Вы находитесь на странице: 1из 15

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 4.1.1 Hasil Karakterisasi Simplisia Biji Pinang
Pengujian Hasil Persyaratan MMI
Kadar sari larut air 1,4% >18 %
Kadar sari larut etanol 1,2% > 9,7%

Tabel 4.1.2 Hasil Rendemen Ekstrak Biji Pinang


Simplisia Berat simplisia Berat ekstrak Rendemen %
Biji kedelai 500 gram 25,3601 gram 5,072%

Tabel 4.1.3 Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Kedelai


Golongan senyawa Hasil
Alkaloid -
Flavonoid +
Tanin +
Monoterpen dan sesquiterpen +
Steroid dan triterpenoid +
Kuinon +
Saponin +
Keterangan : (+) = Terdeteksi
(-) = Tidak terdeteksi

(a) (b) (c)


(d) (e) (f)

(g) (h)
Gambar 4.1.1 Kromatografi Lapis Tipis Satu Pengembang Pada UV 254
dan 366: (a) Aseton, (b) Metanol, (c) Eter, (d) Etil asetat, (e) N-heksan, (f)
Kloroform, (g) Toluen, (h) Butanol.

(a) (b)
(c) (d)

(e) (f)

(g) (h) (i) (j)


Gambar 4.1.2 Kromatografi Lapis Tipis Dua Pengembang Pada UV 254;
(a) Kloroform:Aseton (1:1 ; 3:7 ; 7:3), (b) N-heksan:Metanol (1:1 ; 3:7 ; 7:3), (c)
N-heksan:Eter (1:1 ; 3:7 ; 7:3), (d) N-heksan:Butanol (1:1 ; 3:7 ; 7:3), (e) N-
heksan:Etil asetat (1:1 ; 3:7 ; 7:3), (f) N-heksan:Aseton (1:1 ; 3:7 ; 7:3), (g)
Percobaan ke-2 dengan pengembang N-heksan:Butanol (1:1 ; 3:7 ; 7:3), (h)
Percobaan ke-2 dengan pengembang Kloroform:Aseton (1:1), (i) Percobaan ke-2
dengan pengembang N-heksan:Metanol (1:1), (j) Percobaan ke-3 dengan
pengembang N-heksan:Butanol (1:1)

(a) (b)

(b) (d)

(e) (f)
(g)
Gambar 4.1.3 Kromatografi Lapis Tipis Tiga Pengembang Pada UV 254;
(a) N-heksan:Aseton:Air (1:1:1 ; 3:7:1 ; 7:3:1), (b) N-heksan:Etil asetat:Air
(1:1:1 ; 3:7:1 ; 7:3:1), (c) N-heksan:Metanol:Air (1:1:1 ; 3:7:1 ; 7:3:1), (d)
Kloroform:Metanol:Air (1:1:1 ; 3:7:1 ; 7:3:1), (e) N-heksan:Butanol:Air (1:1:1 ;
3:7:1 ; 7:3:1), (f) Percobaan ke-2 dengan pengembang N-heksan:Aseton:Air
(1:1:1 ; 3:7:1), (g) Percobaan ke-2 dengan pengembang Kloroform:Metanol:Air
(1:1:1 ; 3:7:1)

Tabel 4.1.4 Kromatografi Cair Vakum (Pelarut N-heksan:Etil asetat)


Perbandingan Berat awal (gram) Berat akhir (gram) Rendemen (%)
20:0 96,9269 37,3140 3,871
18:2 97,0163 97,3856 3,693
16:4 93,5929 93,9727 3,798
14:6 106,3266 106,8228 4,962
12:8 97,6591 98,3315 6,724
10:10 108,8595 109,5153 6,558
8:12 97,5831 97,9491 3,66
6:14 108,0632 108,5435 4,803
4:16 96,8979 97,4047 5,068
2:18 106,6548 106,9869 3,321
0:20 107,3481 107,9397 5,916

Tabel 4.1.5 Hasil Kromatografi Cair Vakum (Pelarut Etil asetat:Metanol)


