Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
OLEH :
DINNA FRANSISCA, S.Kep
21214015
A. LATAR BELAKANG
Perkembangan individu (remaja) berlangsung terus menerus dan tidak dapat
diulang kembali. Masa remaja merupakan masa yang rentan terhadap perbuatan-
perbuatan yang kurang baik diakibatkan sikap mereka yang suka mencoba-coba pada hal
yang baru. Pada perkembangan fisik remaja mulai nampak terutama pada bagian organ-
organ seksualnya secara fisik, maupun secara psikis.
Seks bebas adalah tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual yang ditujukan
dalam bentuk tingkah laku. Tingkah ini beraneka ragam, mulai dari saling tertarik dengan
lawan jenis, lalu berkecan, bercumbu dan diakhiri dengan dampak yang tidak baik, lalu
akhirnya dampak tersebut akan timbul baik bagi lingkungan, sosial, maupun pribadi
terutama sangat berdampak pada psikologis. Jika lingkungan psikologis terganggu maka
sosial pun akan berubah.
Remaja adalah masa peralihan antara tahap anak dan dewasa yang jangka
waktunya berbeda-beda tergantung faktor sosial dan budaya. Pada kondisi ini remaja
sangat labil karena mereka masih mencari jati dirinya. Dimana mereka beringinan dirinya
dianggap gaul dan dewasa dengan menirukan orang lain. Apabila mereka tidak didukung
pendidikan orang tua dan agama yang kuat akan terjerumus ke hal-hal yang merugikan
banyak pihak, terutama dirinya sendiri (Soetjiningsih, 2012)
Masyarakat menghadapi kenyataan bahwa kehamilan pada remaja semakin
meningkat menjadi masalah. Masih derasnya arus informasi yang dapat menimbulkan
rangsangan seksual remaja terutama di daerah perkotaan yang mendorong remaja
melakukan hubungan seksual pranikah. Dimana pada akhirnya remaja mendapat
ancaman bahaya dalam melakukan hubungan seks bebas sehingga memberikan konflik
bagi mereka seperti : putus sekolah, psikologis terganggu, tekanan ekonomi, dan masalah
dengan keluarga serta masyarakat sekitarnya dan para remaja putri menjadi hamil di luar
nikah (Manuaba, 2010).
Data BKBN, 2010 mencatat sebanyak 51 persen remaja di Jabodetabek telah
melakukan hubungan layaknya suami istri. Selain Jabodetabek, data yang sama juga
diperoleh di wilayah lain seperti Surabaya di mana remaja perempuan lajang yang
1
kegadisannya sudah hilang mencapai 54%, di Medan 52%, Bandung 47%, dan
Yogyakarta 37%. Bahkan hasil survey Komisi Perlindungan Anak / KPA terhadap 4.500
remaja mengungkap, 97% remaja pernah menonton atau mengakses pornografi dan 93%
pernah berciuman bibir. Survei yang dilakukan di 12 kota besar belum lama ini, juga
menunjukkan 62,7% responden pernah berhubungan badan dan 21 % di antaranya telah
melakukan aborsi.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka rumusan masalah penelitian yang
berjudul “Sikap Dan Tindakan Remaja Tentang Seks Bebas”
1. Faktor Terjadinya seks bebas,
3. Bagaimana peran orang tua, guru dan lingkungan sehingga anak melakukan
kenakalan remaja (seks bebas),
C. TUJUAN
Mengetahui penyebab kenakalan remaja pada seks bebas dan gejala-gejala yang dapat
memperlihatkan hal-hal yang mengarah pada kenakalan remaja serta untuk memahami
hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menanggulangi seks bebas.
