Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Gerakan Modern Islam di Indonesia bukanlah dimulai tahun 1911 berdirinya Sarekat Dagan
Islam atau tahun 1912 dengan berdirinya Muhammadiyah atau tahun 1906 dengan terbitnya Al-
Imam (di Singapura) atau tahun 1911 dengan diterbitnya majalah Al-Munir di Pdang atau
didirikan sekolah adabiyah dibangun di padang atau tahun 1905 dengan berdirinya Jami’at Khair
(Djami’at Chair) di Jakarta. Organisasi-organisasi, berdirinya sekolah dan terbinya majalah-
majalah. Tapi pemikiran, gerakan pemikiran entah ajakan perorangan atau kelompok
masyarakat umumnya lebih dahulu dari tahun-tahun resmi tadi.
Tahun 1942 tahun pergantian penguasa di Indonesia dari tangan Belanda ke Jepang. Organisasi
Islam yg tetap eksis selepas masa sesudah merdeka Organisasi Islam; Muhammadiyah, NU,
Perti, PSII, Persatuan Islam. Organisasi bukan Islam PNI, Parindra, PKI.
Dalam masa merdeka dan perkembangan periode 1900-1942 yang terjadi:
1.Soal Khilafiayah ubudiyah (tahayul Khurafat) dijadikan ajang pemilihan umum 1955
antanra Nu VS Muhammadiyah tapi pemilu 1971 dan 1978 soal ini tidak muncul.
2. Sifat Fragmentasi Kepartaian; sifat ini menonjol masa tahun 1920-1942 pecah dua kalangan
Islam PSII (Partai Sarekat Islam Indonesia) muncul Permi, Perti, Parii, Penyadar, PII dan PSII
Kartosuwiryo. Pada kalangan Kebangsaan (yang mengaku netral terhadap agama) muncul
PNI,Partindo,Gerindo,PBI dan BU (yang bergabung menjadi Parindra) dan Parpindo.
Pada Bulan November 1945 Masjumi mengaku menjadi wadah partai Islam tapi setelah itu
muncul Perti (1945), PSII(1947), NU (1952), PPTI, dan kemudian Parmusi
3. Kepemimpinan yang bersifat pribadi.
4. Perbedaan dan Pertentangan faham
Kalangan Islam berbeda dalam soal ideology contoh dalam siding-sidang konstitusi tahun 1956-
1959 menempatkan Islam dalam kalangan satu barisan yang kokoh tapi ketika Demokrasi
Kepemimpinan kalangan Islam menjadi pecah ada yg menolak citra dan konsep Soekarno
tentang Ideologo dan sebagian menerima.
Pada masa ORBA terjadi penolakan dari pemerintah terhadap Masjumi untuk berdiri kembali.
Faham yg sering di pertentangan adalah nasinalisme atau kebangsaan.
Pada masa itu juga terjadi pertentangan antara faham koperasi dan non koperasi yang mana PSII
memegang prinsip non kperasi dengan pemerintah Belanda sehingga PSII menolak dan memecat
H. Agus Salim dengan gerakannya PENYADAR ygn berkoperasi. Salim semnjak tahun 1915
adalah orang kedua sesudah Tjokroaminoto meninggal tahun 1934 orang pertama dalam PSII
Walaupun pada hakekatnya di Partai yang tidak berdasarkan Islam ada orang-orang yang
beragama Islam sendiri.
Kedudukan Islam di zaman penjajahan terutama periode 1900-1942 adalah terbagi masyarakat
Islam ke kaum tua dan kaum muda
Perpecahan disebabkan
1. Agama (Nasionalis agama)
2. Politik (nasionalis yang netral
3. Orang Isalam disbut bumi putera atau melayu, wong Selam (Islam)
4. Barat dan Belanda disamakan dengan Kristen
Kaum muda mencoba menghapuskan bid’ah dan khurafat dan tanpa mengikat diri pada tradisi
yang ada.
Masjumi dibubarkan tahun 1960an oleh orba dan hanya mengakui PNI, PKI, NU, PArkindo,
PSII, Perti, Murba, dan Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI).
Dalam tahun 1968 sebuah partai baru Partau Muslimin Indonesia (Parmusi) berdiri dan
pemerintah melarang setiap usaha untuk mendirikan masjumi akhirnya lahirlah PPP.
Saking menyedihkan orang islam yang sekolah di sekolah HIS (Holland Inlands School) yang
bapaknya haji tak boleh.
Fiqh berhenti pada mazhab yang empat dan pengajaran di pesantren lebih pada mistik yang
disebut dgn Tarekat ya yg terkenal naqsabandi, syatary dan kadariyah. Pentingnya pendidikan
mistik di Indonesia janganlah dianggap remeh
Panteisme juga berkembang daripada budaya Hindu dan Budha
Di Minangkabau banyak tokohnya tidak mau pulang dikarenakan adat yang bertentangan dengan
Islam diantaranya
1. Syaikh Ahmad Khatib Imam Mesjid Haram Mekkah
2. H. Agus Salim (1884-1954)
3. Syaikh Tahir Djalaluddin (1869-1956) memilih Malaya sebagai daerah pengabdiannya selepas
belajar di Kairo
Hurgronje berpendapat sampai tahun 1700 Islam dpengaruhi oleh India dan lama kelamaan
pengaruh itu langsung dari tanah arab.
Pemberontakan masalah agama di Jawa dilakukan oleh Ponegoro di Jawa Tengah (1825-1830)
dan di Cilegon di daerah Banten (1888) yang dipimpin oleh Haji Wasid kerana Belanda mencoba
menghancurkan menara dan melarang azan dan baca selawat dengan mic.
Bedanya Belanda awal datang adalah dagang sedagkan Spanyol dan Portugis memang sengaja
untuk memerangi Islam dan mengkristenkan.
Usahakan yang dilakukan Belanda untuk merebut hati orang Indonesia ada dua pandangan
1. Mengandung unsure budaya (bagaimana budaya mereka masuk ke Indonesia)
2. Bagaimana mengubah agama penduduk.
Misi Kristen pertama mendirikan perkampungan Kristen pertama di Mojokerto (Jawa Timur)
dalam tahun 1844 dilanjutkan di ciders (Cirebon), Pengharepan (Sukabumi), Palalongan di
dataran Cihea di Priangan.
Syaikh dan pengikutnya dianggap berbahaya bagi misi Kristen belanda seperti orang-orang
sanusi terhadap kekuasaan Perancis di Aljazair.
Pegawai atau ulama yang bekerja di pemerintahan belanda tidak boleh diutus ke negeri dimana
masyarakatnya belum beragama walaupun pada hakekatnya para pegawai tersebut dengan suka
rela tanpa dibayar.
Bahaya lain yang dilihat belanda adalah sifat internasional dalam jamaah haji
Usaha pihak Belanda mengawasi jemaah haji Indonesia dengan pembukaan konsulat Belanda di
Jeddah tahun 1872. Pemerintah Belandapun mengirimkan seorang ilmuwan Islamnya iaitu
Christiaan Snouck Hurgronje. Enam bulan tinggal di Jeddah dengan ganti nama Abdul Gaffar
dan enam bulan pula di Mekkah (1885). Dia akan lama tinggal di mekkah bila tidak diusir
karena dituduh mencuri sebuah batu yang mempunyai nilai sejarah.