Perbandingan Berat awal (gram) Berat akhir (gram) Rendemen (%)
100:0 112,3036 112,8569 5,533
90:10 96,2091 96,5641 3,55
80:20 101,1245 101,4095 2,85
70:30 104,7552 105,7713 10,161
60:40 96,1352 96,5194 3,842
50:50 98,4899 98,6673 1,774
40:60 105,6098 107,7405 21,307
30:70 104,1296 106,9282 27,986
20:80 97,6023 98,6331 10,308
10:90 104,7112 106,0523 13,411
0:100 107,3426 108,8666 15,24

(a)

(b)
Gambar 4.1.4 Kromatografi Lapis Tipis Terhadap Seluruh Fraksi KCV
Pada UV 254 nm dan 366 nm: (a) N-heksana:Aseton:Air (3:7:1), (b)
Kloroform:Metanol:Air (3:7:1).
Gambar 4.1.5 Kromatografi Lapis Tipis Terhadap Tiga Fraksi KCV
Dengan Pengembang N-heksana:Aseton:Air (3:7:1) pada fraksi 100:0 ; 90:10 ;
80:20 dibawah lampu UV 254 dan 366 nm.
Tabel 4.1.6 Hasil Rendemen Subfraksinasi (Kromatografi Kolom)
Berat Vial Kosong Berat Vial + Fraksi
Vial ke- Rendemen (%)
(gram) (gram)
1 14,4697 14,5997 381,23
2 14,4357 14,5560 352,78
3 14,2903 14,4410 441,93
4 12,4368 12,5713 101,17
5 13,9134 13,9376 70,96
6 11,9051 11,9341 85,04
7 14,1525 14,1633 31,67
8 14,4349 14,4798 133,43
9 13,3099 13,3387 84,45
10 11,7492 11,7905 121,11
11 14,2135 14,2565 126,09
12 14,3202 14,4032 243,40
13 11,9703 12,0113 120,23
14 13,7170 13,7739 116,86
15 11,7337 11,7800 135,77
16 12,7317 12,7793 139,58
17 11,8427 11,9408 287,68
18 12,6217 12,6724 148,68
19 11,7344 11,8519 344,57
20 13,9704 14,0227 153,37
21 14,3852 14,4320 137,24
22 14,0655 14,1694 304,69
23 14,4084 14,5346 370,08
24 11,8925 11,9327 117,88
25 11,6987 11,7932 227,12
26 11,3139 11,3380 70,67
27 12,2096 12,2479 112,31
28 15,0596 15,0869 80,05
29 12,3373 12,3870 145,47
30 11,7976 11,8394 122,58
(a) (b)
Gambar 4.1.6 Kromatografi Lapis Tipis Terhadap Seluruh Subfraksi
Kromatografi Kolom Dengan Pengembang N-heksana:aseton:air (3:7:1) pada
lampu UV 254 nm. (a) pada fraksi 1-15, (b) pada fraksi 16-30.

(a) (b)

(c) (d) (e) (f)


(g) (h)
Gambar 4.1.7 Kromatografi Lapis Tipis Terhadap Tiga Subfraksi
Kromatografi Kolom di UV 254; (a) N-heksan:Aseton:Air (3:7:1; 5:5:1; 6:4:1;
7:3:1), (b) N-Heksan:Aseton:Air (3:7:1 + 1 tetes asam asetat), (c) N-heksan:Etil
asetat:Air (3:7:1), (d) N-heksan:Etilasetat:Air (3:7:1) yang telah disemprot dengan
penampak bercak FeCl3, (e) Metanol:Aseton:Air (3:7:1), (f) Metanol:Aseton:Air
(3:7:1) yang telah disemprot dengan penampak bercak FeCl3, (g) Percobaan ke-2
dengan pengembang Metanol:Aseton:Air (3:7:1), (h) Percobaan ke-2 dengan
pengembang Metanol:Aseton:Air (3:7:1) yang telah disemprot dengan penampak
bercak FeCl3.

