Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
c. Atrium Kiri
Atrium kiri menerima darah dari yang sudah dioksigenasi dari paru – paru
melalui keempat vena pulmonalis. Antara vena pulmonalis dan atrium kiri
tidak ada katup sejati. Karena itu, perubahan tekanan dalam atrium kiri
mudah sekali membalik retrograd ke dalam pembuluh paru – paru.
Peningkatan tekanan atrium kiri berdinding tipis dan bertekanan rendah.
Darah mengalir dari atrium kiri ke dalam ventrikel kiri melalui katup mitralis.
d. Ventrikel Kiri
Ventrikel kiri harus menghasilkan tekanan yang cukup tinggi untuk
mengatasi tahanan sirkulasi sistemik, dan mempertahankan aliran darah ke
jaringan – jaringan perifer.
Pada kontraksi, tekanan ventrikel kiri meningkat sekitar lima kali lebih
tinggi daripada tekanan ventrikel kanan; bila ada hubungan abnormal antara
kedua ventrikel maka darah akan mengalir dari kiri ke kanan melalui robekan
tersebut. Akibatnya jumlah jumlah aliran darah dari ventrikel kiri melalui
katup aorta ke dalam aorta akan berkurang.
2.1.1 Vaskularisasi jantung
Arteria coronaria dextra berasal dari sinus anterior aorta dan berjalan ke
depan di antara trunkus pulmonalis dan auricula dextra. Arteri ini berjalan
turun hampir ventrikel di dalam sulcus atrio-ventrikulare dextra. Cabang–
cabangnya
3
1. Ramus coni arteriosis, mendarahi facies anterior conus pulmonalis
(infundibulum ventrikulare dexter) dan bagian atas dinding anterrior
ventrikulare dexter.
4
ke sulkus interventrikular posterior darn beranastosis dengan cabang –
cabang terminal arteria coronaria dextra
2. Ramus circumflexus, pembuluh ini melingkari pinggir kiri jantung di
dalam sulkus atrioventrikular. Ramus marginalis merupakan cabang yang
terbesar mendarahi batas kiri ventrikule sinistra dan turun sampai apeks
kordis.
5
1. Ruptur Plak
Penyebab paling sering SKA adalah penurunan perfusi miokard oleh karena
penyempitan arteri koroner sebagai akibat dari trombus yang ada pada plak
aterosklerosis yang robek/pecah dan biasanya tidak sampai menyumbat.
Mikroemboli (emboli kecil) dari agregasi trombosit beserta komponennya dari
plak yang ruptur, yang mengakibatkan infark kecil di distal, merupakan
penyebab keluarnya petanda kerusakan miokard pada banyak pasien.
2. Obstruksi dinamik
Penyebab yang agak jarang adalah obstruksi dinamik, yang mungkin
diakibatkan oleh spasme fokal yang terus menerus pada segmen arteri koroner
epikardium (angina prinzmetal). Spasme ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas
otot polos pembuluh darah dan/atau akibat disfungsi endotel. Obstruksi dinamik
koroner dapat juga diakibatkan oleh konstriksi abnormal pada pembuluh darah
yang lebih kecil.
3. Obstruksi mekanik yang progresif
Penyebab ke tiga SKA adalah penyempitan yang hebat namun bukan karena
spasme atau trombus. Hal ini terjadi pada sejumlah pasien dengan aterosklerosis
progresif atau dengan stenosis ulang setelah intervensi koroner perkutan (PCI).
4. Inflamasi dan/atau infeksi
Penyebab ke empat adalah inflamasi, disebabkan oleh/yang berhubungan
dengan infeksi, yang mungkin menyebabkan penyempitan arteri, destabilisasi
plak, ruptur dan trombogenesis. Makrofag dan limfosit-T di dinding plak
meningkatkan ekspresi enzim seperti metaloproteinase, yang dapat
mengakibatkan penipisan dan ruptur plak, sehingga selanjutnya dapat
mengakibatkan SKA.
5. Faktor atau keadaan pencetus
Penyebab ke lima adalah SKA yang merupakan akibat sekunder dari kondisi
pencetus diluar arteri koroner. Pada pasien ini ada penyebab berupa
penyempitan arteri koroner yang mengakibatkan terbatasnya perfusi miokard,
6
dan mereka biasanya menderita angina stabil yang kronik. SKA jenis ini antara
lain karena :
o Peningkatan kebutuhan oksigen miokard, seperti demam, takikardi dan
tirotoksikosis
o Berkurangnya aliran darah koroner
o Berkurangnya pasokan oksigen miokard, seperti pada anemia dan
hipoksemia.
Kelima penyebab SKA di atas tidak sepenuhnya berdiri sendiri dan banyak
terjadi tumpang tindih. Dengan kata lain tiap penderita mempunyai lebih dari
satu penyebab dan saling terkait.
2.2.3 Patogenesis 3-7
SKA merupakan salah satu bentuk manifestasi klinis dari PJK akibat utama
dari proses aterotrombosis selain stroke iskemik serta peripheral arterial disease
(PAD). Aterotrombosis merupakan suatu penyakit kronik dengan proses yang sangat
komplek dan multifaktor serta saling terkait. Aterotrombosis terdiri dari
aterosklerosis dan trombosis. Aterosklerosis merupakan proses pembentukan plak
(plak aterosklerotik) akibat akumulasi beberapa bahan seperti lipid-filled
macrophages (foam cells), massive extracellular lipid dan plak fibrous yang
mengandung sel otot polos dan kolagen. Perkembangan terkini menjelaskan
aterosklerosis adalah suatu proses inflamasi/infeksi, dimana awalnya ditandai dengan
adanya kelainan dini pada lapisan endotel, pembentukan sel busa dan fatty streks,
pembentukan fibrous cups dan lesi lebih lanjut, dan proses pecahnya plak
aterosklerotik yang tidak stabil.
Banyak sekali penelitian yang membuktikan bahwa inflamasi memegang
peranan penting dalam proses terjadinya aterosklerosis. Pada penyakit jantung
koroner inflamasi dimulai dari pembentukan awal plak hingga terjadinya
ketidakstabilan plak yang akhirnya mengakibatkan terjadinya ruptur plak dan
trombosis pada SKA. Perjalanan proses aterosklerosis (initiation, progression dan
complication pada plak aterosklerotik), secara bertahap berjalan dari sejak usia muda
bahkan dikatakan juga sejak usia anak-anak sudah terbentuk bercak-bercak garis
7
lemak (fatty streaks) pada permukaan lapis dalam pembuluh darah, dan lambat-laun
pada usia tua dapat berkembang menjadi bercak sklerosis (plak atau kerak pada
pembuluh darah) sehingga terjadinya penyempitan dan/atau penyumbatan pembuluh
darah. Kalau plak tadi pecah, robek atau terjadi perdarahan subendotel, mulailah
proses trombogenik, yang menyumbat sebagian atau keseluruhan suatu pembuluh
koroner. Pada saat inilah muncul berbagai presentasi klinik seperti angina atau infark
miokard. Proses aterosklerosis ini dapat stabil, tetapi dapat juga tidak stabil atau
progresif. Konsekuensi yang dapat menyebabkan kematian adalah proses
aterosklerosis yang bersifat tidak stabil /progresif yang dikenal juga dengan SKA.
