Вы находитесь на странице: 1из 26

1

PENGANTAR

Hukum
a. Hukum Formiil : Hukum yang mengatur bagaimana cara menegakkan hukum
materiil yang terlanggar;
Hukum materiil : Hukum yang mengatur perilaku manusia dalam berhubungan
dengan sesama manusia, lingkungan dan negara.

Fungsi Hukum Formiil : menegakkan hukum materiil yang dilanggar

Hukum Acara Tun : Peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya


menegakkan hukum TUN jika ada yang melanggar hukum tsb.
Pengertian Peradilan dan Pengadilan
Peradilan (Rechtspraak/judiciary)
R. Soebekti
Peradilan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan tugas negara
dalam penegakkan hukum dan keadilan;
Von Praag
Peradilan adalah penentuan berlakunya suatu aturan hukum terhadap
peristiwa kongkrit sehubungan dengan timbulnya persengketaan.

Pengadilan ( Raad/Court)
Adalah lembaga yang melaksanakan penegakkan hukum.

Syarat untuk disebut peradilan :


Harus ada sengketa hukum yang kongkrit terjadi dan memerlukan kepastian hukum;
Sengketa terjadi sekurang-kurangnya pada 2 pihak;
Ada hukum materiil yang dapat diterapkan untuk menyelesaikan sengketa;
Adanya instansi /lembaga yang bersifat netral yang dibentuk berdasarkan peraturan
per-uu-an.
Bila keempat syarat terpenuhi semua di sebut dg “ PERADILAN MURNI “.

MOTIVASI PEMERINTAH RI MEMBENTUK PTUN

Alasan Yuridis
Pasal 24 UUD 1945 mengatur mengenai kekuasaan kehakiman yang diatur
lebihlanjut dalam UU No. 24/2004 tentang Kekuasaan Kehakiman
Pasal 27 UUD 1945 menjamin kedudukan warga negara sama dihadapan hukum dan
pemerintahan

Alasan Teoritis
Menurut Frederich Julius Stahl bahwa kadar/bobot negara hukum (Rechtstaat)
sangat tergantung pada:
Perlindungan HAM terhadap warganegara
Pemisahan /pembagian kekuasaan negara untuk menjamin supremasi hukum
Adanya peradilan administrasi
Menurut A.V Dicey unsur-unsur Rule of Law terdiri atas:
Adanya supremasi hukum
Equality before the law (sehingga tidak perlu dibentuk peradilan khusus untuk
pejabat.badan TUN)
Perlindungan HAM
2

Pada negara hukum moderen (Welfare State) berdasarkan konverensi Komisi Hakim
Internasional ditentukan unsur-unsur dari Rule of Law terdiri dari :
Perlindungan konstitusional terhadp hak-hak individu dan cara-cara prosedural
memperoleh hak tersebut
Badan kehakiman yang bebas
Pemilu yang bebas
Kebebasan untuk menyatakan pendapat
Kebebasan untuk berserikat dan beroposisi
Pendidikan kewarganegaraan

Alasan Politis
Berkaitan dengan kebijakan pemerintah RI yang akan membentuk aparat pemerintah
yang bersih dan berwibawa (Clean and strong government)
Untuk menghilangkan anggapan anggota masyarakat bahwa pejabat pemerintah
kebal hukum

4. Alasan Praktis
Untuk melancarkan jalannya pembangunan nasional
Untuk mengamankan jalannya pembangunan nasional

TUJUAN PEMBENTUKAN PTUN

Menurut Prajudi Atmosudirdjo


Untuk mengembangkan dan memelihara administrasi negara yang tepat
menurut hukum (rechtmatig) atau tepat menurut UU (wetmatig) atau cepat secara
fungsional (efektif) dan berfungsi secara efisien.
2. Menurut Sjahran Basah
Untuk memberikan pengayoman hukum dan kepastian hukum , baik bagi rakyat
maupun bagi administrasi negara dalam arti terjaganya keseimbangan kepentingan
masyarakat dengan kepentingan individu.
3. Menurut S.F. Marbun
Tujuan pembentukan peradilan administrasi :
1. Tujuan preventif
Mencegah tindakan-tindakan badan/pejabat TUN yang melawan hukum dan
merugikan rakyat.
2. Tujuan Represif
Ditujukan terhadap tindakan-tindakan badan/pejabat TUN yang melawan
hukum dan merugikan rakyat perlu dan harus dijatuhi sanksi
3. Memberikan perlindungan hukum bagi warga dari tindakan badan/pejabat
TUN yang melawan hukum dan merugikan masyarakat.
4. Memberikan perlindungan hukum bagi badan/pejabat TUN sendiri yang bertindak
benar sesuai dengan peraturan per-uu-an yang berlaku serta melakukan kontrol
terhadap tindakan-tindakan badan/pejabat TUN baik secara preventif maupun
represif.

ASAS-ASAS KHUSUS PADA PERADILAN ADMINISTRASI NEGARA

Asas Ultra Petita


Asas hakim harus bersikap aktif dalam membimbing penggugat di dalam
menyempurnakan surat gugatan
2. Asas Erga Omnes
Putusan hakim peradilan administrasi akan menimbulkan konsekuensi
mengikat umum dan mengikat terhadap sengketa yang mengandung persamaan,
yang mungkin timbulpada masa yang akan datang.
3. Asas Litis Dominus
Asas hakim harus bersikap aktif di dalam proses persidangan termasuk
proses pembuktian
Asas Presumtio Justea Causa
3

Keputusan TUN yang disengketakan harus dianggap benar sampai dibuktikan di


pengadilan bahwa keputusan itu salah
Asas tidak mengenal gugat rekonvensi
Asas tidak adanya perdamaian dalam proses persidangan
Ada acara dismissal proses/pemeriksaan administratif
Gugatan dapat dilakukan via pos
Mengenal pemeriksaan perkara dengan acara cepat

Eksekusi otomatis
Karena yang akan dieksekusi adalah surat keputusan badan/pejabat TUN , maka
eksekusi terhadap putusan pengadilan TUN dilakukan secara otomatis oleh
badan/pejabat TUN yang kalah dipersidangan.
Tergugatnya adalah badan/pejabat TU N
Penggugatnya adalah orang atau badan hukum perdata
Obyek gugatannya adalah keputusan tata usaha negara ( Keputusan TUN)
Tenggang waktu mengajukan gugatan 90 hari sejak keputusan TUN diterima.

KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA


( KEPUTUSAN TUN)

PENGERTIAN
Keputusan TUN adalah :
“ Suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara, yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara, yang berdasarkan
peratruran perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat kongkrit, individual dan
final yang menimbulkan akibat hukum tertentu bagi seseorang atau Badan Hukum
Perdata “ (Pasal 1 Butir 3 UU No.5 Tahun 1986).

UNSUR-UNSUR DARI KEPUTUSAN TUN :


Suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat TUN;
Berisi tindakan Hukum Tata Usaha Negara;
Berdasarkan Peraturan perundang-undangan yang berlaku;
Bersifat kongkrit, individual dan final;
Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau Badan Hukum Perdata.

AD.1. PENETAPAN TERTULIS.


Prinsipnya Kep. TUN harus tertulis
Tertulis tidak harus dalam bentuk formal seperti halnya sebuah keputusan
Penjelasan Pasal 3 angka 3 UU NO. 5 Tahun 1986 menyatakan bahwa:
“ Memo atau nota dapat dikatakan memenuhi persyaratan tertulis dan dapat
dikatakan sebagai Keputs. TUN apabila jelas :
Badan/Pejabat TUN mana yang mengeluarkan;
Maksud serta mengenai hal apa isi tulisan;
Kepada siapa tulisan itu ditujukan dan apa yang ditetapkan di dalamnya.

PERKECUALIAN PENGERTIAN TERTULIS


Prinsipnya Keputs. TUN harus tertulis, tetapi prinsip ini ada perkecualiannya seperti
yang diatur dalam Pasal 3 UU No. 5 Tahun 1986.
Adapun isi pasal ini sebagai berikut:

1. Apabila Badan/Pejabat TUN tidak mengeluarkan keputusan padahal


hal itu merupakan kewajibannya, maka hal itu disamakan dengan Keputusan TUN
(Keputusan TUN Anggapan);
4

(Pasal 3 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1986)

Apabila Badan/Pejabat TUN tidak mengeluarkan keputusan yang dimohon


sedangkan tenggang waktu yang ditetapkan dalam peraturan per-uu-an telah lewat,
maka Badan/pejabat TUN dianggap telah menolak mengeluarkan keputs TUN yang
dimaksud.
Penjelasan Pasal 3 Ayat (2) menyatakan bahwa Badan /Pejabat TUN dianggap telah
mengeluarkan keputusan yang berisi penolakan permohonan tersebut (Keputusan
TUN Negatif);

Jika peraturan per-uu-an tidak menentukan jangka waktu yang dimaksud , maka
setelah 4 bulan sejak diterimanya permohonan Badan/pejabat TUN dianggap telah
mengeluarkan keputusan penolakan (Keputs TUN Negatif).

