Вы находитесь на странице: 1из 46

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Sektor transportasi tumbuh dan berkembang seiring dengan peningkatan
perekonomian nasional. Transportasi merupakan sarana yang penting bagi masyarakat
modern untuk memperlancar mobilitas manusia dan barang. Saat ini BBM merupakan
andalan utama bahan bakar di sektor transportasi. Pada tahun delapan puluhan,
pemakaian bahan bakar minyak (BBM) di sektor transportasi telah mengalami
pertumbuhan sebesar 6,8 % per tahun. Mengingat sumber daya minyak bumi semakin
terbatas maka perlu diupayakan diversifikasi energi untuk sektor transportasi.
Peningkatan kebutuhan energi sektor transportasi di Indonesia banyak disebabkan
oleh perbaikan dan perluasan infrastruktur transportasi di seluruh negeri, terutama
bandar udara dan tumbuhnya maskapai penerbangan berbiaya rendah. Dari tahun 2015
ke tahun 2016, jumlah penumpang pesawat naik 10.5% menjadi 95.2 juta dan
penumpang kereta api meningkat 8% menjadi 351.8 juta (BPS, 2017). Sistem bus rapid
transit (BRT) di Jakarta juga mengalami kenaikan penumpang dari 102.3 juta di tahun
2015 menjadi 123.7 juta di tahun 2016 atau naik 20% dalam waktu satu tahun.
Gas buang sisa pembakaran BBM mengandung bahan-bahan pencemar seperti SO2
(Sulfur Dioksida), NOx (Nitrogen Oksida), CO (Karbon Monoksida), VHC (Volatile
hydrocarbon), SPM (Suspended Particulate Matter) dan partikel lainnya. Bahan-bahan
pencemar tersebut dapat berdampak negatif terhadap manusia ataupun ekosistem bila
melebihi konsentrasi tertentu. Dengan peningkatan penggunaan BBM untuk sektor
transportasi maka gas buang yang mengandung polutan juga akan naik dan akan
mempertinggi kadar pencemaran udara. Oleh karena itu perlu suatu strategi yang tepat
dalam penggunaan energi di sektor transportasi untuk mengurangi emisi polutan ini
sehingga penggunaan energi dapat tetap ramah terhadap lingkungan.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam makalh ini adalah sebagai berikut:
1. Apa itu siklus 4-langkah pada siklus otto?
2. Bagaimana sistem bahan bakar pada mesin otto?
3. Apa saja jenis bahan bakan yang digunakan di sektor transportasi?
4. Bagaimana proses pembuatan bahan bakar tersebut?
5. Apa saja emisi gas buang yang dihasilkan oleh transportasi tersebut?

1
6. Bagaimana cara mengurangi dampak polusi atau pencemaran udara dari
transportasi tersebut?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui siklus 4-langkah pada mesin otto.
2. Mengetahui bagaimana sistem bahan bakar pada mesin otto.
3. Mengetahui jenis-jenis bahan bakar yang digunakan di sektor transportasi.
4. Mengetahui proses pembuatan bahan bakar untuk transportasi.
5. Mengetahui jenis-jenis emisi gas buang yang dihasilkan oleh transportasi serta
dampaknya.
6. Mengetahui cara mengurangi dampak polusi / pencemaran udara dari transportasi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Siklus 4-Langkah Pada Mesin Otto


Kebanyakan motor bakar torak bekerja dengan siklus 4-langkah. Siklus 4-langkah
sudah dipergunakan sejak tahun 1876 yaitu pada saat Dr. N.A.Otto berhasil membuat
motor bakar torak dengan siklus 4-langkah yang sempurna. Pada motor otto proses
pembakaran didalam motor bakar torak terjadi secara periodik. Sebelum terjadi proses
pembakaran berikutnya, terlebih dahulu gas pembakaran yang sudah tidak dapat
dipergunakan harus dikeluarkan dari dalam silinder, hal ini dapat dilihat pada gambar 2.1.(
Rinayu, Hadi, 2014)

Gambar . 1 Siklus 4-Langkah pada Mesin Otto


Keterangan gambar ( Rinayu, Hadi, 2014) :
1. Langkah Hisap (Intake stroke)
Intake valve terbuka, exhaust valve tertutup, torak bergerak dari titik mati atas
(TMA) ke titik mati bawah (TMB) dan udara terhisap masuk kedalam silinder.
Sebelum terjadi proses pembakaran berikutnya terlebih dahulu gas sisa pembakaran
harus dikeluarkan dari dalam silinder, kemudian silinder di isi dengan campuran
bahan bakar dan udara segar (pada motor bensin) yang berlangsung ketika torak
bergerak dari TMA menuju TMB. Pada saat katup hisap terbuka sedangkan katup
buang tertutup, campuran bahan bakar dan udara masuk ke ruang silinder melalui
katup hisap. Peristiwa ini di sebut langkah hisap.
2. Langkah Kompresi (compression stroke)
Intake valve dan exhaust valve tertutup, torak bergerak dari TMB ke TMA, udara
dikompresikan sehingga mencapai tekanan antara 30-40 kg/cm 2 dan suhu
mencapai antara 300-600ºC pada akhir langkah sebelum TMA api dipercikan oleh
busi. Setelah mencapai TMB torak bergerak menuju TMA, sementara katup hisap

3
dan katup buang masih dalam keadaan tertutup, campuran yang terdapat didalam
silinder dimampatkan oleh torak yang bergerak menuju TMA, volume campuran
berkurang sedangkan tekanan dan temperatur naik hingga campuran itu mudah
terbakar proses pemampatan ini disebut langkah kompresi.
3. Langkah Kerja (power stroke)
Intake valve dan exhaust valve tertutup, torak bergerak dari TMA ke TMB, terjadi
pembakaran sehingga mencapai tekanan antara 60-80 kg/cm 2 dan suhu mencapai
antara 600-800ºC sehingga timbul usaha mendorong torak ke TMB.
4. Langkah Buang (exhaust stroke)
Intake valve tertutup dan exhaust valve terbuka, torak bergerak dari TMB ke TMA
dan gas pembakaran mendorong keluar melalui exhaust valve. Pada umumnya di
sediakan tegangan yang besar untuk menjamin agar selalu terjadi lompatan api
listrik di dalam segala misalnya : 10.000 – 20.000 Volt. Campuran bahan bakar-
udara harus sesuai, jangan terbakar sendiri. Ketika busi mengeluarkan api listrik,
yaitu pada saat beberapa derajat engkol sebelum torak TMA, campuran bahan
bakar-udara di sekitar itulah yang mulai terbakar. Kemudian nyala api mulai
merambat ke segala arah dengan kecepatan sangat tinggi (25 – 30 m/detik).
menyalakan yang di laluinya sehingga tekanan gas di dalam silinder naik, sesuai
dengan jumlah bahan bakar yang terbakar. Pada keadaan ini tekanan di dalam
silinder dapat mencapai 130 – 200 kg/cm 2 .
Sementara itu campuran yang terjauh dari busi masih menunggu giliran untuk
terbakar. Akan tetapi ada kemungkinan bagian campuran tersebut akan terbakar dengan
cepatnya (meledak) oleh karena penekanan torak, temperatur yang melampaui temperatur
penyalaan sendiri. Proses nyala sendiri dari bagian yang terakhir (terjauh dari busi)
dinamakan detonasi. Ini dapat merusak di ruang bakar, mengurangi daya dan efisiensi
mesin dan tekanan maksimum gas pembakaran akan bertambah besar ( Rinayu, Hadi,
2014)
Penggunaan bahan bakar dengan bilangan oktan yang tinggi hambatan yang
sebagian besar di sebabkan oleh detonasi berangsur-angsur dapat di atasi, karena bahan
bakar ini memiliki periode penundaan yang panjang, oleh karena itu sesuai untuk motor
bensin dengan perbandingan kompresi tinggi. Dengan jalan ini efisiensi akan naik (
Rinayu, Hadi, 2014)
Salah satu cara untuk menaikan bilangan oktana dari suatu bahan bakar adalah
dengan menambahkan Pb (C 2 H 2 )4, Tentra Ezhyl lend (TEL), ke dalam bahan bakar

4
tersebut. Namun usaha menaikan bilangan oktana dengan menambahkan TEL akan
mengakibatkan gas buang mengandung timah hitam yang beracun dan merusak
lingkungan ( Rinayu, Hadi, 2014).
Siklus udara volume konstan ( Siklus Otto ) adalah siklus ideal yang menerima
tambahan panas yang terjadi secara konstan ketika piston dalam posisi titik mati atas
(TMA). Siklus udara volume konstan dapat digambarkan dalam diagram P – V dan
diagram T – S .(Wiratmaja, Gede 2010)

Gambar 2.1 Diagram P – V dan T – S pada Siklus Otto ideal.


Berikut ini sifat ideal yang dipergunakan dan keterangan mengenai proses siklusnya yaitu :
(Wiratmaja, Gede 2010)
1. Proses 0 – 1 adalah langkah hisap tekanan konstan yaitu campuran bahan bakar dan
udara yang di hisap kedalam silinder.
2. Proses 1 – 2 adalah langkah kompresi adiabatik reversibel yaitu campuran bahan
bakar dan udara dikompresikan.
3. Proses 2 – 3 adalah proses pembakaran volume konstan, campuran udara dan bahan
bakar dinyalakan dengan bunga api.
4. Proses 3 – 4 adalah langkah ekspansi adiabatic reversibel, kerja yang ditimbulkan
gas panas yang berekspansi.
5. Proses 4 – 1 adalah proses pembuangan panas pada volume konstan, panas dibuang
melewati dinding ruang bakar.
6. Proses 1 – 0 adalah proses pembuangan kalor, katup buang terbuka maka gas sisa
pembakaran terbuang keluar menuju ke knalpot.
Proses lengkap pada siklus diatas memerlukan empat langkah dari torak, dua kali
putaran poros engkol. Selama proses kompresi dan ekspansi tidak terjadi pertukaran panas,

5
oleh karena itu selisih panas yang masuk dengan panas yang keluar merupakan usaha yang
dihasilkan tiap siklus.(Wiratmaja, Gede 2010)
Jumlah panas yang dimasukkan pada proses pengisian adalah (Wiratmaja, Gede 2010):
Q2-3 = Cv ( T3 – T2 ) KJ/Kg
Dimana :
Cv = Panas jenis pada volume konstan (KJ/kg.K)
T2 = Temperatur akhir kompresi (K)
T3 = Temperatur akhir pengisian panas (K)
Jumlah panas yang dikeluarkan pada proses pembuangan adalah (Wiratmaja, Gede 2010):
Q out = Q4-1 = Cv ( T4 – T1 ) KJ/Kg
Dimana :
T4 = Temperatur akhir ekspansi
T1 = Temperatur udara masuk atau akhir pembuangan
Jadi panas yang berubah dan berguna menjadi usaha tiap siklus ialah selisih antara
panas masuk ( Q2-3 ) dengan panas keluar ( Q4-1 ) (Wiratmaja, Gede 2010):
Wnet = Q2-3 - Q4-1
= Cv ( T3 – T2 ) - Cv ( T4 – T1 )
Efesiensi thermis ideal didefinisikan sebagai panas yang berguna terhadap panas
masuk, sehingga (Wiratmaja, Gede 2010):

Untuk proses tersebut diatas effisiensi thermis siklus dapat juga dinyatakan dengan
persamaan sebagai berikut (Wiratmaja, Gede 2010):

6
Temperatur – temperatur ini dalam pelaksanaan praktek tidak diketahui, biasanya
yang diketahui adalah perbandingan volume kompresi atau ekspansi. Maka persamaan
diatas dapat dinyatakan dalam hubungan volume (Wiratmaja, Gede 2010).
Proses kompresi dari keadaan 1 ke keadaan 2 berlangsung secara adiabatik, jadi
berlaku hubungan (Wiratmaja, Gede 2010):

Sedangkan proses ekspansi berlangsung dari keadaan 3 ke keadaan 4 secara


adiabatis, jadi berlaku hubungan (Wiratmaja, Gede 2010):

Oleh karena itu akan dipenuhi hubungan atau dari hubungan

inilah diperoleh persamaan untuk menentukan efisiensi thermis theoritis yaitu (Wiratmaja,
Gede 2010):

