Вы находитесь на странице: 1из 20

9

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Low Back Pain

2.1.1 Pengertian

Nyeri punggung bawah atau low back pain (LBP) adalah

kondisi yang tidak mengenakkan disertai adanya keterbatasan aktivitas

dan nyeri apabila melakukan pergerakan atau mobilisasi. Kebanyakan

nyeri punggung bawah disebabkan oleh salah satu dari berbagai

masalah muskuloskeletal (Muttaqin, 2012).

Nyeri punggung bawah atau low back pain (LBP) adalah nyeri

yang disebabkan oleh salah satu dari berbagai masalah muskuloskeletal

(misal: regangan lumbosakral akut, ketidakstabilan ligamen

lumbosakral dan kelemahan otot, stenosis tulang belakang, masalah

diskus invertebralis, ketidamaan panjang tungkai) (Smeltzer Bare,

2013).

Nyeri punggung bawah atau low back pain (LBP) adalah

kondisi yang tidak mengenakkan atau nyeri kronik minimal keluhan 3

bulan disertai adanya keterbatasan aktivitas yang diakibatkan nyeri

apabila melakukan pergerakan atau mobilisasi (Noor, 2016).

2.1.2 Etiologi

Menurut Noor (2016), kebanyakan nyeri punggung bawah

disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor mekanik dan faktor

nonmekanik. 9
10

1. Faktor mekanik

Beberapa faktor mekanik yang berhubungan dengan

kondisi low back pain, misalnya sebagai berikut:

a. Degenerasi segmen diskus, misalnya osteoartritis tulang

belakang atau nyeri tulang belakang.

b. Nyeri diskorgenik tanpa gejala radikular.

c. Radikulopati struktural.

d. Fraktur vertebra segmen atau osesus

e. Spondilosis, disertai atau tanpa adanya stenosisi kanal spinal.

f. Makro dan mikro ketidakstabilan spina atau ketidakstabilan

ligamen lumbosakral dan kelemahan otot

g. Ketidaksamaan panjang tungkai

h. Lansia (perubahan struktur tulang belakang)

2. Faktor nonmekanik

a. Sindrom neurologis

1) Mielopati atau mielitis struktural

2) Pleksopati lumosakral lumbosakral akut

3) Miopati

4) Spinal segmental

b. Gangguan sistemik

1) Primer atau neopalsma metastasis

2) Infeksi oseus, diskus, atau epidurla

3) Penyakit metabolik tulang termasuk osteoporosis


11

c. Nyeri kiriman

1) Gangguan ginjal, gangguan gastroentestinal, masalah

pelvis, tumor retroperineal, aneurisma abdominal

2) Masalah psikosomatik.

3. Aktivitas fisik

Rasa sakit yang muncul tiba-tiba biasanya adalah kejang

otot yang disebabkan oleh aktivitas fisik yang berat atau tidak

biasa. Kadang-kadang otot menjadi kejang untuk mencegah

kerusakan yang lebih parah. Apabila terjadi, beberapa titik tertentu

pada otot bisa terasa sangat sakit dan gerakan akan menjadi

terhambat (Davies, 2010).

4. Obesitas

Obesitas bisa menyebabkan berbagai masalah ortopedik,

termasuk nyeri punggung bawah dan memperburuk nyeri terutama

di daerah pinggul, lutut, dan pergelangan kaki. Obesitas atau

kegemukan terjadi pada saat badan menjadi gemuk (obese) yang

disebabkan penumpukan adipose jaringan lemak khusus yang

disimpan tubuh secara berlebihan. Jadi obesitas adalah keadaan

dimana seseorang memiliki berat badan yang lebih berat

dibandingkan berat idealnya yang disebabkan terjadinya

penumpukan lemak di tubuhnya lemak simpanan dibawah kulit

terutama berada di sekitar pinggul, paha dinding perut, punggung

dan pangkal lengan. Selain di bawah kulit, lemak simpanan juga

berada di dalam rongga dada (Irwan, 2016).