GERAKAN PEMBAHARUAN ISLAM DI INDONESIA
A. Latar Belakang
Melihat keadaan di lapangan bahwa pengamalan agama Islam di Indonesia yang
masih banyak bercampur dengan tradisi Hindu-Budha tersebut dan jelas sekali
merusak kemurnian ajarannya, maka tampillah beberapa ulama mengadakan
pemurnian dan pembaharuan faham keagamaan dalam Islam. Pada mulanya lahir
Gerakan Padri di daerah Minangkabau yang dipelopori oleh Malim Basa, pendiri
perguruan di Bonjol, yang kemudian dikenal dengan sebutan Imam Bonjol. Sejak
kembali dari Mekah, Imam Bonjol melancarkan pemurnian aqidah Islam seperti yang
telah dilakukan oleh gerakan Wahabi di Mekah. Karena kaum tua yang masih sangat
kuat berpegang teguh pada adat menentang dengan keras terhadap gerakan Imam
Bonjol maka timbulah perang Padri yang berlangsung antara tahun 1821-1837.
Pemerintahan Kolonial Belanda, sesuai dengan politik induknya “Devide et
empera” akhirnya membantu kaum adat untuk bersama-sama menumpas kaum
pembaharu. Sungguh pun kaum militer Padri dapat dikalahkan, tetapi semangat
pemurnian Islam dan kader-kader pembaharu telah ditabur yang kemudian pada
kenmudian hari banyak meneruskan usaha dan perjuangan mereka. Diantaranya,
Syekh Tohir Jalaludin, setelah kembali dari Mekah dan Mesir bersama-sama dengan Al
Khalili mengembangkan semangat pemurnian Agama Islam dengan menerbitkan
majalah Al Imam di Singapura.
Pada saat itu juga, di Jakarta berdiri Jami’atul Khair pada tahun 1905, yang pada
umumnya beraggotakan peranakan Arab. Organisasi Jami’atul Khair ini dinilai sangat
penting karena dalam kenyataanya dialah yang memulai dalam bentuk organisasi
dengan bentuk modern dalam masyarakat Islam (dengan anggaran dasar, daftar
anggota yang tercatat, rapat-rapat berkala) dan mendirikan suatu sekolah dengan cara-
cara yang banyak sedikitnya telah modern. Di bawah pimpinan Syekh Ahmad Soorkati,
Jami’atul Khair banyak mengadakan pembaharuan dalam bidang pengajaran bahasa
Arab, pendidikan Agama Islam, penyiaran agama, dan banyak berusaha mewujudkan
Ukhuwah Islam.
Sementara itu, banyak tumbuh dan lahir gerakan pembaharuan dan pemurnian
Agama Islam di beberapa tempat di Indonesia, yang satu sama lain mempunyai
penonjolan perjuangan dan sifat yang berbeda-beda. Akan tetapi, secara keseluruhan
mereka mempunyai cita-cita yang sama dan tunggal yaitu “Izzul Islam wal
Muslimin” atau kejayaan Agama Islam dan Kaum Muslimin. Di antara gerakan-gerakan
tersebut adalah: Partai Sarekat Islam Indonesia, Muhammadiyah, Persatuan Islam, dan
Al Irsyad.
Gerakan-gerakan tersebut, umumnya terbagi dalam dua golongan yaitu Gerakan
Modernis dan Gerakan Reformis. Yang dimaksud dengan Gerakan Modernis ialah
gerakan yang menggunakan organisasi sebagai alat perjuangannya. Jadi semua
Gerakan Islam tersebut dapat digolongkan sebagai gerakan Modernis. Sedangkan
Gerakan Reformis, berarti di samping gerakan ini menggunakan organisasi sebagai alat
perjuangannya, juga berusaha memurnikan Islam dan membangun kembali Islam
dengan pikiran-pikiran baru, sehingga Islam dapat mengarahkan dan membimbing
umat manusia dalam kehidupan mereka. Misalnya: Muhammadiyah, Persatuan Islam,
dan Al Irsyad.
B. Pembahasan
1. Jami’atul Khair dan Al-Irsyad
Setiap dari mereka gerakan Modernisme Islam termasuk organisasi islam yang
beranggoatakan keturunan Arab memiliki karakter gerakan yang berbeda-beda. Ada
gerakan Islam yang menekankan pada aspek ekonomi dan politik, ada yang
menekankan pada upaya pemurnian ajaran Islam, serta ada yang menekankan pada
uapaya pemurnian ajaran Islam, serta ada yang menekankan pada aspek
pembaharuan pendidikan Islam.
Contoh gerakan Moderenisme Islam yang berdiri pada awal abad ke-20 adalah
Jami’atul khair, sebuah organisasi Islam, yang mana organisasi ini sebagai tempat para
Ulama dan aktivis berjuang dan memperjuangkan pembaharuan dalam segala aspek.
Jami’atu khair juga sebagai organisasi Islam pertama di Indonesia yang dikelola dengan
system (managemen) keorganisasian modern, Jami’atu khairmemliki anggaran dasar,
anggaran rumah tangga, buku anggota notulensi rapat, iuran anggota dan lembaga
control anggota melalui rapat tahunan, dan lain sebagainya. Konon, lembaga ini telah
diusahakan berdirinya sejak tahun 1901.pemrakarsanya adalah golongan terpelajar dari
kalangan muslim Indonesia keturunan Arab, dari keluarga shihab dan Yahya. Klan
Shihab dan Yahya dikalangan Alawiyyin termasuk dalam stratifikasi sosial kelas rendah.
Dalam proses pendiriannya, Jami’atul khair mengalami banyak hambatan .
berulangkali permohonan izin pengesahan diajukan kepada Gubernur Jendral
W.Rooseboom, namun selalu ditolak. Penyebabnya tidak jelas pada tahun 1903
misalnya,permohonan izin diajukan, namun ditolak. Kemudian untuk meyakinkan
pemerintah colonial Belanda, surat permohonan dikirim berulang kali dengan
mencantumkan nama pemohonan yang berbeda, yaitu Said bin Ahmad Basandid dan
Muhammad bin Abdurrahman Al-Masyhur.
Setelah lama menunggu, akhirnya izin pendirian Jami’atul khair dikeluarkan pada
tanggal 17 Juni 1905, setelah permohonan disetujui oleh Gubernur Jendral J.V.Van
Heutsz. Izin pendirian Jami’atul khair keluar disertai catatan dari pemerintah, bahwa
Jami’atul khair tidak boleh mendirikan cabang diluar Jakarta.
Pengurus Jami’atul khair angkatan pertama terdiri dari Said bin Ahmad Basandid
sebagai ketua, Muhammad bin Abdullah bin Shihab sebagai wakil ketua, Muhammad
Al-Fakhir bin Abdurrahman masyhur sebagai sekretaris, dan Idrus bin Ahmad bin
Shihab sebagai bendahara, setahun kemudian pengurus Jami’atul khair dirubah dan
tersusun pegurus baru dengan Idrus Bin Abdullah Al-Masyhur sebagai ketua , Salim bin
Ahmad Balwel sebagai wakil ketua, Muhammad Al-Fakhir bin Abdurrahmnan Al-
Masyhur sebagai sekretaris, dan Idrus bin Ahmad bin Shihab sebagai bendahara.