AD.2.BERISI TINDAKAN HUKUM DALAM BIDANG TUN


Tidak semua tindakan Badan/Pejabat TUN dapat dikatagorikan sebagai Keputs.
TUN;
Pasal 2 UU No. 5 Tahun 1986 mengatur perkecualian tindakan Badan/Pejabat TUN
yang tidak termasuk Keputs. TUN yaitu:
Keputs. TUN dalam lapangan Hukum Perdata;
Keputs. TUN yang bersifat umum;
Keputs. TUN yang belum final;
Keputs. TUN yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan Hukum Pidana;
Keputus. TUN yang dikeluarkan berdasarkan perintah lembaga peradilan;
Keputs. TUN mengenai Tata Usaha TNI;
Keputs. TUN yang dikeluarkan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

AD.3. BERDASARKAN PERATURAN PER-UU-AN YG BERLAKU


Setiap tindakan Badan/Pejabat TUN harus dilandasi peraturan yang berlaku dan
dalam peraturan itu harus dicantumkan kewenangan Badan/Pejabat TUN.

AD.4. BERSIFAT KONGKRIT, INDIVIDUAL, FINAL


Kongkrit : obyek dari Keputs TUN tidak abstrak tetapi berujud atau dapat
ditentukan. Jelas dalam hal apa dan kepada siapa ditujukan;
Individual : Keputs. TUN tidak ditujukan untuk kepentingan umum, tetapi jelas
alamat maupun hal yang dituju atau siapa yang dituju;
Final : Sudah defenitif dan karenanya dapat menimbulkan akibat hukum tertentu.
Tetapi bagi Keputs. TUN yang belum defenitif tetapi sudah menimbulkan akibat
hukum berupa kerugian bagi pihak lain, maka pihak yang dirugikan dapat
mengajukan tuntutan perdata kepada peradilan umum.

AD.5. BERLAKU BAGI SESEORANG ATAU BADAN HUKUM PERDATA


Keputusan TUN yang dikeluarkan oleh Badan/Pejabat TUN itu berlaku bagi
Seseorang atau Badan Hukum Perdata;
Jika Seseorang atau Badan Hukum Perdata merasa dirugikan dengan adanya
Keputusan TUN tersebut , mereka dapat mengajukan gugatan kepada PTUN
setempat.

UPAYA ADMINISTRATIF
5

(PASAL 48 UU NO.5 TAHUN 1986)

Untuk menyelesaikan sengketa TUN dapat ditempuh dengan 2 cara/upaya, yaitu:


Upaya Peradilan yaitu upaya melalui Badan Peradilan baik Tk I, Tk II (Banding)
maupun Kasasi.
Upaya Administratif yaitu upaya melalui instansi atau Badan TUN biasanya yang
hierarkisnya lebih tinggi atau instansi yang lain dari yang memberikan keputusan
pertama.

Upaya administratif ini biasa disebut dengan Administrative Beroep;


Administrative Beroep ada 2 macam, yaitu:
Banding Administratif
Yaitu apabila penyelesaian itu dilakukan oleh instansi atasan atau instansi lain dari
yang membuat keputusan.
Ex : BAPEK, P4P/P4D, BAPERJAKAT
Keberatan Administratif
Yaitu apabila penyelesaian sengketa TUN itu harus dilakukan sendiri oleh Badan
atau Pejabat TUN yang mengeluarkan keputusan tersebut.
Ex : Keberatan pajak oleh Kantor Pajak.

Ciri-ciri Administrative Beroep :


Yang memutus adalah Badan TUN yang secara hierarkis lebih tinggi daripada
Badan/Pejabat TUN yang memberi keputusan pertama atau Badan/Pejabat TUN
lain;
BadanTUN yang memeriksa Banding administratif atau Keberatan Administratif itu
dapat merubah dan atau mengganti keputusan Badan TUN yang pertama;
Penilaian terhadap Keputs. TUN yang pertama dilakukan secara lengkap baik dari
segi rechtmatigheid maupun doelmatigheid;
Perubahan 2 keadaan sejak saat diambilnya keputusan Badan TUN pertama dan
perubahan 2 keadaan yang terjadi selama proses pemeriksaan banding berjalan harus
diperhatikan (Ex Tunc dan Ex Nunc).
Ex Tunc : Batal, berlaku surut, akibat hukum dianggap tidak ada, kembali
kekeadaan semula sebelum adanya keputusan TUN;
Ex Nunc : Batal, tidak berlaku surut, akibat hukum ada sampai adanya keputusan
batal.

KETENTUAN PASAL 48 UU NO. 5 TAHUN 1986

Ayat (1) : Jika Badan/Pejabat TUN diberi wewenang oleh atau berdasarkan
peraturan per-uu-an untuk menyelesaikan secara administratif sengketa TUN
tertentu, maka sengketa TUN tsb harus diselesaikan melalui upaya administratif yang
tersedia;
Ayat (2) : Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan
sengketa TUN sebagaimana yang diatur dalam ayat (1) jika seluruh upaya
administratif telah digunakan.

Apabila pihak yang bersangkutan tidak merasa puas dengan keputs Badan/Pejabat
TUN yang memeriksa dan memutus dalam upaya administratif, maka para pihak
dapat mengajukan tuntutan kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara sebagai
Pengadilan Tingkat I (Pasal 51 Ayat (3) UU No. 5 Tahun 1986)

Apabila terhadap Keputusan Pengadilan Tinggi sebagai pengadilan TK. I para pihak
tidak puas, maka dapat dimintakan Kasasi kepada MA (Pasal 51 Ayat (4) UU No. 5
Tahun 1986).
6

GUGATAN

1. Pengertian
Gugatan adalah suatu permohonan yang berisi tuntutan terhadap Badan atau Pejabat
TUN yang diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara untuk mendapatkan keputusan
(Psl 1 Butir 5).

2. Syarat-Syarat Gugatan
Syarat gugatan dapat dibedakan menjadi 2 :
Syarat Formil , terdiri dari:
Harus tertulis dalam Bahasa Indonesia;
Bermeterai penuh ;
Harus ditanda tangani penggugat;
Jika ada kuasa hukum harus ada surat kuasa;

b. Syarat Materil, terdiri dari:


Harus memuat identitas penggugat (Nama, jabatan, agama, alamat, pekerjaan, umur);
Harus memuat identitas tergugat (Nama, jabatan, alamat );
Harus memuat alas gugat/dasar gugat yang terdiri dari:
Perbuatan aparat pemerintah melawan hukum ;
Perbuatan aparat pemerintah bertentangan dengan Asas-asas Umum Penyelenggara
Negara Yang Baik ( UU No. 28 Tahun 1999).( UU No. 8 Tahun 2004 tentang
Perubahan Atas UU Nomor 5 th 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara).

Harus memuat hal yang dimohon untuk diputus/petitum.


Petitum terdiri atas 4 hal, yaitu:
Mohon supaya Keputusan TUN yang merugikan dicabut;
Mohon penerbitan Keputusan TUN baru;
Mohon pembayaran ganti kerugian;
Mohon rehabilitasi ( khusus bagi sengketa kepegawaian).

Gugatan No.1 Gugatan Pokok


Gugatan No.2 s/d 4 Gugatan
Tambahan
Melampirkan Surat Keputusan TUN yang disengketakan , Surat Kuasa, Surat
Permohonan Pemeriksaan.
Tenggang waktu mengajukan gugatan 90 hari sejak keputus. TUN
diterima/diumumkan (Kecuali ketentuan Pasal 3 UU No.5 Tahun 1986).

ACARA PEMERIKSAAN PERKARA DI PTUN

Ada 2 tahapan pemeriksaan perkara di PTUN:


Pemeriksaan Pendahuluan, terdiri atas:
Dismissal Proces/Rapat Permusyawaratan.
Pemeriksaan Persiapan.
Pemeriksaan Perkara Sesungguhnya.