(a) (b) (c) (d)

(e)
Gambar 4.1.8 Kromatografi Lapis Tipis Dengan Berbagai Eluen Tiga
Pengembang Pada UV 254; (a) Metanol:Aseton:Air (2:7:1 ; 2:8:1 ; 4:6:1), (b)
Kloroform:Aseton:Air (3:7:1), (c) Kloroform:Etil Asetat:Air (3:7:1), (d) N-
heksan:Aseton:Air (3:7:1), (e) Kloroform:Etil Asetat:Metanol (1:1:1)

4.2 Pembahasan
Pada penelitian ini dilakukan suatu isolasi senyawa katekin dalam
simplisia biji pinang (Areca catechu L). Tujuannya yaitu untuk mengetahui kadar
atau banyaknya senyawa katekin di dalam biji pinang. Pada penelitian ini terlebih
dahulu dilakukan karakterisasi simplisia untuk mengetahui simplisia yang
digunakan memenuhi persyaratan dan dilanjutkan dengan skrinning fitokimia
untuk mengetahui ada tidaknya keberadaan katekin dan senyawa lain yang
terdapat dalam biji pinang.
Simplisia sebagai suatu bahan yang akan mengalami proses lanjutan atau
langsung dikonsumsi harus memiliki standarisasi. Hal ini penting sebagai acuan
segala sesuatu mengenai cara penggunaan simplisia, karena simplisia yang berasal
dari bahan alam biasanya memiliki keragaman, terutama dalam kandungan zat
aktifnya sehingga diperoleh mutu dan kualitas yang sama serta standar
penggunaan simplisia sangat diperlukan.
Untuk pengujian karakterisasi simplisia dilakukan uji kadar sari larut air
dan kadar sari larut etanol. Uji kadar sari larut air dan etanol merupakan pengujian
untuk penetapan jumlah kandungan senyawa yang dapat terlarut dalam air (kadar
sari larut air) dan kandungan senyawa yang dapat terlarut dalam etanol (kadar sari
larut etanol). Metode penentuan kadar sari digunakan untuk menentukan jumlah
senyawa aktif yang terekstraksi atau terlarut dalam pelarut tertentu dari sejumlah
simplisia. Penentuan kadar sari juga dilakukan untuk melihat hasil dari ekstraksi,
sehingga dapat terlihat pelarut yang cocok untuk dapat mengekstraksi senyawa
tertentu. Pada penentuan kadar sari larut air dan etanol, simplisia dikocok selama
6 jam pertama dan kemudian didiamkan selama 18 jam hal ini bertujuan agar
senyawa yang ada pada simplisia dapat tertarik oleh pelarut tersebut.
Ketika penentuan kadar sari larut air, simplisia ditambahkan kloroform
terlebih dahulu, penambahan kloroform tersebut bertujuan sebagai zat antimikroba
atau sebagai pengawet. Karena apabila hanya air saja maka akan ditumbuhi
mikroba karena air merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroba
sehingga dapat menurunkan mutu dan kualitas dari simplisia tersebut. Sementara
pada penentuan kadar sari larut etanol tidak ditambahkan kloroform, karena etanol
sudah memiliki sifat antibakteri jadi tidak perlu ditambahkan kloroform.
Dari percobaan yang telah dilakukan didapatkan hasil kadar sari larut air
dari biji pinang yaitu 1,4% dan 1,2% untuk kadar sari larut etanol. Kadar sari larut
etanol yang didapat lebih kecil dibandingkan dengan kadar sari larut air. Hal ini
dikarenakan kemungkinan pengocokan yang kurang maksimal pada kadar sari
larut etanol sehingga hasilnya lebih kecil dari kadar sari larut air. Data kadar sari
dalam pelarut tertentu biasanya diperlukan untuk menentukan pelarut yang akan