12

5. Stres

Ketegangan otot terjadi akibat pikiran saat tidak sadar yang

dapat terbentuk ketika tidur. Para pakar mengatakan bahwa kaku

sendi, ataupun kerusakan jaringan ikat di daerah rahang, leher,

bahu dan punggung bawah dapat terjadi akibat ketegangan otot di

saat kita tidur. Dengan menyadari hal ini, ketegangan otot

dianggap sebagai gejala stres yang paling umum. PMR digunakan

sebagai terapi untuk membantu meredakan beberapa gejala yang

berkaitan dengan stres, insomnia, hipertensi, sakit kepala, nyeri

punggung bawah. Teknik ini, mungkin lebih baik dari teknik lain,

memperlihatkan pentingnya menahan respon stres dengan

mencoba meredakan ketegangan otot secara sadar (Yulianti,

2014).

6. Depresi

Pasien lansia mungkin mengalami nyeri punggung yang

berkaitan dengan fraktur vertebra. Banyak kondisi medikal dan

psikosomatis lain menyebabkan nyeri punggung. Obesitas, stres

dan depresi dapat menunjang terjadinya nyeri punggung bawah.

Pasien dengan nyeri punggung bawah kronis mengalami

ketergantungan pada alkohol atau analgesik (Asih, 2010).

2.1.3 Manifestasi Klinis

Pasien biasanya mengeluh nyeri punggung yang tersamar pada

tulang belakang bagian bawah dan berlangsung selama beberapa tahun.


13

Nyeri terutama dirasakan sehabis istirahat dari aktivitas. Pada tingkat

selanjutnya terjadi spasme otot paravetebralis (peningkatan tonus otot

tulang postural belakang yang berlebihan) disertai hilangnya lengkung

lordotik lumbal (Helmi, 2012).

Manifestasi nyeri punggung bawah menurut Lemone (2018),

adalah sebagai berikut:

1. Perubahan pada gaya berjalan dan fleksi

a. Berjalan dalam kondisi fleksi dan kaku

b. Ketidakmampuan untuk menahan pada pergelangan tangan

c. Pincang, yang dapat mengindikasikan gangguan saraf skiatik.

2. Keterlibatan neurologi

a. Ketika diperiksa untuk cahaya dan sentuhan dalam dengan

peniti dan bola kapas,dapat mengalami sensasi pada kedua

ekstremitas, tetapi mengalami sensasi yang lebih kuat pada

sisi yang tidak terkena.

b. Kehilangan kendali usus dan kandung kemih akibat

keterlibatan saraf sakral

3. Nyeri

a. Nyeri pada tungkai yang terkena ketika berjalan pada telapak

kaki atau jari kaki. Nyeri lokak seperti pisau yang kontinu

pada otot yang berdekatan dengan diskus yang terkena

b. Nyeri menjalar ke posterior bawah tungkai

c. Nyeri tajam dan seperti terbakar di paha dan betis posterior

d. Nyeri di tengah bokong


14

e. Lunak ketika otot berdekatan dengan diskus yang terkena

ketika dipalpasi

f. Nyeri hebat dengan maneuver meninggikan tungkai lurus.

Nyeri punggung bawah mekanis menyebabkan gejala lokal,

yang bisa menjalar ke tempat lain di sekitar gelang panggul dan tungkai

atas. Umumnya tidak menjalar ke bawah lutut kecuali bila disertai

penekanan radiks saraf tambahan yang menyebabkan skiatika. Pada

penyakit ini gejala dan tanda timbul sesuai distribusi nervus iskiadius.

Bila ditemukan tanda-tanda yang menunjukkan adanya penyakit

sistemik / peradangan (malaise, demam, penurunan berat badan) atau

penekanan kauda ekuina (paraparesis, gangguan BAK) harus selalu

dilakukan pemeriksaan fisik sistemik dan pemenriksaan penunjang

yang lengkap (Davey, 2011).

2.1.4 Faktor Risiko Low Back Pain

Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya low back pain

secara umum ada 2, yaitu faktor individu dan faktor pekerjaan (Delitto,

et al., 2012). Faktor individu antara lain usia, jenis kelamin, indeks

massa tubuh, dan keadaan psikologis. Faktor pekerjaan yaitu pekerjaan

yang memerlukan tenaga besar, masa kerja dan postur tubuh.