DISMISSAL PROCES/RAPAT PERMUSYAWARATAN


( Pasal 62 UU No.5/1986)

Pasal 62 UU No.5 Tahun 1986 menentukan:


7

Ketua pengadilan berwenang memutuskan dengan suatu penetapan yang dilengkapi


dengan pertimbangan-pertimbangan bahwa gugatan yang diajukan dinyatakan
diterima atau tidak berdasar ;
Penetapan diucapkan dalam rapat permusyawaratan sebelum hari persidangan
ditentukan dengan memanggil kedua belah pihak untuk mendengarkannya”.
Terhadap penetapan tersebut dapat diajukan perlawanan kepada Pengadilan dalam
tanggang waktu 14 hari setelah penetapan;
Perlawanan diajukan sesuai dengan ketentuan Pasal 56.

Perlawanan diperiksa san diputus oleh Pengadilan dengan acara singkat;


Bila perlawanan dibenarkan Pengadilan, maka penetapan sebagaimana dimaksud di
atas gugur demi hukum dan pokok gugatan akan diperiksa, diputus dan diselesaikan
menurut acara biasa.

Untuk mengambil keputusan gugatan diterima atau tidak harus melalui pemeriksaan
dan penelitian administratif (Dismissal Proces di Kepaniteraan.

Penelitian Administratif meliputi:


a. Segi Administratif .
Identitas para pihak : penggugat dan tergugat.
b. Segi Elementer.
Apakah obyek gugatan berupa penetapan tertulis dan tidak termasuk dalam pasal 2
dan 49;
Melampirkan Keputs. TUN yang disengketakan;
Apakah gugatan kedaluwarsa / tidak;
Apakah penggugat merup. Orang atau Badan Hukum Perdata yang berhal menggugat
dan kepentingannya dirugikan langsung atau tidak langsung;
Apabila penggugat diwakili kuasa hukum apakah surat kuasa sudah terlampir dan
memenuhi syarat;
Apakah uang panjer perkara sudah dilunasi;
Cap dan tanggal penerimaan gugatan .

SEMA No.2 Tahun 1986 menetapkan bahwa:


“ Petugas yang berwenang melaksanakan pemeriksaan administrasi adalah Panitera,
Wakil Panitera serta Panitera Muda Perkara”.

Yang berhak menyatakan gugatan diterima atau tidak/didiskualifikasi adalah


“ Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara “.

Alasan Ketua Pengadilan TUN menyatakan gugatan ditolak/tidak


diterima/didiskualifikasi :
Pokok gugatan nyata-nyata tidak termasuk kompetensi absolut PTUN;
Syarat-syarat gugatan seperti yang ditentukan Pasal 56 tidak dipenuhi oleh
penggugat , sekalipun ia telah diberitahu dan diperingatkan;
Gugatan tidak berdasar;
Apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah terpenuhi dalam Keputs. TUN
yang digugat;
Gugatan prematur atau daluwarsa.

PEMERIKSAAN PERSIAPAN
(Pasal 63 UU No. 5/1986)

Pemeriksaan persiapan dilaksanakan setelah dismissal Proces selesai dilakukan;


Sebelum melakukan pemeriksaan terhadap pokok sengketa hakim diwajibkan
mengadakan pemeriksaan persiapan untuk melengkaaapi gugatan yang kurang jelas;
Dalam pemeriksaan persiapan hakim dapat:
8

Memberi nasehat kepada penggugat utk memperbaiki gugatannya dan melengkapi


data yang diperlukan dalam jangka waktu 30 hari;
Dapat meminta penjelasan kepada Badan/Pejabat TUN yang bersangkutan;

Jika dalam tenggang waktu 30 hari penggugat belum menyempurnakan gugatannya,


maka hakim akan menyatakan gugatan tidak dapat diterima dengan suatu keputusan
sela.

Terhadap putusan gugatan tidak dapat diterima tidak ada upaya hukum apapun
kecuali mengajukan gugatan baru.

Dalam SEMA No. 2 Tahun 1991 dinyatakan bahwa tujuan pemeriksaan persiapan
adalah:
“ Untuk mematangkan perkara dan segala sesuatu yang akan dilakukan dan
dijalankan dalam pemeriksaan diserahkan pada kearifan dan kebijaksanaan Ketua
Majelis”.

Untuk mencapai tujuan pemeriksaan persiapan hakim diperkenankan:


Memanggil penggugat untuk menyempurnakan gugatannya;
Memanggil tergugat untuk dimintai keterangannya/penjelasannya tentang Keputs.
TUN yang digugat;
Hakim dapat meminta keterangan dari tergugat maupun penggugat;
Meminta keterangan siapa saja yang dianggap perlu oleh hakim.

BAGAN I
PERSAMAAN DISMISSAL PROCES DENGAN
PEMERIKSAAN PERSIAPAN

Dismissal process Pemeriksaan Persiapan


(Rapat Permusyawaratan)
1. Bagian dr pemeriksaan 1. Bagian dr pemeriksaan
pendahuluan pendahuluan
2. Proses terjadi sebelum: 2. Proses terjadi sebelum:
a. Hari persidangan di a. Hari persidangan di
tentukan ; tentukan ;
b. Sengketa administrasi b. Sengketa administrasi
diperiksa dipersidang diperiksa dipersidang
an yang dinyatakan an yang dinyatakan
terbuka untuk umum. terbuka untuk umum.
3. Terdapat nasehat hakim 3. Terdapat nasehat hakim
Kepada penggugat utk Kepada penggugat utk
Memperbaiki gugatan- memperbaiki gugatan-
Nya Nya
9

PERBEDAAN DISMISSAL PROCES DENGAN


PEMERIKSAAN PERSIAPAN

Dismissal proces Pemeriksaan Persiapan


(Rapat Permusyawaratan)
1. Majelis hakim yang memeriksa 1. Majelis hakim yang memeriksa
belum ditentukan; perkara sudah ditentukan;
Yang dipanggil pertama kali Kedua belah pihak dipanggil
2. penggugat . Walaupun akhirnya 2. untuk panggilan pertama kali
waktu mendengarkan ucapan
penetapan hakim ke 2 belah pihak
dipanggil;
Hakim belum dapat meminta
penjelasan atau data kepada Hakim dapat meminta penjelasan
tergugat supaya gugatan lengkap; atau data kepada tergugat supaya
3. Perbaikan gugatan tanpa ditentukan 3. gugatan lengkap;
jangka waktu; Perbaikan gugatan dlm waktu 30
Terdapat penetapan hakim yang hari;
berisi penerimaan atau penolakan Tidak ada penetapan , kecuali
4. gugatan; 4. gugtn penggugat tidak diterima krn
Bila penetapan berisi penolakan , tdk melengkapi gugatan;
5. penggugat berhak mengajukan 5. Tidak ada upaya hukum , kecuali
perlawanan dalam waktu 14 hari; mengajukan gugatan baru;
Perlawanan diperiksa dengan acara
singkat
6. 6. Tidak ada.

7. 7.

GANTI RUGI
(Pasal 120 UU No.5/1986)

Di samping gugatan pokok penggugat dapat mengajukan gugatan tambahan terhadap


PTUN . Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 53 (1) UU No. 5 Tahun 1986 .

Gugatan tambahan di sini dapat berupa :


Gugatan ganti rugi ;
Rehabilitasi;

Salinan putusan Pengadilan yang berisi kewajiban membayar ganti rugi dikirimkan
kpd penggugat dan tergugat ( Badan/Pejabat TUN yang dikenai kewajiban
membayar ganti kerugian) dalam waktu 3 hari setelah mempunyai kekuatan hukum
tetap;

Besarnya ganti rugi beserta tata cara pelaksanaan ketentuan ganti kerugian diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah;

Dalam praktek besarnya ganti kerugian maksimal 5 juta rupiah.

REHABILITASI
(PASAL 121 UU NO. 5 TAHUN 1986)
10

Gugatan rehabilitasi hanya berlaku di dalam sengketa kepegawaian.


Rehabilitasi adalah :
“ Pemulihan hak penggugat dalam kemampuan, kedudukan, harkat dan
martabatnya sebagai Pegawai Negeri seperti semula sebelum ada keputusan yang
disengketakan “. (Penjelasan Pasal 121 (2) UU No. 5 Tahun 1986).

Salinan putusan tentang kewajiban rehabilitasi harus dikirimkan kepada tergugat dan
penggugat dalam waktu 3 hari setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap.