Dimana :
C = Perbandingan volume kompresi
γ = Eksponen adiabatis

7
Perhatikan bahwa efisiensi siklus otto udara standar hanya merupakan fungsi angka
kompresi. Itulah sebabnya ada kecenderungan untuk mempertinggi angka
kompresi.(Wiratmaja, Gede 2010)
2.2. Sistem Bahan Bakar Pada Mesin Otto
Pada mesin otto terdapat sistem bahan bakar yang terdiri dari sistem suplai bahan
bakar dan sistem penakar bahan bakar. Sistem suplai bahan bakar berfungsi mengalirkan
bahan bakar dari tangki bahan bakar ke sistem penakar bahan bakar. Sedangkan sistem
penakar bahan bakar pada mesin otto baik yang menggunakan karburator atau sistem
injeksi bahan bakar berfungsi sebagai berikut .( Rinayu, Hadi, 2014) :
1. Penakar jumlah udara dan bahan bakar agar diperoleh campuran udara bahan bakar
yang dapat dibakar dengan cepat dan sempurna didalam silinder.
2. Atomisasi dan penyebar bahan bakar didalam aliran udara atau dikenal dengan Air
Fuel Ratio (AFR).
Parameter yang disebut dengan Air Fuel Ratio (AFR) yaitu perbandingan jumlah
udara terhadap bahan bakar dalam berat. Nilai perbandingan teoritis untuk proses
pembakaran sempurna atau disebut juga dengan AFR stoikiometri untuk motor otto sekitar
14,7. Sistem bahan bakar harus mampu menghasilkan perbandinganudara bahan bakar
yang dibutuhkan disilinder yang sesuai dengan kondisi operasi mesin. Sebagai contoh pada
waktu start dingin, dibutuhkan campuran yang kaya bahan bakar. Dalam kondisi mesin
masih dingin otomatis bahan bakar yang menguap hanya sebagian sehingga diperlukan
tambahan bahan bakar untuk memperoleh campuran yang siap dibakar didalam silinder.
( Rinayu, Hadi, 2014).
Kontruksi karburator adalah sederhana dan telah digunakan hampir pada
keseluruhan mesin otto pada masa yang lalu. Tapi pada akhir-akhir ini, guna memenuhi
permintaan untuk membersihkan gas buang (exhaust emission), penggunaan bahan bakar
yang lebih ekonomi, kemampuan pengendaraan yang telah disempurnakan dan sebagainya,
karburator saat ini harus dilengkapi dengan peralatan tambahan sehingga membuat sistem
karburator menjadi rumit .( Rinayu, Hadi, 2014).
Untuk mengganti sistem karburator, kemudian digunakan sistem bahan bakar EFI
(Electronic Fuel Injection), untuk menjamin perbandingan bahan bakar dan udara (Air
Fuel Ratio) yang masuk ke mesin dengan penginjeksian bahan bakar yang bekerja secara
kelistrikan (electronic) sesuai dengan kondisi pengendaraan .( Rinayu, Hadi, 2014).
Dewasa ini sudah banyak kendaraan yang menggunakan sistem injeksi bahan bakar
sebagai pengganti karburator dengan pertimbangan sebagai berikut .( Rinayu, Hadi, 2014):

8
 Karburator tidak mampu mengalirkan campuran udara-bahan bakar dengan harga
perbandingan yang sama untuk setiap silinder.
 Uap bahan bakar yang lebih berat dari pada udara, akan mengalami kesulitan ketika
mengalir melalui belokan dan sudut-sudut tajam dari saluran isap (intake
manifold).
 Dengan sistem injeksi, bahan bakar dapat dikabutkan langsung kedalam saluran
isap (intake manifold) karena posisi injektor yang dekat dengan katup isap.
 Lebih presisi dalam mengatur jumlah bahan bakar yang dikabutkan sebagai fungsi
dari kondisi operasi mesin yang dideteksi oleh berbagai sensor.
Tujuan penggunaan dan pengembangan sistem injeksi bahan bakar EFI (Electronic
Fuel Injection) sampai saat ini adalah untuk memperbaiki prestasi motor bakar dan
mengurangi emisi gas buang ( Rinayu, Hadi, 2014).
.

9
2.5 Emisi Gas Buang
Emisi gas buang kendaraan diukur dalam gram per kendaraan per km dari suatu
perjalanan dan terkait dengan beberapa faktor seperti tipe kendaraan, umur kendaraan,
ambang temperatur dan ketinggian. Kendaraan dengan usia dan jenis bahan bakar yang
berbeda akan menghasilkan kadar emisi yang berbeda juga (Muziansyah, Devianti dkk
2015).
a. Komposisi Emisi Gas Buang (Muziansyah, Devianti dkk 2015).
1. CO (Karbon Monoksida)
Karbon monoksida adalah adalah gas yang tak berwarna dan tidak beraroma,
gas ini terjadi bila bahan bakar atau unsur C tidak mendapatkan ikatan yang
cukup dengan O2 artinya udara yang masuk ke ruang silinder kurang atau
suplai bahan bakar berlebihan.
2. NO (Nitrogen Oksida)
Tidak berwarna dan tidak beraroma, gas ini terjadi akibat panas yang tinggi
pada ruang bakar akibat proses pembakaran sehingga kandungan nitrogen pada
udara berubah menjadi Nox.
3. HC (Hidro Karbon)
Warna kehitam-hitaman dan beraroma cukup tajam, gas ini terjadi apabila
proses pembakaran pada ruang bakar tidak berlangsung dengan baik atau suplai
bahan bakar berlebihan.
4. CO2 (Karbon dioksida)
Tidak berwarna dan tidak beraroma, gas ini terjadi akibat pembakaran yang
sempurna antara bahan bakar dan udara dalam hal ini oksigen (Rohidin, 2011).
5. SO2 (Oksida Belerang)
Oksida Belerang (SO2) dapat menimbulkan efek iritasi pada saluran nafas
sehingga menimbulkan gejala batuk, sesak nafas dan meningkatkan asma.
6. PM10 (Particulate Matter)
PM10 adalah debu partikulat yang terutama dihasilkan dari emisi gas buangan
kendaraan. Sekitar 50% - 60% dari partikel melayang merupakan debu
berdiameter 10 μm. Debu PM10 ini bersifat sangat mudah terhirup dan masuk
ke dalam paru-paru, sehingga PM10 dikategorikan sebagai Respirable
Particulate Matter ( RPM ). Akibatnya akan mengganggu sistem pernafasan
bagian atas maupun bagian bawah (alveoli). Pada alveoli terjadi penumpukan

10
partikel kecil sehingga dapat merusak jaringan atau sistem jaringan paru-paru,
sedangkan debu yang lebih kecil dari 10 μm, akan menyebabkan iritasi mata.
b. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Emisi Gas Buang
Faktor penting yang menyebabkan dominannya pengaruh sektor
transportasi terhadap pencemaran udara perkotaan di Indonesia antara lain
(Muziansyah, Devianti dkk 2015).
1. Perkembangan jumlah kendaraan yang cepat (eksponensial).
2. Tidak seimbangnya prasarana transportasi dengan jumlah kendaraan yang ada
(misalnya jalan yang sempit).
3. Pola lalu lintas perkotaan yang berorientasi memusat, akibat terpusatnya
kegiatankegiatan perekonomian dan perkantoran di pusat kota.
4. Masalah turunan akibat pelaksanaan kebijakan pengembangan kota yang ada,
misalnya daerah pemukiman penduduk yang semakin menjauhi pusat kota.
5. Kesamaan waktu aliran lalu lintas.
6. Jenis, umur dan karakteristik kendaraan bermotor.
7. Faktor perawatan kendaraan dan jenis bahan bakar yang digunakan.
8. Jenis permukaan jalan dan struktur pembangunan jalan.
9. Siklus dan pola mengemudi (driving pattern)
c. Emisi Mesin
Pada pertengahan abad kedua puluh, emisi gas buang kendaraan diakui
sebagai yang penting kontributor polusi udara fotokimia perkotaan, terutama di
lokasi seperti California selatan dimana insolation dan suhu tinggi dan ventilasi
atmosfer yang buruk dikombinasikan dengan cepat pertumbuhan populasi mobil
untuk menghasilkan tingkat rekor konsentrasi ozon di permukaan tanah. Tidak
lama kemudian, masalah polusi serupa muncul di kota-kota besar lainnya di
seluruh dunia sebagai populasi kendaraan perkotaan berkembang. Masalah-
masalah ini lebih akut di lokasi garis lintang bawah, terutama di negara-negara
berkembang di mana kontrol emisi kendaraan belum ketat. . (Sumber: Fay, James
A. And Dan S. Golomb. 2002. Energy and the Environment. New York: Oxford
University press. hal.214)
Tentu saja, kendaraan hanya menyediakan sebagian dari emisi prekursor
ozon. Tetapi mereka mobile dan lebih banyak daripada sumber stasioner, dan
mereka menyajikan masalah yang berbeda untuk pengurangan. Awal dalam sejarah
regulasi polutan Amerika Serikat, menjadi jelas bahwa itu lebih efektif untuk

11
meminta beberapa produsen kendaraan untuk memasang peralatan kontrol pada
jutaan kendaraan baru daripada meminta jutaan pemilik kendaraan untuk mencoba
mengurangi emisi kendaraan mereka sendiri. Skema ini, diadopsi oleh semua
negara maju, menggantikan semua kendaraan dengan yang baru dan lebih bersih
setiap 12-15 tahun, memberikan kesempatan untuk memanfaatkan perbaikan dalam
pengendalian emisi teknologi. Di Amerika Serikat, telah menghasilkan penurunan
emisi polutan udara yang signifikan dari kendaraan. Di bagian ini kami membahas
teknologi kendaraan yang digunakan untuk mengurangi emisi dari Mesin ICE di
kendaraan dalam menanggapi peraturan nasional. (Sumber: Fay, James A. And
Dan S. Golomb. 2002. Energy and the Environment. New York: Oxford University
press. hal.214)
Emisi kendaraan ke atmosfer ada dua macam: emisi gas buang dan emisi
evaporatif. Yang pertama adalah gas pembakaran yang dipancarkan saat mesin
sedang berjalan, baik kendaraannya atau tidak bergerak. Yang kedua adalah emisi
bahan bakar uap dari sistem pasokan bahan bakar dan mesin, ketika kendaraan
diam dengan mesin tidak beroperasi.20 Pemerintah federal mengatur kedua emisi
ini dengan mewajibkan produsen kendaraan baru yang dijual di Amerika Serikat
untuk menyediakan teknologi yang diperlukan untuk membatasi emisi ini untuk
masa manfaat kendaraan dan untuk menjamin kinerja sistem kontrol ini. (Sumber:
Fay, James A. And Dan S. Golomb. 2002. Energy and the Environment. New
York: Oxford University press. hal.214)
Untuk mengesahkan kelas kendaraan untuk emisi gas buang, pabrikan harus
menguji kendaraan prototipe pada dinamometer mengikuti Uji Prosedur Federal
(FTP) (lihat Bagian 8.5.1), selama itu gas buang dikumpulkan dan kemudian
dianalisis untuk kandungan polutan. Polutan yang diatur termasuk hidrokarbon non
metana (NMHC) atau gas organik (NMOG), karbon monoksida (CO), nitrogen
oksida (NOx), partikulat (PM), dan formaldehida (HCHO). Massa setiap polutan
dikumpulkan dari knalpot selama tes dibagi dengan jarak tempuh tes dan
dilaporkan sebagai gram per mil. Jika emisi buangan kendaraan prototipe tidak
melebihi standar yang ditetapkan untuk kendaraannya jenis, kendaraan kelas dan
tahun modelnya kemudian dapat dijual oleh pabrikan. Pabrikan selanjutnya
bertanggung jawab untuk memastikan bahwa sistem kontrol kendaraan mereka
terus berfungsi dengan baik selama kehidupan kendaraan, saat ini ditetapkan pada
100.000 mil. Kendaraan juga harus sesuai dengan pembatasan emisi gas buang dari

12
Tambahan Uji Prosedur Federal (SFTP), yang dirancang untuk mengevaluasi efek
beban AC, suhu lingkungan tinggi, dan kecepatan kendaraan yang tinggi (tidak
termasuk dalam FTP) tentang emisi. . (Sumber: Fay, James A. And Dan S.
Golomb. 2002. Energy and the Environment. New York: Oxford University press.
hal.215)
Emisi evaporatif diuji untuk dua kondisi: satu di mana kendaraan
beristirahat setelahnya penggunaan yang cukup untuk membawanya ke suhu
operasi, yang lain untuk jangka waktu yang lama tidak digunakan. Dalam tes ini
kendaraan diapit dalam kantong kedap volume yang diketahui, dan massa uap
organik selanjutnya ditentukan. Di Amerika Serikat, standar emisi kendaraan
ditetapkan oleh Perlindungan Lingkungan A.S. Agensi sesuai dengan ketentuan
undang-undang kualitas udara federal. Regulasi ini didasarkan atas pengakuan
mobilitas dan mobilitas di mana-mana, konsentrasinya di daerah perkotaan,
kontribusinya terhadap masalah kualitas udara perkotaan dan regional, dan
kemampuan pabrikan, dan bukan pemiliknya, untuk memperbaiki emisinya. Pada
tahun-tahun sejak awal 1970-an, ketika regulasi pertama kali diperkenalkan,
standar emisi menjadi lebih ketat seperti yang dibuat oleh pabrik teknologi yang
lebih baik dan kesulitan mencapai kualitas udara yang diinginkan di seluruh
Amerika Serikat menjadi lebih jelas. Mengingat waktu tunggu yang dibutuhkan
oleh produsen untuk mengembangkan kontrol baru teknologi dan
menggabungkannya dalam produk konsumen yang dapat diandalkan, standar emisi
harus ditetapkan tahun sebelum pencapaian mereka di kendaraan baru dijual
kepada konsumen. . (Sumber: Fay, James A. And Dan S. Golomb. 2002. Energy
and the Environment. New York: Oxford University press. hal.215)
2.5.1 Emis Gas Buang Transportasi Darat