1. Faktor individu

a) Usia

Usia merupakan salah satu faktor utama yang mendukung

terjadinya low back pain. Low back pain biasanya di derita


15

oleh orang berusia lanjut karena penurunan fungsi-fungsi

tubuhnya terutama tulang sehingga tidak lagi elastis seperti

diwaktu muda. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa low

back pain terjadi terbanyak pada usia dekade ketiga dan

semakin meningkat pada usia lebih dari 60 atau 65 tahun.

b) Jenis kelamin

Prevalensi terjadinya low back pain lebih banyak pada

perempuan dibandingkan dengan laki-laki, beberapa penelitian

menunjukkan bahwa perempuan lebih sering izin untuk tidak

bekerja karena low back pain.

c) Indeks massa tubuh

Hasil penelitian Purnamasari (2010) menyatakan bahwa

seseorang yang overweight lebih berisiko 5 kali menderita low

back pain dibandingkan dengan orang yang memiliki berat

badan ideal. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan penelitian

yang dilakukan Richard et al (2011), yakni faktor risiko LBP

meningkat pada seseorang yang overweight. Ketika seseorang

kelebihan berat biasanya kelebihan berat badan akan

disalurkan pada daerah perut yang berarti menambah kerja

tulang lumbal. Ketika berat badan bertambah, tulang belakang

akan tertekan untuk menerima beban yang membebani

tersebut sehingga mengakibatkan mudahnya terjadi kerusakan

dan bahaya pada stuktur tulang belakang. Salah satu daerah


16

pada tulang belakang yang paling berisiko akibat efek dari

obesitas adalah vertebra lumbal.

d) Keadaan psikologis

Faktor psikososial, seperti stres, ansietas dan depresi tidak

hanya dihubungkan dengan kejadian low back pain tetapi juga

berhubungan dengan transisi dari akut menjadi kronis. Faktor

psikososial di tempat bekerja seperti ketidakpuasan dalam

bekerja, stress, tugas yang monoton serta hubungan dengan

rekan kerja yang buruk dihubungkan dengan transisi low back

pain dari akut menjadi kronis.

2. Faktor pekerjaan

a) Heavy physical work

Tenaga merupakan jumlah usaha fisik yang dibutuhkan untuk

menyelesaikan tugas atau gerakan. Pekerjaan atau gerakan

yang menggunakan tenaga besar akan memberikan beban

mekanik yang besar terhadap otot, tendon, ligament, dan sendi.

Beban yang berat akan menyebabkan iritasi, inflamasi,

kelelahan otot, kerusakan otot, tendon, dan jaringan lainya.

b) Masa Kerja

Masa kerja adalah faktor yang berkaitan dengan lamanya

seseorang bekerja disuatu perusahaan. Terkait dengan hal

tersebut, low back pain merupakan penyakit kronis yang

membutuhkan waktu lama untuk berkembang dan

bermanifestasi. Jadi semakin lama waktu bekerja atau semakin


17

lama seseorang terpajan faktor risiko MSDs ini maka semakin

besar pula risiko untuk mengalami low back pain. Hal ini

merupakan faktor risiko dari suatu pekerja yang terkait dengan

lama bekerja. Dapat berupa masa kerja dalam suatu perusahaan

dan masa kerja dalam suatu profesi tertentu. Masa kerja

merupakan faktor risiko yang sangat mempengaruhi seorang

pekerja untuk meningkatkan risiko terjadinya musculoskeletal

disorders, terutama untuk jenis pekerjaan yang menggunakan

kekuatan kerja yang tinggi.

c) Postur tubuh (sikap kerja)

Postur kerja yang tidak alamiah diakibatkan salah satunya dari

perencanaan dan perancangan fasilitas kerja yang tidak

memperhatikan kemampuan dan keterbatasan pekerja yang

akan semakin parah dampaknya apabila dilakukan dengan

postur kerja yang tidak ergonomis. Indikasi suatu pekerjaan

dapat menimbulkan WMSDs adalah apabila pekerjaan

dilakukan secara berulang-ulang kali, monoton, berada dalam

keadaan diam atau statis , menimbulkan getaran, dan bagian

tubuh yang harus menjangkau secara maksimal

(Kuswana,2014).