Sedangkan trombosis merupakan proses pembentukan atau adanya darah
beku yang terdapat di dalam pembuluh darah atau kavitas jantung. Ada dua macam
trombosis, yaitu trombosis arterial (trombus putih) yang ditemukan pada arteri,
dimana pada trombus tersebut ditemukan lebih banyak platelet, dan trombosis vena
(trombus merah) yang ditemukan pada pembuluh darah vena dan mengandung lebih
banyak sel darah merah dan lebih sedikit platelet. Komponen-komponen yang
berperan dalam proses trombosis adalah dinding pembuluh darah, aliran darah dan
darah sendiri yang mencakup platelet, sistem koagulasi, sistem fibrinolitik, dan
antikoagulan alamiah.
Patogenesis terkini SKA menjelaskan, SKA disebabkan oleh obstruksi dan
oklusi trombotik pembuluh darah koroner, yang disebabkan oleh plak aterosklerosis
yang vulnerable mengalami erosi, fisur, atau ruptur. Penyebab utama SKA yang
dipicu oleh erosi, fisur, atau rupturnya plak aterosklerotik adalah karena terdapatnya
kondisi plak aterosklerotik yang tidak stabil (vulnerable atherosclerotic plaques)
dengan karakteristik; lipid core besar, fibrous cups tipis, dan bahu plak (shoulder
region of the plague) penuh dengan aktivitas sel-sel inflamasi seperti sel limfosit T
dan lain-lain. (Gambar 2.2.) Tebalnya plak yang dapat dilihat dengan persentase
penyempitan pembuluh koroner pada pemeriksaan angiografi koroner tidak berarti
apa-apa selama plak tersebut dalam keadaan stabil. Dengan kata lain, risiko
terjadinya ruptur pada plak aterosklerosis bukan ditentukan oleh besarnya plak
(derajat penyempitan) tetapi oleh kerentanan (vulnerability) plak.
8
Erosi, fisur, atau ruptur plak aterosklerosis (yang sudah ada dalam dinding
arteri koronaria) mengeluarkan zat vasoaktif (kolagen, inti lipid, makrofag dan tissue
factor) ke dalam aliran darah, merangsang agregasi dan adhesi trombosit serta
pembentukan fibrin, membentuk trombus atau proses trombosis. Trombus yang
terbentuk dapat menyebabkan oklusi koroner total atau subtotal. Oklusi koroner berat
yang terjadi akibat erosi atau ruptur pada plak aterosklerosis yang relatif kecil akan
menyebabkan angina pektoris tidak stabil dan tidak sampai menimbulkan kematian
jaringan. Trombus biasanya transien/labil dan menyebabkan oklusi sementara yang
berlangsung antara 10–20 menit.
Bila oklusi menyebabkan kematian jaringan tetapi dapat diatasi oleh kolateral
atau lisis trombus yang cepat (spontan atau oleh tindakan trombolisis) maka akan
timbul NSTEMI (tidak merusak seluruh lapisan miokard). Trombus yang terjadi
lebih persisten dan berlangsung sampai lebih dari 1 jam. Bila oklusi menetap dan
tidak dikompesasi oleh kolateral maka keseluruhan lapisan miokard mengalami
nekrosis dikenal dengan STEMI. Trombus yang terbentuk bersifat fixed dan persisten
yang menyebabkan perfusi miokard terhenti secara tiba-tiba yang berlangsung lebih
dari 1 jam dan menyebabkan nekrosis miokard transmural.
9
Sekarang semakin diyakini dan lebih jelas bahwa trombosis adalah sebagai
dasar mekanisme terjadinya SKA, trombosis pada pembuluh koroner terutama
disebabkan oleh pecahnya vulnerable plak aterosklerotik akibat fibrous cups yang
tadinya bersifat protektif menjadi tipis, retak dan pecah. Fibrous cups bukan
merupakan lapisan yang statik, tetapi selalu mengalami remodeling akibat aktivitas-
aktivitas metabolik, disfungsi endotel, peran sel-sel inflamasi, gangguan matriks
ekstraselular atau extra-cellular matrix (ECM) akibat aktivitas matrix metallo
proteinases (MMPs) yang menghambat pembentukan kolagen dan aktivitas
inflammatory cytokines. Perkembangan terkini menjelaskan dan menetapkan bahwa
proses inflamasi memegang peran yang sangat menentukan dalam proses poto-
biologis SKA, dimana vulnerabilitas plak sangat ditentukan oleh proses inflamasi.
Inflamasi dapat bersifat lokal (pada plak itu sendiri) dan dapat bersifat sistemik.
Inflamasi juga dapat mengganggu keseimbangan homeostatik.
Pada keadaan inflamasi terdapat peninggian konsentrasi fibrinogen dan
inhibitor aktivator plasminogen di dalam sirkulasi. Inflamasi juga dapat
menyebabkan vasospasme pada pembuluh darah karena tergganggunya aliran darah.
Vasokonstriksi pembuluh darah koroner juga ikut berperan pada patogenesis SKA.
Vasokonstriksi terjadi sebagai respon terhadap disfungsi endotel ringan dekat lesi
atau sebagai respon terhadap disrupsi plak dari lesi itu sendiri. Endotel berfungsi
mengatur tonus vaskular dengan mengeluarkan faktor relaksasi yaitu nitrit oksida
(NO) yang dikenal sebagai Endothelium Derived Relaxing Factor (EDRF),
prostasiklin, dan faktor kontraksi seperti endotelin-1, tromboksan A2, prostaglandin
H2. Pada disfungsi endotel, faktor kontraksi lebih dominan dari pada faktor relaksasi.
Pada plak yang mengalami disrupsi terjadi platelet dependent vasocontriction yang
diperantarai oleh serotonin dan tromboksan A2, dan thrombin dependent
vasoconstriction diduga akibat interaksi langsung antara zat tersebut dengan sel otot
polos pembuluh darah.
10
2.2.4 Faktor Resiko
a. Faktor risiko utama yang tidak dapat dimodifikasi :
Faktor risiko utama yang tidak dapat dimodifikasi antara lain adalah
umur, jenis kelamin laki-laki, dan riwayat penyakit penyakit jantung koroner
pada anggota keluarga diusia muda (anggota keluarga laki-laki muda dari
usia 55 tahun atau anggota keluarga perempuan yang lebih muda dari usia
65). Faktor risiko tambahan yang dapat diubah antara lain obesitas dan
jumlah aktivitas fisik. Baru-baru ini marker penentu yang berhubungan
dengan perkembangan arterosklerosis dan sedang dievaluasi sebagai factor
risiko baru adalah naiknya jumlah hal-hal berikut dalam sirkulasi : 1)
Metabolisme asam amino homocysteine, 2) pertikel lipoprotein khusus, dan
3) marker inflamasi tertentu yang terdiri atas reaktan fase akut dar C-reaktif
protein.6
b. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi
1. Dislipidemia
Jumlah lipid yang abnormal dalam sirkulasi menjadi bukti tetap dan
terbesar sebagai faktor risiko utama terhadap perkembangan arterosklerosis.