Gambar 2.1 Emisi gas buang dari transportasi darat

13
Banyaknya kebutuhan angkut barang maupun manusia saat ini mengakibatkan
perusahaan transportasi berlomba-lomba memproduksi alat tranportasi baru baik
transportasi darat, laut, maupun udara. Salah satu alat transportasi yang paling banyak
diminati penduduk indonesia adalah sepeda motor. Semakin banyak alat transportasi, maka
akan menimbulkan semakin banyak pula polusi udara (Novita Eka Jayanti dkk., 2006).
Semakin ketatnya regulasi emisi, memaksa produsen harus memperkecil kapasitas
mesin dan meningkatkan efisiensi kerjanya.Teknik yang umumnya dilakukan adalah
mencangkokkan turbo ventilator, baik sendiri-sendiri atau sekaligus
menggabungkannya.Turbo ventilator adalah perangkat yang fungsinya untuk
meningkatkan efisiensi volumetrik pada mesin.Dimana efisiensi volumetrik menunjukkan
berapa jumlah campuran udara dan bahan bakar yang masuk ke ruang bakar. Semakin
banyak campuran udara dan bahan bakar yang masuk ke ruang bakar, maka pembakaran
dalam ruang bakarpun akan semakin besar yang pada akhirnya tenaga yang dihasilkanpun
juga akan semakin besar pula. Dengan proses pembakaran yang lebih sempurna
diharapkan emisi gas buang yang dihasilkan juga lebih baik (Novita Eka Jayanti dkk.,
2006).
Polusi udara kendaraan bermotor berasal dari gas buang sisa hasil pembakaran
bahan bakar yang tidak terurai atau terbakar dengan sempurna.Emisi gas buang yang buruk
diakibatkan oleh pembakaran tidak sempurna bahan bakar di ruang bakar. Unsur yang
terkandung dalam gas buang antara lain CO, NO2, HC, C, H2, CO2, H2O dan N2, dimana
banyak yang bersifat mencemari lingkungan sekitar dalam bentuk polusi udara dan
mengganggu kesehatan hingga menimbulkan kematian pada kadar tertentu (Novita Eka
Jayanti dkk., 2006).
Hidrocarbon / HC merupakan unsur senyawa bahan bakar bensin. HC yang ada
pada gas buang adalah dari senyawa bahan bakar yang tidak terbakar habis dalam proses
pembakaran motor, HC diukur dalam satuan ppm ( part per million ). Emisi hydrocarbon
terbentuk dari bermacam – macam sumber.Tidak terbakarnya bahan bakar secara
sempurna, tidak terbakarnya minyak pelumas pada silinder, merupakan salah satu
penyebab munculnya emisi HC.Emisi hydrocarbon ini berbentuk gas methan yang dapat
menyebabkan leukimia dan kanker (Novita Eka Jayanti dkk., 2006).
CO merupakan senyawa gas beracun yang terbentuk akibat pembakaran yang tidak
sempurna dalam proses kerja motor, CO diukur dalam satuan % volume. Kendaraan pada
saat beroperasi akan mengalami proses pembakaran. Pembakaran sering terjadi tidak
sempurna, sehingga akan menghasilkan polutan. Semakin besar persentase ketidak

14
sempurnaan pembakaran, akan semakin besar polutan yang dihasilkan. Karbon monoksida
dan asap kendaraan bermotor terjadi karena pembakarannya tidak sempurna yang
disebabkan kurangnya jumlah udara dalam campuran yang masuk ke ruang bakar atau bisa
juga karena kurangnya waktu yang tersedia untuk menyelesaikan pembakaran. (Novita
Eka Jayanti dkk., 2006). Apabila karbon terbakar dengan sempurna maka reaksi yang
dihasilkan sebagai berikut:
C + O2 CO2
Ketika oksigen yang dibutuhkan dalam proses pembakaran tidak cukup maka akan
menghasilkan CO seperti pada reaksi berikut:
C + ½ O2 CO
Pada keadaan ideal, mesin kendaraan bermotor dengan komposisi campuran bahan
bakar pada kondisi stoikoimetrik (AFR = 14,7 ) dan pembakaran yang terjadi adalah
pembakaran sempurna akan menghasilkan emisi gas buang yang mengandung
karbondioksida (CO 2 ), uap air (H 2 O) dan nitrogen (N 2 ). Dalam kondisi aktual, mesin
kendaraan bermotor desain untuk komposisi campur bahan bakar miskin/kurus (lean
mixture), contoh pada kondisi AFR 12,5 untuk menghidupkan mesin kendaraan bermotor
pada saat dingin dan menghasilkan daya maksimal selama kendaraan berakselerasi (
Rinayu, Hadi, 2014)
Proses pembakaran pada kendaraan bermotor hampir tidak pernah berlangsung
dengan sempurna, sehingga emisi gas buang yang dihasilkan juga mengandung karbon
monoksida (CO), sisa bahan bakar yang tidak ikut terbakar (hidrokarbon), hidrogen dan
beberapa senyawa oksigen (oksida) seperti NOx dengan konsentrasi yang berbeda-beda,
tergantung dari kondisi campuran bahan bakar ( Rinayu, Hadi, 2014).
Emisi kendaraan bermotor mengandung berbagai senyawa kimia. Komposisi dari
kandungan senyawa kimianya tergantung dari kondisi mengemudi, jenis mesin dan alat
pengendali emisi bahan bakar. Suhu operasi dan faktor lain yang semuanya ini yang
membuat pola emisi menjadi rumit( Rinayu, Hadi, 2014)
Jenis bahan bakar pencemar yang dikeluarkan oleh mesin dengan bahan bakar
bensin maupun bahan bakar solar sebenarnya sama saja. Hanya berbeda proporsinya
perbedaan cara operasi mesin. Secara visual selalu terlihat asap dari knalpot kendaraan
bermotor dengan bahan bakar solar, yang umumnya tidak terlihat pada kendaraan
bermotor dengan bahan bakar bensin ( Rinayu, Hadi, 2014).
Walaupun gas buang kendaraan bermotor terutama terdiri dari senyawa yang tidak
berbahaya seperti nitrogen, karbon dioksida, tapi di dalamnya terkandung juga senyawa

15
lain dengan jumlah yang cukup besar yang dapat membahayakan gas buang
membahayakan kesehatan maupun lingkungan. Bahan pencemar yang terutama terdapat di
dalam gas buang kendaraan bermotor adalah karbon monoksida (CO), berbagai senyawa
hidrokarbon, berbagai senyawa nitrogen (NOx) dan sulfur (SOx), dan partikulat debu
termasuk timbel (PB). Bahan bakar tertentu hidrokarbon dan timbel organik, di lepaskan
ke udara karena adanya penguapan dari sistem bahan bakar. Lalu lintas kendaraan
bermotor, juga dapat meningkatkan kadar partikular debu yangberasal dari permukaan
jalan, komponen ban dan rem ( Rinayu, Hadi, 2014)
Setelah berada di udara, beberapa senyawa yang terkandung dalam gas buang
kendaraan bermotor dapat berubah karena terjadinya suatu reaksi, misalnya dengan sinar
matahari dan uap air, atau juga antara senyawasenyawa tersebut satu sama lain. ( Rinayu,
Hadi, 2014)
Proses reaksi tersebut ada yang berlangsung cepat dan terjadi saat itu juga di
lingkungan jalan raya, dan adapula yang berlangsung dengan lambat. Reaksi kimia di
atmosfer kadangkala berlangsung dalam suatu rangtai reaksi yang panjang dan rumit, dan
menghasilkan produk akhir yang dapat lebih aktif atau lebih lemah dibandingkan senyawa
aslinya. Sebagai contoh, adanya reaksi di udara yang mengubah nitrogen monoksida (NO)
yang terkandung di dalam gas buang kendaraan bermotor menjadi nitrogen dioksida (NO 2
) yang lebih reaktif, dan reaksi kimia antara berbagai oksida nitrogen dengan senyawa
hidrokarbon yang menghasilkan ozon dan oksida lain, yang dapat menyebabkan asap awan
fotokimi (photochemical smog). Pembentukan smog ini kadang tidak terjadi di tempat asal
sumber (kota), tetapi dapat terbentuk dipinggiran kota. Jarak pembentukan smog ini
tergantung pada kondisi reaksi dan kecepatan angina ( Rinayu, Hadi, 2014)
Untuk bahan pencemar yang sifatnya lebih stabil seperti limbah (Pb), beberapa
hidrokarbon-halogen dan hidrokarbon poliaromatik, dapat jatuh ke tanah bersama air hujan
atau mengendap bersama debu, dan mengkontaminasi tanah dan air. Senyawa tersebut
selanjutnya juga dapat masuk ke dalam rantai makanan yang pada akhirnya masuk ke
dalam tubuh manusia melalui sayuran, susu ternak, dan produk lainnya dari ternak hewan.
Karena banyak industri makanan saat ini akan dapat memberikan dampak yang tidak di
inginkan pada masyarakat kota maupun desa ( Rinayu, Hadi, 2014)
Emisi gas buang kendaraan bermotor juga cenderung membuat kondisi tanah dan
air menjadi asam. Pengalaman di negara maju membuktikan bahwa kondisi seperti ini
dapat menyebabkan terlepasnya ikatan tanah atau sedimen dengan beberapa

16
mineral/logam, sehingga logam tersebut dapat mencemari lingkungan ( Rinayu, Hadi,
2014).
Dampak Terjadinya Pencemaran Udara Terhadap Kehidupan dan Lingkungan
Sebagaimana kita ketahui bersama, pencemaran udara atau perubahan salah satu
komposisi udara dari keadaan normal, mengakibatkan terjadinya perubahan suhu dalam
kehidupan manusia. Pembangunan transportasi yang terus dikembangkan menyusul
dengan permintaan pasar, ternyata, telah mendorong terjadinya bencana pembangunan.
Saat ini, kita semua telah mengetahui bahwa pengaruh polusi udara juga dapat
menyebabkan pemanasan efek rumah kaca (ERK) bakal menimbulkan pemanasan global
atau (global warming) ((Ismiyati, dkk , 2014).
Tentunya, hal ini harus merupakan sebuah peringatan kepada para pemilik
kebijakan industri dan kebijakan transportasi agar melihat kepada masalah udara di
sekitarnya. Proses pembangunan yang ada di Indonesia dalam konteks transportasi,
ternyata, telah menimbulkan bencana pembangunan yang pada akhirnya bermuara menjadi
permasalahan ekologis. Akibatnya, udara sebagai salah satunya commons yang open
access menjadi berbahaya bagi kesehatan manusia dan alam sekitarnya. Sumber dan
Standar Kesehatan Emisi Gas Buang disajikan pada Tabel berikut. (Ismiyati, dkk , 2014)
Tabel. 1 Sumber dan Standar Kesehatan Emisi Gas Buang

Zat-zat pencemar udara


Pada negara-negara yang memiliki standar emisi gas buang kendaraan yang ketat,
ada 5 unsur dalam gas buang kendaraan yang akan diukur yaitu senyawa HC, CO 2, CO, O2
dan senyawa NOx. Sedangkan pada negaranegara yang standar emisinya tidak terlalu
ketat, hanya mengukur 4 unsur dalam gas buang yaitu senyawa HC, CO, CO2 dan O2. (
Rinayu, Hadi, 2014).
a. Karbon monoksida (CO)
Asap kendaraan merupakan sumber utama bagi karbonmonoksida di
berbagai perkotaan.Data mengungkapkan bahwa 60% pencemaran udara di Jakarta
di sebabkan karena benda bergerak atau transportasi umum yang berbahan bakar

17
solar terutama berasal dari Metromini. Formasi CO merupakan fungsi dari rasio
kebutuhan udara dan bahan bakar dalam proses pembakaran di dalam ruang bakar
mesin diesel. Percampuran yang baik antara udara dan bahan bakar terutama yang
terjadi pada mesin-mesin yang menggunakan Turbocharger merupakan salah satu
strategi untuk meminimalkan emisi CO. Karbon monoksida yang meningkat di
berbagai perkotaan dapat mengakibatkan turunnya berat janin dan meningkatkan
jumlah kematian bayi serta kerusakan otak. Karena itu strategi penurunan kadar
karbon monoksida akan tergantung pada pengendalian emisi seperti penggunaan
bahan katalis yang mengubah bahan karbon monoksida menjadi karbon dioksida
dan penggunaan bahan bakar terbarukan yang rendah polusi bagi kendaraan
bermotor.
b. Hidrokarbon (HC)
Bensin adalah senyawa hidrokarbon, jadi setiap HC yang didapat di gas
buang kendaraan menunjukkan adanya bensin yang tidak terbakar dan terbuang
bersama sisa pembakaran. Apabila suatu senyawa hidrokarbon terbakar sempurna
(bereaksi dengan oksigen) maka hasil reaksi pembakaran tersebut adalah
karbondioksida (CO 2 ) dan air (H 2 O). Walaupun rasio perbandingan antara udara
dan bensin (AFR=Air-to-Fuel-Ratio) sudah tepat dan didukung oleh desain ruang
bakar mesin saat ini yang sudah mendekati ideal, tetapi tetap saja sebagian dari
bensin seolah-olah tetap dapat “bersembunyi” dari api saat terjadi proses
pembakaran dan menyebabkan emisi HC pada ujung knalpot cukup tinggi.
Untuk mobil yang tidak dilengkapi dengan Catalytic Converter (CC), emisi
HC yang dapat ditolerir adalah 500 ppm dan untuk mobil yang dilengkapi dengan
CC, emisi HC yang dapat ditolerir adalah 50 ppm.Emisi HC ini dapat ditekan
dengan cara memberikan tambahan panas dan oksigen diluar ruang bakar untuk
menuntaskan proses pembakaran. Proses injeksi oksigen tepat setelah exhaust port
akan dapat menekan emisi HC secara drastis. Saat ini, beberapa mesin mobil sudah
dilengkapi dengan electronic air injection reaction pump yang langsung bekerja
saat cold-start untuk menurunkan emisi HC sesaat sebelum CC mencapai suhu
kerja ideal.
Apabila emisi HC tinggi, menunjukkan ada 3 kemungkinan penyebabnya
yaitu CC yang tidak berfungsi, AFR yang tidak tepat (terlalu kaya) atau bensin
tidak terbakar dengan sempurna di ruang bakar. Apabila mobil dilengkapi dengan
CC, maka harus dilakukan pengujian terlebih dahulu terhadap CC denganc ara