2.1.5 Patofisiologi

Konstruksi punggung yang unik memungkinkan terjadinya

fleksibilitas dan memberikan perlindungan terhadap sumsum tulang

belakang. Otot-otot abdominal berperan pada aktivitas mengangkat


18

beban dan sarana pendukung tulang belakang. Adanya obesitas,

masalah struktur, dan peregangan berlebihan pada sarana pendukung ini

akan berakibat pada nyeri punggung. Adanya perubahan degenerasi

diskus intervertebralis akibat usia menjadi fibrokartilago yang padat

dan tidak teratur merupakan penyebab nyeri punggung biasa dimana

L4-L5 dan L5-S1 menderita stres mekanis dan menekan sepanjang akar

saraf tersebut (Noor, 2016).

Menurut Lemone (2018), patofisiolgi nyeri punggung beragam

dengan banyak penyebabnya. Secara umum, lima penyebab dan jenis

nyeri punggung adalah sebagai berikut:

1. Nyeri lokal disebabkan oleh kompresi atau iritasi saraf sensori.

Fraktur, strain, dan sprain adalah penyebab umum nyeri lokal,

tumor juga dapat menekan struktur yang sensitif nyeri.

2. Nyeri menjalar dapat berasal dari abdomen atau visera panggul

3. Nyeri yang berasal dari spina, yaitu nyeri terkait patologi spina

seperti penyakit diskus atau artritis, dapat menjalar ke struktur lain

seperti bokong, selangkang atau tungkai.

4. Nyeri punggung radikular adalah tajam, menjalar dari punggung

ke tungkai sepanjang akar saraf. Nyeri ini dapat dipicu oleh

gerakan seperti batuk, bersin, atau duduk.

5. Nyeri spasme otot berkaitan dengan banyak gangguan spina,

meskipun asalnya mungkin tidak jelas. Jenis nyeri punggung ini

tumpul dan dapat disertai dengan postur abnormal dan keketan

otot spinal.
19

2.1.6 Pencegahan Low Back Pain

Menurut Lemone (2018), rekomendasi untuk mencegah nyeri

punggung adalah sebagai berikut:

1. Memiliki program latihan teratur

2. Peregangan sebelum bekerja di lapangan, jogging dan berolahraga

3. Berhenti merokok

4. Menurunkan berat badan jika diperlukan

5. Mempertahankan postur yang tepat

6. Menggunakan kursi penyokok ketika menyetir

7. Mengangkat dengan menekuk lutut daripada panggul

8. Mengurangi stres emosi yang menyebabkan ketegangan otot.

2.1.7 Diagnosis

Diperkirakan bahwa gejala punggung pada kurang lebih 70%

pasien disebabkan oleh penyakit degeneratif vertebra lumbasakral.

Cedera akibat rudapaksa mendadak yang menyebabkan fraktur atau

gangguan diskus tidak umum terjadi dan hanya meliputi 5% pasien

dengan keluhan punggung. Penyebab keluhan punggung akut yang

lebih umum terjadi berdasarkan adanya latar belakang masalah

punggung kronis yang hilang timbul yang berasal dari penyakit

degeneratif. Pada pasien yang mengalami akumulasi stres atau

mengangkat beban berat secara mendadakn dan tidak biasa dapat

menyebabkan cedera ligamen, robekan anulus fibrosa, atau prolaps

diskus. Penyebab nyeri punggung yang kurang umum adalah

spondilolistesis, dan keadaan perkembangan seperti spondilosis. Infeksi


20

dan neoplasma tulang belakang bukan penyebab nyeri punggung yang

umum dan tidak berhubungan dengan cedera, tapi harus dicurigai saat

nyeri punggung yang dialami terjadi secara progresif dan terus menerus

yang tidak berkurang dengan istirahat terutama bila terjadi demam atau

malase (Widyastuti, 2010).