Jami’atul khair semula mencantumkan tujuannya untuk menolong orang-orang
Arab yang tinggal di Jakarta pada saat kemetian dan pesta perkawinan. Organisasi ini
kemudian mendirikan sekolah pertama di Pekojan Jakarta. Beberapa tahun setelah itu,
dibuka pula sekolah-sekolah di Krukut, Tanah Abang dan Bogor, pada bulan Rabiul
Awal 1329 H, atau bulan Maret 1911 M.
Datanglah pengajar dari Makkah yang ditujukan untuk memperkuat staf
penagajar pada sekolah-sekolah Jami’atul khair mereka adalah Syaikh Ahmad Surkati
Al-Anshari ditempatkan disekolah Jami’atul khair di Pekojan dan sekaligus sebagai
pemilik sekolah-sekolah Jami’atul khair lainnya.Syaikh Ahmad Tayyib Al-Maghribi
ditempatkan disekolah Krukut dan syaikh Muhammad Abdul Hamid Al-Sudani
ditempatkan di sekolah Jami’atul khair di Bogor.
Kemudian atas jasa seorang staf pimpinan Jami’atul khair, Abdullah Al-Attas,
didatangkan pula seorang pengajar asak Tunis dan lulusan kulliyyah Azzaitun, yaitu
Muhammad Al-Hasyimi, kemudian ditempat disekolah Jami’atul khair di Tanah Abang.
Muhammad Al-Hasyimi adalah seorang berkebangsaan Tunis yang pernah ikut
memberontak melawan pemerintah Prancis, ia dikenal sebagai guru olahraga dan
memiliki berbagai pengetahuan keterampilan, seperti memasak, membuat sabun dan
lain sebagainya. Dialah yang pertama kali yang mengenalkan gerakan kepanduan
dikalangan umat Islam Indonesia. dengan demikian ia mestinya disebut sebagai “bapak
kepanduan Islam Indonesia”.
Dalam perkembangan berikutnya, Abdullah Al-Atas mengalami perselisihan
dengan pengurus Jami’atul khair. Karena perselisihan itu dia memutuskan untuk
meninggalkan Jami’atul khair, dan mendirikan Al-Atas school pada tahun 1912.langkah
Abdullah Al-Atas ini diikuti oleh Al-Hasyimi dengan cara meninggalkan Jami’atul khair
dan bergabung dengan Al-Atas Schcool. Namun ketika Al-Irsyad berdiri, dia
meninggalkan Al-Atas school dan bergabung dengan Al-Irsyad serta menjadi guru pada
sekolah Al-Irsyad.
Dua tahun kamudian, atas jasa Ahmad Surkati, didatangkan empat orang
pengajar lagi, yaitu syaikh Ahmad Al-Aqib Assudani. Ditempatkan di sekolah Al-
Khairyyah di Surabaya, syaikh Abul Fadhel Muhammad Assati Al-Anshari, saudara
kandung Ahmad Surkati ditempatkan disekolah Jami’atul khair di Tanah Abang, syaikh
Muhammad Nur Muhammad Khair An-Anshari ditempat disekolah Jami’atul khair di
Pekojan dan Jami’atul khair di Krukut. Dalam perkembangan selanjutnya Syaikh Hasan
Hamid Al-Anshari dipindahkan ke Bogor karena syaikh Muhammad Abdul Hamid
Assudani kembali ke Negerinya.
Jika ditelusuri awal mulanya, munculnya Al-Irsyad dilatarbelakangi oleh
terjadinya pertentangan dalam Jami’at Al-Khair, terkait persoalan konsep kafa’ah dalam
pernikahan. Yakni, apakah mereka yang memiliki gelar sayyid boleh menikah dengan
rakyat biasa atau tidak? Bagi masyarakat arab modernis, perkawinan semacam itu sah,
akan tetapi menurut kaum tradisionalis, pernikahan itu dianggap tidak sah, karena salah
satu syarat sahnya perkawinan adalah adanya kafa’ah antara kedua mempelai. Kalau
syarat kafa’ah ini tidak terpenuhi maka perkawinan dianggap batal atau tidak sah.
Semula, perdebatan kafa’ah ini muncul pertama kali ketika Ahmad Surkati
berkunjung ke Solo, tepatnya dalam suatu pertemuan di kediaman Al-Hamid dari
keluarga Al-Azami. Pada saat menjamu Surkati ini terjadi pembicaraan tentang nasib
seorang syarifah, yang karena tekanan ekonomi terpaksa hidup bersama seorang
China di Solo. Surkati menyarankan agar dicarikan dana secukupnya untuk
memisahkan kedua orang yang tengah kumpul kebo itu. Pilihan lain yang diajukan
Surkati adalah hendaknya dicarikan seorang muslim yang ikhlas menikahi secara sah si
Syarifah tersebut, agar ia bisa terlepas dari gelimang dosa.
Salah seorang yang hadir, Umar bin Said Sungkar bertanya pada Surkati: ”apakah
yang demikian itu diperbolehkan menurut hukum ajaran agama Islam, sementara ada
hukum yang mengharamkan karena tidak memenuhi syarat kafa’ah, meskipun syarat-
syarat lainnya sudah terpenuhi”.
Setelah Surkati mengeluarkan fatwa tentang sahnya pernikahan yang tidak
sekutu tersebut, kemudian terjadi pertentangan yang terkenal dengan ”Fatwa Solo”.
Fatwa tersebut telah ”Mengguncang” masyarakat Arab golongan Alawi. Fatwa ini
dianggap sebagai penghinaan besar terhadap kelompok mereka. Mereka menuntut
kepada Surkati agar bersedia mencabut fatwanya, namun Surkati tetap
mempertahankan fatwanya dan berusaha menghormati pendapat publik baik yang
setuju maupun yang menolak.
Akibat telah mengeluarkan fatwa, pada tahun 1914 Ahmad Surkati dikeluarkan dari
Jami’atul Al-Khair. Setelah dikeluarkan dari jami’atul Al-Khair dengan dibantu oleh
Sayyid Saleh bin Ubaid Abdatu dan Sayyid Said Masya’bi untuk mendirikan madrasah
Al-Irsyah Al-Islamiyah yang diresmikan pada tanggal 15 Syawal 1332 H. Bertepatan
dengan 6 September 1914 dengan dia sendiri sebagai pimpinannya.
Tidak lama setelah Surkati dikeluarkan dari Jami’atu Al-Khair, keluar pula para guru
yang berasal dari Makkah, baik yang datang bersama Surkati maupun yang datang
atas jasa Surkati. Sebagian mereka kembali ke Makkah dan sebagian tetap tinggal di
Indonesia dan bergabung dengan Al-Irsyad sampai akhir hayat mereka di Indonesia. Di
antara mereka adalah: Abul Fadhel Muhammad Khair Al-Anshori yang tidak lain adalah
saudara kandung Surkati, Syaikh Muhammad Nur Muhammad Khair Al-Anshori, dan
lain sebagainya.
