan. Pada fase ini ibu timbul rasa khawatir akan

ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnyadalam merawat bayi.

Ibu mempunyai perasaan sangat sensitif sehingga mudah tersinggung

dan gampang marah. Kita perlu berhati-hati menjaga komunikasi

dengan ibu. Dukungan moril sangat diperlukan untuk menumbuhkan

kepercayaan diri ibu. Bagi petugas kesehatan pada fase ini merupakan

kesempatan yang baik untuk memberikan berbagai penyuluhan dan

pendidikan kesehatan yang diperlukan ibu nifas.


19

c. Fase letting go yaitu periode menerima tanggung jawab akan peran

barunya. Fase ini berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah

mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Ibu

memahami bahwa bayi butuh disusui sehingga siap terjaga untuk

memenuhi kebutuhan bayinya. Keinginan untuk merawat diri dan

bayinya sudah meningkat bpada fase ini. Ibu akan percaya diri dalam

menjalani peran barunya.

2. Tanda-Tanda Bahaya dan Komplikasi pada Masa Nifas


Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah

persalinan. Oleh karena itu, penting bagi perawat untuk memberikan

informasi dan bimbingan pada ibu untuk dapat mengenali tanda-tanda

bahaya pada masa nifas yang harus diperhatikan.


Tanda-tanda bahaya yang perlu diperhatikan pada masa nifas ini adalah :
a. Demam tinggi hingga melebihi 38°C.
b. Perdarahan vagina yang luar biasa atau tiba-tiba bertambah banyak

(lebih dari perdarahan haid biasa atau bila memerlukan penggantian

pembalut 2 kali dalam setengah jam), disertai gumpalan darah yang

besar-besar dan berbau busuk.


c. Nyeri perut hebat/rasa sakit dibagian bawah abdomen atau punggung,

serta nyeri ulu hati


d. Payudara membengkak, kemerahan, lunak disertai demam dan lain-

lainya.

B. Bendungan Air Susu Ibu


1. Definisi
Bendungan saluran ASI dikarenakan penyempitan duktus laktiferius atau

kelenjar-kelenjar yang tidak dikosongkan dengan sempurna atau karena

kelainan pada putting susu (Wulandari, 2009 dalam Dwei, 2012).

2. Etiologi
20

Menurut Hubertin (2005) dalam Dewi (2012), bendungan ASI

disebabkan oleh :
a. Elastisitas payudara berkurang
b. Bayi belum menyusu dengan baik
c. Kelenjar mammae tidak dikosongkan dengan sempurna
d. BH terlalu ketat
e. Putting susu yang kurang bersih sehingga menyebabkan

penyumbatan duktus

3. Patofisiologi
Bendungan saluran ASI ibu ditandai dengan payudara bengkak, keras,

terasa panas sampai suhu badan sedikit naik sehingga menyebabkan air

susu tidak lancer atau keluar sedikit. Bendungan ASI merupakan

permulaan kemungkinan infeksi payudara atau mastitis. Apabila masih

terjadi akan menimbulkan demam, nyeri local payudara, terjadi pemadata

pada payudara dan terjadi pemadatan perubahan warna pada payudara

(Laksono, 2010 dalam Dewi 2012).

C. Konsep Pembengkakan Payudara


1. Pengertian pembengkakan payudara
Pembengkakan payudara adalah pembendungan air susu karena

penyempitan duktus lakteferi atau oleh kelenjar-kelenjar yang tidak

dikosongkan dengan sempurna atau karena kelainan pada puting susu.


Pembengkakan payudara diartikan peningkatan aliran vena dan limfe

pada payudara dalam rangka mempersiapkan diri untuk laktasi. Hal ini

bukan disebabkan overdistensi dari saluran laktasi sehingga

menyebabkan bendungan ASI dan rasa nyeri disertai kenaikan suhu

badan (Iskandar, 2009).