18
mengukur perbedaan suhu antara inlet CC dan outletnya. Seharusnya suhu di outlet
akan lebih tinggi minimal 10% daripada inletnya.
Apabila CC bekerja dengan normal tapi HC tetap tinggi, maka hal ini
menunjukkan gejala bahwa AFR yang tidak tepat atau terjadi misfire. AFR yang
terlalu kaya akan menyebabkan emisi HC menjadi tinggi. Ini bias disebabkan
antara lain kebocoran fuel pressure regulator, setelan karburator tidak tepat, filter
udara yang tersumbat, sensor temperature mesin yang tidak normal dan sebagainya
yang dapat membuat AFR terlalu kaya. Injector yang kotor atau fuel pressure yang
terlalu rendah dapat membuat butiran bensin menjadi terlalu besar untuk terbakar
dengna sempurna dan ini juga akan membuat emisi HC menjadi tinggi. Apapun
alasannya, AFR yang terlalu kaya juga akan membuat emisi CO menjadi tinggi dan
bahkan menyebabkan outlet dari CC mengalami overheat, tetapi CO dan HC yang
tinggi juga bisa disebabkan oleh rembasnya pelumas ke ruang bakar. Apabila
hanya HC yang tinggi, maka harus ditelusuri penyebab yang membuat ECU
memerintahkan injektor untuk menyemprotkan bensin hanya sedikit sehingga AFR
terlalu kurus yang menyebabkan terjadinya intermittent misfire. Pada mobil yang
masih menggunakan karburator, penyebab misfire antara lain adalah kabel busi
yang tidak baik, timing pengapian yang terlalu mundur, kebocoran udara disekitar
intake manifold atau mechanical problem yang menyebabkan angka kompresi
mesin rendah.
Untuk mobil yang dilengkapi dengan sistem EFI dan CC, gejala misfire ini
harus segera diatasi karena apabila didiamkan, ECU akan terus menerus berusaha
membuat AFR menjadi kaya karena membaca bahwa masih ada oksigen yang tidak
terbakar ini. Akibatnya CC akan mengalami overheat.
c. Karbondioksida (CO 2 ) Konsentrasi CO 2
menunjukkan secara langsung status proses pembakaran di ruang bakar.
Semakin tinggi maka semakin baik. Saat AFR berada di angka ideal, emisi CO 2
berkisar antara 12% sampai 15%. Apabila AFR terlalu kurus atau terlalu kaya,
maka emisi CO 2 akan turun secara drastis. Apabila CO 2 berada dibawah 12%,
maka kita harus melihat emisi lainnya yang menunjukkan apakah AFR terlalu kaya
atau terlalu kurus. Perlu diingat bahwa sumber dari CO 2 ini hanya ruang bakar dan
CC. Apabila CO 2 terlalu rendah tapi CO dan HC normal, menunjukkan adanya
kebocoran exhaust pipe.
d. Oksigen (O 2 )

19
Konsentrasi dari oksigen di gas buang kendaraan berbanding terbalik
dengan konsentrasi CO 2 .Untuk mendapatkan proses pembakaran yang sempurna,
maka kadar oksigen yang masuk ke ruang bakar harus mencukupi untuk setiap
molekul hidrokarbon. Dalam ruang bakar, campuran udara dan bensin dapat
terbakar dengan sempurna apabila bentuk dari ruang bakar tersebut melengkung
secara sempurna. Kondisi ini memungkinkan molekul bensin dan molekul udara
dapat dengan mudah bertemu untuk bereaksi dengan sempurna pada proses
pembakaran. Tapi sayangnya, ruang bakar tidak dapat sempurna melengkung dan
halus sehingga memungkinkan molekul bensin seolah-olah bersembunyi dari
molekul oksigen dan menyebabkan proses pembakaran tidak terjadi dengan
sempurna.Untuk mengurangi emisi HC, maka dibutuhkan sedikit tambahan udara
atau oksigen untuk memastikan bahwa semua molekul bensin dapat “bertemu”
dengan molekul oksigen untuk bereaksi dengan sempurna. Ini berarti AFR 14,7:1
(lambda = 1.00) sebenarnya merupakan kondisi yang sedikit kurus. Inilah yang
menyebabkan oksigen dalam gas buang akan berkisar antara 0.5% sampai 1%.
Pada mesin yang dilengkapi dengan CC, kondisi ini akan baik karena membantu
fungsi CC untuk mengubah CO dan HC menjadi CO 2 . Mesin tetap dapat bekerja
dengan baik walaupun AFR terlalu kurus bahkan hingga AFR mencapai 16:1. Tapi
dalam kondisi seperti ini akan timbul efek lain seperti mesin cenderung knocking,
suhu mesin bertambah dan emisi senyawa NOx juga akan meningkat drastis.
Normalnya konsentrasi oksigen di gas buang adalah sekitar 1.2% atau lebih
kecil bahkan mungkin 0%. Tapi kita harus berhati-hati apabila konsentrasi oksigen
mencapai 0%. Ini menunjukkan bahwa semua oksigen dapat terpakai semua dalam
proses pembakaran dan ini dapat berarti bahwa AFR cenderung kaya. Dalam
kondisi demikian, rendahnya konsentrasi oksigen akan berbarengan dengan
tingginya emisi CO. Apabila konsentrasi oksigen tinggi dapat berarti AFR terlalu
kurus tapi juga dapat menunjukkan beberapa hal lain. Apabila dibarengi dengan
tingginya CO dan HC, maka pada mobil yang dilengkapi dengan CC berarti CC
mengalami kerusakan. Untuk mobil yang tidak dilengkapi dengan CC, bila oksigen
terlalu tinggi dan lainnya rendah berarti ada kebocoran di exhaust system.
Peraturan perundang-undangan tentang Emisi gas buang
1.  Permen LH No. 04/2009 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan
Bermotor Tipe baru.

20
AMBANG BATAS EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR TIPE
BARU
A. KENDARAAN BERMOTOR TIPE BARU KATEGORI L DENGAN MODE
TEST

CATATAN:
L1 : Kendaraan bermotor beroda 2 dengan kapasitas silinder mesin tidak lebih dari
50 cm3 dan dengan desain kecepatan maksimum tidak lebih dari 50 km/jam
apapun jenis tenaga penggeraknya
L2 :Kendaraan bermotor beroda 3 dengan susunan roda sembarang dengan
kapasitas silinder mesin tidak lebih dari 50 cm3 dan dengan desain kecepatan
maksimum tidak lebih dari 50 km/jam apapun jenis tenaga penggeraknya
L3 :Kendaraan bermotor beroda 2 dengan kapasitas silinder lebih dari 50 cm3 atau
dengan desain kecepatan maksimum lebih dari 50 km/jam apapun jenis tenaga
penggeraknya
L4 :Kendaraan bermotor beroda 3 dengan susunan roda asimetris dengan kapasitas
silinder mesin lebih dari 50 cm3 atau dengan desain kecepatan maksimum
lebih dari 50 km/jam apapun jenis tenaga penggeraknya (sepeda motor dengan
kereta)
L5 :Kendaraan bermotor beroda 3 dengan susunan roda simetris dengan kapasitas
silinder mesin lebih dari 50 cm3 atau dengan desain kecepatan maksimum
lebih dari 50 km/jam apapun jenis tenaga penggeraknya.

21
B. KENDARAAN BERMOTOR TIPE BARU KATEGORI M DAN N
BERPENGGERAK MOTOR BAKAR CETUS API BERBAHAN BAKAR
BENSIN DENGAN MODE TEST

Keterangan:
(1) :Dalam hal jumlah penumpang dan GVW tidak sesuai dengan
pengkategorian tabel di atas maka nilai ambang batas mengacu
kepada pengkategorian GVW GVW(2) : Gross Vehicle Weight
adalah jumlah berat yang diperbolehkan (JBB)
RM (3) :Reference Mass adalah berat kosong kendaraan ditambah massa
100 kg
M1 :kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan orang dan
mempunyai tidak lebih dari delapan tempat duduk tidak termasuk
tempat duduk pengemudi
N1 :kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan barang dan
mempunyai jumlah berat yang diperbolehkan (GVW) tidak lebih
dari 0,75 ton
Untuk kendaraan kategori O1 dan O2 Metode Uji dan Nilai Ambang Batas
mengikuti
kategori N1
O : kendaraan bermotor penarik untuk gandengan atau tempel
O1 : kendaraan bermotor penarik dengan jumlah berat kombinasi yang
diperbolehkan (GVW) tidak lebih dari 0,75 ton

22
O2 : kendaraan bermotor penarik dengan jumlah berat kombinasi yang
diperbolehkan (GVW) lebih dari 0,75 ton tetapi tidak lebih dari 3,5
ton
C. KENDARAAN BERMOTOR TIPE BARU KATEGORI M DAN N
BERPENGGERAK MOTOR BAKAR CETUS API BERBAHAN BAKAR
GAS (LPG/CNG) DENGAN MODE TEST.

Keterangan:
(1) :Dalam hal jumlah penumpang dan GVW tidak sesuai dengan
pengkategorian tabel di atas maka nilai ambang batas mengacu
kepada pengkategorian GVW
GVW (2) :Gross Vehicle Weight adalah jumlah berat yang diperbolehkan
(JBB)
RM (3) :Reference Mass adalah berat kosong kendaraan ditambah massa
100 kg
M1 :kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan orang dan
mempunyai tidak lebih dari delapan tempat duduk tidak termasuk
tempat duduk pengemudi
N1 :kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan barang dan
mempunyai jumlah berat yang diperbolehkan (GVW) sampai
dengan 3,5 ton
Untuk kendaraan kategori O1 dan O2 Metode Uji dan Nilai Ambang Batas
mengikuti kategori N1
O : kendaraan bermotor penarik untuk gandengan atau tempel
O1 : kendaraan bermotor penarik dengan jumlah berat kombinasi yang
diperbolehkan (GVW) tidak lebih dari 0,75 ton

23
O2 : kendaraan bermotor penarik dengan jumlah berat kombinasi yang
diperbolehkan (GVW) lebih dari 0,75 ton tetapi tidak lebih dari 3,5
ton
D. KENDARAAN BERMOTOR TIPE BARU KATEGORI L, M, N DAN O
BERPENGGERAK MOTOR BAKAR CETUS API BERBAHAN BAKAR
BENSIN DENGAN IDLE TEST

E. KENDARAAN BERMOTOR TIPE BARU KATEGORI M DAN N


BERPENGGERAK MOTOR BAKAR PENYALAAN KOMPRESI (DIESEL)
DENGAN MODE TEST

Keterangan:
(1) : Dalam hal jumlah penumpang dan GVW tidak sesuai
dengan pengkategorian tabel di atas maka nilai ambang batas
mengacu kepada pengkategorian GVW
GVW (2) :Gross Vehicle Weight adalah jumlah berat yang
diperbolehkan (JBB)
RM (3) : Reference Mass adalah berat kosong kendaraan ditambah
massa 100 kg
(4) : Nilai Ambang Batas dalam kurung untuk Diesel Injeksi
Langsung, dan setelah 3 (tiga) tahun Nilai Ambang Batasnya
DISAMAKAN DENGAN Nilai Ambang Batas Diesel
Injeksi Tidak Langsung

24
Untuk kendaraan kategori O1 dan O2 Metode Uji dan Nilai Ambang Batas
mengikuti kategori N1
O : kendaraan bermotor penarik untuk gandengan atau tempel
O1 : kendaraan bermotor penarik dengan jumlah berat kombinasi
yang diperbolehkan (GVW) tidak lebih dari 0,75 ton
O2 : kendaraan bermotor penarik dengan jumlah berat kombinasi
yang diperbolehkan (GVW) lebih dari 0,75 ton tetapi tidak
lebih dari 3,5 ton
F. KENDARAAN BERMOTOR TIPE BARU KATEGORI M, N, DAN O
BERPENGGERAK MOTOR BAKAR PENYALAAN KOMPRESI (DIESEL)
DENGAN MODE TEST