Dalam hal hak PNS menyangkut suatu jabatan dimana pada waktu putusan
pengadilan TUN telah mempunyai kekuatan hukum tetap ternyata:
Jabatan tsb telah diisi orang lain, maka PNS tsb dapat diangkat dalam jabatan lain
yang setingkat dengan jabatan semula;
Apabila hal tsb tidak mungkin, maka PNS tsb akan diangkat kembali pada
kesempatan pertama setelah ada formasi dalam jabatan yang setingkat;

Apabila pengangkatan pada kesempatan pertama tidak mungkin, maka dapat


ditempuh cara lain yaitu dengan membayar sejumlah uang atau kompensasi lain
yang diinginkan;
Besar kecilnya uang atau bentuk kompensasi lainnya tergantung pada kesepakatan
ke 2 belah pihak;
Bila tidak ada kesepakatan mengenai besar kecilnya uang atau bentuk kompensasi
lainnya, maka Ketua PTUN dapat dapat menentukan jumlah uang atau bentuk
kompensasi lainnya dan dimintakan penetapannya kepada MA terhadap penetapan
ini ke 2 belah pihak harus patuh.

GUGAT INTERVENSI
(PASAL 83 UU NO. 5 TAHUN 1986)

Pengertian gugat intervensi adalah:


“ Masuknya pihak ketiga ke dalam perkara yang sedang berjalan “.

Beberapa hal penting yang diatur Pasal 83 UU No. 5 Tahun 1986:


Selama pemeriksaan berlangsung setiap orang yang berkepentingan dalam sengketa
pihak lain yang sedang diperiksa oleh Pengadilan, baik atas prakarsa sendiri dengan
mengajukan permohonan, maupun atas prakarsa hakim dapat masuk dalam sengketa
TUN;
Masuknya pihak ketiga dalam sengketa TUN tsb ada 2 kemungkinan, yaitu sebagai :
Pihak yang membela haknya;
Peserta yang bergabung dengan salah satu pihak yang bersengketa.
Masuknya pihak ketiga ke dalam perkara yang sedang berjalan karena 3
kemungkinan:
Atas permintaan sendiri karena merasa kepentingannya dirugikan;
Atas permintaan salah satu pihak yang berperkara untuk memperkuat posisinya;
Atas permintaan hakim /prakarsa hakim yang memeriksa perkara.

Pihak ke 3 yang masuk ke dalam perkara yang sedang berjalan disebut


dengan “Interventient”.
Untuk menjadi interventient haruslah mengajukan permohonan kepada majelis
hakim disertai dengan alasan-alasan dan petitumnya.
Permohonan untuk menjadi interventient dapat dikabulkan atau ditolak oleh
majelis hakim dengan mengeluarkan Putusan Sela (Interlocutoir Vonis) yang
dicantumkan dalam berita acara sidang.
11

Putusan sela yang berisi penolakan dapat dimintakan banding ke PT.TUN tetapi
diajukan bersama-sama dengan permohonan banding terhadap putusan akhir pokok
sengketa.
Apabila permohonan intervensi tersebut dikabulkan , maka pihak ketiga akan
berkedudukan sebagai pihak yang mandiri dalam proses perkara TUN baik sebagai:
a. Penggugat intervensi jika pemohon perorangan atau Badan Hukum Perdata;
b. Tergugat intervensi apabila yang memohon itu Badan/Pejabat TUN

GUGAT PROVISI
(PASAL 67 UU NO. 5 TAHUN 1986)

Gugat Provisi adalah “ Suatu gugatan untuk memperoleh tindakan sementara selama
proses perkara masih berlangsung dan ditetapkan dengan putusan sela “.

Pasal 67 (1) UU No.5/1986 menetapkan suatu prinsip yang menyatakan bahwa:


“ Gugatan tidak menghalangi atau menunda dilaksanakannya Keputs. Badan/Pejabat
TUN serta tindakan Badan/Pejabat TUN yang digugat".

Prinsip dalam Pasal 67 (1) di atas ada perkecualiannya yaitu seperti yang diatur
dalam Pasal 67 (2) UU No. 5/1986 yang isinya:
“ Penggugat dapat mengajukan permohonan agar pelaksanaan Keputs. TUN
ditunda selama pemeriksaan sengketa TUN sedang berjalan sampai ada keputusan
pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap”.

Permohonan penundaan itu diajukan bersamaan dengan gugatan pokoknya dan dapat
diputus terlebih dahulu dari pokok sengketanya.

Permohonan penundaan pelaksanaan Keputs. TUN dapat :


Dikabulkan hanya apabila :
Terdapat keadaan yang sangat mendesak dan akan mengakibatkan kepentingan
penggugat sangat dirugikan jika Keputs TUN yang digugat itu dilaksanakan;
Pelaksanaan keputusan TUN yang digugat tidak ada sangkut pautnya dengan
kepentingan umum dalam rangka pembangunan.
Ditolak apabila kepentingan umum dalam rangka pembangunan mengharuskan
dilaksanakannya keputusan tersebut.

PEMERIKSAAN DENGAN ACARA BIASA

Pemeriksaan perkara di depan Pengadilan TUN dengan acara biasa diatur di dalam
Pasal 68 s/d Pasal 97 UU No. 5 Tahun 1986;
12

Beberapa hal yang berkaitan erat dengan pemeriksaan acara biasa di PTUN :
Pemeriksaan dilakukan oleh 3 orang hakim;
Hakim harus menyatakan sidang terbuka untuk umum (prinsip);
Tidak terpenuhinya hal no. 2 di atas dapat menyebabkan batalnya putusan demi
hukum;
Jika dalam persidangan pertama dan kedua penggugat/kuasanya tidak hadir meski
telah dipanggil dengan patut tanpa alasan yang jelas/sah, maka gugatan dinyatakan
gugur dan penggugat wajib membayar biaya perkara.
Dalam hal gugatan penggugat dinyatakan gugur , penggugat berhak sekali lagi
memasukkan gugatannya setelah membayar biaya perkara.
Jika dalam persidangan tergugat /kuasanya tidak hadir dipersidangan 2 kali berturut-
turut tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan meskipun telah dipanggil
secara patur, maka

hakim dengan surat penetapan meminta kpd atasan tergugat utk memerintahkan
tergugat hadir atau menanggapi gugatan tsb;
Jika 2 bulan telah lewat tetapi tidak ada kepastian akan kehadiran tergugat, maka
hakim akan menetapkan hari persidangan berikutnya dengan acara biasa tanpa
kehadiran tergugat/kuasanya;
Tergugat diberikan kesempatan untuk memberikan jawaban atas gugatan penggugat
dan memberikan penjelasan atas jawabannya tsb.

Suatu jawaban biasanya berisi 2 hal:


Eksepsi yaitu tangkisan-tangkisan hal-hal di luar pokok perkara, sehingga gugatan
dinyatakan tidak dapat diterima.
Eksepsi dalam perkara TUN terdiri dari:
Eksepdi Absolut yang menyangkut 2 hal:
Kompetensi Absolut Pengadilan;
Kompetensi Relatif pengadilan.
Kedu hal ini harus diputus dengan putusan sela;
Eksepsi Relatif di sini biasanya menyangkut kekurangan/kesalahan mengenai
pembuatan gugatan.
Ex : Gugatan kabur, Nebis in Idem.

Jawaban Tergugat.
Jawaban tergugat biasanya berisi jawaban terhadap pokok perkara dan isinya terdiri
dari:
Bantahan-bantahan terhadap dalil-dalil gugatan penggugat;
Pembenaran terhadap dalil-dalil gugatan penggugat;
Jawaban harus disusun secara sistematik dan jangan sampai ada bagian yang tidak
dijawab/dibantah.
Replik oleh penggugat.
Replik adalah tanggapan/jawaban penggugat atas jawaban tergugat. Isinya : bantahan
atas jawaban penggugat, menguatkan alasan-alasan gugatan yang diajukan;
10. Duplik oleh tergugat.
Duplik adalah jawaban tergugat atas replik penggugat. Isinya : dalil-dalil bantahan
atas raplik penggugat, dalil-dalil utk menguatkan jawaban tergugat.
11. Pembuktian.
13

BEBERAPA HAL YANG DAPAT DILAKUKAN PADA SAAT ACARA


PEMERIKSAAN PERKARA

Penggugat dapat merubah alasan yang mendasari gugatannya hanya sampai


replik dan itu harus disertai dengan alasan yang cukup dan tidak merugikan
kepentingan tergugat. Hal ini dilakukan harus dengan pertimbangan hakim secara
seksama;
Tergugat dapat merubah alasan yang mendasari jawabannya hanya sampai dengan
duplik asal disertai dengan alasan yang cukup dan tidak merugikan kepentingan
penggugat . Hal ini harus dilakukan dengan pertimbangan hakim secara seksama;
Penggugat dapat sewaktu-waktu mencabut gugatannya sebelum tergugat
memberikan jawaban;
Apabila tergugat sudah memberikan jawaban atas gugatan tsb, pencabutan gugatan
oleh penggugat akan dikabulkan oleh pengadilan hanya apabila disetujui tergugat.