digunakan untuk mengekstraksi senyawa tertentu agar senyawa yang diperoleh
lebih banyak tertarik dari simplisia yang akan diekstrak.
Kemudian dilakukan penapisan fitokimia atau skrinning fitokimia.
Penapisan fitokimia dilakukan terhadap serbuk simplisia untuk mengetahui
kandungan metabolit sekunder yang terkandung di simplisia tersebut. Pengujian
ini merupakan pengujian pendahuluan yang biasa dilakukan sebelum dilakukan
pengujian- pengujian lanjutan. Adanya pengetahuan mengenai kandungan
senyawa metabolit sekunder yang terkandung didalam simplisia, akan
memudahkan dalam identifikasi kemungkinan aktivitas dari simplisia yang
digunakan. Pengujian skrinning fitokimia dilakukan terhadap simplisia biji
pinang.
Hasil dari penapisan fitokimia dari biji pinang (Areca catechu L)
menghasilkan postif pada uji identifikasi flavonoid, steroid dan triterpenoid,
seskuiterpen dan monoterpen, tannin, kuinon, dan saponin. Sedangkan untuk
alkaloid hasilnya negatif. Diketahui bahwa dari biji pinang mengandung
flavonoid. Perbedaan kandungan suatu senyawa simplisia meliputi jenis maupun
kadarnya. Pada penapisan fitokimia flavonoid, perubahan warna yang terjadi
menunjukkan warna kuning kemerahan. Pada uji identifikasi flavonoid,
penambahan amil alkohol untuk menarik aglikon dari senyawa flavonoid, dimana
sebelumnya flavonoid dihidrolisa dengan HCl menjadi glikon dan aglikon.
Penambahan serbuk Mg dan HCl pekat untuk mereduksi agar ikatan gula pecah
sehingga mudah ditarik oleh amil alkohol.
Selanjutnya dilakukan ekstraksi dari simplisia biji pinang dengan cara
dingin yaitu maserasi dimana pelarut yang digunakan adalah etanol 96% sebanyak
1,5 L. Proses maserasi dilakukan selama 3x24 jam dimana pelarut diganti tiap 24
jam dan dikocok yang bertujuan agar metabolit sekunder yang terdapat dalam biji
pinang tidak rusak dan agar terjadi kontak langsung antara pelarut dengan
simplisia. Proses ini sangat menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam
karena dengan perendaman simplisia akan terjadi pemecahan dinding dan
membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel, sehingga
metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik
dan ekstraksi senyawa akan sempurna karena dapat diarur lama perendaman yang
dilakukan. Pemilihan pelarut untuk proses maserasi akan memberikan efektivitas
yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam dalam pelarut
tersebut. Digunakannya etanol sebagai pelarut dikarenakan etanol merupakan
pelarut universal yang memungkinkan dapat menarik senyawa-senyawa yang
terdapat dalam simplisia biji pinang tersebut. Setelah dimaserasi, ekstrak etanol
yang diperoleh kemudian diuapkan dan dihitung rendemennya dimana rendemen
yang diperoleh yaitu 5,072%. Hasil dari rendemen tersebut cukup kecil yang
menunjukkan kemungkinan tidak banyak metabolit sekunder yang tertarik karena
makin besar rendemen maka metabolit sekunder yang tertarik semakin banyak
dan sebaliknya.
Kemudian dilakukan pemantauan keberadaan metabolit sekunder dengan
metode Kromatografi Lapis Tipis. Selain untuk memantau atau mengidentifiasi