Keterangan:
GVW (1) :Gross Vehicle Weight adalah jumlah berat yang
diperbolehkan (JBB)
M2 :kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan orang
dan mempunyai lebih dari delapan tempat duduk tidak
termasuk tempat duduk pengemudi dan mempunyai jumlah
berat yang diperbolehkan (GVW) sampai dengan 5 ton
M3 :kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan orang
dan mempunyai lebih dari delapan tempat duduk tidak
termasuk tempat duduk pengemudi dan mempunyai jumlah
berat yang diperbolehkan (GVW) lebih dari 5 ton
N2 :kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan barang
dan mempunyai jumlah berat yang diperbolehkan (GVW)
lebih dari 3,5 ton tetapi tidak lebih dari 12 ton

25
N3 :kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan
barang dan mempunyai jumlah berat yang diperbolehkan
(GVW) lebih dari 12 ton
O :kendaraan bermotor penarik untuk gandengan atau tempel
O3 :kendaraan bermotor penarik dengan jumlah berat kombinasi
yang diperbolehkan (GVW) lebih dari 3,5 ton tetapi tidak
lebih dari 10 ton
O4 :kendaraan bermotor penarik dengan jumlah berat kombinasi
yang diperbolehkan (GVW) lebih dari 10 ton.
G. KENDARAAN BERMOTOR TIPE BARU KATEGORI M, N, DAN O
BERPENGGERAK MOTOR BAKAR PENYALAAN KOMPRESI (DIESEL)
DENGAN DENGAN PENGUJIAN KADAR ASAP MOTOR DIESEL

Keterangan:
Walaupun nilai –nilai diatas mendekati sekitar 0.01 atau 0.05, tetapi tidak
berarti bahwa pengukuran perlu dilakukan sesuai derajat ketelitian. (Although
the above values are rounded to nearest 0.01 or 0.05, this does not mean that
the measurements need to be to this degree of accuracy)

26
H. KENDARAAN BERMOTOR TIPE BARU KATEGORI M, N, DAN O
BERPENGGERAK MOTOR BAKAR PENYALAN KOMPRESI
BERBAHAN BAKAR GAS (LPG/CNG)

Keterangan:
GVW (1) :Gross Vehicle Weight adalah jumlah berat yang
diperbolehkan (JBB)
M2 :kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan orang
dan mempunyai lebih dari delapan tempat duduk tidak
termasuk tempat duduk pengemudi dan mempunyai jumlah
berat yang diperbolehkan (GVW) sampai dengan 5 ton
M3 :kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan orang
dan mempunyai lebih dari delapan tempat duduk tidak
termasuk tempat duduk pengemudi dan mempunyai jumlah
berat yang diperbolehkan (GVW) lebih dari 5 ton
N2 :kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan barang
dan mempunyai jumlah berat yang diperbolehkan (GVW)
lebih dari 3,5 ton tetapi tidak lebih dari 12 ton
N3 :kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan barang
dan mempunyai jumlah berat yang diperbolehkan (GVW)
lebih dari 12 ton
O :kendaraan bermotor penarik untuk gandengan atau tempel
O3 :kendaraan bermotor penarik dengan jumlah berat kombinasi
yang diperbolehkan (GVW) lebih dari 3,5 ton tetapi tidak
lebih dari 10 ton
O4 :kendaraan bermotor penarik dengan jumlah berat kombinasi
yang diperbolehkan (GVW) lebih dari 10 ton
2. Permen LH No. 07/2009 ttg Ambang Batas Kebisingan Kendaraan Bermotor Tipe
baru.

27
3. Keputusan Menteri Negara LH No: KEP 05/MENLH/2006 tentang Ambang Batas
Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor
4. Kepmen No.252/2004 tentang Program Penilaian Peringkat Hasil Uji Tipe Emisi
Gas Buang kendaraan bermotor Tipe Baru
5. Permen LH No. 23/2012 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Negara LH No.
10/2012 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru
Kategori L3

2.5.2 Emis Gas Buang Transportasi Udara

Gambar 2.6 Emis Gas Buang Transportasi Udara


Transportasi udara memberikan kontribusi yang signifikan terhadap polusi udara.
Berdasarkan laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), pada tahun
1992 transportasi udara menyumbang 3,5% dari total anthropogenic radiative forcing di
atmosfer. Hal ini diperkirakan akan meningkat menjadi sebesar 12,2%, pada tahun 2050.
Kondisi ini dipicu oleh pertumbuhan transportasi udara yang terus meningkat selama 1
(satu) dekade terakhir dan kecenderungan ini diperkirakan akan berlanjut di tahuntahun
mendatang. Lalu lintas penumpang yang menggunakan angkutan udara berjadwal
meningkat 60% pada 10 tahun terakhir dan hasil peramalan menunjukkan pertumbuhan
rata-rata pertahun sebesar 5% untuk 10 tahun sampai dengan 15 tahun mendatang [IPCC].
(Mora, Minda 2013)
Dari pembakaran mesin pesawat udara dihasilkan emisi gas buang yang terdiri dari
karbon dioksida (CO2), uap air (H2O), nitrogen oksida (NOx), hidrokarbon (HC), karbon
monoksida (CO), sulfur oksida (SOx) dan partikelpartikel lainnya yang berdampak

28
terhadap kualitas udara lokal di area sekitar bandar udara dan berpengaruh terhadap
perubahan iklim global (Mora, Minda 2013).
Kualitas udara lokal dapat dipengaruhi oleh kadar CO dan NOx di udara yang
merupakan unsur precursors pembentukan salah satu senyawa beracun yaitu tropospheric
ozone. Selain itu, Nitrogen oksida (NOx) pada udara merupakan unsur utama dalam
pembentukan kabut asap dan hujan asam (acid rain) yang dapat memperburuk kondisi
pernapasan bagi penderita asma. Selanjutnya, konsentrasi Karbon Monoksida (CO) yang
melebihi ambang batas dapat menyebabkan keracunan dan kematian(Mora, Minda 2013).
Industri penerbangan di Indonesia mengalami pertumbuhan yang sangat pesat
beberapa tahun belakangan ini yang akan menyebabkan tingginya emisi gas buang dari
sektor penerbangan. Data statistik angkutan udara menyebutkan jumlah penumpang, baik
rute domestik maupun internasional meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2011
jumlah penumpang untuk rute domestik berjadwal sebesar ±61 juta atau naik 16%
dibandingkan pada tahun 2010 dan jumlah penumpang untuk rute internasional berjadwal
pada tahun 2011 sebesar ±8.2juta atau naik 23% dibandingkan pada tahun 2010. Kondisi
ini diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan akan diberlakukannya era open sky
tahun 2015 (Mora, Minda 2013).
Selain itu, tahun 2011 juga mencatat pertambahan jumlah armada yang dilakukan
oleh hampir setiap maskapai penerbangan, baik berupa pesawat baru atau pergantian tipe
dan ukuran pesawat udara dari armada yang dioperasikan. Jumlah armada angkutan udara
yang terdaftar tahun 2011 di Indonesia tercatat 1181 pesawat udara. Dari 1181 unit
pesawat udara yang terdaftar, 907 pesawat udara aktif beroperasi yang terdiri dari 454
pesawat udara beroperasi di bawah AOC 121, 251 pesawat udara beroperasi di bawah
AOC 135 dan 202 pesawat udara beroperasi di bawah AOC 91. Jumlah keseluruhan
pesawat udara ini meningkat dari tahun 2010 yang berjumlah 1122 pesawat udara [statistik
angkutan udara]. (Mora, Minda 2013).
Kegiatan penerbangan menghasilkan berbagai jenis polutan udara yang berpotensi
dapat berdampak pada kesehatan manusia dan lingkungan. Oleh karena itu, setiap negara
harus membuat ketentuan/persyaratan terkait dengan polutan tersebut. Senyawa yang
dianggap sebagai unsur utama emisi adalah sebagai berikut (Mora, Minda 2013).:
1. nitrogen oksida (NOx), termasuk didalamnya nitrogen dioksida (NO2) dan
nitrogen oksida (NO);
2. volatile organic compounds (VOC), termasuk non-methane hydrocarbons
(NMHC);

29
3. karbon monoksida (CO)’
4. particulate matter (PM);
5. fraction size PM2.5 dan PM10, dan
6. sulfur oksida (SOx)

Sumber Emisi di Bandar Udara


Terdapat beraneka ragam dan sumber emisi yang dapat ditemukan di bandar udara.
Namun, tergantung pada kegiatan-kegiatan khusus di bandar udara tertentu, tidak semua
sumber emisi benar-benar ada (misalnya beberapa berada di luar bandar udara). sumber-
sumber emisi di bandar udara dapat dikelompokkan ke dalam empat kategori, yaitu (Mora,
Minda 2013).:
1. emisi pesawat udara. Kategori emisi pesawat udara dapat dibagi menjadi dua
yaitu mesin utama pesawat udara yang memberikan gaya dorong terhadap
pesawat udara dan Auxiliary Power Units (APUs) yang memberikan sumber
tenaga listrik dan pneumatic pada pesawat udara selama pengoperasian di darat.
2. emisi aircraft handling, dapat dikategorikan sebagai berikut:
a. Ground Support Equipment (GSE) yang berfungsi untuk mengendalikan
pesawat udara pada saat turnaround di parking stand: ground power unit, air
climate unit, aircraft tugs, conveyer belts, passenger stairs, forklifts,
tractors, cargo loaders, dll;
b. Airside traffic. Lalu lintas kendaraan yang melayani di dalam perimeter
bandar udara, seperti sweepers, trucks catering, fuel, sewage;
c. Aircraft refuelling. Penguapan yang berasal dari tangki bahan bakar
pesawat udara dan dari truk bahan bakar atau sistem pipa selama operasi
pengisian bahan bakar;
d. Aircraft de-icing. Pemberikab de-icing dan anti-acing kepada pesawat udara
selama musim dingin.
3. infrastructure or stationary related sources, terdiri dari:
a. Power/heat generating plant. Fasilitas yang menghasilkan energi dari
infrastuktur bandar udara;
b. Emergency power generator. Diesel generators for emergency operations
(e.g. for buildings or for runway lights);
c. Perawatan pesawat udara. Semua aktifitas dan fasilitas untuk perawatan
pesawat udara, seperti pembersihan, pengecata, tes mesin, dll.;

30
d. Perawatan bandar udara. Srmua aktifitas untuk perawatan fasilitas bandar
udara (cleaning agents, building maintenance, repairs, greenland
maintenance) and machinery (vehicle maintenance, paint shop);
e. Fuel. Storage, distribution and handling of fuel in fuel farms and vehicle
fuel stations;
f. Aktifitas kontruksi. Semua aktifitas kontruksi yang terkait dengan
pengoperasian dan pengembangan bandar udara;
g. Pelatihan pemadam kebakaran. Aktifitas pemadaman kebakaran dengan
menggunakan beberapa jenis bahan bakar yang berbeda;
h. Surface de-icing. Emissions of deicing and anti-icing substances applied to
aircraft moving areas and service and access roads.
4. lalu lintas kendaraan operasional bandar udara seperti sepeda motor, mobil,
truk yang terkait dengan bandar udara pada access roads, curbsides, drive-ups,
and on- or off-site parking lots (including engine turn-off, startup and fuel tank
evaporative emissions).

Emisi Gas Buang Mesin Pesawat Udara


Mesin pesawat udara merupakan hal utama yang menjadi perhatian oleh pihak-
pihak yang sangat peduli terhadap emisi penerbangan karena mesin pesawat udara dapat
menjadi sumber emisi gas buang dominan di bandar udara. Mesin pesawat udara, pada
umumnya dapat dibagi dua, yaitu mesin utama (main engine) yang berfungsi untuk
memberikan gaya dorong (thrust) ke depan terhapat pesawat udara dan APUs (Auxiliary
Power Units) yang menyediakan tenaga listrik dan udara pneumatic ketika pesawat udara
parkir di gate (Mora, Minda 2013).
Mesin utama umumnya dapat diklasifikasikan sebagai turbofan turbin gas
(turbojet) dan mesin turboprop dengan menggunakan bahan bakar aviation kerosene (jet
fuel) atau mesin piston yang menggunakan bahan bakar aviation gasoline (Mora, Minda
2013).
Emisi gas buang dari setiap mesin pesawat udara merupakan fungsi dari tiga
parameter, yaitu Time-in-mode (TIM), indeks emisi mesin (EI), dan aliran bahan bakar
mesin utama. Selain itu, besaran emisi yang dihasilkan dari pengoperasian pesawat udara
di bandar udara, juga dipengaruhi oleh dua parameter tambahan, yaitu ukuran dan tipe
pesawat udara serta jumlah penerbangan yang beroperasi di bandar udara. Dalam
perhitungan emisi gas buang mesin pesawat udara di bandar udara tertentu, metode dan

31
pendekatan yang digunakan sangat berpengaruh dalam menghasilkan perhitungan dengan
tingkat akurasi yang tinggi. Berikut ini merupakan gambaran dasar parameter TIM dan EI
(Mora, Minda 2013).
1. Time-in-Mode (TIM) adalah periode waktu, biasanya diukur dalam hitungan menit,
bahwa mesin pesawat benar-benar menghabiskan pada pengaturan daya yang
diidentifikasi, biasanya berkaitan dengan salah satu modus operasi LTO (Landing
Take-off) dari siklus penerbangan operasional.
2. Emisi Index (EI) dan aliran bahan bakar. Indeks emisi didefinisikan sebagai massa
polutan yang dipancarkan per satuan massa bahan bakar dibakar untuk mesin
tertentu. The ICAO Engine Emission Data Bank (EEDB) menyediakan data EI
untuk tipe mesin bersertifikat dalam satuan gram polutan per kilogram bahan bakar
(g/kg) untuk NOx, CO dan HC, serta aliran bahan bakar di fase tertentu dalam
satuan kilogram per detik (kg/s).