PEMBUKTIAN
(Pasal 100 s/d Pasal 107)

Macam-macam alat bukti (Pasal 100 UU No.5/1986) :


Surat atau Tulisan;
Keterangan Ahli;
Keterangan Saksi;
Pengakuan Para Pihak;
Pengetahuan Hakim.

AD.1. Surat atau Tulisan


Terdiri dari 3 macam:
Akta Otentik.
Yaitu surat yang dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat umum yang menurut
peraturan perundang-undangan berwenang membuat surat tersebut dengan tujuan
dipergunakan sebagai alat bukti tentang peristiwa atau peristiwa hukum di
dalamnya.

Akta otentik merupakan alat bukti yang paling kuat sebab isinya dianggap benar
sampai terbukti sebaliknya.

b. Akta Di bawah Tangan


Yaitu surat yang dibuat dan ditanda tangani oleh para pihak yang bersangkutan
dengan maksud dipergunakan sebagai alat bukti tentang peristiwa atau peristiwa
hukum di dalamnya.

Kekuatan akta di bawah tangan tidak sempurna, sehingga memerlukan alat bukti
lainnya sebagai penunjang.

c. Surat-Surat Lainnya Yang Bukan Akta.


14

Yaitu surat yang pembuatannya tidak dimaksudkan sebagai alat bukti.

AD.2. Keterangan Ahli.


Adalah pendapat yang diberikan di bawah sumpah dalam persidangan tentang hal-
hal yang ia ketahui menurut pengalaman dan pengetahuannya.

Beberapa hal yang berkaitan dengan keterangan ahli:


Seseorang yang tidak boleh didengar sebagai saksi juga tidak boleh memberikan
keterangan ahli;

Seorang ahli dipersidangan harus memberikan keterangan baik lisan atau tertulis
yang dikuatkan dengan sumpah atau janji menurut kebenaran sepanjang
pengetahuannya dengan sebaik-baiknya.

AD.3. Keterangan Saksi.


Keterangan saksi dianggap sebagai alat bukti apabila keterangan itu berkenaan
dengan hal yang dialami, dilihat atau didengar oleh saksi sendiri.

Orang-orang yang tidak boleh menjadi saksi (Pasal 88 UU No. 5/1986):


Keluarga sedarah atau semenda menurut garis keturunan ke atas atau ke bawah
sampai derajat ke 2;
Isteri atau suami salah satu pihak yang bersengketa meskipun sudah bercerai;
Anak yang belum berusia 17 tahun;
Orang yang sakit ingatan.

Orang-orang yang dapat mengundurkan diri dari kewajiban menjadi saksi :


Saudara laki-laki /perempuan, ipar laki- laki/perempuan salah satu pihak;
Setiap orang karena martabat, pekerjaan atau jabatannya .

Beberapa hal yang berkaitan dengan saksi:


(Pasal 86-87 UU No. 5/1986)
Atas permintaan salah satu pihak atau karena jabatannya, Hakim Ketua Sidang dapat
memerintahkan seorang saksi untuk didengar di dalam persidangan;
Apabila saksi tidak datang tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan,
meskipun telah dipanggil secara patut dan hakim cukup punya alasan untuk
menyangka bahwa saksi sengaja tidak datang, maka Hakim Ketua Sidang dapat
memberi perintah supaya saksi dibawa secara paksa ke persidangan oleh polisi;
Seorang saksi yang tidak bertempat tinggal di daerah hukum pengadilan yang
bersangkutan tidak wajib datang , cukup pemeriksaan saksi tersebut dilakukan oleh
pengadilan dimana saksi berdomisili;
Saksi dipanggil ke persidangan seorang demi seorang;
Hakim Ketua Sidang menanyakan kepada saksi nama lengkap, tempat lahir, umur
atau tanggal lahir, jenis kelamin, kewarganegaraan, tempat tinggal, agama atau
kepercayaannya, pekerjaan, derajat hubungan keluarga dan hubungan kerja dengan
penggugat atau tergugat;
Sebelum memberi keterangan saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut
agama atau kepercayaannya;
Pertanyaan kepada saksi oleh salah satu pihak disampaikan melalui Hakim Ketua
Sidang;
Apabila pertanyaan tersebut menurut pertimbangan Hakim Ketua Sidang tidak ada
kaitannya dengan sengketa , pertanyaan itu ditolak.

AD.4. Pengakuan Para Pihak.


Pengakuan para pihak juga dipakai sebagai alat bukti;
Pengakuan para pihak tidak dapat ditarik kembali kecuali berdasarkan alasan yang
kuat dan dapat diterima hakim.
15

AD.5. Pengetahuan Hakim.


Adalah Hal yang olehnya diketahui dan diyakini kebenarannya.

Pengetahuan hakim di sini maksudnya adalah : Pengetahuan yang diperoleh hakim


dari alat-alat bukti yang disampaikan dipengadilan atau hal-hal yang sudah menjadi
pengetahuan umum.

Pasal 107 UU No. 5 Tahun 1986


Pasal ini menyatakan bahwa Hakim menentukan:
Apa yang harus dibuktikan;
Beban pembuktian dibebankan kepada siapa;
Hal apa yang harus dibuktikan pihak yang berperkara dan hal apa saja yang harus
dibuktikan oleh hakim sendiri;
Penilaian pembuktian /kekuatan pembuktian;
Alat bukti mana yang diutamakan untuk dipergunakan di dalam pembuktian .
Paling sedikit 2 (dua) alat bukti berdasarkan keyakinan hakim untuk sahnya
pembuktian.

PEMERIKSAAN DENGAN ACARA SINGKAT/CEPAT

Pemeriksaan dengan acara cepat diatur secara khusus dalam Pasal 98 UU No. 5
Tahun 1986;

Hal-hal yang berkaitan dengan acara cepat:


Dilakukan terhadap perkara-perkara dimana terdapat kepentingan penggugat yang
cukup mendesak;
Kepentingan penggugat yang mendesak dapat disimpulkan dari alasan-alasan
permohonannya;
Penggugat dapat memohon kepada pengadilan supaya pemeriksaan sengketa
dipercepat;
Dalam jangka waktu 14 hari setelah permohonan diterima, pengadilan berkewajiban
mengeluarkan penetapan tentang dikabulkan atau tidaknya permohonan tersebut;
Terhadap penetapan ini tidak ada upaya hukum apapun;
Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan dengan hakim tunggal;
7 hari setelah permohonan dikabulkan hakim menetapkan hari, tempat dan waktu
sidang tanpa melalui prosedur pemeriksaan persiapan;
Tenggang waktu mengajukan jawaban dan pembuktian bagi ke 2 belah pihak tidak
lebih dari 14 hari;
Untuk dapat dilaksanakannya pemeriksaan dengan acara cepat penggugat harus
terlebih dahulu mengajukan gugatan provisi. Jika gugatan provisi dikabulkan
barulah proses pemeriksaan dengan acara cepat dapat dilaksanakan.
16

PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA

Putusan pengadilan ditetapkan berdasarkan musyawarah di dalam ruang tertutup;


Putusan dalam musyawarah majelis merupakan hasil pemufakatan bulat para hakim;
Jika tidak dicapai pemufakatan bulat, maka keputusan diambil dengan suara
terbanyak;
Putusan pengadilan harus diucapkan disidang yang terbuka untuk umum;
Tidak terpenuhinya ketentuan di atas dapat menyebabkan putusan pengadilan tidak
sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum;
Apabila salah satu pihak/kedua pihak tidak hadir saat pengucapan putusan, maka
putusan akan disampaikan dengan surat tercatat ;

JENIS-JENIS PUTUSAN

Putusan Sela /Putusan Antara/ Interlocutoir Vonis.


Adalah putusan yang diambil sebelum putusan akhir.
Putusan Sela meliputi:
Putusan terhadap gugatan Provisi;
Putusan terhadap gugatan Intervensi;
Putusan terhadap perlawanan pihak penggugat pada pemeriksaan persiapan;

Putusan Insidentil, diambil secara insidental karena adanya alasan-alasan tertentu


(Kematian kuasa hukum penggugat/tergugat)

Putusan Sela tidak dibuat tersendiri, tetapi hanya dicantumkan dalam berita acara
persidangan.

2. Putusan Akhir (Vonis).


Putusan yang diambil setelah pemeriksaan perkara selesai.