1
BAB II
TINJAUAN TEORI
3
A. FAKTOR TERJADINYA SEKS BEBAS
Faktor penyebab seks bebas yang dialami remaja dapat dikategorikan menjadi 2 faktor,
yaitu faktor internal dan eksternal:
1. Faktor Internal
Faktor internal atau lebih lazimnya dari dalam diri seseorang remaja itu. Keinginan untuk
dimengerti lebih dari orang lain bisa menjadi penyebab remaja melakukan tindakan
penyimpangan, sikap yang terlalu merendahkan diri sendiri atau selalu meninggikan diri
sendiri, jikalau terlalu merendahkan diri sendiri orang remaja lebih mencari jalan pintas
untuk menyelesaikan sesuatu dia beranggapan jika saya tidak begini saya bisa dianggap
orang lain tidak gaul, tidak mengikuti perkembangan zaman.
2. Faktor Eksternal
Faktor Eksternal / faktor dari luar pribadi seseorang remaja. Faktor paling terbesar
memberi terjadinya prilaku menyimpang seseorang remaja yaitu lingkungan dan sahabat.
Seseorang sahabat yang sering berkumpul bersama dalam satu geng, otomatis dia akan
tertular oleh sikap dan sifat kawannya tersebut. Kasih sayang dan perhatian orang tua
tidak sepenuhnya tercurahkan, membuat seorang anak tidak betah berada di dalam rumah
tersebut, mereka lebih senang untuk berada di luar bersama kawan-kawannya. Apalagi
keluarga yang kurang harmonis dan kurangnya komunikasi dengan orang tua dapat
menyebabkan seorang anak melakukan penyimpangan sosial serta seks bebas yang
melanggar nilai-nilai dan norma sosial. Apabila ayah dan ibu mereka yang memiliki
kesibukan di luar rumah akan membuat anak-anak remaja semakin menjadi-jadi,
sehingga mereka merasa tidak diperdulikan lagi.
Selain faktor internal dan eksternal di atas, ada juga faktor lain yang secara umum dapat
menyebabkan terjadinya seks bebas:
Pergaulan
Kita tahu pergaulan punya pengaruh besar terhadap perilaku kita. Maka jika seseorang
mempunyai lingkungan pergaulan dari kalangan teman-teman yang suka melakukan seks
bebas, maka dia juga bisa terpengaruh dan akhirnya ikut melakukan seks bebas.
Pengaruh materi pornografi (film, video, internet dsb)
4
Jika seseorang berulang kali mengakses materi pornografi, maka ini bisa mendorong
terjadinya perilaku seks bebas.
Pengaruh obat/narkoba dan alcohol
Seseorang yang bebas dari pengaruh narkoba dan alkohol bisa berfikir jernih dan ini
mencegah dia melakukan perilaku berisiko. Dalam keadaan dipengaruhi oleh narkoba
dan alkohol, maka pemikiran jernih bisa menurun dan ini bisa mendorong terjadinya
perilaku seks bebas.
Kualitas hubungan suami-isteri (buat yang sudah menikah).
Jika ada masalah dalam hubungan suami-isteri, maka ini bisa mendorong yang
bersangkutan melakukan hubungan seks bebas.
5
tidak memiliki kemampuan berfikir dan fisik yang baik, tentunya pembangunan tidak
akan berjalan dengan sebagaimana mestinya.
Berikut beberapa bahaya utama akibat seks pranikah dan seks bebas:
a) Menciptakan kenangan buruk. Apabila seseorang terbukti telah melakukan seks pranikah
atau seks bebas maka secara moral pelaku dihantui rasa bersalah yang berlarut-larut.
Keluarga besar pelaku pun turut menanggung malu sehingga menjadi beban mental yang
berat.
b) Mengakibatkan kehamilan. Hubungan seks satu kali saja bisa mengakibatkan kehamilan
bila dilakukan pada masa subur. kehamilan yang terjadi akibat seks bebas menjadi beban
mental yang luar biasa. Kehamilan yang dianggap “Kecelakaan” ini mengakibatkan
kesusahan dan malapetaka bagi pelaku bahkan keturunannya.
c) Menggugurkan Kandungan (aborsi) dan pembunuhan bayi. Aborsi merupakan tindakan
medis yang ilegal dan melanggar hukum. Aborsi mengakibatkan kemandulan bahkan
Kanker Rahim. Menggugurkan kandungan dengan cara aborsi tidak aman, karena dapat
mengakibatkan kematian.
d) Penyebaran Penyakit. Penyakit kelamin akan menular melalui pasangan dan bahkan
keturunannya. Penyebarannya melalui seks bebas dengan bergonta-ganti pasangan.