Pendekatan Perhitungan Emisi Gas Buang Mesin Pesawat Udara


Terdapat beberapa pendekatan atau metodologi yang dapat digunakan untuk
menghitung emisi pesawat udara. Masing-masing pendekatan memiliki tingkat akurasi dan
kompleksitas yang berbeda. Selain itu, setiap pendekatan dapat menggabungkan berbagai
pilihan untuk parameter tertentu dan faktor yang berpengaruh, tergantung pada
ketersediaan data dan informasi. Di bawah ini akan dijelaskan 3 (tiga) pendekatan untuk
menghitung emisi gas buang pesawat udara (Mora, Minda 2013).
a. The Simple Approach (pendekatan sederhana)
Metode perhitungan emisi gas buang pesawat udara yang paling mudah.
Metode ini hanya membutuhkan data dan informasi umum yang telah tersedia dan
mudah didapatkan. Selain itu, pendekatan ini tidak membutuhkan informasi
spesifik bandar udara. Namun, perhitungan emisi gas buang pesawat udara dengan
metode ini, memberikan tingkat kesalahan dan ketidakpastian yang paling besar.
Data spesifik yang dibutuhkan adalah jumlah pergerakan pesawat udara (selama
periode tertentu seperti satu tahun) dan jenis pesawat udara yang terlibat dalam
setiap gerakan atau beberapa informasi dasar tambahan seperti mesin yang
digunakan untuk setiap jenis pesawat udara.
Pendekatan sederhana harus digunakan hanya sebagai sarana melakukan
penilaian awal dalam penghitungan emisi mesin pesawat udara di bandar udara.
Pada umumnya, pendekatan ini bersifat konservatif dan memberikan hasil

32
perhitungan emisi pesawat udara yang jauh lebih besar dibandingkan kondisi
sebenarnya. Namun, untuk beberapa jenis polutan dan jenis pesawat udara yang
kurang umum, emisi yang dihasilkan dapat terlalu kecil dibandingkan kondisi
sebenarnya. Dengan demikian, tingkat keakuratan pendekatan sederhana ini tidak
terlalu jelas untuk melakukan penghitungan emisi gas buang mesin pesawat udara
yang sebenarnya di bandara tertentu.
b. The Advanced Approach (Pendekatan canggih)
Metode penghitungan emisi gas buang dengan pendekatan ini
menggunakan data dan informasi yang lebih spesifik dibandingkan dengan
pendekatan sederhana. Data dan informasi yang digunakan adalah tipe pesawat
udara, tipe mesin, perhitungan EI dan Time in Mode (TIM/waktu yang dibutuhkan
untuk melakukan fase tertentu dalam penerbangan). Pendekatan ini memerlukan
informasi khusus bandar udara terkait atau menggunakan asumsi umum yang
tersedia namun informasi ini lebih berkualitas dan mungkin lebih sulit untuk
didapatkan. Pendekatan ini mencerminkan kondisi lokal dalam menggabungkan
beberapa perhitungan prestasi pesawat udara (aircraft performance). Hasil
perhitungan emisi gas buang mesin pesawat udara dengan menggunakan metode
ini lebih akurat dibandingkan pendekatan sederhana, namun hasil perhitungan total
emisi masih dianggap konservatif.
c. The Sophisticated Approach (pendekatan mutakhir)
Perhitungan emisi gas buang pesawat udara dengan menggunakan
pendekatan ini menghasilkan/mencerminkan emisi gas buang pesawat yang
sebenarnya. Pendekaan ini merupakan metode yang paling komprehensif yang
membutuhkan data dan informasi yang sangat banyak dengan tingkat kepastian
hasil yang sangat tinggi. Data dan informasi yang dibutuhkan adalah data prestasi
mesin/pesawat udara yang sebenarnya. Penggunaan pendekatan ini memerlukan
pengetahuan yang luas tentang pengoperasian mesin dan pesawat udara dan dalam
kasus tertentu akan memerlukan data atau model yang biasanya tidak tersedia
dalam domain publik dan dalam kebanyakan kasus mengharuskan pengguna untuk
melakukan tingkat analisis yang lebih tinggi.

33
2.5.3 Emisi Gas Buang Transportasi Laut

Gambar 2.7 Emisi Gas Buang Transportasi Laut


Penggunaan bahan bakar grade rendah untuk operasional kapal akan memberikan
suatu keuntungan yaitu berkurangnya biaya operasional. Namun bahan bakar grade rendah
seperti minyak residu atau Heavy Fuel Oil (HFO) memiliki kandungan belerang lebih dari
20 kali kandungan belerang pada minyak distilasi seperti Marine Diesel Oil (MDO). Hal
ini menyebabkan penggunaan HFO menghasilkan kadar Sulphur Oxide (SOx) pada gas
buang juga mencapai lebih dari 20 kali, sedangkan kadar Particulate Matter (PM)
meningkat hingga 9 kali dari penggunaan MDO (Ariana, 2008). Kondisi ini
mengakibatkan jumlah emisi dari gas buang motor diesel untuk aktivitas di pelabuhan
menunjukkan nilai yang sangat tinggi. Sebagai contoh, setiap harinya sekitar 23 ton SOx,
40 ton Nitrogen Oxide (NOx), dan 3.33 ton PM dihasilkan dari pengoperasian diesel di
wilayah Pelabuhan Oakland (Di et.al, 2005), sedangkan di Pelabuhan Los Angeles setiap
tahunnya diprediksi sekitar 1760 ton PM mencemari udara yang dihasilkan dari motor
diesel. Dari nilai itu sekitar 87% berasal dari motor diesel kapal, sedangkan sisanya berasal
dari peralatan untuk bongkar muat dan alat transportasi darat yang lain (Ariana, Made
2011).

Beberapa peraturan International maupun regional telah keluarkan untuk


mengendalikan jumlah emisi dari motor diesel yang dibuang ke atmosfir. International
Maritime Organization (IMO) melalui MARPOL 73/78 Annex VI membatasi kandungan
SOx dan NOx yang terdapat pada gas buang motor diesel. Aturan tersebut menyatakan
bahwa kadar SOx pada gas buang motor diesel tidak boleh melebihi dari 6 g/kWh dan
batasan maksimum kadar dari NOx adalah berkisar 9,8–17 g/kWh yang tergantung dari
putaran motor (IMO, 1997). Untuk kandungan PM, meskipun IMO belum memberikan
aturan yang pasti, banyak aturan regional telah memberikan batasan untuk jenis emisi ini.
Seperti US National Regulation memberi batasan kadar PM berkisar 0,2–0,8 g/kWh yang

34
disesuaikan dengan volume displasemen dari motor diesel. Dalam perkembangannya,
aturan-aturan tersebut selalu diperketat dengan menurunkan nilai standar dari masing-
masing emisi (Ariana, Made 2011).

Untuk menghasilkan kadar emisi yang rendah, beberapa metode telah


dikembangkan. Metode-metode tersebut umumnya bersifat parsial yaitu hanya dapat
menurunkan satu jenis emisi. Salah satu metode untuk mengurangi kadar SOx adalah
dengan menggunakan scrubber air laut (Wang, 2007). Air laut merupakan larutan basa
alami sehingga dapat bereaksi dan menyerap SOx dengan baik dari gas buang. Penurunan
kadar SOx dengan menggunakan metode ini dapat mencapai 90%. Penggunaan scrubber
air laut di kapal mempunyai keunggulan secara teknis karena mekanismenya sederhana
dan pasokan air laut yang tak terbatas (Ariana, Made 2011).

Metode-metode untuk mengurangi kadar NOx pada gas buang motor diesel telah
banyak diterapkan seperti penggunaan bahan bakar emulsi, water injection, exhaust gas
recirculation (EGR) maupun selective catalytic reduction (SCR). Namun metodemetode
tersebut tidak dapat mengurangi jenis emisi yang lain, tapi bahkan meningkatkan kadarnya
pada gas buang. Sebagai contoh, EGR yang sangat efisien menurunkan kadar NOx akan
meningkatkan kadar PM dan SOx (Ariana, 2006). Di sisi lain, NOx sangat mudah bereaksi
dengan larutan asam. Efisiensi penyerapan NOx dapat mencapai 80% dengan cara
melewatkan gas pada larutan NaClO2 dan pH 4-7 (Chu, 2001). Efisiensi semakin
meningkat sejalan dengan berkurangnya pH larutan. Hal ini berlawanan dengan SOx yang
membutuhkan larutan basa untuk mereaksikannya (Ariana, Made 2011).

Air laut yang mengandung senyawa-senyawa garam seperti NaCl dapat


dielektrolisis menjadi ion-ion asam dan basa. Aliran arus listrik pada anoda dan katoda
pada proses elektrolisis akan menghasilkan HClO2 dan NaOH yang masing-masing
bersifat asam dan basa. Cairan asam dan basa ini dapat disemprotkan secara terpisah pada
gas buang sehingga diharapkan dapat menyerap NOx dan SOx secara efisien. Untuk itu
dalam penelitian ini diusulkan suatu metode penurunan emisi gas buang motor diesel kapal
yang meliputi NOx, SOx, dan PM secara simultan dengan menggunakan elektrolisis air
laut pada scrubber (Ariana, Made 2011).

Air laut merupakan basa alami dengan pH sekitar 8.2. Hal ini disebabkan karena
adanya kandungan logam-logam alkali seperti natrium, magnesium, dan kalium. Unsur–

35
unsur ini yang menyebabkan air laut mudah dielektrolisis, di samping unsur klor yang
terkandung di dalamnya(Ariana, Made 2011).

NOx pada gas buang motor diesel dihasilkan dari oksidasi nitrogen di ruang bakar
karena temperatur pembakaran yang tinggi dengan komposisi NO yang dominan.
Penyemprotan larutan asam dan basa hasil elektrolisis air laut secara berturut–turut pada
gas buang akan mereaksikan gas NO menjadi HNO3. Hal ini menyebabkan konsentrasi
gas NOx pada gas buang berkurang seperti ditunjukkan pada Gambar 4. Penyemprotan
larutan hasil elektrolisis ke gas buang mengurangi konsentrasi NOx hingga 76%.
Peningkatan rasio laju aliran larutan dengan laju aliran gas buang dengan pengurangan laju
aliran gas buang ke dalam scrubber dapat meningkatkan efisiensi pengurangan konsentrasi
NOx (Ariana, Made 2011).

SOx yang terbentuk dari proses oksidasi unsur belerang yang ada di dalam bahan
bakar akan bereaksi dengan larutan basa yang dihasilkan pada kutub katoda.
Penyemprotan larutan hasil elektrolisis air laut dapat mengurangi konsentrasi SOx hingga
mencapai 75% (Ariana, Made 2011).

Berbeda dengan pengurangan kadar NOx dan SOx yang didasari pada proses dan
reaksi kimia, pengurangan kadar PM dengan metode scrubber lebih ditekankan pada
proses fisika. PM yang merupakan partikel–partikel padat pada gas buang akan diserap dan
dilarutkan oleh butiran–butiran air pada scrubber. Semakin luas bidang sentuh antara
permukaan butiran air dengan gas buang. Dengan menggunakan hasil elektrolisis air,
penurunan konsentrasi PM pada gas buang motor diesel mencapai 42% (Ariana, Made
2011).

2.5.4 Emisi Gas Buang Kendaraan Berbahan Bakar LPG untuk Mesin Bensin Single
Piston

Sebagai bahan bakar alternatif di sektor transportasi Liquefied Petroleum Gas


(LPG) banyak digunakan disejumlah negara maju. Negara-negara maju seperti Korea,
Turki, Rusia dan Polandia selama tahun 2000 sampai 2010 menempati urutan teratas
konsumsi bahan bakar LPG, namun sara umum konsumsi global terhadap bahan bakar
LPG mencapai 22,9 juta ton pada tahun 2010. Pada kurun waktu 2000 sampai 2010
permintaan meningkat sebesar 8,5 Mt atau sekitar 59% (Condro, bagiyo 2017)

36
Sebagai bahan bakar alternatif LPG mempunyai nilai oktan yang tinggi yaitu
sekitar 112 sangat baik untuk jenis mesin bensin (spark ignited) [2]. Untuk
mengaplikasikan bahan bakar LPG tersebut di mesin bensin dibutuhkan seperangkat alat
yang namanya converter kits. Penggunaan converter kits pada kendaraan baik mesin
karburator maupun injeksi memiliki kelemahan dalam hal efisiensi volumetriknya menjadi
sedikit menurun (Condro, bagiyo 2017).
Penggunaan bahan bakar LPG memiliki efek pada lingkungan yang lebih baik
daripada penggunaan bahan bakar bensin, untuk semua kadar emisi CO, CO2, HC, dan
NOx. Namun demikian penggunaan LPG menghasilkan performa kurang baik
dibandingkan gasoline. Penurunan daya yang terjadi pada umumnya berkisar antara 5%
sampai 20% (Condro, bagiyo 2017).
Performa Mesin bensin yang dioperasikan dengan menggunakan bahan bakar gas
LPG mengalami penurunan. Penurunan ini terjadi dikarenakan karakteristik sifat bahan
bakar bensin berbeda dengan LPG. Hal ini dapat diatasi dengan mengatur saat penyalaan
sehingga lebih sesuai dengan karakteristik gas LPG. Pengaturan saat penyalaan 11°
sebelum TMA, menghasilkan prestasi (Torsi dan Daya) yang dekat dengan prestasi motor
bensin yaitu hanya selisih 3 %. Prestasi terbaik pada mesin bahan bakar bensin ataupun
LPG berkisar pada putaran 4000 s.d 5000 rpm (Condro, bagiyo 2017).