Studi observasional telah menunjukkan hubungan antara negara dengan
konsumsi asam lemak jenuh rendah dengan jumlah kolesterol serum yang
rendah (contohnya Jepang dan Negara-negara di Mediterania), Amerika
serikat dan Negara lainnya dengan konsumsi lemak jenuh dan kolesterolnya
tertinggi memiliki angka kematian yang tinggi terhadap penyakit jantung
koroner.6,7,8
Data yang sama dari studi Framingham menunjukkan bahwa risiko
penyakit jantung iskemik meningkat seiring dengan total kolesterol serum
yang tinggi. Risiko penyakit jantung koroner meningkat kira-kira dua kali
lipat pada individu yang level total kolesterolnya 240 mg/dL dari pada
individu yang level kolesterolnya 200 mg/dL.6
Normalnya, kandungan kolesterol intraseluler dipertahankan dengan
memperketat regulasi asupan kolesterol, sintesis de novo, penyimpanan, dan
11
membuangnya dari sel. Enzim HMG CoA reductase adalah langkah untuk
membatasi biosintesis kolesterol intraseluler dan dikontrol oleh reseptor
terkait endositosis dari partikel LDL sirkulasi. Level kolesterol yang tinggi
dapat menghambat enzim HMG CoA reduktase dan sinyal sel untuk
mengurangi produksi reseptor LDL. Jumlah kolesterol intraseluler yang
cukup pada sel perifer selalu dipicu oleh peningkatan produksi Cholesterol
efflux regulatory protein (CERP), produk yang baru-baru ini teridentifikasi
adalah gen ATP binding Cassette 1 (ABC A-1). CERP memediasi transfer
kolesterol membran ke partikel HDL, yang mengirim kolesterol berlebih
kembali ke hati dalam proses yang dikenal sebagai transport balik kolesterol.
Dengan kemampuan ini dapat membuang lipid intraseluler, HDL melindungi
lagi akumulasi lipid, dan level HDL serum berbanding terbalik dengan
kejadian penyakit arterosklerotik. HDL sering juga disebut sebagai “
kolesterol baik.”6
Sebaliknya, jumlah LDL yang tinggi berhubungan dengan
meningkatnya kejadian arterosklerosis dan penyakit kardiovaskuler. Saat
jumlahnya berlebihan, LDL dapat terakumulasi di rongga subendothelial dan
mengalami modifikasi kimia dan merusak tunika intima mengakibatkan
perkembangan arterosklerosis. LDL sering disebut juga “ Lemak Jahat.“6
Kenaikan LDL serum dapat disebabkan berbagai alasan, termasuk diet
tinggi lemak atau dikarenakan kerusakan pada mekanisme penghambatan
reseptor LDL. Pasien dengan kerusakan genetic reseptor LDL (biasanya
heterozigot dengan satu normal dan satu kerusakan gen yang mengkode
reseptor) tidak dapat membuang LDL dari sirkulasi dengan efisien. Keadaan
ini disebut familial hiperkolesterolemia, dan begitu juga dengan individu
yang memiliki LDL plasma tinggi dan berkembang menjadi arterosklerosis
premature. Homozigot yang kekurangan reseptor LDL total dapat bertahan
selama decade pertama kehidupan.6
Meningkatkan bukti keterkaitan trigliserida kaya lipoprotein, seperti
VLDL dan IDL, dalam perkembangan arterosklerosis. Belum sepenuhnya
12
jelas jika partikel ini ikut andil secara langsung dalam aterogenesis atau
secara sederhana ikut serta bersama dengan rendahnya level kolesterol HDL.
Untuk catatan, lemahnya kontrol diabetes mellitus tipe II sering berhubungan
dengan hipertrigliseridemia rendahnya level HDL, sering diikuti dengan
obesitas sentral (meningkatnya ukuran lingkar abdomen) dan hipertensi.
Gabungan dari factor risiko tersebut dapat berhubungan dengan ketahanan
insulin dan khususnya atherogenik. Penyebab sekunder dari rendahnya level
lipid serum terkait dengan penyakit tiroid, ginjal, dan hati.6
2. Merokok
Merokok dapat memicu terjadinya aterosclerosis, melingkupi
meningkatnya proses oksidasi modifikasi dari LDL dan menurunkan HDL
dalam sirkulasi. Kelainan disfungsi endotel pembuluh darah disebabkan
karena jaringan tersebut mengalami hipoksia dan peningkatan adhesi dari
trombosit, peningkatan molekul leukosit dan respon inflamasi stimulasi yang
tidak sesuai dari nervus simpotikus oleh nikotin dan perpindahan dari oksigen
menjadi karbon monoksida pada hemoglobin. Dari percobaan yang dilakukan
pada hewan merokok mempunyai konstribusi dalam terjadinya
aterosklerosis.7,8
Secara kebetulan penghentian terhadap kebiasaan merokok bisa
merubah efek buruknya. Studi epidemiologi menunjukkan bahwa seseorang
yang sudah berhenti merokok dapat mengurangi terjadinya aterosklerosis dari
pada orang yang merokok. Salah satu studi mengatakan bahwa, setelah 3
tahun berhenti merokok resiko terkena penyakit jantung koroner menjadi
sama dengan orang yang tidak pernah merokok.8
3. Diabetes melitus
Diabetes meningkatkan resiko terjadinya aterosklerosis dan orang
dengan diabetes melitus memiliki 2-3 kali peningkatan kemungkinan terjadi
gangguan pada kardiovaskular. Mekanismenya bisa berhubungan dengan
non-enzim glycation dari lipoprotein pada pasien diabetes (hal tersebut
berhubungan dengan besarnya ambilan kolesterol oleh makrofag scavenger)
13
atau kecenderungan protrombotik dan anti fibrinolitik. Keadaan tersebut
mungkin banyak terjadi pada pasien dengan kondisi ini.6,7
Seseorang dengan diabetes seringkali memiliki fungsi endotel yang
lemah ini dapat diukur dari menurunnya bioavailabilitas dari NO dan
meningkatnya perlekatan leukosit. Contoh : kadar serum glukosa yang terjaga
pada pasien diabetes mengurangi resiko komplikasi mikrovaskuler antaralain
seperti retinophati dan neprophaty.6
Diabetes tipe- II adalah bagian tersering dalam syndrom metabolik
dalam hal ini berhubungan dengan hipertensi, kadar lemak yang abnormal
(hipertrigliserida, HDL rendah, partikel LDL padat) dan bertambahnya
ukuran lingkar perut.6
Kunci pada sindrom adalah adanya resistensi insulin pada sel-sel
peripheral. Faktanya ada resistensi insulin ini muncul untuk mendorong
terjadinya aterosklerosis, lama sebelum berdampak pasien yang didapati
dengan diabetes.3,6,7
4. Hipertensi
Kenaikan tekanan darah (sistolik atau diastolik) memperbesar
kemungkinan untuk beresiko aterosklerosis, peyakit jantung koroner dan
stroke. Hubungan kenaikan darah dengan penyakit kardiovaskular tidak
memperlihatkan hasil akhir yang baik. Lebih dari itu resiko akan terus naik
dengan nilai progresif yang tinggi. Tekanan sistolik diprediksi menurunkan
out come lebih nyata dari pada tekanan diastolik terutama pada usia tua.6,,7,8
Hipertensi mungkin memicu aterosklerosis dengan berbagai cara.