Izin untuk pembukaan dan pengelolaan Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyah
berada ditangan dan atas nama Surkati. Berdasarkan ordonasi guru 1905 yang
mengatur pendidikan islam, beban tanggung jawab Surkati akan ringan apabila
Madrasah tersebut dinaungi oleh satu organisasi yang teratur dan memiliki status
badan hukum. Maka disiapkanlah berdirinya Jami’iyyah Al-ishlah wa Al-irsyad Al-
Arabiyyah, yang beberapa tahun kemudian diganti dengan nama Jami’iyyah Al-Ishlah
wal Irsyad Al-Islamiyyah.
Permohonan pengesahan diajukan kepada Gubernur Jendral AWF. I den Burg,
sementara pengurusan Madrasah dilaksanakan oleh suatu badan yang diberi nama:
Hai’ah Madaris Jami’iyyah Al-Irsyad yang diketuai oleh Sayyid Abdullah bin Abu Bakar
Al-Habsyi. Meskipun pengesahan dari Gubernur Jendral belum keluar, Syaikh Umar
Yusuf Manggus telah berhasil menyewa gedung bekas hotel ORT yang tidak berfungsi
lagi di Molenulist West, Jakarta, guna memenuhi kebutuhan yang agak mendesak
karena perhatian dan peminat yang luar biasa.
Penghimpunan Al-Irsyad (sebagai lembaga yang memiliki hukum) akhirnya
memperoleh pengakuan dari Gubernur Jendral pada tanggal 11 Agustus 1915. Dengan
keputusan no 47, yang disiarkan dalam Javache Courant nomor 67 tanggal 20 Agustus
1915. Sejak itu Al-Irsyad, meminjam ungkapan Badjerei; ”meluncur laksana meteor;
enerjik dan penuh vitalitas; kian hari kian besar dan meningglkan jami’at Al-Khoir jauh
dibelakangnya.
Dalam perjalanannya, Al-Irsyad terlihat sering menjalin kerjasama dengan
organisasi Modernis Islam lainnya, seperti Muhammadiyyah dan Persis sebagaimana
diungkapkan oleh Badjerei berikut ini:
”Dengan lahirnya persatuan Islam di Bandung, pada tahun 1923, kemudian dengan
munculnya Fachruddin pada pimpinan Muhammadiyyah kegiatan dakwah menjadi kian
semarak dakwah Muhammadiyyah dan Persis diucapkan pula diucapkan diisi oleh
tenaga-tenaga dari Al-Irsyad, khusnya dari kelompok izh harAl-Haq ini, ketika Ali
Harahah berangkat ke Hejaz dan bermukim kesana, sekitar satu tahun delapan bulam
dan baru kembali ke Jakarta bulan juni 1929, kegiatan Izhar Al-haq ikut berhenti.
Meskipun demikian Muhammadiyyah persatuan Islam dan Al-Irsyad merupakan ”tiga
serangkai” yang tak terpisahkan sehingga saat ini”.
Kerjasama antara Al-Irsyad dengan organisasi Modernis Islam lainnya terus Berlanjut
pada kongres Al-Islam ke-1 di Cirebon pada tahun 1922, kongres Al-Islam ke-2 tahun
1923 di Garud, kongres ke-3 di Surabaya tahun 1924, kongres Al-Islam ke-4 di
Yogyakarta tahun 1925, kongres Al-Islam ke-5 di Bandung tahun 1926(Hussein
Banjerei, 1996:114). Al-Irsyad juga menjalin kerjasama dengan gerakan-gerakan Islam
lain dalam majelis islam A’la Indonesia MIAL.
Menurut Hussein Badjerei, salah seorang tokoh pemikir dari Al-Irsyad, organisasi Al-
Irsyad didirikan bukan untuk melawana atau menandingi Jami’at Al-Khoir. Al-Irsyad lahir
bukan karena desakan kebencian kepada segolongan masyarakat Arab yang saat itu di
sebut Alawiyyin. Semasa Surkati masih hidup, Al-Irsyad tidak melulu mengurusi dan
berdakwah kepada masyarakat Arab Hadrami; tidak melulu mengurusi perantau dari
Hadramaut. Risalahnya cukup luas, surkati tidak mululu mengurusi persoalan
pembaharuan dikalangan masyarakat Arab hadrawi.
Perhimpunan Al-Irsyad juga tidak dibangun dari asas kekesalah kemarahan,
para pemimpinnya bukanlah diktator. Karena itulah Al-Irsyad bisa hidup terus
sepanjang waktu, meski parapemimpinnya wafat dan silih berganti, sebagai kelompok
organisasi Islam tertua yang telah meneliti sejarah di berbagai jama’ah, dari zaman
penjajahan Belanda sampai sekarang ini.
Masa formatif Al-Irsyad diawali sejak kelahirannya. Akte pendirian dan anggaran
dasar Al-Irsyad disahkan oleh Gubernur Jendral Hindia Belanda dengan nomor 47,
tertanggal 11agustus 1915, dan disiarkan dalam surat kabar Javasche Courant Nomor
67, tertanggal 20 Agustus 1915. Keputusan ini kemudian menjadi izin resmi kelahiran
organisasi ini, yaitu 19 Agustus 1915, dalam keputusan ini pula tercatat pengurus
pertamanya, yaitu: Salim bin Awad Balweel sebagai ketua, Muhammad Ubaid Abud
sebagai sekretaris, Said bin Salim Masya’bi sebagai bendahara, dan saleh bin Obeid
bin Abdat sebagai penasehat.
Setelah peristiwa dikeluarkannya beslit dari Gubernur Jendral pada hari selasa tanggal
19 syawal 1333/31 Agustus 1915,maka diadakan rapat umum anggota.dalam rapat itu
diputuskan susunan pengurus untuk kepentingan intern,yaitu;salim bin awad bal weel
sebagai ketua, saleh bin obeid bin abdat sebagai wakil ketua,Muhammad Ubait Abut
sebagai sekretaris,Said bin Salim Masy’abi sebagai bendahara.
Untuk lebih mendinamisasikan gerak dan langkah organisasi serta berperan aktif
dalam pemberdayaan masyarakat,dalam kepengurusannya Al-Irsyad membentuk
majelis-majelis yang mempunyai fungsi yang berbeda-beda,antara lain;1. majelis
pendidikan dan pengajaran;2,majelis dakwah;3,majelis sosial dan ekonomi ;4,Majelis
wakaf dan yayasan;5 majelis wanita dan putri:6.majelis pemuda dan pelajar :7,majelis
organisasi dan kelembagaan ;8,Majelis hubungan luar negri.
Patut garis bawahi bahwa dalam penyebaran gagasan atau pemikirannya,Al- Irsyad
lebih memfokuskan pada upaya perbaikan dan pelayanan pendidikan.Ini biasa dilihat
dari pembukaan sekolah Al-Isyad yang didukung oleh pemuka-pemuka arab.Terutama
Syaikh Umar Manggus,yang saat itu menjabat sebagai kapten arab.Tokoh ini yang
memberi saran agar didirikan suatu perkumpulan untuk menunjang sekolah yang
didirikan oleh Syeikh Ahmad Surkati tersebut. Atas dukungan itu,berdirilah
sekolah”Jam’iyyah Al Ishlah Wa Al Irsyad Al Islamiyyah”.Agar kehadirannya tidak
terkesan hanya diperuntukkan bagi orang arab,maka beberapa waktu kemudian
namanya di ubah menjadi ”Jam’iyyah Al- Irsyad Al-Islamiyyah”.Yang selanjutnya dikenal
dengan nama Al- Irsyad,Al- irsyad beranggotakan semua orang islam yang berumur 18
tahun atau yang telah beristri dan tingggal diwilayah Indonesia.