2.1.8 Pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan diagnostik yang sering dijumpai meliputi:

1. Rontgen vertebra, untuk menilai adanya fraktur kompresi dislokasi

fleksi, atau skoliosis pada tulang belakang

2. CT-Scan untuk menilai penyakit yang mendasari adanya nyeri

punggung bawah

3. USG untuk menilai adanya penyempitan kanalis spinalis

4. MRI, untuk memvisualisasikan sifat dan patologi nyeri

5. punggung bawah (Muttaqin, 2012)

Nyeri punggung bawah (NPB) adalah nyeri yang dirasakan

daerah punggung bawah, dapat merupakan nyeri lokal, nyeri radikuler

atau campuran keduanya. Nyeri ini terasa diantara sudut iga terbawah

dan lipat bokong bawah yaitu didaerah lumbal atau lumbosakral dan

dapat disertai dengan penjalaran nyeri kearah tungkai dan kaki

(PERDOSSI, 2016).

2.1.9 Penatalaksanaan

Menurut PERDOSSI (2016), terutama kasus low back pain

dengan tanda bahaya (red flags).

1. Tergantung jenis dan intensitas: Nyeri inflamasi:


21

a. Anti inflamasi (steroid, NSAID sesuai fornas)

b. Relaksan otot (Esperison Hcl, Diazepam, Tizanidin)

c. Analgetik opioid lemah (Codein)

d. Analgetik opioid kuat (Morphine sulfate) Nyeri neuropatik:

e. Analgetik adjuvant seperti antikonvulsan (Carbamazepine,

Gabapentin, Okscarbazepine, Fenitoin, Asam Valproat,

Pregabalin)

f. Anti depresant (amitryptiline)

g. Relaksan otot (Esperison Hcl, Diazepam, Tizanidin)

h. Analgetik opioid lemah (Codein)

i. Analgetik opioid kuat (Morphine sulfate)

2. Nyeri campuran: kombinasi nyeri inflamasi dan neuropatik.

a. Injeksi epidural (steroid, lidokain,opioid) pada sindroma

radikuler (atas indikasi).

b. Terapi invasif minimal (atas indikasi)

2.2 Nyeri

2.2.1 Pengertian Nyeri

Menurut Oman dkk (2008) nyeri adalah pengalaman sensori

dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan

yang aktual ataupun potensial. Nyeri merupakan alasan utama

seseorang untuk mencari bantuan perawatan kesehatan dan yang paling

banyak dikeluhkan.

Internasional Association for Study of Pain (IASP),

mendefinisikan nyeri sebagai suatu sensori subjektif dan pengalaman


22

emosional yang tidak menyenagkan yang berkaitan dengan kerusakan

jaringan yang bersifat akut yang dirasakan dalam kejadian-kejadian

dimana terjadi kerusakan (Potter & Perry, 2010).

2.2.2 Klasifikasi Nyeri

Menurut Oman dkk (2008) Nyeri dapat dibagi menjadi dua yaitu :

1) Nyeri Akut

Nyeri akut umumnya diklasifikasikan sebagai nyeri yang

berlangsung singkat atau lamanya dapat diperkirakan, memiliki

penyebab yang dapat diidentifikasi, dan akan mereda ketika terjadi

proses penyembuhan.

2) Nyeri kronis

Nyeri kronis akan bertambah parah dan semakin meningkat

intensitasnya bersamaan dengan berjalannya waktu, selanjutnya

nyeri yang kronis dipilih lagi menjadi nyeri maligna dan

nonmaliogna.

2.2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri

Menurut Potter & Perry (2010) rasa nyeri merupakan suatu

hal yang bersifat kompleks, mencakup pengaruh fisiologis, sosial,

spiritual, psikologis dan budaya. Oleh karena itu pengalaman nyeri

masing-masing individu berbeda-beda.

1) Faktor fisiologis

Faktor fisiologis terdiri dari usia, gen, dan fungsi neurologis. Pada

usia 1-3 tahun (toddler) dan usia 4-5 tahun (prasekolah) belum

mampu menggambarkan dan mengekspresikan nyeri secara verbal


23

kepada orang tuanya. Sedangkan pada usia dewasa akhir,

kemampuan dalam menafsirkan nyeri yang dirasakan sangat sukar

karena terkadang menderita beberapa penyakit sehingga

mempengarui anggota tubuh yang sama.