Penelitian yang dilakukan pada bintang memperlihatkan kenaikan tekanan
darah dapat melukai endotel dan meningkatkan permeabilitas dinding
pembuluh darah sehingga lipoprotein menjadi lebih mudah untuk masuk ke
dinding pembuluh darah tersebut. Peningkatan hemodinamik stress dapat juga
meningkatkan jumlah reseptor scanvanger di makrofag, juga meningkatkan
foam sel. Siklus rantai circum ferential, dapat meningkatkan tekanan arteri
yang dapat meningkatkan produksi sel otot polos yang mengikat proteoglikan
14
dan menahan partikel LDL, memacu akumulasi di tunika intima dan
memfasilitasi perubahan oksidatif. Angiotensin II adalah sebuah mediator
hipertensi tidak hanya sebagai vasokontriktor tetapi juga sebagai sitokin pro-
inflamasi. Dengan demikian hipertensi juga dapat menimbulkan proses
aterogenesis yang melibatkan proses inflamasi.6
2.2.5 Klasifikasi2,3
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiogram
(EKG), dan pemeriksaan marka jantung, Sindrom Koroner Akut dibagi menjadi:
1. Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment elevation
myocardial infarction)
2. Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: non ST segment elevation
myocardial infarction)
3. Angina Pektoris tidak stabil (UAP: unstable angina pectoris)
Infark miokard dengan elevasi segmen ST akut (STEMI) merupakan indicator
kejadian oklusi total pembuluh darah arteri koroner. Keadaan ini memerlukan
tindakan revaskularisasi untuk mengembalikan aliran darah dan reperfusi miokard
secepatnya; secara medikamentosa menggunakan agen fibrinolitik atau secara
mekanis, intervensi koroner perkutan primer. Diagnosis STEMI ditegakkan jika
terdapat keluhan angina pektoris akut disertai elevasi segmen ST yang persisten di
dua sadapan yang bersebelahan. Inisiasi tatalaksana revaskularisasi tidak
memerlukan menunggu hasil peningkatan marka jantung.
Diagnosis NSTEMI dan angina pektoris tidak stabil ditegakkan jika terdapat
keluhan angina pektoris akut tanpa elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan
yang bersebelahan. Rekaman EKG saat presentasi dapat berupa depresi segmen ST,
inversi gelombang T, gelombang T yang datar, gelombang T pseudo-normalization,
atau bahkan tanpa perubahan (Gambar 1). Sedangkan Angina Pektoris tidak stabil
dan NSTEMI dibedakan berdasarkan kejadian infark miokard yang ditandai dengan
peningkatan marka jantung.
Marka jantung yang lazim digunakan adalah Troponin I/T atau CK-MB. Bila
hasil pemeriksaan biokimia marka jantung terjadi peningkatan bermakna, maka
15
diagnosis menjadi Infark Miokard Akut Segmen ST Non Elevasi (Non ST-Elevation
Myocardial Infarction, NSTEMI). Pada Angina Pektoris tidak stabil marka jantung
tidak meningkat secara bermakna. Pada sindroma coroner akut, nilai ambang untuk
peningkatan CK-MB yang abnormal adalah beberapa unit melebihi nilai normal atas
(upper limits of normal, ULN).
Jika pemeriksaan EKG awal tidak menunjukkan kelainan (normal) atau
menunjukkan kelainan yang nondiagnostik sementara angina masih berlangsung,
maka pemeriksaan diulang 10-20 menit kemudian. Jika ulangan
EKG tetap menunjukkan gambaran nondiagnostik sementara keluhan angina
sangat sugestif SKA, maka pasien dipantau selama 12-24 jam. EKG diulang tiap 6
jam dan setiap terjadi angina berulang.
2.2.5.1 Angina Pektoris Tidak Stabil
Angina pektoris tidak stabil atau Unstable angina (UA) adalah keadaan
pasien dengan gejala iskemia sesuai dengan sindroma coroner akut tanpa terjadinya
peningkatan enzim penanda iskemia jantung (CKMB, troponin) dengan atau tanpa
perubahan EKG yang menunjukkan iskemia (depresi segmen ST, inversi gelombang
T dan elevasi segmen ST yang transien).3
A. Epidemiologi
Gangguan mengancam kehidupan ini adalah penyebab utama perawatan
medis di IGD dan ruang rawat di Amerika Serikat. Pada tahun 2004, National Center
for Health Statistics melaporkan rawat-inap 1,565,000 untuk primer atau sekunder
diagnosis akut koroner sindrom (ACS), 669,000 untuk UA dan 896,000 untuk infark
miokard (MI). Usia rata-rata orang mengalami serangan jantung pertama adaah 65.8
tahun untuk laki-laki dan 70.4 tahun bagi perempuan dan 43% pasien ACS adalah
wanita dari segala usia. Pada tahun 2003, ada 4,497,000 kunjungan ke bagian gawat
darurat Amerika Serikat dengan diagnosa Cardiovascular Disease (CVD).9
Dengan pengobatan farmakologis, berbagai penelitian menunjukkan bahwa
dalam 1 tahun pertama, variasi prosentase penderita ATS yang mengalami IMA
berkisar antara 6-60% dengan tingkat kematian 1-40%. Penelitian Heng dkk
melaporkan bahwa selama perawatan di rumah sakit terdapat 26% penderita ATS
16
dengan angina berulang mengalami IMA. Sedangkan tanpa angina berulang hanya
10%.
Demikian juga Julian melaporkan dalam 1 tahun, 8% penderita ATS
mengalami IMA dengan tingkat kematian 12%. Yetty (1985-1987) di RS Jantung
Harapan Kita meneliti 12 faktor risiko tinggi untuk terjadinya IMA pada ATS antara
lain umur 60 tahun, stres, riwayat angina, riwayat infark, hipertensi, DM, riwayat
keluarga, kebiasaan merokok, rasio torak jantung (CIR) 60% dan angina berulang.