Karakteristik kinerja dan operasional kendaraan LPG lebih menguntungkan


dibandingkan dengan bahan bakar lainnya. LPG memiliki nilai oktan mencapai 112, lebih
tinggi dari pertamax plus. Nilai oktan yang tinggi memungkinkan untuk diterapkan pada
mesin-mesin dengan rasio kompresi tinggi, yang dapat memberikan peningkatan efisiensi
termal yang lebih baik, mengurangi konsumsi bahan bakar, dan mereduksi emisi gas buang

Dari hasil penelitiaan di dapatkan kadar Emisi gas buang sebagai berikut (Condro,
bagiyo 2017):

a. Kadar emisi CO secara umum terendah dicapai pada tekanan kompresi 13,5 Bar
dan tertinggi pada tekanan kompresi 13 Bar.
b. Kadar emisi CO2 tertinggi dicapai pada tekanan kompresi 13,5 Bar dan terendah
pada tekanan kompresi 13 Bar.
c. Kadar emisi HC terendah dicapai pada tekanan kompresi 13,5 Bar dan tertinggi
pada tekanan kompresi 13 Bar.

37
2.6 Upaya untuk Mengurangi Emisi.
Upaya pengendalian pencemaran udara akibat kendaraan bermotor yang mencakup
upaya-upaya pengendalian baik langsung maupun tidak langsung, akan dapat menurunkan
tingkat emisi dari kendaraan bermotor secara efektif antara lain (Ismiyati, dkk , 2014)
1. Mengurangi jumlah mobil lalu lalang. Misalnya dengan jalan kaki, naik sepeda,
kendaraan umum, atau naik satu kendaraan pribadi bersama temanteman (car
pooling).
2. Selalu merawat mobil dengan saksama agar tidak boros bahan bakar dan asapnya
tidak mengotori udara.
3. Meminimalkan pemakaian AC. Pilihlah AC non-CFC dan hemat energi.
4. Memilih bensin yang bebas timbal (unleaded fuel).

Polutan knalpot kendaraan adalah sisa-sisa pembakaran yang tidak sempurna dan
nonquilibrium proses di silinder mesin. Dari campuran bahan bakar dan udara yang
dimasukkan ke dalam silinder, semua kecuali sebagian kecil dari bahan bakar teroksidasi
menjadi CO2 dan H2O, mencapai keadaan termokimia ekuilibrium setelah melepaskan
energi kimia yang terikat dalam bahan bakar. Namun, jumlahnya kecil reaktan tidak
mencapai keadaan kesetimbangan ini, tetapi tetap membeku menjadi metastabil bentuk.
Molekul utama dari jenis ini adalah NO, CO, dan berbagai jenis hidrokarbon (HC)
molekul, yang semuanya dapat mencemari atmosfer di mana aliran gas buang kendaraan
diperkenalkan. Tujuan teknologi pengendalian emisi kendaraan adalah untuk mengurangi
jumlah ini polutan ke nilai-nilai rendah seperti itu bahwa efek kumulatif dari banyak
kendaraan dan sumber lain akan tidak cukup besar untuk menyebabkan kerusakan pada
sistem kehidupan, termasuk manusia. (Sumber: Fay, James A. And Dan S. Golomb. 2002.
Energy and the Environment. New York: Oxford University press. hal.216)
Dalam mesin SI, jumlah masing-masing polutan utama ini sensitif terhadap rasio
udara / bahan bakar campuran dilekatkan ke silinder sebelum pengapian oleh busi.
Proporsi udara menjadi bahan bakar tidak boleh terlalu jauh dari nilai stoikiometri agar
mesin berfungsi dengan baik dan efisien. Jika campuran itu kaya bahan bakar (lebih
banyak bahan bakar daripada yang dapat sepenuhnya teroksidasi oleh oksigen yang
tersedia), beberapa CO akan terbentuk dan tidak semua nilai pemanas bahan bakar akan
dilepaskan. Jika campuran adalah bahan bakar-ramping (kelebihan, oksigen yang tidak
digunakan), suhu dan tekanan produk pembakaran akan kurang, menghasilkan kerja mesin
yang lebih sedikit per siklus. Perbedaan-perbedaan ini dalam kimia dan termodinamika

38
keadaan gas pembakaran mempengaruhi jumlah polutan yang meninggalkan mesin melalui
port buang. (Sumber: Fay, James A. And Dan S. Golomb. 2002. Energy and the
Environment. New York: Oxford University press. hal.217)
Nilai rendah saat oksigen ekstra ditemukan dan mengoksidasi mereka. Di sisi lain,
NO dibentuk oleh reaksi N2 dengan O2 pada suhu tinggi di belakang depan api, tetapi
hanya dalam sangat kecil jumlah, dan tidak sepenuhnya kembali ke N2 dan O2 pada suhu
pembuangan yang jauh lebih rendah, seperti seharusnya seandainya keseimbangan
termokimia terjadi. Ini tertinggi pada atau dekat dengan stoikiometri campuran di mana
suhu nyala tertinggi. Massa HC dan NO dapat menjadi urutan 1 % dari massa bahan bakar
(sekitar 0,1% dari massa gas buang), tetapi massa CO adalah 10 kali lebih besar. Seperti
itu nilainya 10 kali atau lebih tinggi dari yang diizinkan oleh standar emisi gas buang AS
di masa mendatang. (Sumber: Fay, James A. And Dan S. Golomb. 2002. Energy and the
Environment. New York: Oxford University press. hal.217)
Untuk polutan mencapai tingkat yang sangat rendah sekarang diperlukan aliran
knalpot kendaraan jalan, dua langkah harus dilakukan secara bersamaan. Yang pertama
adalah mengurangi sebanyak mungkin polutan konsentrasi dalam gas buang saat
meninggalkan mesin (emisi engine-out); yang kedua adalah kurangi emisi ini lebih jauh
dengan sistem pengolahan gas buang yang terletak di antara mesin dan knalpot. Tak satu
pun dari sistem ini dengan sendirinya dapat cukup untuk membersihkan emisi ke
diperlukan level rendah. (Sumber: Fay, James A. And Dan S. Golomb. 2002. Energy and
the Environment. New York: Oxford University press. hal.218)

Mengurangi Emisi Keluar Mesin


Ada beberapa fitur mesin SI modern yang hampir secara universal digunakan untuk
meningkatkan engineout emisi.
Pengendalian Rasio Udara / Bahan Bakar yang Tepat. Nilai rendah dari tiga
polutan utama HC, CO, dan tidak dapat dipertahankan jika rasio udara / bahan bakar
disimpan dekat dengan nilai stoikiometrinya kondisi operasi. Injeksi bahan bakar
memungkinkan kontrol yang ketat atas aliran bahan bakar ke setiap silinder, dan itu dapat
dikendalikan komputer menjadi sebanding dengan aliran udara masuk. Detektor oksigen
ditempatkan hilir dari knalpot port menyediakan sinyal sensitif yang digunakan untuk
memperbaiki aliran bahan bakar sehingga rumah di atas rasio udara / bahan bakar yang
diinginkan. Manfaat lebih lanjut dari sistem kontrol ini adalah bahwa ia dapat
menyediakan kondisi optimum untuk pemrosesan gas buang selanjutnya. (Sumber: Fay,

39
James A. And Dan S. Golomb. 2002. Energy and the Environment. New York: Oxford
University press. hal.218)
Resirkulasi Gas Buang, Pada ujung knalpot, ketika katup buang telah ditutup dan
katup intake terbuka untuk menerima muatan baru campuran udara-bahan bakar, volume
residu silinder diisi dengan gas buang. Ini bercampur dengan muatan baru yang masuk,
mengencerkannya dan mengurangi suhu dan tekanan yang dicapai ketika muatan itu
dibakar sepenuhnya di mulai dari kekuatan stroke. Karena jumlah NO yang terbentuk
sangat sensitif terhadap puncak suhu yang dicapai selama pembakaran, kita dapat
mengurangi engine-out NO dengan menipiskan muatan baru dengan gas buang lebih
banyak dari yang biasanya ditemui. Ini bisa dilakukan dengan memvariasikan knalpot dan
inlet valve timing atau memompa gas buang dari sistem pembuangan ke sistem intake. Ini
dilakukan pada beban sebagian sehingga torsi dan tenaga engine maksimum tidak
terganggu, tetapi itu dapat diterima karena nilai maksimum ini jarang digunakan dalam
siklus mengemudi standar. (Sumber: Fay, James A. And Dan S. Golomb. 2002. Energy
and the Environment. New York: Oxford University press. hal.218)

Konverter Katalitik untuk Perawatan Gas Buang


Polutan gas buang HC, CO, dan NO tidak dalam kesetimbangan termokimia
dengan sisa gas buang. Harus dimungkinkan untuk mengoksidasi HC dan CO menjadi
CO2 dan H2O jika cukup oksigen hadir, dan untuk mengurangi NO ke N2 dan O2, karena
ini termodinamik disukai. Untuk membuat ini terjadi cukup cepat, molekul-molekul ini
harus menempel pada permukaan padat yang dilapisi dengan katalis, di mana mereka dapat
bereaksi dan produk mereka berevolusi ke dalam aliran gas. Selanjutnya, reaksi permukaan
ini hanya akan terjadi dengan cepat jika permukaannya cukup panas dan katalis yang tepat
digunakan. Katalis reduksi oksidasi tiga arah saat ini menggunakan katalis seperti itu
platinum dan rhodium, dan mereka harus dipanaskan hingga 250 ◦C atau lebih untuk
menjadi efektif. (Sumber: Fay, James A. And Dan S. Golomb. 2002. Energy and the
Environment. New York: Oxford University press. hal.218)

40
Gambar. 2.5 Diagram efisiensi katalitik untuk oksidasi CO dan HC dan pengurangan NO
konverter katalitik tiga arah, sebagai fungsi rasio udara / bahan bakar.

Oksidasi serentak CO dan HC dan pengurangan NO dalam catalytic converter


membutuhkan kontrol yang sangat ketat terhadap rasio udara / bahan bakar di mesin.
Udara yang tidak cukup akan menghambat oksidasi, sedangkan juga banyak yang akan
mencegah pengurangan. Jendela rasio udara / bahan bakar yang akan menghilangkan
semua pencemar secara merata cukup kecil, hanya beberapa persen perubahan yang
diizinkan. Ini diilustrasikan pada Gambar 8.10 yang menunjukkan bagaimana efisiensi
katalitik (persen polutan yang dibuang dalam konverter) dari oksidasi dan reaksi reduksi
sangat tergantung pada rasio udara / bahan bakar. Akumulasi oksigen pada katalis
permukaan dibangun ke dalam katalis ini untuk memperluas jendela operasi. (Sumber:
Fay, James A. And Dan S. Golomb. 2002. Energy and the Environment. New York:
Oxford University press. hal.219)
Agar catalytic converter bekerja dengan benar, setiap molekul polutan harus
memiliki peluang untuk menempel ke permukaan katalis sebelum mengalir melalui
reaktor. Ini mengharuskan ada luas permukaan besar dilapisi dengan katalis dan bahwa
aliran yang mengelilingi permukaan ini menjadi halus terbagi. Entah struktur sarang lebah
atau tempat tidur berlapis-lapis yang dilapisi katalis memenuhi ini kebutuhan. Biasanya,
dimensi saluran gas adalah urutan beberapa milimeter, dan volume konverter sekitar
setengah dari kapasitas mesin. Ini hanya memungkinkan gas buang satu periode siklus
mesin untuk melewati konverter dan dibersihkan dari sebagian besar polutan. (Sumber:
Fay, James A. And Dan S. Golomb. 2002. Energy and the Environment. New York:
Oxford University press. hal.219)