2. Patofisiologi pembengkakan payudara


Sesudah bayi lahir dan plasenta keluar, kadar estrogen dan progesteron

turun dalam 2-3 hari. Dengan ini faktor dari hipotalamus yang
21

menghalangi keluarnya pituitary lactogenic hormone (prolaktin) waktu

hamil, dan sangat dipengaruhi oleh estrogen, tidak dikeluarkan lagi, dan

terjadi sekresi prolaktin oleh hipofisis. Hormon ini menyebabkan

alveolus-alveolus kelenjar payudara terisi dengan air susu, tetapi untuk

mengeluarkannya dibutuhkan refleks yang menyebabkan kontraksi sel-

sel mioepitelial yang mengelilingi alveolus dan duktus kecil kelenjar-

kelenjar tersebut. Refleks ini timbul jika bayi menyusu. Pada permulaan

nifas apabila bayi belum menyusu dengan baik, atau kemudian apabila

kelenjar-kelenjar tidak dikosongkan dengan sempurna, maka dapat terjadi

pembendungan air susu (Hanifa, 2005).


Sejak hari ketiga sampai keenam setelah persalinan, ketika ASI secara

normal dihasilkan, payudara menjadi sangat penuh. Hal ini bersifat

fisiologis, dan dengan penghisapan yang efektif dan pengeluaran ASI

oleh bayi, rasa tersebut pulih dengan cepat. Namun dapat berkembang

menjadi bendungan, payudara terasa penuh dengan ASI dan cairan

jaringan. Aliran vena dan limfatik tersumbat, aliran susu menjadi

terhambat dan tekanan pada saluran ASI dan alveoli meningkat. Payudara

menjadi bengkak dan edematous(Hanifa, 2005).

3. Etiologi pembengkakan payudara


Selama 24 hingga 48 jam pertama sesudah terlihatnya sekresi lakteal,

payudara sering mengalami distensi menjadi keras dan berbenjol-benjol.

Keadaan ini menggambarkan aliran darah vena normal yang berlebihan

dan pengembungan limfatik dalam payudara, yang merupakan prekusor


22

reguler untuk terjadinya laktasi. Keadaan ini bukan merupakan

overdistensi sistem lakteal oleh air susu (Hanifa, 2005).


Menurut Suradi dan Kristina payudara yang terbendung terjadi karena

hambatan aliran darah vena atau saluran getah bening akibat ASI

terkumpul pada payudara. Kejadian ini timbul karena produksi ASI yang

berlebihan, bayi disusui terjadwal, bayi tidak menyusu dengan adekuat,

posisi menyusui yang salah, atau karena puting susu yang

datar/terbenam. Hal ini bisa juga terjadi karena terlambat menyusui dini,

perlekatan yang kurang baik, atau mungkin kurang seringnya ASI

dikeluarkan (Hnifa, 2005).


Penyebab terjadinya pembengkakan payudara menurut

BobakLowdermik, dan Jansen (2007) adalah


a. Posisi menyusui yang tidak benar
b. Pengosongan payudara yang tidak baik
c. Pemakaian BH yang terlalu ketat
d. Tekanan jari ibu pada waktu menyusui
e. Kurangnya pengetahuan cara perawatan payudara dan cara

pencegahan pembengkakan payudara (bendungan ASI)

4. Tanda dan gejala pembengkakan payudara


Pada payudara penuh dengan ASI, terasa berat, panas, dan keras. Bila

diperiksa ASI keluar, dan tidak demam. Pada payudara bengkak,

payudara oedem dan sakit, puting kencang, kulit mengkilat walau tidak

merah, dan bila diperiksa atau dihisap ASI tidak keluar. Badan bisa

demam setelah 24 jam.

C. Perawatan Payudara
1. Pengertian
Merupakan suatu tindakan perawatan payudara yang dilaksanakan, baik

oleh pasien maupun dibantu oleh orang lain yang dilaksanakan mulai hari
23

pertama atau kedua setelah melahirkan. Sedangkan menurut

Hulianaperawatan payudara masa nifas adalah perawatan payudara yang

dilakukan terhadap payudara setelah melahirkan (Iskandar, 2009).

2. Tujuan perawatan payudara

Perawatan payudara tidak hanya dilakukan sebelum melahirkan tetapi juga

setelah melahirkan. Perawatan payudara yang dilakukan terhadap payudara

bertujuan untuk melancarkan sirkulasi darah dan mencegah tersumbatnya

saluran susu sehingga memperlancar pengeluaran ASI (Purwanti, 2008

dalam Dewi, 2012 ).