Ternyata didapatkan kebiasaan merokok. CIR 60% dan angina berulang mempunyai
hubungan bermakna terhadap terjadinya IMA pada ATS dan kombinasi dari ketiga
faktor tersebut meningkatkan kejadian IMA. Juga dilaporkan kejadian IMA pada fase
perawatan dari rumah sakit adalah 6,25% dengan tingkat kematian 2,08% sedangkan
pada fase pemeriksaan tindak lanjut 20,45% dengan tingkat kematian 0%.
B. Klasifikasi
Pada tahun 1989 Braunwald menganjurkan dibuat klasifikasi supaya ada
keseragaman. Klasifikasi yang dibuat berdasarkan beratnya serangan angina dan
keadaan klinik.10
Tabel 2.1 Klasifikasi berdasarkan beratnya angina10
Berat
Class I Angina yang berat untuk pertama kali .
Pasien dengan 1 kali atau lebih serangan angina dalam 3 bulan dan
tidak ada serangan dalam 48 jam terakhir.
Class III Angina saat istirahat; akut
17
Tabel 2.2 Klasifikasi berdasarkan keadaan klinis10
Keadaan klinis
Class A Secondary unstable angina
Keadaan ekstrinsik yang telah diidentifikasi kaitannya dengan
pembuluh darah koroner dan iskemia miokard, misalnya, anemia,
infeksi, demam, hipotensi, takiaritmia, tirotoksikosis, hipoksemia
sekunder akibat kegagalan pernapasan
Class B Primary unstable angina
Class C Angina yang timbul setelah UA (dalam 2 minggu MI)
Intensitas
Pengobatan
1. Tidak ada pengobatan atau pengobatan minimal
2. Masih timbul serangan angina walaupun sudah mendapatkan terapi standard
pada kronik UA ( beta-blockers, nitrat dan calcium antagonists oral)
C. Diagnosis
Presentasi klinis angina tidak stabil:
1. Angina saat istirahat biasanya ≥ 20 menit
2. Onset angina baru CCSC kelas III atau IV dalam waktu 4 minggu
presentasi
3. Peningkatan frekuensi dan intensitas angina sebelumnya stabil untuk
CCSC kelas III atau IV
4. Angina dalam waktu 6 minggu setelah infark miokard.4
Dengan anamnesis yang baik dan teliti sudah dapat disimpulkan mengenai
tinggi rendahnya kemungkinan penderita tersebut menderita angina pektoris stabil
atau kemungkinan suatu angina pektoris tidak stabil. Ada 5 hal yang perlu digali dari
anamnesis mengenai angina pectoris yaitu: lokasinya, kualitasnya, lamanya, faktor
pencetus, faktor yang bisa meredakan nyeri dada tersebut. Beratnya nyeri pada
18
angina pectoris dapat dinyatakan dengan menggunakanskala dari Canadian
Cardiovaskuler Society, seperti pada tabel di bawah ini:
Tabel 2.3 Canadian Cardiovaskuler Society9
Kategori Gambaran
Kelas I Aktifitas sehari-hari seperti jalan kaki, berkebun, naik tangga 1-
2 lantai dan lain-lainnya tak menimbulkan nyeri dada. Nyeri
dada akan timbul bila latihan berat, bekerja cepat atau terburu-
buru dan berpergian.
Kelas II Aktifitas sehari-hari agak terbatas, misalnya angina pektoris
akan timbul bila melakukan aktivitas lebih berat dari biasanya
seperti berjalan kaki 2 blok, naik tangga lebih dari 1 lantai, dan
berjalan menanjak
Kelas III Aktifitas sehari-hari nyata terbatas, angina pektoris timbuk bisa
berjalan 1-2 blok, naik tangga lebih dari 1 lantai dengan
kecepatan biasa
Kelas IV Angina bisa timbul waktu istirahat sekalipun, hampir semua
kegiatan dapat menimbulkan angina, termasuk mandi dan
menyapu.
19
30 hari adalah sama. Kadar serum creatinine kinase (CK) dengan fraksi MB
merupakan indikator penting dari nekrosis miokard. Keterbatasan utama dari kedua
penanda tersebut adalah relatif rendahnya spesifikasi dan sensitivitas saat awal (<6
jam) setelah onset serangan. Risiko yang lebih buruk pada pasien tanpa segmen ST
elevasi lebih besar pada pasien dengan peningkatan nilai CKMB.10
Meskipun mioglobin tidak spesifik untuk jantung, tapi memiliki sensitivitas
yang tinggi. Dapat terdeteksi secara dini 2 jam setelah onset nyeri. Tes negatif dari
mioglobin dalam 4-8 jam sangat berguna dalam menetukan adanya nekrosis miokard.
Meskipun demikian mioglobin tak dapat digunakan sebagai satu- satunya penanda
jantung untuk mengidentifikasi pasien dengan NSTEMI. Peningkatan kadar CKMB
sangat erat berkaitan dengan kematian pasien dengan SKA tanpa elevasi segmen ST,
dan naiknya risiko dimulai dengan meningkatnya kadar CKMB diatas normal.
Meskipun demikian nilai normal CKMB tidak menyingkirkan adanya kerusakan
ringan miokard dan adanya risiko terjadinya perburukan penderita.10
Troponin khusus jantung merupakan penanda biokimia primer untuk SKA.
Sudah diketahui bahwa kadar troponin negatif saat <6 jam harus diulang saat 6-12
jam setelah onset nyeri dada.10
Tabel 2.4 TIMI Risk Score3
Variabel Skor
Usia ≥ 65 tahun 1
≥3 faktor risiko penyakit jantung coroner( hipertensi, riwayat 1
keluarga, hiperkolesterolemia, diabetes, perokok aktif)
Pemakaian aspirin dalam 7 hari terakhir 1
≥ 2 episode angina dalam 24 jamterakhir 1
Peningkatan enzim jantung 1
Devariasi segmen ST ≥ 0.5 mm, yaitu depresi atau elevasi segmen ST 1
yang transien (<20 menit)
Diketahui menderita PJK 1
Skor 0-2 : risiko rendah, 3-4 : risiko sedang,5-7 : risiko tinggi
20
2.3.6 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan SKA adalah mengembalikan aliran darah koroner
dengan trombolitik/ PTCA primer untuk menyelamatkan jantung dari infark
miokard, membatasi luasnya infark miokard, dan mempertahankan fungsi jantung.
Penderita SKA perlu penanganan segera mulai sejak di luar rumah sakit sampai di
rumah sakit. Pengenalan SKA dalam keadaan dini merupakan kemampuan yang
harus dimiliki dokter/tenaga medis karena akan memperbaiki prognosis pasien.
Tenggang waktu antara mulai keluhan-diagnosis dini sampai dengan mulai terapi
reperfusi akan sangat mempengaruhi prognosis. Terapi IMA harus dimulai sedini
mungkin, reperfusi/rekanalisasi sudah harus terlaksana sebelum 4-6 jam.7
Pasien yang telah ditetapkan sebagai penderita UAP/NSTEMI harus
istirahat di ICCU dengan pemantauan EKG kontinyu untuk mendeteksi iskemia dan
aritmia. Oksigen diberikan pada pasien dengan sianosis atau distres pernapasan.