Periode perkembangan Al- Irsyad ditandai dengan pembukaan cabang-
cabang Al -Irsyad dengan prioritas pertama pulau Jawa.Pada tanggal 29 Agustus 1917
Al- Irsyad membuka cabang yang pertama di Tegal,dengan diketahui oleh Ahmad Ali
Bais.Pada tanggal 20 November 1917 di resmikan pula keputusan untuk pembukaan
cabang Al -Irsyad kedua,yaitu di Pekalongan dengan ketua pertama kalinya Said Bin
Salaim Sahaq,cabang Al Irsyad ketiga dibuka di Bumiayu pada tanggal 14 Oktober
1918,dengan ketuanya yang pertama adalah Husein Bin Muhammad Al Yazidi pada
tanggal 31 Oktober 1918 Al Irsyad membuka cabang ke empat di cerebon,dengan
ketua pertamanya Ali Awad Baharmuz.Tanggal 21 Januari 1919,dibuka cabang ke lima
disurabaya. pembukaan cabang di Surabaya ini di nilai sebagai peristiwa amat penting
dalam sejarah Al- Irsyad,karena kedudukan Surabaya waktu ini sebagai pusat kegiatan
pergerakan islam dan tempat berdomisilinya para pemuka masyarakat muslim pada
waktu itu.Cabang ini
pertama kalinya di ketuain Oleh Muhammad bin Rayis bin Thaib
Pada periode berikutnya, setelah pulau jawa, Al irsyad semakin melebarkan
saya at punya keluar jawa.Dari tahun 1927 sampai dengan tahun 1931 telah tercatat
berdirinya cabang-cabang Al irsyad di lhokseumawhe Aceh , Menggala
Lampung,Sungeiliat Bangka ,labuan haji dan talewang Nusa Tenggara Barat,
Pemekasan, Probolinggo, Krian, Jombang, Bangil, Sepanjang, Semarang, Comal,
Pemalang, Prowokerto, Indramayu, Cibadak, Sindang laya, dan Solo.sampai tahun
1970-an, cabang Al-Irsyad telah tersebar diseluruh propinsi Sulawesi Utara dan
sekarang, hampir disetiap propinsi di Indonesian telah berdiri cabang Al-Irsyad.
Di masing-masing cabanh tersebut, didirikan pusat pendidikan bagi warga
Al-Irsyad khususnya, dan masyarakat. Luas pada umumnya.oleh pendirinya,Ahmad
Surkati pendidikan formal dipilih sebagai wahana yang tepat untuk menyemaikan dan
mengembangkan gagasan-gagasan Al-Irsyad seban agaimana telah dicanangkan
dalam Mabadi Al-Irsyad.
Konsistensi dan fokus gerakan terhadap bidang pendidikan formal
tampaknya tetap mampu dipertahankan hingga saat ini kiprah al irsyad lebih banyak di
fokuskan kepada pengembangan pendidiksn fornal,yang di harapkan mampu
membentuk generasi irsyadi.
Jika diklasifikasikan,maka akan terlihat perbedaan perkembangan
pendidikan al irsyad dari setiap periode,periode 1914sampai dengan1942 menunjukan
adanya perkembangan yang cukup pesat,namun pada periode 1942-1961 terjadi
kemunduran .baruhlah pada periode1961-1982,pendidikan Al-Irsyad mengalami
kebangkitan kembalidengan di tandai pedirian sekolah-sekolah Al- Irsyad di berapah
daerah ditanah air .perkembangan yang cepat terjadi pada periode 1982-1997.pada
periode ini Al- Irsyad masih dan berhasil mendirikan lembaga pendidika berupa
pesantren dan perguruan tinggi
Terdapat keunikan dari pengembangan pendidikan Al-Irsyad,yaitu dengan
didirikannya pesantren pada tahun 80-an.Jika pada kelompok tradisional {Nahdlatul
Ulama}muncul trend mengembangkan pendidikan dengan mendirikan sekolah-sekolah
umum dan madrasah maka tidak demikian dengan ormas Al Irsyad (dan juga
muhammdiyah)yang justeru mendirikan pesantren ,karena didorong oleh kesadaran
perlunya memberikan perhatian yang besar pada aspek pendidikan agama.Namun
demikian,tipologi pesantren Al Irsyad tetap memiliki perbedaan dengan pesantren milik
ormas itu.
Jika pesantren itu didirikan oleh perorangan,maka pesantren Al Irsyad
didirikan oleh Jam’iyyah (Organisasi),dengan manajement pesantren yang tidak bersifat
kekeluargaan.kitab-kitab yang diajarkan dipesantren Al Irsyad,Meskipun sama-sama
berbahasa arab,namun tidak tergolong kitab kuning seperti yang diajarkan dipesantren-
pesantren itu.kitab-kitab tersebut ditulis oleh para ulama komtemporer di timur
tengah.lebih dari itu,kesan lux juga terlihat pada pesantren-pesantren milik Al Irsyad,jika
dibandingkan dengan pesantren-pesantren tradisional, Akibatnya biaya pendidikan pun
menjadi mahal.
Bisa dikatakan bahwa dalam pengembangan pendidikan islam di
Indonesia,Al Irsyad telah berhasil mempelopori pendirian lembaga-lembaga islam
modoren,yang pada massa berikutnya di ikutin oleh ormas-ormas islam lain.Namun
demikian,meskipun lembaga pendidikan Al Irsyad didirikan oleh organisasi yang
merupakan representasi dari masyarakat keturunan arab,pribumi yang simpati dan
bersekolah dilembaga-lembaga pendidikan Al Irsyad,baik sekolah pesantren maupun
perguruan tingginya
Meskipun Al Irsyad didirikan tidak hanya oleh Ahmad sukarti,namun
berbicara kontributor pemikiran untuk Al Irsyad sosok sukarti tetap menjadi fokus
utama. Dia juga menjadi figur utama dan sentral yang tinggi kini gagasan-gagasannya
masi dipakai dan menyemangati Al Irsyad. Berbicara tentang gagasan Sukarti,maka
tidak salah lagi bahwasanya Sukarti mengadopsi pemikiran dari Muhammd abdul
Wahab sebagai sang inspiratornya.
Jika dirunut,genealogi pemikiran keislaman Al Irsyad bermula dari kehadiran
Ahmad Sukarti di Indonesia.saat itu,sukarti merasa menghadapi masyarakat yang
memiliki kesamaan ciri dengan yang dihadapi Muhammad Abdul Wahab pada
masanya.baik Sukarti maupan Abdul Wahab sama-sama dihadapkan pada persoalan
yang sangat mendasar dalam agama islam,yakni Taulid kehadiran Sukarti di
Indonesia,khususnya dikota Solo,membuat dia merasa prihatin dengan kemurnian
ajaran tauhid yang berkembang dimasyarakat.Meskipun agama islam telah
berkembang cukup lama di Indonesia,namun pengaruh Hindu-Budha maupun budaya
lokal masih sangat kuat,apa lagi di kota Solo yang merupakan pusat situs kerajaan
besar di Indonesia,tentu persinggungan islam dengan budaya setempat masih sangat
insentif.