2) Faktor sosial

Faktor sosial yang dapat mempengaruhi nyeri terdiri dari

perhatian, pengalaman sebelumnya, dukungan keluarga dan sosial.

Perhatian adalah tingkat dimana pasien memfokukan perhatian

terhadap nyeri yang dirasakan.

3) Faktor psikologis

Faktor psikologis dapat juga mempengaruhi tingkat nyeri. Faktor

tersebut terdiri dari kecemasan dan teknik koping. Kecemasan

dapat meningkatkan persepsi terhadap nyeri. Teknik koping

memengaruhi kemampuan untuk mengatasi nyeri. Seseorang yang

belum pernah mendapatkan teknik koping yang baik tentu respon

nyerinya buruk.

4) Faktor Budaya

Faktor budaya terdiri dari makna nyeri dan suku bangsa. Makna

nyeri adalah sesuatu yang diartikan seseorang sebagai nyeri akan

mempengaruhi pengalaman nyeri dan bagaimana seseorang

beradaptasi terhadap kondisi tersebut. Seseorang merasakan sakit

yang berbeda apabila terkait dengan ancaman, kehilangan,

hukuman, atau tantangan. Suku bangsa berkaitan dengan budaya.

Budaya mempengaruhi ekspresi nyeri. Beberapa budaya percaya


24

bahwa menunjukkan rasa sakit adalah suatu hal yang wajar.

Sementara yang lain cenderung untuk lebih introvert.

2.3 Masa Kerja

2.3.1 Definisi Masa Kerja

Masa kerja adalah suatu kurun waktu atau lamanya tenaga

kerja bekerja di suatu tempat. Masa kerja adalah rentang waktu yang

telah ditempuh oleh seseorang perawat dalam melaksanakan tugas dan

fungsinya (Handoko, 2010).

Masa kerja dihitung sejak terjadinya perjanjian kerja antara

pihak pengusaha dengan buruh/pekerja. Hal ini dapat disesuaikan

dengan bunyi pasal 50 UU nomor 3 tahun 2003 tentang

ketenagakerjaan, pasal ini berbunyi “hubungan terjadi karena adanya

perjanjian antara pengusaha dan pekerja/buruh” (Anonim, 2015).

2.3.2 Klasifikasi

Masa kerja dikategorikan menjadi 2 yaitu:

1) Masa kerja kategori baru ≤ 3 tahun

2) Masa kerja kategori lama > 3tahun (Handoko, 2010).

2.4 Sikap Kerja

2.4.1 Definisi Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari

seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata

menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus


25

tertentu yang dalam kehidupan sehari- hari merupakan reaksi yang

bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap merupakan kesiapan

atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan

motif tertentu (Notoatmodjo, 2014).

Sikap kerja adalah tindakan yang akan diambil pekerja dan

segala sesuatu yang harus dilakukan pekerja tersebut yang hasilnya

sebanding dengan usaha yang dilakukan (KBBI, 2012-2016).

Sikap kerja yang tidak ergonomis dapat menyebabkan

kelelahan dan cedera pada otot. Sikap kerja yang tidak alamiah adalah

sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian tubuh bergerak menjauhi

posisi alamiah. Misalkan saat melakukan pergerakan tangan terangkat,

maka semakin jauh bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh maka

semakin tinggi pula resiko terjadinya keluhan otot skeletal (Tarwaka,

2014:118).

2.4.2 Posisi Kerja

a. Posisisi kerja yang baik

Posisi kerja yang baik adalah posisi kerja yang ergonomis.

Ergonomi sendiri adalah penyerasian antara pekerja, jenis

pekerjaan, dan lingkungan. Lebih jauh lagi ergonimi adalah ilmu

tentang hubungan di antara manusia, mesin yang digunakan, dan

lingkungan kerjanya (KBBI, 2012-2016).

b. Posisi kerja yang buruk

Posisi kerja yang buruk adalah pergeseran dari gerakan tubuh atau

anggota gerak yang dilakukan oleh pekerja saat melakukan aktifitas


26

dari postur normal secara berulang-ulang dalam waktu yang relatif

lama (KBBI, 2012-2016).