Perlu dilakukan pemasangan oksimetri jari (finger pulse oximetry) atau evaluasi gas
darah berkala untuk menetapkan apakah oksigenisasi kurang (SaO2 <90%). Morfin
sulfat diberikan bila keluhan pasien tidak segera hilang dengan nitrat, bila terjadi
edema paru dan atau bila pasien gelisah. Penghambat ACE diberikan bila hipertensi
menetap walaupun telah diberikan nitrat dan penyekat-β pada pasien dengan
disfungsi sistolik faal ventrikel kiri atau gagal jantung dan pada pasien dengan
diabetes. Dapat diperlukan intra-aortic ballon pump bila ditemukan iskemia berat
yang menetap atau berulang walaupun telah diberikan terapi medik atau bila terdapat
instabilitas hemodinamik berat.7
Ada berbagai cara lain yang diperlukan untuk menurunkan kebutuhan
oksigen jantung antara lain: pasien harus berhenti merokok, karena merokok
mengakibatkan takikardia dan naiknya tekanan darah, sehingga memaksa jantung
bekerja keras. Orang obesitas dianjurkan menurunkan berat badan untuk mengurangi
kerja jantung. Mengurangi stress untuk menurunkan kadar adrenalin yang dapat
menimbulkan vasokontriksi pembulu darah. Pengontrolan gula darah. Penggunaan
kontrasepsi dan kepribadian seperti sangat kompetitif, agresif atau ambisius.3
21
2.2.5.2 Infark Miokard Non ST Elevasi (NSTEMI)
A. Epidemiologi
Penyakit arteri koroner (CAD) adalah penyebab utama kematian di amerika
serikat. NSTEMI (Non ST-Elevation Miocardial Infarction) adalah salah satu
manifestasi akut kondisi ini. Pada tahun 2004, pusat nasional untuk statistik
kesehatan dilaporkan dirawat di rumah sakit 896.000 penderita infark miokard (MI).
B. Diagnosis
Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadang epigastrium dengan
ciri seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa
penuh, berat atau tertekan menjadi manifestasi gejala yang sering ditemui pada
NSTEMI. Analisis berdasarkan gambaran klinis menunjukkan bahwa mereka yang
memiliki gejala dengan onset baru angina berat memiliki prognosis lebih baik jika
dibandingkan dengan yang nyeri dada pada saat istirahat.Walaupun gejala khas rasa
tidak enak di dada, iskemia pada NSTEMI telah diketahui dengan baik, gejala tidak
khas seperti dispneu, mual, diaforesis, sinkop atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu
atas, atau leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien
berusia lebih dari 65 tahun.
a. Anamnesis
Diagnosis adanya suatu SKA harus ditegakkan secara cepat dan tepat dan
didasarkan pada tiga kriteria, yaitu gejala klinis nyeri dada spesifik, gambaran
EKG (elektrokardiogram) dan evaluasi biokimia dari enzim jantung. Nyeri dada
tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien SKA. Nyeri dada atau rasa
tidak nyaman di dada merupakan keluhan dari sebagian besar pasien dengan
SKA. Seorang dokter harus mampu mengenal nyeri dada angina dan mampu
membedakan dengan nyeri dada lainnya karena gejala ini merupakan penanda
awal dalam pengelolaan pasien SKA. Sifat nyeri dada yang spesifik angina
sebagai berikut:
• Lokasi : substermal, retrostermal, dan prekordial
• Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat,
seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.
22
• Penjalaran ke : leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung atau
interskapula, dan dapat juga ke lengan kanan.
• Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, dan
lemas.
Berat ringannya nyeri bervariasi. Sulit untuk membedakan Angina Pektoris
Tidak Stabil /NSTEMI dan STEMI berdasarkan gejala semata-mata.
Presentasi klinis klasik SKA tanpa elevasi segmen ST berupa:
angina saat istirahat lebih dari 20 menit (angina at rest)
angina yang dialami pertama kali dan timbul saat aktivitas yang lebih
ringan dari aktivitas sehari-hari (new onset angina)
peningkatan intensitas, frekuensi dan durasi angina (angina kresendo)
angina pasca infark
Pada beberapa pasien dapat ditemukan tanda-tanda gagal ventrikel kiri akut.
Gejala yang tidak tipikal seperti rasa lelah yang tidak jelas, nafas pendek, rasa
tidak nyaman di epigastrium atau mual dan muntah dapat terjadi, terutama pada
wanita, penderita diabetes dan pasien lanjut usia. Kecurigaan harus lebih besar
pada pasien dengan faktor risiko kardiovaskular multipel dengan tujuan agar
tidak terjadi kesalahan diagnosis atau bahkan sampai tidak terdiagnosis/ under
estimate .
b. Pemeriksaan Fisik
Tujuan dari pemeriksaan fisik adalah untuk mengidentifikasi faktor pencetus
dan kondisi lain sebagai konsekuensi dari SKA. Keadaan disfungsi ventrikel kiri
(hipotensi, ronki dan gallop S3) menunjukkan prognosis yang buruk.
c. Elektrokardiografi
EKG memberi bantuan untuk diagnosis dan prognosis. Rekaman yang
dilakukan saat sedang nyeri dada sangat bermanfaat. Gambaran diagnosis dari
EKG adalah :
1. Depresi segmen ST > 0,05 mV (1/2 kotak kecil)
2. Inversi gelombang T, ditandai dengan > 0,2 mV (2 kotak kecil) inversi
gelombang T yang simetris di sandapan prekordial
23
Perubahan EKG lainnya termasuk bundle branch block (BBB) dan aritmia
jantung, terutama Sustained VT. Serial EKG harus dibuat jika ditemukan adanya
perubahan segmen ST. Namun EKG yang normal pun tidak menyingkirkan
diagnosis APTS/NSTEMI.
Pemeriksaaan EKG 12 sadapan pada pasien SKA dapat mengambarkan
kelainan yang terjadi dan ini dilakukan secara serial untuk evaluasi lebih lanjut,
dengan berbagai ciri dan kategori:
• Angina pektoris tidak stabil: depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi
gelombang T, kadang-kadang elevasi segmen ST sewaktu nyeri, tidak
dijumpai gelombang Q.