Meyikapi kondisi yang demikian,Ahmad Sukarti pernah menyampaikan
beberapa pandangan tentang ketauhidan. Apa bila di bandingkan dengan pandangan
Muhammad bin Abdul Wahab,maka terdapat kemiripan, sebagai contoh, Sukarti
mempersoalkan Bid’ah sebagai berikut:
Pertama,Taklid buta sebagaimana yang dilakukan para ulama yang
sebenarnya memiliki kemampuan untuk memahami Al-Quran dan Hadits.Namun
mereka menjadikan pendapat seseorang sebagai dalill agama Sukarti menyatakan
adapun taklid buta dan menjadikan pendapat orang sebagai dalill agama tidak
diperbolehkan oleh allah dan rosull-nya,para sahabat maupun para ulama
terdahulu,dan merupakan bid’ah yang sesat.
Kedua,meminta syafa”at . ia mengatakan kepada orang yang sudah mata
dan bertawasuldenga Mereka ,surkati menyatakansebagaiperbuatan yang munkar dan
bid”a ia menatakan :”meminta syafa”at kepada orang yang mati atau bertawasul kepada
mereka adalah perbuatan munkar, sebab hal tersebut tidak pernah di kerjakan oleh
rasulullah saw,al khulafa”al rasyidan ataupun oleh para mujtahid ,baik bertawasul
dengan rasul sendiri atau dengan yang lain .selain itu ,hal tersebut merupakan sesuatu
yang diada –adakan dalam ruang lingkup al din. Setiap yang baru dalam agama adalah
bid ”ah ,setiap bid ah adalah sesat ,dan setiap yang sesat akan masuk neraka’’.
Ketiga,dalam kasus pembayaran fidyah membayar sejumlah tebusan kepada
orang lain untuk mengganti shalat dan puasa yang di tinggalkan oleh salah seorang
anggota keluarganya,ketika menyampaikan fidyah seseorang berkata ;’’terimalah uang
ini sebagai penebus shalat dan puasa si fulan ’’.kemudian si penerima menjawab ,’’saya
terima pemberian ini ’’ .bagi surkarti,pembuatan ini dilarang karena tidak di dasarkan
atas dasar dalil agama ,dan merupakan perbuatan bid’ah.
Keempat,dalam kasus pembacaan talqin untuk mayat yang baru di kubur
surkarti melihatnya sebagai pembuatan yang tidak bedasarkan tuntunan al qur’an dan
hadits juga tidak ada petunjuk dari para sahabat
Kelima,pembuatan berdiri pada saat melakukan pembacaan kisah maulid
nabi muhammad saw,bagi surkarti bukan perbuatan agama,namun demikian,apa bila
perbuatan tersebut di pandang sebagai perbuatan agama,atau termasuk dalam ruang
lingkup agama,maka pembuatan tersebuttetap di anggap sebagai perbuatan bid’ah.
Keenam,pengucapan niat (Nawaitu atau Ushalli) bagi Sukarti adalah
perbuatan bid’dah.Alasannya,melafalkan niat demikian dipadang sebagai tambahan
dalam melaksanakan niat yang seharusnya merupakan maksud didalam hati.Menurut
Sukarti pula,ia tidak pernah memperoleh petunjuk bahwa perbuatan tersebut pernah
dirawihkan orang dari nabi Muhammad,atau dari para sahabat,walaupun diajarkan oleh
salah satu imam yang keempat.Dari berbagai sumber rujukan dapat disimpulkan bahwa
niat adalah maksud dalam hati lebih tidak beralasan lagi ialah pendapat tentang wajib
atau sunnahnya pengucapan lafal niat tersebut.Itu berarti ”mewajibkan apa yang
sebenarnya tidak wajib”.
Ketujuh, adat berkumpul untuk melakukan ritual tahlil dirumah orang yang
baru ditimpah musibah kematian menurut Sukarti, merupakan perbuatan Bid’ah dan
bertentangan dengan sunnah rasul.Sukarti menilai parbuatan tersebut sebagai
perbuatan yang membebeni keluarga yang terkena musibah.Dan perbuatan terpuji
yang berkenan dengan keluarga yang terkena musibah adalah penyediakan
makanan,sebagaimana Sabda nabi Jafar bin Abi Thalib meninggal dunia.”Buatlah
makanan bagi keluarga Jafar, ,sebab mereka telah ditimpa sesuatu yang membuat
mereka lupa makan”.
Dan kedelapan,adat berdzikir bersama dan berdoaa bersama setelah shalat
wajib lima waktu menurut surkarti, merupakan perbuatan bid’ah dan bertentangan
dengan sunnah Rasul. Surkati menilai perbuatan tersebut sebagai perbuatan yang
mengada-ada dan menambah-nambah karena Rasulallah selesai sholat wajib lima
waktu, langsung mengerjakan sholat sunnah ba’diah dirumah, tetapi kalau ada yang
akan dia sampaikan maka dia berdiri lalu menyampaikannya ke umat Muslim.
Pendeknya, dari negara Sudan, Ahmad Surkati datang dengan membawa
”gagasan rasional”. Gagasan itulah yang kemudian memberi kontribusi besar bagi
lahirnya Al-Irsyad Al-Islamiyyah, sebuah gerakan pembaharuan untuk memperbaiki
pemahaman keberagaman muslim Indonesia.Deliar Noor menyatakan, seperti halnya
seperti Modernis muslim Indonesia yang lain. Pemikiran-pemikiran yang berkembang di
Al-Irsyad banyak dipengaruhi oleh pemikiran Puritanisme yang berkembang di Timur
Tengah, yang diplopori oleh Muhammad bin Abdul Wahab (dengan gerakan
Wahabinya), pemikiran tersebut secara intensif masuki Indonesia pada awal abad ke-
20, melalui kontak personal antara masyarakat Arab di Indonesia dengan mereka yang
berada di Timur Tengah, juga melaui penerbitan-penerbitan majalah, seperti majalah
Al-Manar dan lain-lainnya
2. Sarekat Islam
Organisasi Serikat Islam pada awalnya merupakan perkumpulan pedagang-
pedagang Islam. Organisasi ini dirintis oleh R.M. Tirtoadisuryo pada tahun 1909
dengan tujuan untuk melindungi hak-hak pedagang pribumi Muslim dari monopoli
dagang yang dilakukan untuk pedagang-pedagang besar Tionghoa.
Kemudian tahun 1911 di kota Solo oleh Haji Samanhudi didirikan organisasi
dengan nama Sarekat Dagang Islam (SDI). Tujuan perkumpulan ini adalah untuk
menghimpun para pedagang Islam agar dapat bersaing dengan para pedagang asing
seperti pedagang Tionghoa, India dan Arab. Karena pada saat itu pedagang-
pedagang tersebut lebih maju usahanya daripada pedagang Indonesia dan
keadaan itu sengaja diciptakan oleh Belanda. Adanya perubahan sosial menimbulkan
kesadaran kaum pribumi. Sebagai ikatan solidaritas dan lambang kelompok, perlu ada
ideologi gerakan.