2.5 Jenis Kelamin

Prevalensi terjadinya low back pain lebih banyak pada perempuan

dibandingkan dengan laki-laki, beberapa penelitian menunjukkan bahwa

perempuan lebih sering izin untuk tidak bekerja karena low back pain (Hoy, et

al., 2010).

Faktor jenis kelamin dan hormonal seseorang juga dapat

mempengaruhi timbulnya low back pain. Jenis kelamin perempuan lebih

sering mengalami low back pain dibandingkan jenis kelamin laki-laki. Hal ini

dapat dikarenakan adanya faktor dari hormon estrogen yang berperan.

Kehamilan, penggunaan kontrasepsi dan menopause yang terjadi pada

perempuan mempengaruhi peningkatan dan penurunan dari kadar estrogen.

Peningkatan estrogen pada proses kehamilan dan penggunaan kontrasepsi

menyebabkan terjadinya peningkatan hormon relaxin. Meningkatnya kadar

hormon relaxin dapat menyebabkan terjadinya kelemahan pada sendi dan

ligamen khususnya pada daerah pinggang. Selain itu proses menopause juga

dapat menyebabkan kepadatan tulang berkurang akibat penurunan hormon

estrogen sehingga memungkinkan terjadinya low back pain (Wijnhoven at al,

2015).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sumangando dkk (2017)

menunjukan bahwa perawat di RS TK. III R.W Monginsidi Manado

didominasi oleh perawat dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 85,0 %.


27

Secara fisiologis, kemampuan oto wanita lebih rendah dibandingkan dengan

pria. Perbandingan otot pria dan wanita adalah 3:1. Penelitian juga dilakukan

oleh Naftalia (2016) bahwa jenis kelamin berpengaruh untuk terjadinya low

back pain dan didapatkan perawat perempuan yang mengalami low back pain

67,5 %. Menurut peneliti karena di rumah sakit ini didominasi oleh perawat

perempuan dibanding laki-laki, sehingga beban kerja lebih berperngaruh pada

perawat perempuan dan menyebabkan keluhan low back pain.


28

2.6 KERANGKA TEORI

Faktor risiko yang


mempengaruhi terjadinya low
back pain secara umum ada 2
yaitu faktor individu dan faktor
pekerjaan antara lain:
1) Faktor Individu
a) usia LOW BACK PAIN
(NYERI PUNGGUNG
b) jenis kelamin BAWAH)
c) indeks massa tubuh
d) keadaan psikologis.
2) Faktor pekerjaan yaitu
pekerjaan yang memerlukan
tenaga besar, masa kerja
dan postur tubuh(sikap
kerja)

(Delitto, et al., 2012).

Вам также может понравиться

  • Lembar Observasi
    Lembar Observasi
    Документ1 страница
    Lembar Observasi
    umi sarah
    Оценок пока нет
  • Proposal
    Proposal
    Документ44 страницы
    Proposal
    umi sarah
    Оценок пока нет
  • PROPOSAL
    PROPOSAL
    Документ34 страницы
    PROPOSAL
    umi sarah
    Оценок пока нет
  • Kuesioner Penelitian
    Kuesioner Penelitian
    Документ2 страницы
    Kuesioner Penelitian
    umi sarah
    Оценок пока нет
  • BAB 2 Newwww
    BAB 2 Newwww
    Документ25 страниц
    BAB 2 Newwww
    umi sarah
    Оценок пока нет
  • BAB 3 New
    BAB 3 New
    Документ10 страниц
    BAB 3 New
    umi sarah
    Оценок пока нет
  • Bab 2
    Bab 2
    Документ36 страниц
    Bab 2
    umi sarah
    Оценок пока нет
  • COVER
    COVER
    Документ1 страница
    COVER
    umi sarah
    Оценок пока нет
  • Kuesioner Penelitian
    Kuesioner Penelitian
    Документ6 страниц
    Kuesioner Penelitian
    umi sarah
    Оценок пока нет
  • Konsulan
    Konsulan
    Документ52 страницы
    Konsulan
    umi sarah
    Оценок пока нет