ada tidaknya metabolit sekunder (flavonoid) juga untuk mencari pelarut yang
digunakan dalam isolasi selanjutnya. KLT ini dilakukan dengan ditotolkannya
ekstrak kental etanol 96% yang didapat dari maserasi yang sebelumnya ekstrak
kental etanol tersebut dilarutkan terlebih dahulu dengan kurang lebih 5 ml
metanol. Fase diam yang digunakan adalah plat silika sedangkan fase gerak yang
digunakan mula-mula eluen satu pengembang kemudian dilanjutkan eluen dua
pengembang dan eluen tiga pengembang. Untuk eluen satu pengembang antara
lain adalah n-heksan, toluen, eter, kloroform, etil asetat, metanol, butanol, dan
aseton. Kemudian eluen dua pengembang yang digunakan yaitu kloroform :
aseton, n-heksana : methanol, n-heksana : etil asetat, n-heksana : butanol, n-
heksana : aseton , dengan masing-masing perbandingan 3:7, 7:3, 1:1. Dan yang
terakhir eluen tiga pengembang yang digunakan yaitu n-heksana : aseton : air, n-
heksana : etil asetat : air, n-heksana : metanol : air, kloroform : methanol : air, dan
n-heksana : butanol : air dengan masing-masing perbandingan 3:7:1, 7:3:1, dan
1:1:1. Pemilihan pengembang ini berdasarkan tingkat kepolarannya untuk
menyeleksi pengembang mana yang cocok dalam menarik senyawa yang
diinginkan pada ekstrak. Hasil dari KLT satu pengembang, dua pengembang, dan
tiga pengembang dapat dilihat pada gambar 4.1.1, 4.1.2, 4.1.3. Dari berbagai hasil
pengembangan KLT didapatkan spot noda yang kurang baik dimana hasilnya
terdapat tailing atau berekor pada spot. Adanya ekor atau tailing pada spot dapat
disebabkan karena penotolan sampel yang terlalu banyak. Selain itu tailing juga
dapat disebabkan oleh afinitas zat pada bahan penyerap yang lebih besar
dibandingkan dengan kemampuan fase gerak untuk membawa zat-zat tersebut
sehingga banyak bagian dari zat tersebut yang akan tertinggal di fase diam.
Namun, umumnya tailing dapat diatasi dengan cara melarutkan kembali sampel
ekstrak dengan asam atau dengan melaukan elusi secara bertahap dengan fase
gerak yang semakin polar (Sudarmadji, 2007).
Ekstrak kental yang telah diperoleh kemudian difraksinasi menggunakan
metode Kromatografi Cair Vakum (KCV) untuk memisahkan ekstrak kasar yang
mengandung senyawa metabolit sekunder menjadi fraksi-fraksi yang lebih
sederhana dengan menggunakan silika gel 60H sebagai adsorben. Pemisahan ini
memanfaatkan kolom yang berisi fasa diam dan aliran fasa geraknya dibantu
dengan pompa vakum untuk memudahkan penarikan sehingga proses berlangsung
cepat. Fraksinasi dilakukan untuk memisahkan kandungan metabolit sekunder
berdasarkan sifat kepolarannya. Sebelum mengelusi sampel, dilakukan preparasi
kolom terlebih dahulu dengan melarutkan silika gel 60H menggunakan n-heksana
diaduk secara cepat. Hal ini merupakan salah satu langkah mengaktifkan silika gel
yang sebelumnya belum aktif. Kemudian silika langsung dituangkan kedalam
kolom kemudian dihisap pelarutnya dengan mesin vakum. N-heksana terus
ditambahkan seiring dengan penghisapannya hingga kolom memadat. Proses
penyiapan kolom yang dilakukan ini disebut dengan metode basah. Pada saat