SDI merupakan organisasi ekonomi yang berdasarkan pada agama Islam dan
perekonomian rakyat sebagai dasar penggeraknya. Di bawah pimpinan H. Samanhudi
perkumpulan ini berkembang pesat hingga menjadi perkumpulan yang berpengaruh
dan akhirnya pada tahun 1912 oleh pimpinannya yang baru yaitu Haji Omar
Said Cokroaminoto namanya diubah menjadi Sarekat Islam. Hal ini dilakukan agar
organisasi ini tidak hanya bergerak dalam bidang ekonomi, tapi juga dalam bidang lain
seperti politik. Walaupun dalam anggaran dasarnya tidak terlihat adanya
unsur politik, tapi dalam kegiatannya SI menaruh perhatian besar terhadap unsur-
unsur politik dan menentang ketidakadilan serta penindasan yang dilakukan oleh
pemerintah kolonial. Artinya SI memiliki jumlah anggota yang banyak sehingga
menimbulkan kekhawatiran pemerintah Belanda.
Tujuan SI mencapai kemajuan rakyat yang nyata dengan jalan
persaudaraan, persahabatan dan tolong-menolong diantara muslim. Tujuan utama
SI 1913 adalah mengembangkan perekonomian. Keanggotaan SI terbuka untuk semua
lapisan. SI berkembang pesat, pada waktu diajukan sebagai Badan Hukum,
Gubernur Jendral Idenburg menolak. Badan Hukum hanya diberikan pada SI
lokal. Dengan perubahan waktu a k h i r n y a S I p u s a t d i b e r i p e n g a k u a n
sebagai Badan Hukum pada bulan Maret tahun 1916.
S e t e l a h pemerintah memperbolehkan berdirinya partai politik, SI berubah menjadi
partai politik dan mengirimkan wakilnya ke Volksraad tahun 1917. SI akhirnya
mengalami perkembangan yang lebih pesat dibandingkan Budi Utomo dan mulai
disusupi aliran Revolusioner Sosialis, mengapa begitu? Karena SI tidak membatasi
keanggotaannya hanya untuk masyarakat Jawa dan Madura saja. SI sebagai
organisasi besar akhirnya terpecah setelah disusupi oleh orang-orang yang telah
dipengaruhioleh paham sosialis. Paham sosialis ini disebarkan oleh Sneevlet
yang mendirikan organisasi ISDV (Indische Sosialistische Democratische
Vereeniging). Mereka menyebar luaskan ajaran sosialis dan terang-terangan
menentang kebijakan-kebijakan pimpinan Sarekat Islam. Hal ini menyebabkan SI pecah
menjadi S I p u t i h y a n g d i p i m p i n o l e h H O S C o k r o a m i n o t o d a n S I m e r a h
y a n g d i p i m p i n S e m a u n . S I m e r a h berlandaskan Sosialisme Komunisme.
Pecahnya SI terjadi setelah Semaun dan Darsono dikeluarkan dari organisasi. Hal ini
ada kaitannya dengan kongres SI ke-6 tahun 1921 tentang perlunya disiplin
partai, seorang harus memilih antara SI atau organisasi lain tujuannya agar SI
bersih dari unsur-unsur komunis. SI berubah nama menjadi Partai Sarekat Islam
(PSI). Pada kongres PSI tahun 1927 menyatakan bahwa tujuan perjuangan
adalah mencapai kemedekaan nasional. Karena tujuannya yang jelas itulah PSI
ditambah namanya dengan Indonesia sehingga menjadi Partai Serikat Islam Indonesia
(PSII). Pada tahun itu juga PSII menggabungkan diri dengan Permufakatan
Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia(PPPKI).
Pada perkembangan selanjutnya tumbuhlah cabang-cabang SI di berbagai
daerah, seperti SI Semarang, SI Yogyakarta, SI Surakarta serta SI Surabaya dan tidak
lupa dibentuk pula semacam SI pusat atau CSI dengan struktur modern. Walaupun
para pengikut Sarekat Islam begitu banyak, tetapi tidak semuanya mempunyai
pengertian dan pemahaman atas tujuan dan kegiatan organisasi tersebut, sehingga
terjadi berbagai penyimpangan yang mengatasnamakan organisasi Sarekat Islam.
Pada tahun 1916 sampai tahun 1921 SI mulai memliki struktur organisasi yang stabil.
Sifat politik dari organisasi ini dirumuskan dalam Asas dan Program kerja yang disetujui
oleh kongres yang diadakan pada tahun 1917. Program kerja dibagi atas 8 bagian,
yaitu:
1) Masalah politik, Sarekat Islam menuntut berdirinya dewan-dewan daerah, perluasan
hak-hak Volksraad dengan tujuan untuk mentransformasikannya menjadi suatu
lembaga perwakilan yang sesungguhnya untuk keperluan legislatif.
2) Dalam bidang pendidikan, partai menuntut penghapusan peraturan yang
mendiskriminasikan penerimaan murid di sekolah-sekolah.
3) Dalam bidang agama, partai menuntut dihapuskannya segala bentuk undang-undang
dan peraturan yang menghambat penyebarluasan ajaran agama Islam, pembayaran
gaji kyai dan penghulu, subsidi bagi lembaga-lembaga pendidikan Islam dan
pengakuan hari-hari besar Islam.
4) Sarekat Islam menuntut dalam hal pemisahan kekuasaan yudikatif dan eksekutif, dan
menganggap perlu dibangun suatu hukum yang sama bagi menegakkan hak-hak yang
sama diantara golongan penduduk negeri.
5) Dalam bidang agrarian dan pertanian, menuntut penghapusan particuliere landrijen
(milik tuan tanah), dan dengan mengadakan ekspansi serta perbaikan irigasi.
6) Dalam bidang industry, menuntut agar industri-industri yang sangat penting agar
dinasionalisasikan industry-industri yang bersifat monopoli dan memenuhi pelayanan
dan barang-barang pokok bagi rakyat banyak.
7) Dalam bidang keuangan dan perpajakan, partai menuntut adanya pajak-pajak
berdasarkan proposianal serta pajak-pajak yang dipungut terhadap laba perkebunan.
Partaipun menuntut adanya bantuan pemerintah bagi perkumpulan koperasi.
8) Dalam bidang sosial, partai menuntut hendaknya pemerintah memerangi minuman
keras dan candu, perjudian dan prostitusi, melarang penggunaan tenaga anak-anak,
mengeluarkan peraturan perburuhan yang menjaga kepentingan para pekerja serta
menambah jumlah poliklinik secara gratis.