41
Ketika mesin pertama kali dimulai pada suhu ambien (disebut start dingin),
konverter tidak tidak bekerja sampai telah dihangatkan oleh gas buang mesin panas ke
suhu “cahaya” -nya sekitar 250 ◦C. Selama satu atau dua menit yang diperlukan untuk
mencapai kondisi cahaya konverter, tinggi tingkat polutan engine-out dipancarkan dari
knalpot. Memang, lebih dari separuh emisi di Prosedur Uji Federal dapat dipancarkan
selama periode pemanasan ini. Saat mesin dinyalakan dalam cuaca musim dingin,
kelebihan bahan bakar harus disuntikkan untuk mencapai penguapan bahan bakar yang
cukup untuk memulai mesin, memberikan emisi CO dan HC yang sangat meningkat.
Prekursor kapasitas panas rendah, terletak dekat dengan mesin atau dipanaskan dengan
listrik, diperlukan untuk mencapai tingkat emisi rendah selama mulai dingin. (Sumber:
Fay, James A. And Dan S. Golomb. 2002. Energy and the Environment. New York:
Oxford University press. hal.220)
Permukaan katalis dapat rusak karena terlalu panas jika gas buang mengandung
terlalu banyak yang tidak terbakar bahan bakar, yang mungkin terjadi jika sistem kontrol
udara / bahan bakar gagal. Juga, pengotor bahan bakar yang tersisa endapan permukaan
dapat merusak fungsi katalitik. Aditif timbal untuk bensin telah bertahap untuk melindungi
konverter, dan peraturan bahan bakar AS saat ini akan mengharuskan penghapusan hampir
semua belerang dalam waktu dekat. Bahan bakar Ultraclean akan memastikan bahwa
konverter tidak akan rusak jika bermanfaat kehidupan kendaraan. (Sumber: Fay, James A.
And Dan S. Golomb. 2002. Energy and the Environment. New York: Oxford University
press. hal.220)

Emisi Evaporasi
Emisi buangan nitrogen oksida dan bahan bakar yang tidak dibakar berkontribusi
pada pembentukan ozon tingkat dasar di atmosfer. Namun pelarian yang tidak disengaja ke
atmosfer bahan bakar kendaraan uap juga bisa menjadi penyumbang penting bagi senyawa
organik reaktif yang berpartisipasi dalam pembentukan ozon. Sebagai akibatnya, sistem
kontrol emisi evaporasi diperlukan kendaraan baru AS. Ada beberapa sumber emisi
penguapan kendaraan. Bahan bakar yang disimpan di tangki bahan bakar memancarkan
uap ke ruang udara di atas permukaan bahan bakar di dalam tangki. Uap ini bisa
bocor ke atmosfer selama operasi pengisian bahan bakar dan selama suhu atmosfer dan
perubahan tekanan diurnal. Di shutdown mesin, bahan bakar yang tidak terbakar tetap
berada di mesin dan selanjutnya dapat bocor ke atmosfer dari asupan udara atau buang.
Uap bahan bakar memiliki komposisi kimia yang berbeda dibandingkan bahan bakar

42
karena kandungan uapnya jauh lebih kaya akan komponen tekanan-uap yang lebih tinggi,
lebih rendah-molekul-beratnya daripada bahan bakar cair. Beberapa komponen ini juga
lebih reaktif secara kimia dalam pembentukan ozon, menjadikannya lebih penting untuk
mencegah pembebasan mereka ke atmosfer. Tekanan uap bahan bakar meningkat cepat
dengan suhu, sehingga emisi evaporative yang tidak terkendali lebih tinggi di musim panas
daripada di musim dingin. Karena pembentukan ozon secara inheren lebih tinggi di musim
panas daripada di musim dingin, melarikan diri dari uap bahan bakar memperburuk
masalah kabut asap di musim panas. (Sumber: Fay, James A. And Dan S. Golomb. 2002.
Energy and the Environment. New York: Oxford University press. hal.220)
Emisi uap tangki bahan bakar dikendalikan dengan menempatkan filter penyerap
uap di saluran ventilasi antara ruang udara tangki bahan bakar dan atmosfer. Jika ruang
bakar bahan bakar dan tangki udara memanas dari pemanasan surya, mengusir beberapa
campuran uap-udara melalui jalur ventilasi, filter akan mempertahankan uap molekul pada
permukaan adsorbenya. Untuk mencegah permukaan menyerap menjadi jenuh molekul
bahan bakar, dan dengan demikian tidak efektif untuk penyaringan lebih lanjut, udara
ditarik ke dalam melalui filter saat mesin sedang bekerja, membersihkannya dari molekul
uap yang teradsorpsi. Arus masuk ini disalurkan ke dalam sistem pemasukan mesin
sehingga dapat membakar uap yang terdesorikan dalam mesin yang sedang berjalan.
Ketika tangki bahan bakar diisi, campuran uap-udara dalam ruang udara tangki
dipindahkan oleh bahan bakar masuk. Campuran ini secara istimewa lolos melalui
pembukaan pengisian bahan bakar; dan jika tidak dikumpulkan selama proses pengisian
oleh sistem kontrol uap di stasiun pengisian, itu akan dipancarkan ke atmosfer. Negara
bagian AS dengan masalah kelebihan ozon biasanya memerlukan pemasangan peralatan
tersebut oleh stasiun layanan. (Sumber: Fay, James A. And Dan S. Golomb. 2002. Energy
and the Environment. New York: Oxford University press. hal.220)

Mengurangi Emisi Mesin CI


Diesel (CI) mesin umumnya memancarkan jumlah yang lebih rendah dari CO dan
HC daripada mesin SI, tetapi lebih dari NO dan materi partikulat. Rasio udara / bahan
bakar keseluruhan dalam mesin CI selalu ramping, lebih-lebih pada tingkat daya parsial,
menyediakan oksigen berlebih untuk mengoksidasi HC dan CO menjadi CO2 dan H2O,
dan N2 ke NO. Tapi penguapan dan pencampuran tetesan bahan bakar dalam mesin CI
dengan sekitarnya udara tidak merata, sehingga beberapa bahan bakar terbakar di atmosfer
kekurangan oksigen, sehingga menimbulkan partikel karbon padat (jelaga) kecil yang

43
padat. Sebagian besar materi partikulat ini akhirnya teroksidasi, tetapi beberapa tidak dan
tetap tidak terbakar dalam aliran gas buang mesin. Partikel jinak mungkin dilapisi dengan
molekul hidrokarbon volatilitas rendah (senyawa polisiklik aromatik, PAH) yang beracun
bagi manusia. Baik emisi NO dan PM lebih sulit untuk dikendalikan di mesin CI daripada
di mesin SI. Berbagai modifikasi untuk pembakaran mesin diesel direct injection
sedang mencoba untuk mengurangi baik emisi engine NO dan PM. Salah satu
pendekatannya adalah meningkatkan tekanan injeksi bahan bakar dan mengontrol
waktunya sehingga memberikan pencampuran bahan bakar udara yang lebih seragam dan
dengan demikian pembakaran lebih baik kondisi. Silinder empat katup dan daur ulang gas
buang juga membantu mengontrol pembakaran proses sehingga dapat mengurangi emisi.
Jika campuran bahan bakar dan udara di dalam silinder dapat dibuat hampir seragam
(disebut kompresi kompresi muatan homogen), emisi secara signifikan dikurangi,
setidaknya pada beban sebagian. (Sumber: Fay, James A. And Dan S. Golomb. 2002.
Energy and the Environment. New York: Oxford University press. hal.221)
Penggunaan catalytic converters untuk mengurangi molekul NO di knalpot mesin
kurang berhasil untuk mesin CI daripada untuk mesin SI karena ada lebih sedikit molekul
yang mengandung hidrogen yang dibutuhkan untuk pengurangan katalitik NO.
Menyuntikkan sejumlah kecil bahan bakar ke dalam knalpot meningkatkan NO reduksi
katalitik. Namun demikian, konversi katalitik substansial akan diperlukan untuk memenuhi
Tier 2 Standar emisi NOx untuk kendaraan bertenaga CI. Konverter katalitik mengoksidasi
beberapa PM mesin-keluar, tetapi tidak cukup untuk memenuhi PM masa depan standar
emisi. Filter partikel dapat mengurangi emisi PM knalp, tetapi pembersihan berkala filter
dengan pembakaran katalitik atau cara lain diperlukan untuk memastikan reduksi PM yang
andal. Filter partikel belum mencapai tingkat pengembangan konverter katalitik, tetapi
mungkin diperlukan untuk kendaraan tugas ringan bertenaga diesel masa depan di
Amerika Serikat. Emisi mesin CI dipengaruhi oleh komposisi bahan bakar diesel. Terbesar
akibatnya adalah karena bahan bakar belerang, yang membakar SO2 dan menghambat
pengurangan NO pada catalytic converter. Kandungan belerang dari bahan bakar
kendaraan saat ini diatur oleh EPA AS untuk mempertahankan masa hidup yang baik
kinerja konverter katalitik. Efisiensi bahan bakar superior dari mesin direct injection CI
adalah insentif yang kuat untuk penggunaannya dimana biaya bahan bakar konsumen
tinggi. Di Amerika Serikat, di mana harga bahan bakar rendah, efisiensi bahan bakar
Insentif berada di pabrik, yang harus memenuhi standar CAFE, terutama sulit untuk pasar
truk tugas ringan saat ini. Seharusnya pengurangan emisi karbon dioksida kendaraan

44
menjadi tujuan kebijakan publik di Amerika Serikat, sehingga mendorong penggunaan
mesin CI yang lebih besar di pasar kendaraan penumpang, pengembangan teknologi
kontrol emisi mesin CI yang lebih intens akan diperlukan untuk memenuhi standar emisi
yang diharapkan. (Sumber: Fay, James A. And Dan S. Golomb. 2002. Energy and the
Environment. New York: Oxford University press. hal.221)

Kualitas Bahan Bakar dan Regulasinya


Kami telah mencatat bahwa aditif timbal anti-ketukan dan belerang telah dibatasi
untuk memastikan operasi yang sukses dari catalytic converter gas buang. Peraturan lain
dari properti bahan bakar telah diarahkan pada emisi gas buang dan evaporatif. Untuk
mencapai sifat anti-ketukan yang diinginkan, penyuling bahan bakar mengubah komposisi
bahan bakar, memanfaatkan komponen yang lebih mudah menguap yang meningkatkan
tekanan uap dan dengan demikian menguapkan emisi dan lebih rentan menghasilkan ozon.
Telah ditemukan bahwa penambahan komponen bahan bakar beroksigen, seperti metanol
atau etanol, meningkatkan kinerja bahan bakar dan mengurangi emisi gas buang, terutama
pada kendaraan yang lebih tua, jadi insentif untuk menggunakan aditif ini telah digunakan.
Lain aditif bahan bakar, MTBE (methyl tertiary butyl ether), telah dibutuhkan oleh
beberapa negara dengan ozon masalah, tetapi telah ditemukan berbahaya bagi lingkungan
dalam kebocoran bahan bakar ke air tanah, di mana itu sangat larut. Gas alam adalah bahan
bakar kendaraan yang bersih, menghasilkan emisi gas buang yang berkurang dan tidak ada
masalah uap bahan bakar karena sangat tidak aktif dalam produksi ozon fotokimia. Tetapi
menyimpan gas alam dalam kendaraan, baik sebagai gas terkompresi di tangki bertekanan
tinggi atau sebagai cairan pendingin pada −253 ◦C, sulit dan mahal, dan membatasi
jangkauan kendaraan antara isi ulang bahan bakar. Pada saat ini, kendaraan gas alam
terbatas untuk kendaraan armada dengan jangkauan harian terbatas yang beroperasi di luar
pusat depot bahan bakar. (Sumber: Fay, James A. And Dan S. Golomb. 2002. Energy and
the Environment. New York: Oxford University press. hal.222)

45
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan.
Sektor transportasi tumbuh dan berkembang seiring dengan peningkatan
perekonomian nasional. Transportasi merupakan sarana yang penting bagi masyarakat
modern untuk memperlancar mobilitas manusia dan barang. Saat ini BBM merupakan
andalan utama bahan bakar di sektor transportasi. Gas buang sisa pembakaran BBM
mengandung bahan-bahan pencemar seperti SO2 (Sulfur Dioksida), NOx (Nitrogen
Oksida), CO (Karbon Monoksida), VHC (Volatile hydrocarbon), SPM (Suspended
Particulate Matter) dan partikel lainnya.
Pembangunan transportasi yang terus dikembangkan menyusul dengan permintaan
pasar, ternyata, telah mendorong terjadinya bencana pembangunan. Saat ini, kita semua
telah mengetahui bahwa pengaruh polusi udara juga dapat menyebabkan pemanasan efek
rumah kaca (ERK) bakal menimbulkan pemanasan global atau (global warming).
Upaya pengendalian pencemaran udara akibat kendaraan bermotor yang mencakup
upaya-upaya pengendalian baik langsung maupun tidak langsung, akan dapat menurunkan
tingkat emisi dari kendaraan bermotor secara efektif antara lain (Ismiyati, dkk , 2014)
1. Mengurangi jumlah mobil lalu lalang. Misalnya dengan jalan kaki, naik sepeda,
kendaraan umum, atau naik satu kendaraan pribadi bersama temanteman (car
pooling).
2. Selalu merawat mobil dengan saksama agar tidak boros bahan bakar dan asapnya
tidak mengotori udara.
3. Meminimalkan pemakaian AC. Pilihlah AC non-CFC dan hemat energi.
4. Memilih bensin yang bebas timbal (unleaded fuel).

3.2 Saran
Sebaiknya gunakan kendaraan seperlunya saja dan seminimal mungkin, dan juga
menggunakan bahan bakar kendaraan yang lebih ramah lingkungan.

46

Вам также может понравиться