silika gel dicampurkan dengan n-heksana terlihat bahwa kedua senyawa ini tidak
bercampur, hal ini dikarenakan n-heksana dan silika gel berbeda kepolarannya,
yaitu n-heksana merupakan non polar dan silika gel polar. Adapun KVC ini
merupakan pemisahan fraksi berdasarkan pelarutnya. Agar fraksi tertentu turun,
maka harus ditingkatkan kepolarannya dari non polar, semi polar sampai polar,
hal ini dikarenakan di dalam sampel itu terdapat senyawa yang berbeda
kepolarannya. Untuk meningkatkan kepolaran pelarut dilakukan perbandingan
campuran pelarut, pada mulanya pelarut non polar dicampur dengan pelarut semi
polar dengan perbandingan tertentu, dan sampai nanti pelarut semipolar dicampur
dengan pelarut polar dengan perbandingan tertentu. Sehubungan dengan hasil
KLT, eluen yang digunakan pada KCV ini adalah n-heksana : etil asetat dan etil
asetat : metanol dengan elusi gradien.
Sampel atau fraksi yang turun sesuai dengan kepolaran pelarut yang
digunakan. Bila pelarut yang digunakan adalah n-heksana (non polar) maka fraksi
yang akan turun adalah senyawa non polar, sedangkan senyawa polar tidak turun
karena tidak larut dengan pelarut n-heksana. Dari hasil KCV, ada 11 fraksi yang
ditampung dalam botol 100 ml untuk masing-masing pelarut yang digunakan.
Fraksi-fraksi tersebut kemudian diuapkan dan dilarutkan dengan metanol yang
kemudian dilakukan kembali KLT dengan menggunakan eluen 3 pengembang
dimana eluen yang dipilih adalah n-heksana : aseton : air dengan perbandingan
3:7:1 karena eluen dengan perbandingan tersebut menghasilkan spot yang lebih
baik dari eluen yang lain. KLT 3 pengembang ini mencakup pada kepolaran eluen
yang akan digunakan dari non polar, semi polar dan polar sehingga akan diketahui
kemurnian dari isolat tersebut. Jika kemurniannya rendah nantinya akan ada
senyawa lain yang akan naik atau terbawa oleh fase gerak dari masing-masing
fase gerak tersebut.
Dari 22 fraksi hasil KCV dipilih fraksi dengan perbandingan 90:10 untuk
subfraksinasi dengan cara kromatografi kolom gravitasi menggunakan eluen etil
asetat : metanol (90:10). Fraksi ditampung tiap 5 ml dalam vial kecil sebanyak 30
vial. Setelah dilakukan KLT kembali, dari 30 vial tersebut dipilih fraksi nomor 3,
4, dan 5 karena hasil KLT untuk ketiga fraksi tersebut menunjukkan adanya spot
walaupun spot yang diperoleh tidak terlalu bagus. Selanjutnya ketiga fraksi
tersebut di KLT terus menerus dengan 3 pengembang sampai diperoleh
pemisahan yang diinginkan dimana harus terbentuk spot tunggal tanpa adanya
tailing. Namun, setelah dilakukan KLT dengan mencoba berbagai eluen 3
pengembang dan berbagai perbandingan hasil yang diperoleh tidak menunjukkan
adanya spot tunggal justru terdapat beberapa hasil yang semakin buruk dengan
adanya tailing disetiap spot. Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan dalam
fraksi tersebut masih banyak pengotor sehingga harus dilakukan pemisahan
lanjutan. Tetapi, karena keterbatasan waktu proses isolasi senyawa katekin ini
hanya dilakukan sampai KLT dan tidak dapat dilanjutkan sehingga belum
diperoleh katekin murni.