• Infark miokard non-Q: depresi segmen ST, inversi gelombang T
d. Penanda Biokimia Jantung
Penanda biokimia seperti troponin I (TnI) dan troponin T (TnT) mempunyai
nilai prognostik yang lebih baik dari pada CK-MB. Troponin T juga didapatkan
selama jejas otot, pada penyakit otot (misal polimiositis), regenerasi otot, gagal
ginjal kronik. Hal ini dapat mengurangi spesifisitas troponin T terhadap jejas otot
jantung. Sehingga pada keadaan-keadadan tersebut, troponin T tidak lagi dapat
digunakan sebagai penanda biokimia.Troponin C, TnI dan TnT berkaitan dengan
kontraksi dari sel miokard. Susunan asam amino dari Troponin C sama antara sel
otot jantung dan rangka, sedangkan pada TnI dan TnT berbeda. Nilai prognostik
dari TnI atau TnT untuk memprediksi risiko kematian, infark miokard dan
kebutuhan revaskularisasi dalam 30 hari adalah sama. Kadar serum creatinine
kinase (CK) dengan fraksi MB merupakan indikator penting dari nekrosis
miokard. Keterbatasan utama dari kedua penanda tersebut adalah relatif
rendahnya spesifikasi dan sensitivitas saat awal (<6 jam) setelah onset serangan.
Risiko yang lebih buruk pada pasien tanpa segmen ST elevasi lebih besar pada
pasien dengan peningkatan nilai CKMB.
24
Gambar 2.2 Waktu timbulnya Marka Jantung
Diagnosis NSTEMI ditegakkan bila didapatkan dua atau lebih dari 3 kriteria,
yaitu
Sakit dada terjadi lebih dari 20 menit dan tidak hilang dengan pemberian
nitrat biasa.
Perubahan elektrokardiografi (EKG)
Diagnosis Non STEMI ditegakkan jika terdapat angina dan tidak disertai
dengan elevasi segmen ST yang persisten. Gambaran EKG pasien Non
STEMI beragam, bisa berupa depresi segmen ST, inversi gelombang T,
gelombang T yang datar atau pseudo-normalization, atau tanpa perubahan
EKG saat presentasi. Untuk menegakkan diagnosis Non STEMI, perlu
dijumpai depresi segmen ST ≥ 0,5 mm di V1-V3 dan ≥ 1 mm di sandapan
lainnya. Selain itu dapat juga dijumpai elevasi segmen ST tidak persisten
(<20 menit), dengan amplitudo lebih rendah dari elevasi segmen ST pada
STEMI. Inversi gelombang T yang simetris ≥ 2 mm semakin memperkuat
dugaan Non STEMI.
Peningkatan petanda biokimia.
25
Nekrosis miokard dapat dideteksi dari pemeriksaan protein dalam darah yang
disebabkan kerusakan sel. Protein-protein tersebut antara lain aspartate
aminotransferase (AST), lactate dehydrogenase, creatine kinase isoenzyme
MB (CK-MB), mioglobin, carbonic anhydrase III (CA III), myosin light
chain (MLC) dan cardiac troponin I dan T (cTnI dan cTnT). Troponin T atau
Troponin I merupakan pertanda nekrosis miokard yang lebih baik, karena
lebih spesifik daripada enzim jantung tradisional seperti CK dan CK-MB.
Pada pasien dengan infark miokard akut, peningkatan awal troponin pada
daerah perifer setelah 3-4 jamdan dapat menetap sampai 2 minggu.
Tabel 2.5 Perbedaan antara angina tak stabil, NSTEMI dan STEMI :
26
Tabel 2.6 Tingkat peluang SKA NSTEMI
C. Faktor Resiko
27
D. Penatalaksanaan
Tabel 2.7 Penatalaksanaan Awal NSTEMI
28
Terapi awal yang dimaksud adalah Morfin, Oksigen,Nitrat, Aspirin (disingkat
MONA), yang tidak harus diberikan semua atau bersamaan.
29
6. Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual bagi pasien dengan nyeri
dada yang masih berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat (Kelas I-
C). jikanyeri dada tidak hilang dengan satu kali pemberian, dapat
diulang setiaplima menit sampai maksimal tiga kali. Nitrogliserin
intravena diberikanpada pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga
dosis NTG sublingual (kelas I-C). dalam keadaan tidak tersedia NTG,
isosorbid dinitrat (ISDN) dapat dipakai sebagai pengganti
7. Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit, bagi
pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual
(kelas IIa-B).
30
Tabel 2.8 Jenis dan dosis penyekat beta untuk terapi IMA
Penyekat beta Selektivitas Aktivitas agonis parsial Dosis untuk angina
Bisoprolol B1 - 10 mg/hari
titrasi sampai
maksimum 2x25
mg/hari
1.2 Nitrat. Keuntungan terapi nitrat terletak pada efek dilatasi vena yang
mengakibatkan berkurangnya preload dan volume akhir diastolik ventrikel
kiri sehingga konsumsi oksigen miokardium berkurang. Efek lain dari nitrat
adalah dilatasi pembuluh darah koroner baik yang normal maupun yang
mengalami aterosklerosis.
1. Nitrat oral atau intravena efektif menghilangkan keluhan dalam fase akut
dari episode angina (Kelas I-C).
2. Pasien dengan UAP/NSTEMI yang mengalami nyeri dada berlanjut
sebaiknya mendapat nitrat sublingual setiap 5 menit sampai maksimal 3 kali
pemberian, setelah itu harus dipertimbangkan penggunaan nitrat intravena
jika tidak ada indikasi kontra (Kelas I-C).
3. Nitrat intravena diindikasikan pada iskemia yang persisten, gagal jantung,
atau hipertensi dalam 48 jam pertama UAP/NSTEMI. Keputusan
menggunakan nitrat intravena tidak boleh menghalangi pengobatan yang
31
terbukti menurunkan mortalitas seperti penyekat beta atau angiotensin
converting enzymes inhibitor (ACE-I) (Kelas I-B).
Tabel 2.9. Jenis dan dosis nitrat untuk terapi IMA
Nitrat Dosis
Isosorbid dinitrate
(ISDN) Sublingual 2,5–15 mg (onset 5 menit)
Oral 15-80 mg/hari dibagi 2-3 dosis
Intravena 1,25-5 mg/jam
atau tanpa efek pada SA Node atau AV Node. Sebaliknya verapamil dan diltiazem
mempunyai efek terhadap SA.
Node dan AV Node yang menonjol dan sekaligus efek dilatasi arteri. Semua CCB
tersebut di atas mempunyai efek dilatasi koroner yang seimbang. Oleh karena itu
CCB, terutama golongan dihidropiridin, merupakan obat pilihan untuk mengatasi
angina vasospastik. Studi menggunakan CCB pada UAP dan NSTEMI umumnya
memperlihatkan hasil yang seimbang dengan penyekat beta dalam mengatasi
keluhan angina.
32
1. CCB dihidropiridin direkomendasikan untuk mengurangi gejala bagi pasien yang
telah mendapatkan nitrat dan penyekat beta (Kelas I-B).
Nifedipine GITS
(long acting) 30-90 mg/hari
2. Antiplatelet
1. Aspirin harus diberikan kepada semua pasien tanda indikasi kontra dengan dosis
loading 150-300 mg dan dosis pemeliharaan 75-100 mg setiap harinya untuk
jangka panjang, tanpa memandang strategi pengobatan yang diberikan (Kelas I-
A).
