Вы находитесь на странице: 1из 26

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Setiap hari manusia bernapas untuk memenuhi kebutuhan oksigen. Udara dihirup mulai dari
hidung hingga terjadi difusi di alveolus paru, berbagai mekanisme dialami oleh udara tersebut,
mulai dari penyaringan di cavum nasi, penghangatan dan penyesuaian kelembapan serta
penyaringan mealui sekret bagi udara yang masih mengandung benda asing.

Tubuh memiliki sistem kekebalan alami untuk menjaga agar udara yang masuk tetap bersih
sampai ke paru, misalnya melalui refleks bersin dan batuk jika benda asing masuk ke saluran
pernapasan, hingga pengeluaran sekret oleh sel goblet untuk mengeluarkan benda asing. Begitu
juga kerja silia untuk membersihkan benda asing dengan mendorongnya keluar.

Tapi ada kalanya sistem pertahanan tubuh tidak mampu mengatasi serangan dari bakteri, virus,
maupun benda asing lainnya, sehingga terjadi peradangan pada saluran pernapasan seperti
common cold, faringitis, laringitis, dan pneumonia. Maka dari itu akan dibahas beberapa keadaan
penyakit diatas yang meliputi definisi, etiologi, patogenesis, gejala klinis, diagnosis, tatalaksana,
dan komplikasi yang mungkin terjadi

MANFAAT MODUL

Adapun manfaat dari modul ini ialah :

- Mengetahui mekanisme pertahanan saluran pernapasan


- Mengetahui definisi, etiologi, patogenesis, gejala klinis, diagnosis, tatalaksana, dan
komplikasi yang mungkin terjadi dari berbagai penyakit, berikut yaitu common cold,
faringitis, laringitis, dan pneumonia.

1
BAB II
ISI
2.1 Skenario
Demam Tinggi dan Sesak
Igbal (20 tahun) datang berobat ke Puskesmas karena batuk- berdahak, yang dialami
sejak 2 hari yang lalu disertai dengan demam dan sulit bernafas. Dari anamnesis didapatkan
bahwa sebelum mengalami keluhan Igbal belajar sampai larut malam karena sementara
mengikuti ujian akhir semester. Dari anamnesis keluarga diketahui bahwa sebelumnya teman –
teman kost Igbal juga mengalami keluhan yang sama 5 hari yang lalu. Hasil pemeriksaan fisik :
keadaan umum tampak sakit berat, sesak nafas disertai batuk. T: 110/80 mmHg, N: 100x/menit,
RR: 32x/menit, S: 40,10C
Karenatampak sakit berat akhirnya dokter puskesmas merujuk Igabal ke Rumah Sakit.

2.2 STEP 1 Terminologi Sulit


1. Demam : peningkatan suhu tubuh sebagai tanda terjadinya peradangan
menyebabkan pelepasan endogen pirogen sehingga menstimulasi hipotalamus untuk
meningkatkan suhu tubuh.
2. Batuk : refleks pertahanan system pernafasan akibat terpapar iritan pada saluran
napas.
3. Sesak napas : keluhan kesulitan bernafas yang diakibatkan baik radang atau obstruksi.

2.3 STEP 2 Identifikasi Masalah


1. Apa penyebab demam, sesak nafas dan batuk ?
2. Apa hubungan keluhan dengan belajar hingga larut malam ?
3. Apa hubungan keluhan keluhan Igbal dengan teman kostnya ?
4. Interpretasi hasil pemeriksaan?
5. Apa saja pemeriksaan penunjangnya ?
6. Apa saja kemungkinan penyakit yang diderita Igbal ?
7. Apa saja penanganan yang diberikan secara kausatif dan suportif ?
8. Apa alas an dokter merujuk Igbal ke Rumah Sakit ?

2
2.4 STEP 3 Brain Storming

1. Demam, disebabkan ketika tubuh bereaksi adanya pirogen atau patogen dan terjadi
peningkatan suhu tubuh. Ketika demam meningkat (karena nilai sebenarnya menyimpang
dari set level yang tiba-tiba neningkat), pengeluaran panas akan dikurangi melalui kulit
sehingga kulit menjadi dingin (perasaan dingin), produksi panas juga meningkat karena
menggigil (termor). Keadaan ini berlangsung terus sampai nilai sebenarnya mendekati set
level normal (suhu normal). Bila demam turun, aliran darah ke kulit meningkat sehingga
orang tersebut akan merasa kepanasan dan mengeluarkan keringat yang banyak.