Вам также может понравиться

  • Pembahasan KLT Sampe Evaluasi Salep
    Pembahasan KLT Sampe Evaluasi Salep
    Документ3 страницы
    Pembahasan KLT Sampe Evaluasi Salep
    Yenni Septiani
    Оценок пока нет
  • Laporan Emulsi
    Laporan Emulsi
    Документ22 страницы
    Laporan Emulsi
    Yenni Septiani
    Оценок пока нет
  • LAPORAN Fixxx
    LAPORAN Fixxx
    Документ6 страниц
    LAPORAN Fixxx
    Yenni Septiani
    Оценок пока нет
  • OVULIN
    OVULIN
    Документ1 страница
    OVULIN
    Yenni Septiani
    Оценок пока нет
  • Laporan Emulsi
    Laporan Emulsi
    Документ22 страницы
    Laporan Emulsi
    Yenni Septiani
    Оценок пока нет
  • Rangkuman Tba Praktikum-1
    Rangkuman Tba Praktikum-1
    Документ2 страницы
    Rangkuman Tba Praktikum-1
    Yenni Septiani
    Оценок пока нет
  • Tugas 3 Larutan
    Tugas 3 Larutan
    Документ6 страниц
    Tugas 3 Larutan
    Yenni Septiani
    Оценок пока нет
  • Teori Laporan Semsol Mbroxol
    Teori Laporan Semsol Mbroxol
    Документ25 страниц
    Teori Laporan Semsol Mbroxol
    Yenni Septiani
    100% (1)
  • Kata Pengantar DLL
    Kata Pengantar DLL
    Документ4 страницы
    Kata Pengantar DLL
    Yenni Septiani
    Оценок пока нет
  • Bab IV Hasil Dan Pembahasan
    Bab IV Hasil Dan Pembahasan
    Документ15 страниц
    Bab IV Hasil Dan Pembahasan
    Yenni Septiani
    Оценок пока нет
  • Bab IV Hasil Dan Pembahasan
    Bab IV Hasil Dan Pembahasan
    Документ36 страниц
    Bab IV Hasil Dan Pembahasan
    Yenni Septiani
    Оценок пока нет
  • Bab IV Hasil Dan Pembahasan
    Bab IV Hasil Dan Pembahasan
    Документ36 страниц
    Bab IV Hasil Dan Pembahasan
    Yenni Septiani
    Оценок пока нет
  • LAPORAN Fixxx
    LAPORAN Fixxx
    Документ36 страниц
    LAPORAN Fixxx
    Yenni Septiani
    Оценок пока нет
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Документ2 страницы
    Daftar Isi
    Yenni Septiani
    Оценок пока нет
  • Format Hasil Farmasi Analisis
    Format Hasil Farmasi Analisis
    Документ3 страницы
    Format Hasil Farmasi Analisis
    Yenni Septiani
    Оценок пока нет
  • Bab IV Hasil Dan Pembahasan
    Bab IV Hasil Dan Pembahasan
    Документ15 страниц
    Bab IV Hasil Dan Pembahasan
    Yenni Septiani
    Оценок пока нет
  • LAPORAN Kuantitatif Mgso4
    LAPORAN Kuantitatif Mgso4
    Документ8 страниц
    LAPORAN Kuantitatif Mgso4
    Yenni Septiani
    Оценок пока нет
  • Format Hasil Farmasi Analisis
    Format Hasil Farmasi Analisis
    Документ3 страницы
    Format Hasil Farmasi Analisis
    Yenni Septiani
    Оценок пока нет
  • Identifikasi Obat
    Identifikasi Obat
    Документ2 страницы
    Identifikasi Obat
    Yenni Septiani
    Оценок пока нет
  • Identifikasi Obat
    Identifikasi Obat
    Документ1 страница
    Identifikasi Obat
    Yenni Septiani
    Оценок пока нет
  • Makalah Kompleksometri MgSO4
    Makalah Kompleksometri MgSO4
    Документ12 страниц
    Makalah Kompleksometri MgSO4
    Dewi nopiyanti
    100% (2)
  • Pemba Has An
    Pemba Has An
    Документ1 страница
    Pemba Has An
    Yenni Septiani
    Оценок пока нет
  • Identifikasi Obat
    Identifikasi Obat
    Документ16 страниц
    Identifikasi Obat
    WimalaPermatasari
    100% (1)
  • Pembahasan Serbuk
    Pembahasan Serbuk
    Документ1 страница
    Pembahasan Serbuk
    Yenni Septiani
    Оценок пока нет
  • Identifikasi Obat
    Identifikasi Obat
    Документ16 страниц
    Identifikasi Obat
    WimalaPermatasari
    100% (1)
  • Pembahasan Serbuk
    Pembahasan Serbuk
    Документ1 страница
    Pembahasan Serbuk
    Yenni Septiani
    Оценок пока нет
  • Identifikasi Obat
    Identifikasi Obat
    Документ16 страниц
    Identifikasi Obat
    WimalaPermatasari
    100% (1)
  • Identifikasi Obat
    Identifikasi Obat
    Документ2 страницы
    Identifikasi Obat
    Yenni Septiani
    Оценок пока нет
  • Kelompok 5
    Kelompok 5
    Документ10 страниц
    Kelompok 5
    Yenni Septiani
    Оценок пока нет