Putusan Pengadilan TUN dapat berupa:


Gugatan ditolak , hal ini berarti memperkuat Keputusan Badan/Pejabat TUN;
Gugatan Dikabulkan.
Mengabulkan gugatan berarti tidak membenarkan Keputusan TUN baik seluruhnya
atau sebagian.
Jika gugatan dikabulkan, maka Badan/Pejabat TUN berkewajiban melakukan:
Pencabutan Keputusan TUN yang disengketakan;
17

Pencabutan dan menerbitkan Keputusan TUN baru;


Penerbitan KeputusanTUN karena sebelumnya tidak ada.

Kewajiban tersebut dapat disertai pembebanan ganti kerugian; atau bila menyangkut
bidang kepegawaian dapat disertai dengan kewajiban melakukan rehabilitasi.

Gugatan Tidak Diterima


Tidak menerima gugatan berarti gugatan tidak memenuhi syarat-syarat yang telah
ditentukan . Di sini penggugat dapat mengajukan gugatan baru.

Gugatan tidak diterima apabila:


Gugatan tidak berdasarkan hukum;
Gugatan tidak patut;
Gugatan kabur;
Gugatan tidak memenuhi persyaratan ketentuan Pasal 55;
Obyek gugatannya tidak jelas;
Subyek gugatannya tidak lengkap.

Gugatan Gugur
Gugatan dinyatakan gugur apabila para pihak atau kuasa hukumnya tidak hadir
dipersidangan yang telah ditentukan meskipun sudah dipanggil secara patut 2 kali
berturut-turut.

SYARAT-SYARAT PUTUSAN

Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh setiap putusan PTUN menurut UU No. 5
Tahun 1986 :
1. Harus memuat Kepala Putusan.
Bunyinya : “ Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa “.
Kepala putusan mempunyai kekuatan eksekutorial karena kalau tidak dicantumkan ,
maka putusan tidak dapat dilaksanakan bahkan menyebabkan kebatalan.
2. Harus memuat identitas para pihak.
Nama, jabatan, kewarganegaraan, tempat kediaman atau tempat kedudukan para
pihak yang bersengketa.
3. Harus memuat ringkasan gugatan dan jawaban tergugat .
4. Harus memuat pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal
yang terjadi dalam persidangan selama diperiksa.
Pertimbangan ini disebut juga KONSIDERANS yang merupakan dasar
Keputusan.
Dalam pertimbangan Keputusan dimuat alasan-alasan hakim secara tepat dan
terperinci termasuk penilaian secara yuridis.

5. Harus memuat alasan hakim yang menjadi dasar putusan. Alasan tersebut harus
bersifat yuridis, jadi harus memuat pasal-pasal tertentu dari peraturan dan sumber
hukum tidak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili dan memutus.
6. Harus memuat Amar putusan / Dictum tentang sengketa dan biaya perkara.
Amar /dictum putusan merupakan jawaban terhadap petitum.
Hakim wajib mengadili semua bagian tuntutan dan juga harus menetapkan kepada
siapa biaya perkara harus dibebankan (biasanya pada pihak yang kalah).
7. Harus memuat hari, tanggal, nama hakim yang memutus, nama panitera serta
keterangan tentang hadir atau tidaknya para pihak.
18

Tidak dipenuhinya salah satu ketentuan di atas akan menyebabkan batalnya putusan
pengadilan.

PEMERIKSAAN PERKARA BANDING


(Pasal 122 s/d 130 UU No.5/1986)

Terhadap putusan PTUN dapat dimintakan banding oleh penggugat maupun tergugat
yang merasa tidak puas atau dirugikan atas putusan tersebut kepada PT. TUN;
Permohonan pemeriksaan banding diajukan secara tertulis kepada PTUN yang
menjatuhkan putusan dalam tenggang waktu 14 hari sejak putusan diucapkan atau
diberitahukan kepada para pihak secara sah;
Permohonan pemeriksaan banding disertai dengan panjer biaya perkara ;
Paling lambat 30 hari sesudah permohonan banding dicatat, panitera
memberitahukan hal tersebut kepada kedua belah pihak, bahwa mereka dapat
melihat berkas perkara dalam waktu 30 hari setelah menerima pemberitahuan;
Paling lambat 60 hari setelah adanya pernyataan permohonan banding, maka salinan
putusan, berita acara dan surat –surat lain yang bersangkutan dengan perkara harus
segera dikirimkan pada panitera PT. TUN;

Para pihak dapat menyerahkan memori banding atau kontra memori banding serta
keterangan atau alat bukti tambahan pada panitera PTUN dengan ketentuan salinan
memori/kontra memori banding juga diberikan pada pihak lainnya dengan
perantaraan panitera pengadilan.
Pemeriksaan ditingkat banding dilakukan oleh sekurang-kurangnya 3 orang hakim;
Apabila PT. TUN berpendapat bahwa pemeriksaan PTUN kurang lengkap, maka
ada 2 langkah yang dapat diambil PT. TUN, yaitu :
Mengadakan sidang tambahan sendiri untuk melakukan pemeriksaan tambahan;
Memerintahkan PTUN melaks. Pemeriksaan tambahan disertai berkas perkara dan
PTUN setelah selesai melakukan pemeriksaan tambahan mengirimkan kembali
bekas perkara kepada PT.TUN.
Panitera PT.TUN dalam jangka waktu 30 hari setelah putusan diambil wajib
mengirimkan salinan putusan PT.TUN beserta berkas lainnya kepada PTUN;
Ketentuan pasal 78 dan 79 juga berlaku pada pemeriksaan ditingkat banding;

Selama pemeriksaan ditingkat banding belum diputus, maka pemohon banding


sewaktu-waktu dapat mencabut permohonan bandingnya dan setelah dicabut tidak
dapat diajukan kembali meskipun tenggang waktu mengajukan banding belum lewat;
Apabila salah satu pihak sudah menerima baik putusan PTUN, maka ia tidak dapat
mencabut kembali pernyataan tersebut meskipun tenggang waktu untuk mengajukan
permohonan pemeriksaan banding belum lewat.
19

PEMERIKSAAN DITINGKAT KASASI

Dasar hukum Kasasi :


Pasal 131 UU No. 5 Tahun 1986
Ayat (1) : Terhadap putusan tingkat terakhir pengadilan dapat dimohonkan
pemeriksaan kasasi kepada MA;
Ayat (2) : Acara pemeriksaan kasasi dilakukan menurut ketentuan pasal 55 (1) UU
No. 14/1985.

Alasan mengajukan permohonan kasasi:


(Pasal 30 UU No. 14/1985)
Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang;
Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;
Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan
yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yng bersangkutan.

Ad.1. Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang


Tidak berwenang : menyangkut kompetensi absolut dan relatif pengadilan.

Melampaui batas wewenang : berarti putusan telah melebihi kewenangan pengadilan


untuk memutusnya.
Misal : mengabulkan hal yang tidak digugat atau mengabulkan lebih dari
yang digugat.

Ad.2. Salah menerapkan hukum atau melanggar hukum yang berlaku.


Salah menerapkan hukum : berarti hukum yang diterapkan tidak benar ini termasuk
kesalahan penerapan hukum material.

Melanggar hukum yang berlaku : berarti melakukan pelanggaran atas hukum acara
yang semestinya dilakukan dalam memeriksa/mengadili perkara itu.
Misal : Lupa menyatakan sidang terbuka untuk umum.

Ad.3. Lalai memenuhi syarat yang diwajibkan peraturan perundang-undangan yang


berlaku.
Misal : Tidak memuat Kepala Putusan.