2. Penghambat reseptor ADP perlu diberikan bersama aspirin sesegera mungkin dan
dipertahankan selama 12 bulan kecuali ada indikasi kontra seperti risiko
perdarahan berlebih (Kelas I-A).
33
ulkus peptikum, dan perlu diberikan pada pasien dengan beragam faktor risiko
seperti infeksi H. pylori, usia ≥65 tahun, serta konsumsi bersama dengan
antikoagulan atau steroid (Kelas I-A).
7. Pemberian dosis loading clopidogrel 600 mg (atau dosis loading 300 mg diikuti
dosis tambahan 300 mg saat IKP) direkomendasikan untuk pasien yang
dijadwalkan menerima strategi invasif ketika tidak bisa mendapatkan ticagrelor
(Kelas I-B).
34
3. Penghambat Reseptor Glikoprotein IIb/IIIa
Pemilihan kombinasi agen antiplatelet oral, agen penghambat reseptor
glikoprotein IIb/IIIa dan antikoagulan dibuat berdasarkan risiko kejadian
iskemik dan perdarahan (Kelas I-C). Penggunaan penghambat reseptor
glikoprotein IIb/IIIa dapat diberikan pada pasien IKP yang telah mendapatkan
DAPT dengan risiko tinggi (misalnya peningkatan troponin, trombus yang
terlihat) apabila risiko perdarahan rendah (Kelas I-B). Contoh sediaan obat
berupa eptivibatide.
5. Enoksaparin (1 mg/kg dua kali sehari) disarankan untuk pasien dengan risiko
6. Heparin tidak terfraksi (UFH) dengan target aPTT 50-70 detik atau heparin berat
molekul rendah (LMWH) lainnya (dengan dosis yang direkomendasikan)
diindaksikan apabila fondaparinuks atau enoksaparin tidak tersedia (Kelas I-C).
perdarahan dan oleh karena itu harus dipantau ketat (Kelas I-A).
5.7. Statin
Tanpa melihat nilai awal kolesterol LDL dan tanpa mempertimbangkan
modifikasi diet, inhibitor hydroxymethylglutary-coenzyme A reductase (statin) harus
diberikan pada semua penderita UAP/NSTEMI, termasuk mereka yang telah
menjalani terapi revaskularisasi, jika tidak terdapat indikasi kontra (Kelas I-A).
Terapi statin dosis tinggi hendaknya dimulai sebelum pasien keluar rumah sakit,
dengan sasaran terapi untuk mencapai kadar kolesterol LDL <100 mg/ dL (Kelas I-
A). Menurunkan kadar kolesterol LDL sampai <70 mg/dL mungkin untuk dicapai.
37
2.4.7 Komplikasi
Keadaan NSTEMI dapat berkembang menjadi keadaan STEMI,
sehingga menimbulkan komplikasi seperti :
Aritmia
Disritmia
Defek septum ventrikel
Ruptur jantung
Aneurisma ventrikel
Tromboembolisme
Gagal jantung
Shock kardiogenik
Syok kardiogenik adalah kondisi dari output jantung sangat
menurun dan hypotension (tekanan darah sistolik <90 mmHg) dengan
perfusi jaringan perifer tidak memadai, yang terjadi ketika lebih dari
40% dari massa LV telah infark. Hal ini juga dapat mengikuti
komplikasi mekanik parah MI dijelaskan di bawah ini :
38
2.5.3 Diagnosis Dan Pemeriksaan
Pada anamnesis perlu ditanyakan dengan lengkap bagaimana kriteria nyeri
dada yang di alami pasien, sifat nyeri dada pada pasien STEMI merupakan nyeri
dada tipikal (angina). Faktor resiko seperti hipertensi,diabetes melitus, dislipidemia,
merokok, serta riwayat penyakit jantung koroner di keluarga.
Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi STEMI,
seperti aktivitas fisik berat, stress, emosi, atau penyakit medis lain yang menyertai.
Walaupun STEMI bisa terjadi sepanjang hari atau malam, tetapi variasi sirkadian di
laporkan dapat terjadi pada pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur.
Pada pemeriksaan fisik di dapati pasien gelisah dan tidak bisa istirahat.
Seringkali ektremitas pucat di sertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada
substernal > 30 menit dan banyak keringat di curigai kuat adanya STEMI. Tanda
fisis lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas
jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan
murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara.
Selain itu diagnosis STEMI ditegakan melalui gambaran EKG adanya elevasi ST
kurang lebih 2mm, minimal pada dua sadapan prekordial yang berdampingan atau
kurang lebih 1mm pada 2 sadapan ektremitas. Pemeriksaan enzim jantung, terutama
troponin T yang meningkat, memperkuat diagnosis.
1. Perawatan
Semua rumah sakit dan Sistem Emergensi Medis yang terlibat dalam
penanganan pasien STEMI harus mencatat dan mengawasi segala penundaan
yang terjadi dan berusaha untuk mencapai dan mempertahankan target
kualitas berikut ini:
2. Terapi Reperfusi
40
Dalam menentukan terapi reperfusi, tahap pertama adalah
menentukan ada tidaknya rumah sakit sekitar yang memiliki fasilitas IKP.
Bila tidak ada, langsung pilih terapi fibrinolitik. BIla ada, pastikan waktu
tempuh dari tempat kejadian (baik rumah sakit atau klinik) ke rumah sakit
tersebut apakah kurang atau lebih dari (2 jam). Jika membutuhkan waktu
lebih dari 2 jam, reperfusi pilihan adalah fibrinolitik. Setelah fibrinolitik
selesai diberikan, jika memungkinkan pasien dapat dikirim ke pusat dengan
fasilitas IKP.
42
dalam 120 menit sejak kontak medis pertama (Kelas I-A). Pada
pasien-pasien yang datang segera (<2 jam sejak awitan gejala)
dengan infark yang besar dan risiko perdarahan rendah,
fibrinolisis perlu dipertimbangkan bila waktu antara kontak medis
pertama dengan inflasi balon lebih dari 90 menit (Kelas IIa-B).
Fibrinolisis harus dimulai pada ruang gawat darurat.
43
Tabel 2.14 Kontraindikasi terapi anti fibrinolitik
44
BAB III
KESIMPULAN
45
46
REFERAT / Clinical Science Session
UNIVERSITAS JAMBI
2018
i
HALAMAN PENGESAHAN
REFERAT
DISUSUN OLEH
G1A217112
Fakultas Kedokteran
Universitas Jambi
PEMBIMBING
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat
yang berjudul “Sindrom Koroner Akut” sebagai kelengkapan persyaratan dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Penyakit Dalam RSUD Raden
Mattaher Provinsi Jambi.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan guna
kesempurnaan referat ini, sehingga dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman Judul ............................................................................................................ i
2.2.5.2 NSTEMI..............................................................................................22
iv
v