Hubungan seks satu kali saja dapat menularkan penyakit bila dilakukan dengan orang
yang tertular salah satu penyakit kelamin. Salah satu virus yang bisa ditularkan melalui
hubungan seks adalah virus HIV.
e) Timbul rasa ketagihan.
f) Kehamilan terjadi jika terjadi pertemuan sel telur pihak wanita dan spermatozoa pihak
pria. Dan hal itu biasanya didahului oleh hubungan seks. Kehamilan pada remaja sering
disebabkan ketidaktahuan dan tidak sadarnya remaja terhadap proses kehamilan.
6
Bahaya kehamilan pada remaja:
1. Hancurnya masa depan remaja tersebut.
2. Remaja wanita yang terlanjur hamil akan mengalami kesulitan selama kehamilan
karena jiwa dan fisiknya belum siap.
3. Pasangan pengantin remaja, sebagian besar diakhiri oleh perceraian (umumnya karena
terpaksa kawin karena nafsu, bukan karena cinta).
4. Pasangan pengantin remaja sering menjadi cemoohan lingkungan sekitarnya.
5. Remaja wanita yang berusaha menggugurkan kandungan pada tenaga non medis
(dukun, tenaga tradisional) sering mengalami kematian strategis.
6. Pengguguran kandungan oleh tenaga medis dilarang oleh undang-undang, kecuali
indikasi medis (misalnya si ibu sakit jantung berat, sehingga kalau ia meneruskan
kehamilan dapat timbul kematian). Baik yang meminta, pelakunya maupun yang
mengantar dapat dihukum.
7. Bayi yang dilahirkan dari perkawinan remaja, sering mengalami gangguan kejiwaan
saat ia dewasa.
7
generasi penerus yang berkualitas. Sebaiknya Guru tidak hanya dipandang sebagai profesi
saja, tetapi adalah bagian hidup dan idialisme seorang guru memang harus dijunjung
setinggi-tingginya. Idealisme itu seharusnya tidak tergantikan oleh apapun termasuk uang.
Namun guru adalah manusia, sekuat-kuatnya manusia bertahan dia tetaplah manusia, jika
terpaan cobaan itu terlalu kuat manusia juga dapat melakukan kesalahan.
Akhir akhir ini ada berita di media masa yang sangat meruntuhkan citra sang guru adalah
berita tentang pencabulan Oknum guru terhadap anak didiknya. Kalau pepatah mengatakan
guru kencing bediri murid kencing berlari itu benar, berarti satu orang guru melakukan itu
berapa orang murid yang lebih parah dari itu, hingga akhirnya menciptakan pola kenakalan
remaja yang sangat tidak ingin kita harapkan.
Kerja team yang terdiri dari orang tua (sebagai guru dirumah), Guru di sekolah, dan
Lingkungan (sebagai Guru saat anak-anak, para remaja bermain dan belajar) harus di
bentuk. diawali dengan komunikasi yang baik antara orang tua dan guru di sekolah,
pertemuan yang intensif antara keduanya akan saling memberikan informasi yang sangat
mendukung bagi pendidikan para remaja. Peran Lingkungan pun harus lebih peduli, dengan
menganggap para remaja yang ada di lingkungannya adalah tanggung jawab bersama,
tentunya lingkungan pun akan dapat memberikan informasi yang benar kepada orang tua
tentang tindak tanduk si remaja tersebut dan kemudian dapat digunakan untuk mengevaluasi
perkembangannya agar tidak terjebak dalam kenakalan remaja.
Terlihat betapa peran orang tua sangat memegang peranan penting dalam membentuk
pola perilaku para remaja, setelah semua informasi tentang pertumbuhan anaknya di dapat,
orang tuapun harus pandai mengelola informasi itu dengan benar.
8
mendukung bakat yang dimiliki oleh anak tersebut, agar dapat berguna dan berkembang.