Beberapa Hal Yang Berkaitan Dengan Pemeriksaan Ditingkat Kasasi (Pasal 40 s/d
53 UU No. 14/1985):
MA memeriksa dan memutus dengan sekurang-kurangnya 3 orang hakim;
Putusan MA diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum;
20

Permohonan kasasi dapat diajukan hanya terhadap perkara yang telah menggunakan
upaya banding, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang;
Permohonan kasasi hanya dapat diajukan satu kali saja;
Permohonan kasasi dapat diajukan dalam tenggang waktu 14 hari sejak tanggal
diterimanya putusan pengadilan tinggi oleh pemohon ( pemohon kasasi);
Jika dalam tenggang waktu 14 hari tidak ada permohonan kasasi, maka para pihak
dianggap telah menerima putusan;
Setelah pemohon membayar biaya perkara , maka panitera akan mencatat
permohonan kasasi dalam buku daftar dan paling lama 7 hari setelah permohonan
kasasi terdaftar, panitera pengadilan Tk. I wajib memberitahukan hal tersebut kepada
pihak lawan (termohon kasasi)
Pemohon kasasi wajib menyampaikan memori kasasi yang memuat alasan-alasan
kasasi dalam tenggang waktu 14 hari setelah permohonan dicatat dalam buku daftar;
Panitera wajib menyampaikan salinan memori kasasi kepada pihak lawan/termohon
kasasi dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari;
Termohon kasasi wajib mengajukan kontra memori kasasi dalam jangka waktu 14
hari sejak menerima salinan memori kasasi;
Setelah menerima memori dan kontra memori kasasi panitera mengirimkan
permohonan kasasi, memori dan kontra memori kasasi beserta semua berkas perkara
kepada MA dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari;
Selama permohonan kasasi belum diputus MA, maka permohonan tersebut dapat
dicabut kembali oleh pemohon, sekali dicabut tidak dapat lagi mengajukan kasasi
walaupun tenggang waktu kasasi belum lampau;
Bila MA mengabulkan permohonan kasasi berdasarkan pasal 30 huruf a, maka MA
menyerahkan perkara tersebut kepada pengadilan lain yang berwenang memeriksa
dan memutusnya;
Bila MA mengabulkan permohonan kasasi berdasarkan pasal 30 huruf b dan c, maka
MA memutus sendiri perkara yang dimohonkan kasasi itu ;
Putusan MA wajib diberitahukan kepada ke 2 belah pihak selambat-lambatnya 30
hari setelah putusan dan berkas perkara diterima Pengadilan Tingkat I.

PEMERIKSAAN PENINJAUAN KEMBALI (PK)

Dasar Hukum : Pasal 132 UU No. 5 Tahun 1986


Ayat (1) : Terhadap putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap dapat diajukan permohonan peninjauan kembali pada MA;
Ayat (2) : Acara pemeriksaan PK dilakukan berdasarkan ketentuan pasal 77 (1)
UU No. 14/1985 ( Hk. Acara PK diatur dalam pasal 66 s/d 75 UU No. 14/1985).

Beberapa hal yang berkaitan dengan PK:


UU No. 14/1985 jo UU No. 4/2004)
Terhadap putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dapat
diajukan PK kepada MA, apabila terdapat hal atau keadaan tertentu yang ditentukan
dalam undang-undang;
Terhadap putusan PK tidak dapat diajukan PK;
Permohonan PK hanya dapat diajukan 1 kali saja;
Permohonan PK tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan
pengadilan;

Permohonan PK dapat dicabut sebelum diputus MA dan sekali dicabut tidak dapat
diajukan kembali;
Alasan-alasan untuk mengajukan permohonan PK antara lain (pasal 23 UU
No.4/2004):
Adanya Novum/alat bukti baru
Apabila setelah perkata diputus ditemukan alat-alat bukti baru yang menentukan
yang sebelumnya tidak ditemukan.
21

Apabila dalam putusan terdapat kekhilafan atau kekeliruan hakim dalam menerapkan
hukumnya ;
Menurut UU No. 14/1985 :
Putusan didasarkan pada kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui
setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang dinyatakan palsu
oleh hakim;
Mengabulkan sesuatu yang tidak dituntut atau lebih dari yang dituntut;
Apabila putusan bertentangan satu dengan yang lainnya ( pihaknya sama,
persoalannya sama, pengadilan yang sama tetapi diberikan putusan yang
bertentangan satu dengan yang lainnya;
Ada bagian dari tuntutan yang belum diputus tanpa pertimbangan yang jelas.

Permohonan PK harus dilakukan oleh para pihak yang berperkara sendiri atau ahli
warisnya apabila ia sudah meninggal dunia atau seorang kuasa khusus untuk itu;
Tenggang waktu mengajukan PK adalah 180 hari sejak diketahuinya adanya alasan-
alasan utk PK menurut ketentuan dalam pasal 23 UU No. 4/2004;
Permohonan PK diajukan melalui Ketua Pengadilan kepada MA dengan panjer
biaya perkara;
MA memutus permohonan PK pada tingkat pertama dan terakhir;
Permohonan PK harus tertulis disertai dengan menyebutkan alasan-alasannya;
Paling lambat 14 hari setelah menerima permohonan, panitera wajib mengirimkan
salinan kepada pihak termohon PK;
Tenggang waktu termohon PK mengajukan kontra memori PK adalah 30 hari sejak
menerima salinan permohonan PK, lewat itu berarti daluwarsa;
Paling lambat 30 hari setelah menerima permohonan PK Panitera wajib
mengirimkan berkas perkara disertai biaya perkara kepada MA;

Bila MA mengabulkan permohonan PK , maka MA akan membatalkan putusan yang


dimohonkan PK dan memutus sendiri perkaranya;
Bila MA menolak permohonan PK berarti MA berpendapat permohonan itu tidak
beralasan;
Putusan MA ini harus disertai dengan pertimbangan-pertimbangannya;
Salinan putusan PK dikirimkan MA kepada pengadilan TK. I dan selanjutnya
panitera pengadilan TK.I menyampaikan salinan putusan pada para pihak paling
lambat 30 hari setelah menerima putusan dari MA.

EKSEKUSI KEPUTUSAN PTUN

Dasar hukum pelaksanaan eksekusi Keputusan PTUN


22

Pasal 115 UU NO. 5 Tahun 1986;


Pasal 116 UU No. 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No. 5 Tahun 1986;
Pasal 117 UU No. 5 Tahun 1986.

Pasal 115 menyatakan bahwa Hanya putusan Pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap yang dapat dilaksanakan/dieksekusi .

Pasal 116 UU No. 9 Tahun 2004 menyatakan :


Salinan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dikirimkan
kepada para pihak dengan surat tercatat oleh Panitera Pengadilan setempat atas
perintah Ketua Pengadilan yang mengadilinya dalam tingkat pertama selambat-
lambatnya dalam waktu 14 hari;
Dalam hal 4 (empat ) bulan setelah putusan Pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap dikirimkan , tergugat tidak melaksanakan kewajibannya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9) huruf a, Keputusan TUN yang
disengketakan tidak mempunyai kekuatan hukum lagi;
Dalam hal tergugat ditetapkan harus melaksanakan kewajibannya sebagaimana
diatur dalam Pasal 97 ayat (9) huruf b dan huruf c dan kemudian setelah 3 (tiga)
bulan ternyata kewajiban tersebut tidak dilaksanakannya, penggugat mengajukan
permohonan kepada Ketua Pengadilan agar Pengadilan memerintahkan tergugat
melaksanakan putusan Pengadilan tersebut;
Dalam hal tergugat tidak bersedia melaksanakan putusan Pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap, terhadap pejabat ybs dikenakan upaya paksa
berupa pembayaran sejumlah uang paksa dan/atau sanksi administratif;
Pejabat yang tidak melaksanakan putusan Pengadilan sebagaimana dimaksud pd ayat
(4) diumumkan pada media massa cetak setempat oleh Panitera sejak tidak
terpenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

Penjelasan Pasal 116 UU No. 9 Tahun 2004 menjelaskan beberapa hal sbb:
Meskipun Putusan Pengadilan belum memperoleh kekuatan hukum tetap, para pihak
yang berperkara dapat memperoleh salinan putusan yang dibubuhi catatan Panitera
bahwa putusan tersebut belum memperoleh kekuatan hukum tetap;
Tenggang waktu 14 hari dihitung sejak saat putusan Pengadilan telah memperoleh
kekuatan hukum tetap;
Yang dimaksud dengan pejabat ybs dikenakan uang paksa dalam ketentuan ini adalah
pembebanan berupa pembayaran sejumlah uang yang ditetapkan oleh hakim karena
jabatannya yang dicantumkan dalam amar putusan pada saat memutuskan
mengabulkan gugatan penggugat.

Pasal 117 UU No. 5 Tahun 1986 mengatur mengenai eksekusi Keputusan PTUN
yang menyangkut sengketa kepegawaian dan berkaitan dengan permohonan
kompensasi dan ganti kerugian.