Kongres pertama diadakan pada bulan Januari 1913. Dalam kongres ini
Tjokroaminoto menyatakan bahwa SI bukan merupakan organisasi politik, dan
bertujuan untuk meningkatkan perdagangan antarbangsa Indonesia, membantu
anggotanya yang mengalami kesulitan ekonomi serta mengembangkan kehidupan
religius dalam masyarakat Indonesia. Kongres kedua diadakan pada bulan Oktober
1917. Kongres ketiga diadakan pada tanggal 29 September hingga 6 Oktober 1918 di
Surabaya. Dalam kongres ini Tjokroaminoto menyatakan jika Belanda tidak melakukan
reformasi sosial berskala besar, SI akan melakukannya sendiri di luar parlemen.
b. Tokoh
Kepemimpinan Persis periode pertama (1923 1942) berada di bawah pimpinan
H. Zamzam, H. Muhammad Yunus, Ahmad Hassan, dan Muhammad Natsir yang
menjalankan roda organisasi pada masa penjajahan kolonial Belanda, dan menghadapi
tantangan yang berat dalam menyebarkan ide-ide dan pemikirannya.
Pada masa pendudukan Jepang (1942-1945), ketika semua organisasi Islam
dibekukan, para pimpinan dan anggota Persis bergerak sendiri-sendiri menentang
usaha Niponisasi dan pemusyrikan ala Jepang. Hingga menjelang proklamasi
kemerdekaan Pasca kemerdekaan. Persis mulai melakukan reorganisasi untuk
menyusun kembali system organisasi yang telah dibekukan selama pendudukan
Jepang, Melalui reorganisasi tahun 1941, kepemimpinan Persis dipegang oleh para
ulama generasi kedua diantaranya KH. Muhammad Isa Anshari sebagai ketua umum
Persis (1948-1960), K.H.E. Abdurahman, Fakhruddin Al-Khahiri, K.H.O. Qomaruddin
Saleh, dll. Pada masa ini Persis dihadapkan pada pergolakan politik yang belum stabil;
pemerintah Republik Indonesia sepertinya mulai tergiring ke arah demokrasi terpimpin
yang dicanangkan oleh Presiden Soekarno dan mengarah pada pembentukan negara
dan masyarakat dengan ideology Nasionalis, Agama, Komunis (Nasakom).
Persis menjadi terkenal atau mengalami kemajuan setelah A. Hasan,
Muhammad Natsir, dan Isa Anshary, menjadi tulang punggung dari gerakan Persatuan
Islam, dengan tujuan mengembalikan umat Islam kepada Alquran dan Hadis,
menghidupkan ruh jihad dan ijtihad, serta membasmi segala bentuk bid’ah, khurafat,
takhyul, taqlid, dan syirik, dengan menggerakkan dakwah kepada seluruh lapisan
masyarakat, mendirikan Madrasah untuk anak-anak, kursus pengajian untuk para
pemuda, dan menyediakan kelas khusus untuk siswa yang sekolah pada sekolah
Belanda, menerbitkan risalah dan majalah “Pembela Islam” (1929-1933), dan masih
banyak lagi bentuk pergerakan lainnya yang dilaksanakan Persis dalam langkah
pencapaian tujuan gerakan tersebut.
Setelah berakhirnya periode kepemimpinan K.H. Muhammad Isa Anshary,
kepemimpinan Persis dipegang oleh K.H.E. Abdurahman (1962-1982) yang dihadapkan
pada berbagai persoalan internal dalam organisasi maupun persoalan eksternal dengan
munculnya berbagai aliran keagamaan yang menyesatkan seperti aliran pembaharu Isa
Bugis, Islam Jama’ah, Darul Hadits, Inkarus Sunnah, Syi’ah, Ahmadiyyah dan faham
sesat lainnya.
Kepemimpinan K.H.E. Abdurahman dilanjutkan oleh K.H.A. Latif Muchtar, MA.
(1983-1997) dan K.H. Shiddiq Amien (1997-2005) yang merupakan proses regenerasi
dari tokoh-tokoh Persis kepada eksponen organisasi otonom kepemudaannya.
(Pemuda Persis). Pada masa ini terdapat perbedaan yang cukup mendasar: jika pada
awal berdirinya Persis muncul dengan isu-isu kontrofersial yang bersifat gebrakan
shock therapy pada masa ini Persis cenderung ke arah low profile yang bersifrat
persuasive edukatif dalam menyebarkan faham-faham al-Quran dan Sunnah.
Sepeninggalnya KH. Siddiq Amien (31 Oktober 2009), ketua umum Persis
dipegang oleh Prof. Maman Abdurrahman, penunjukkan ini dilakukan oleh
Musyawarah Khusus PP persis di Qarnul Manazil bandung yang dipimpin Majlis
Penasehat PP. Persis. Muktamar ke XIV di Tasikmalaya yang berlangsung pada
tanggal 25-27 September 2010 untuk masa jihad 2010-2015.
4. Muhammadiyah
a) Sejarah Berdirinya Muhammadiyah
Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta, pada tanggal 8
Dzulhijjah 1330 H/18 Nopember 1912 oleh seorang yang bernama Muhammad Darwis,
kemudian dikenal dengan KHA Dahlan . Beliau adalah pegawai kesultanan Kraton
Yogyakarta sebagai seorang Khatib dan sebagai pedagang. Melihat keadaan ummat
Islam pada waktu itu dalam keadaan jumud, beku dan penuh dengan amalan-amalan
yang bersifat mistik, beliau tergerak hatinya untuk mengajak mereka kembali kepada
ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur`an dan Hadist. Oleh karena itu beliau
memberikan pengertian keagamaan dirumahnya ditengah kesibukannya sebagai Khatib
dan para pedagang.
Mula-mula ajaran ini ditolak, namun berkat ketekunan dan kesabarannya,
akhirnya mendapat sambutan dari keluarga dan teman dekatnya. Profesinya sebagai
pedagang sangat mendukung ajakan beliau, sehingga dalam waktu singkat ajakannya
menyebar ke luar kampung Kauman bahkan sampai ke luar daerah dan ke luar pulau
Jawa. Untuk mengorganisir kegiatan tersebut maka didirikan Persyarikatan
Muhammadiyah. Dan kini Muhammadiyah telah ada diseluruh pelosok tanah air.
KH A Dahlan memimpin Muhammadiyah dari tahun 1912 hingga tahun 1922
dimana saat itu masih menggunakan sistem permusyawaratan rapat tahunan. Pada
rapat tahun ke 11, Pemimpin Muhammadiyah dipegang oleh KH Ibrahim yang
kemudian memegang Muhammadiyah hingga tahun 1934.Rapat Tahunan itu sendiri
kemudian berubah menjadi Konggres Tahunan pada tahun 1926 yang di kemudian hari
berubah menjadi Muktamar tiga tahunan dan seperti saat ini Menjadi Muktamar 5
tahunan.
C. Kesimpulan
Dari gerakan pembaharuan islam di indonesia ini kita mengetahui bahwa
pengalaman agama islam di indonesia masih banyak bercampur dengan Hindu-Budha,
Dan jelas sekali kemurnian ajarannya. Dari gerakan pembaharuan islam di indonesia
Tujuannya diperluas, Tidak saja urusan dengan perekonomian melainkan lebih luas dan
besar yaitu menentang politik kolonil belanda dalam segala seginya dengan
menggunakan dasar perjuangan islam, Sedangkan gerakan sosial kemasyarakatan
islam ini menjelaskan tentang Muhammadiyah, Al-irsyad, Dan persatuan islam.