Tetapi seorang anak juga jangan terlalu egois dalam memaksakan kehendak.
Bagi para lembaga sosial harus bisa merangkul para remaja untuk masuk dalam
suatu organisasi dengan mengikuti berbagai kegiatan, dengan begitu seorang remaja akan
terarah pikirannya dengan baik. Mendukung segala bakat-bakat anak remaja agar mereka
tidak melakukan hal-hal yang menyimpang. Tidak terlalu memaksakan seorang dalam
berbagai tindakan karena akan membuat tempramen seorang anak suka emosional.
Didiklah anak-anak dengan cara yang lambat agar mereka tidak selalu membangkan
segala suruhan atau perintah para orang tua.
9
h. Membangun sikap saling percaya antara orang tua dan anak.
Digunakan upaya pencegahan atau penangkalan perilaku menyimpang dan upaya
kuratif yaitu pengobatan dan penyembuhan. Agar perilaku seks bebas pada remaja
dapat ditekan seminim mungkin, perlu dilakukan pencegahan yang baik dari lingkup
keluarga, pemerintah dan masyarakat. Adanya komunikasi yang efektif di dalam
keluarga antara orang tua dan anak mengenai pemahaman nilai-nilai moral dan etika
sekaligus memberikan pengertian mangenai pendidikan seks kepada anak-anaknya
sesuai dengan tingkat umurnya.
9
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Pada dasarnya kenakalan remaja meliputi semua perilaku yang menyimpang
dari norma-norma hukum pidana yang dilakukan oleh remaja.
P e r i l a k u tersebut akan merugikan dirinya sendiri dan orang-orang disekitarnya.
Remaja harus bisa mendapatkan sebanyak mungkin figur orang-orang dewasa
yang telah melampaui masa remajanya dengan baik juga mereka yang berhasil
memperbaiki diri setelah sebelumnya gagal pada tahap ini.
B. SARAN
1. Perlu adanya tindakan-tindakan dari pemerintah untuk mengawasi tindakan remaja di
Indonesia agar tidak terjerumus pada kenakalan remaja dalam seks bebas.
2. Perlunya penanaman nilai moral, pendidikan dan nilai religious pada diri seorang remaja.
11
DAFTAR PUSTAKA
Auslander, B.A., Perfect, M.M., Succop, P.A., & Rosenthal, S.L. (2007). Perceptions of sexual
assertiveness among adolescent girls: Initiation, refusal, and use of protective behaviors.
Journal of Pediatric and Adolescent Gynecology, 20, 157-162. Falah, P.N. (2009).
Hubungan antara
Perilaku asertif dengan perilaku seksual remaja putri. Skripsi (tidak diterbitkan). Surakarta:
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Fensterheim, H., & Baer, J.
(1991). Jangan bilang “YA” bila anda akan mengatakan “TIDAK”. Jakarta: Gunung Jati.
Hidayana, I.M. (2004). Seksualitas:
Teori dan realitas. Depok: Program Gender dan Seksualitas FISIP UI. Jackubowski, P., & Lange,
A. J. (1978). Responsible assertive behavior, cognitive behavioral procedures training.
Illionis: Research
Press. Kennedy, B.R. (2011). Promoting African American women and sexual assertiveness in
reducing HIV/AIDS: An analytical review of the research literature. Journal of Cultural
Diversity, 18, 142-149. Rahardjo, W. (2008).
Perilaku seks pranikah pada mahasiswa pria: Kaitannya dengan sikap terhadap tipe cinta eros
dan ludus, dan fantasi erotis. Indigenous, 10, 3-18. Rickert, V.I., Sanghvi, R., & Wiemann,
C.M. (2002). Is lack of sexual assertiveness among adolescent and young adult women a
cause of concern?
Perspective on Sexual and Reproductive Health, 34, 178-183. Sarwono, S.W. (2000). Psikologi
Remaja, Edisi 1. Jakarta: Rajawali Press. Schry, A.R., & White, S.W. (2013). Sexual
assertiveness mediates the effect of social interaction anxiety on sexual victimization risk
among college women. Behavior Therapy, 44, 125-136.