Isi Pasal 117 sbb:


Sepanjang mengenai kewajiban tergugat spt yang diatur dalam Pasal 97 ayat (11)
apabila tergugat tidak dapat atau tidak dapat dengan sempurna melaksanakan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap disebabkan oleh
berubahnya keadaan yg terjadi setelah putusan pengadilan dijatuhkan dan/atau
memperoleh kekuatan hukum tetap, ia wajib memberitahukan hal itu kepada Ketua
Pengadilan dan penggugat;

Dalam waktu 30 hari setelah menerima pemberitahuan sebagaimana dimaksud


dalam ayat (1) penggugat dapat mengajukan permohonan kpd Ketua Pengadilan agar
tergugat dibebani kewajiban membayar sejumlah uang atau kompensasi lain yang
diinginkannya;
Ketua Pengadilan setelah menerima permohonan penggugat memerintahkan
memanggil kedua belah pihak utk mengusahakan tercapainya persetujuan tentang
jumlah uang atau kompensasi lain yang harus dibebankan kepada tergugat;
23

Apabila tidak terdapat kata sepakat mengenai jumlah uang atau kompenasi tersebut,
Ketua Pengadilan dengan penetapan yang disertai pertimbangan yang cukup
menentukan jumlah uang atau kompensasi lain yang dimaksud;
Penetapan Ketua Pengadilan tersebut di atas dapat diajukan baik oleh penggugat
maupun tergugat kepada MA utk ditetapkan kembali;
Putusan MA wajib ditaati oleh kedua belah pihak.

MOTIVASI PEMERINTAH RI MEMBENTUK PTUN

Alasan Yuridis
Pasal 24 UUD 1945 mengatur mengenai kekuasaan kehakiman yang diatur
lebihlanjut dalam UU No. 24/2004 tentang Kekuasaan Kehakiman
Pasal 27 UUD 1945 menjamin kedudukan warga negara sama dihadapan hukum dan
pemerintahan

Alasan Teoritis
Menurut Frederich Julius Stahl bahwa kadar/bobot negara hukum (Rechtstaat)
sangat tergantung pada:
Perlindungan HAM terhadap warganegara
Pemisahan /pembagian kekuasaan negara untuk menjamin supremasi hukum
Adanya peradilan administrasi
Menurut A.V Dicey unsur-unsur Rule of Law terdiri atas:
Adanya supremasi hukum
Equality before the law (sehingga tidak perlu dibentuk peradilan khusus untuk
pejabat.badan TUN)
Perlindungan HAM

Pada negara hukum moderen (Welfare State) berdasarkan konverensi Komisi Hakim
Internasional ditentukan unsur-unsur dari Rule of Law terdiri dari :
Perlindungan konstitusional terhadp hak-hak individu dan cara-cara prosedural
memperoleh hak tersebut
Badan kehakiman yang bebas
Pemilu yang bebas
Kebebasan untuk menyatakan pendapat
Kebebasan untuk berserikat dan beroposisi
Pendidikan kewarganegaraan

Alasan Politis
Berkaitan dengan kebijakan pemerintah RI yang akan membentuk aparat pemerintah
yang bersih dan berwibawa (Clean and strong government)
Untuk menghilangkan anggapan anggota masyarakat bahwa pejabat pemerintah
kebal hukum

4. Alasan Praktis
Untuk melancarkan jalannya pembangunan nasional
Untuk mengamankan jalannya pembangunan nasional
TUJUAN PEMBENTUKAN PTUN

Menurut Prajudi Atmosudirdjo


Untuk mengembangkan dan memelihara administrasi negara yang tepat
menurut hukum (rechtmatig) atau tepat menurut UU (wetmatig) atau cepat secara
fungsional (efektif) dan berfungsi secara efisien.
24

2. Menurut Sjahran Basah


Untuk memberikan pengayoman hukum dan kepastian hukum , baik bagi rakyat
maupun bagi administrasi negara dalam arti terjaganya keseimbangan kepentingan
masyarakat dengan kepentingan individu.

3. Menurut S.F. Marbun


Tujuan pembentukan peradilan administrasi :
1. Tujuan preventif
Mencegah tindakan-tindakan badan/pejabat TUN yang melawan hukum dan
merugikan rakyat.
2. Tujuan Represif
Ditujukan terhadap tindakan-tindakan badan/pejabat TUN yang melawan
hukum dan merugikan rakyat perlu dan harus dijatuhi sanksi

3. Memberikan perlindungan hukum bagi warga dari tindakan badan/pejabat


TUN yang melawan hukum dan merugikan masyarakat.
4. Memberikan perlindungan hukum bagi badan/pejabat TUN sendiri yang bertindak
benar sesuai dengan peraturan per-uu-an yang berlaku serta melakukan kontrol
terhadap tindakan-tindakan badan/pejabat TUN baik secara preventif maupun
represif.

ASAS-ASAS KHUSUS PADA PERADILAN ADMINISTRASI NEGARA

Asas Ultra Petita


Asas hakim harus bersikap aktif dalam membimbing penggugat di dalam
menyempurnakan surat gugatan
2. Asas Erga Omnes
Putusan hakim peradilan administrasi akan menimbulkan konsekuensi
mengikat umum dan mengikat terhadap sengketa yang mengandung persamaan,
yang mungkin timbulpada masa yang akan datang.
3. Asas Litis Dominus
Asas hakim harus bersikap aktif di dalam proses persidangan termasuk
proses pembuktian
Asas Presumtio Justea Causa
Keputusan TUN yang disengketakan harus dianggap benar sampai dibuktikan di
pengadilan bahwa keputusan itu salah
Asas tidak mengenal gugat rekonvensi
Asas tidak adanya perdamaian dalam proses persidangan
Ada acara dismissal proses/pemeriksaan administratif
25

Gugatan dapat dilakukan via pos


Mengenal pemeriksaan perkara dengan acara cepat

Eksekusi otomatis
Karena yang akan dieksekusi adalah surat keputusan badan/pejabat TUN , maka
eksekusi terhadap putusan pengadilan TUN dilakukan secara otomatis oleh
badan/pejabat TUN yang kalah dipersidangan.
Tergugatnya adalah badan/pejabat TU N
Penggugatnya adalah orang atau badan hukum perdata
Obyek gugatannya adalah keputusan tata usaha negara ( Keputusan TUN)
Tenggang waktu mengajukan gugatan 90 hari sejak keputusan TUN diterima.

PENDAFTARAN PERKARA

Berperkara dengan biaya dan tanpa biaya


Prinsipnya untuk berperkara ke pengadilan TUN diperlukan biaya (Pasal 59 (1) UU
No.5/1986)

Setiap mendaftarkan gugatan penggugat diwajibkan membayar uang muka biaya


perkara/panjer biaya perkara yaitu biaya yang dibayarkan terlebih dahulu sebagai
uang panjer oleh pihak penggugat terhadap perkiraan biaya perkara yang diperlukan
dalam proses berperkara.

Yang termasuk biaya perkara yaitu :


Biaya kepaniteraan
Biaya meterai
Biaya saksi-saksi
Biaya ahli
Biaya alih bahasa
Biaya pemeriksaan di luar ruang sidang
Biaya-biaya lain yang diperlukan untuk kepentingan pemutusan sengketa atas
perintah hakim.

Setelah pemeriksaan perkara selesai maka uang muka biaya perkara akan
diperhitungkan kembali seluruhnya :
Jika penggugat dikalahkan dan masih ada kelebihan uang muka , maka kelebihan
akan dikembalikan dan bila kurang penggugat diwajibkan membayar kekurangan
tsb
Jika penggugat menang uang muka biaya perkara akan dikembalikan seluruhnya dan
biaya perkara dibebankan kepada tergugat
26

Prinsip pada Pasal 59 (1) UU No. 5/1986 dapat disimpangi yaitu seseorang dapat
berperkara secara cuma-cuma/tanpa biaya/prodeo (Pasal 60 (1) UU No.5/1986 dan
hal ini berlaku bagi mereka yang tidak mampu diukur dari penghasilan yang kecil,
sehingga tidak mampu membayar biaya perkara dan biaya pembelaan di pengadilan.

Untuk berperkara tanpa biaya pengggugat dapat mengajukan permohonan kepada


Ketua PTUN untuk berperkara secara cuma-cuma dengan disertai surat keterangan
tidak mampu dari Kepala Desa/Lurah setempat. Permohonan ini akan diperiksa dan
ditetapkan sebelum pokok sengketa diperiksa

Penetapan diambil dalam tingkat pertama dan terakhir, apabila permohonan


dikabulkan berperkara secara cuma-cuma berlaku juga ditingkat banding dan kasasi.

2. Pencatatan Perkara
Setelah penggugat membayar uang muka biaya perkara panitera pengadilan akan
mencatat perkara tsb dalam daftar perkara

Lalu penggugat akan menerima tanda bukti penerimaan yang berisi Nomor register
perkara serta jumlah uang muka biaya perkara yang dibayarkan

Bagi mereka yang berperkara secara cuma-cuma , gugatan baru dicatat dalam daftar
setelah adanya penetapan tentang pengabulan berperkara secara cuma-cuma

Biasanya pencatatan perkara yang memakai biaya dan yang tidak dipisahkan.

Вам также может понравиться