Menurut Purwanti (2008) dalam Dewi (2012) tujuan dari perawatan

payudara yaitu:

a. Memelihara kebersihan payudara


b. Melancarkan keluarnya ASI
c. Mencegah bendungan pada payudara
d. Menangani payudara bengkak

3. Waktu pelaksanaan

Pertama dilakukan pada hari kedua setelah melahirkan minimal dua kali

dalam sehari (Farrel 2005, dalam Dewi, 2012).

4. Persiapan alat

Alat-alat yang pelu disiapkan yaitu:

a. Baby oil atau minyak kelapa


b. Dua waskom berisi air hangat dan air dingin
c. Dua waslap, kapas dan dua handuk
(Farrel 2005, dalam Dewi, 2012)

5. Langkah-langkah pengurutan
24

Menurut Anggraini (2005) dalam Dewi (2012), langkah-langkah

pengurutan pada perawatan payudara adalah sebagai berikut:

a. Tuangkan minyak secukupnya, sokong payudara kiri dengan tangan

kiri, payudara kanan dengan tangan kanan, 3 jari dari tangan yang

berlawanan membuat gerakan memutar sambil menekan dari pangkal

payudara dan berakhir pada puting susu, setiap payudara minimal 2x

gerakan.
b. Tempatkan kedua telapak tangan diantara kedua payudara. Urutlah

payudara dari tengah ke atas sambil mengangkat kedua payudara dan

lepaskan kedua payudara perlahan-lahan. Lakukan gerakan ini 30 kali.


c. Sokong payudara dengan satu tangan, sedangkan tangan lain

mengurutkan payudara dengan sisi kelingking dari arah tepi ke arah

puting susu. Lakukan gerakan ini 30 kali.


d. Kompres kedua payudara dengan waslap hangat selama 2 menit,

kemudian ganti dengan kompres waslap dingin selama 1 menit.

Kompres bergantian selama 3x berturut-turut dengan kompres air

hangat.

6. Perawatan puting susu


a. Kompres kedua puting susu dengan kapas yang telah dibasahi minyak

selama 5 menit agar kotoran disekitar puting mudah terangkat.


b. Jika puting susu normal, lakukan perawatan dengan mengoleskan

minyak pada ibu jari dan telunjuk, lalu letakkan keduanya pada puting

susu. Lakukan gerakan memutar ke arah dalam sebanyak 30 kali

putaran untuk kedua puting susu. Gerakan ini untuk meningkatkan

elastisitas otot puting susu.


c. Jika puting susu datar atau masuk ke dalam, lakukan tahap-tahap

berikut:
25

1) Letakkan kedua jari di sebelah kiri dan kanan puting susu,

kemudian tahan dan hentakkan ke arah luar menjauhi puting susu

secara perlahan
2) Letakkan kedua ibu jari di atas dan di bawah puting susu, lalu

tekan serta hentakan ke arah luar menjauhi puting susu secara

perlahan.
D. WOC Post Partum

Post partum/masa nifas/puerperium

Aspek fisiologis Aspek psikososial

Tanda vital Sist.kardiovaskuler Sist.endokrin Sist.urinaria Kelahiran bayi

Sist.pencernaan Sist.muskuloskletal ReproduksiPerubahandlm keluarga

Adaptasi Tdk beradaptasi


Suhu meningkat Sensasi eks.bawah
Breast engorgement Tromboplebitis
Edema Resiko ggn.proses parenting

Nyeri Ggn. Pemenuhan ADL Diuresis


Resiko gangguan proses laktasi Urgensi
Resiko infeksi puerperalis Urinary frekuency

Nafsu makan Meningkat Prod. Hormon turun.


Penurunan tonus abdomen Prolaktin meningkat Ggn. Eleminasi BAK
Prod. ASI

Resiko konstipasiResiko ggn. Proses parenting

Bradikardia Involusi uteri


Takikardia involusi daerah impalntasi plasenta
Cerviks
Instability vasomotor Perubahan pd. vagina
Kencang pd clitoris dan labia
Diaporesis/menggigil Luka perineum
Pengeluaran kolostrum.
Gangguan rasa nyaman
Resiko infeksi puerperalis
Ggn.rasa nyaman(nyeri)
Resiko ggn proses laktasi
26

Вам также может понравиться