Sesak nafas, disebabkan kebutuhan oksigen yang meningkat akibat difusi jaringan yang
berkurang. Dispnea atau sesak napas adalah perasaan sulit bernapas ditandai dengan napas
yang pendek dan penggunaan otot bantu pernapasan. Sesak nafas adalah perasaan subjektif
penderita akan kondisinya sedangkan sulit nafas adalah penilaian objektif seseorang
terhadap penderita. Sesak nafas juga dapat terjadi apabila terdapat sumbatan pada jalan
nafas, adanya atelektasis, faktor emosi dan juga apabila ada kerusakan pada saluran
pernapasan.

Batuk , disebabkan oleh bahan iritasi yang ada di dalam tubuh. Mekanismenya adalah
Proses ini terjadi pada saluran pernapasan bawah. Bronkus dan trakea sangat sensitif
terhadap sentuhan ringan, sedangkan laring, karina ( tempat trakea bercabang menjadi
bronkus kanan dan kiri),bronkiolus terminalis dan alveolus sensitif terhadap rangsangan
bahan kimia yang korosif seperti gas sulfur dioksida atau klorin. Impuls aferen yang
berasal dari saluran pernapasan terutama berjalan melalui nervus vagus ke medula otak
yang menyebabkan efek sebagai berikut :
a.Kurang lebih 2,5 liter udara diinspirasi secara cepat
b.Epiglotis menutup dan pita suara menutup erat-erat untuk menjerat dalam paru
c.Otot-otot abdomen berkontraksi dengan kuat mendorong diafragma sedangkan
otot-otot ekspirasi lainnya seperti interkostalis internus,juga berkontraksi dengan

3
kuat.Akibatnya tekanan dalam paru meningkat secara cepat sampai 100 mmHg atau
lebih.
d.Pita suara dengan epiglotis terbuka lebar sehingga udara bertekanan tinggi dalam
paru ini meledak keluar.

2. Belajar hingga larut malam menyebabkan sistem imun Igabal berkurang sehingga
kemungkinan dapat tertular oleh teman kostnya yang mengalami gejala yang sama. Dan
beberapa faktor yang mempengaruhi pula seperti, virulensi, lingkungan dan psikis Igbal
sendiri.

3. Kemungkinan tertular, sehingga untuk proses pertahanan tubuh terutama apabila


mikroorganisme tersebut telah sampai pada bagian organ pernapasan terdalam, dapat
memicu proses penghancuran mikroorganisme secara seluler dengan bantuan IgA
Sekretorik. Proses penularan dapat dari udara, sentuhn langsung, atau dari benda – benda
disekitarnya.

4. Tekanan Darah 110/80  normal


Nadi 100x/menit  normal menuju takikardi
Respirasi rate 32  takipneu, kegagalan sirkulasi paru
Suhu badan 40,20C  demam, kemungkinan infeksi

5. Pemeriksaan Fisik, Pemeriksaan Foto Thorax, Pemeriksaan Laboratorium (Darah),


Pemeriksaan Dahak, dan Spirometry.

6. Pneumonia  Apabila pada pemeriksaan dahak berwarna seperti besi berkarat


Laringitis akut  Jika terdapat sakit/nyeri pada saat menelan
Pharingitis akut Peradangan pada faring
Common Cold
Croup syndrome
Tonsilitis akut  nyeri menelan, suhu tubuh tinggi dan bisa sesak apabila tonsil sangat
membesar

4
7. Kausatif : - Memberikan antibiotic apabila penyebabnya adalah infeksi
- Memberi anti alergi/anti histamine
Suportif : - Istirahat
- Makan makanan yang bergizi ( sehat dan seimbang )

8. - Karena peralatan di puskesmasnya kurang memadai


- Untuk memastikan diagnosisnya dan untuk memberikan penanganan yang lebih lanjut
- Merujuk karena adanya data yang merujuk pada penyakit parenkim paru yang bersifat akut
dan dapat menjadi gagal napas apabila penyakit tersebut bertambah parah.

5
2.5 STEP 4 STRUKTURISASI KONSEP

INFEKSI

Inflamasi di Saluran
Nafas

Inflamasi di Saluran Batuk


Nafas

ISPA

ISNA ISNaBa
 SYNDROME COMMON  BRONKHITIS
COLD
 BRONKIOLITIS
 FARINGITIS
 PNEUMONIA
 LARINGITIS

6
2.6 Step 5. Learning Objective

- Mahasiswa mampu menjelaskan system mekanisme pertahanan saluran pernapasan atas


- Mahasiswa mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan kembali mengenai definisi,
etiologi, patogenesis, manifestesi klinik, pemeriksaan penunjang, serta penatalaksaan dari
ISPA :
 Infeksi akut saluran nafas atas :
- Faringitis
- Laringitis
- Syndrom Common Cold

 Infeksi akut saluran nafas bawah :


- Pneumonia

2.7 Step 6. Belajar Mandiri


Pada Step 6 ini, mahasiswa diwajibkan untuk melakukan belajar mandiri sesuai dengan
learning objective yang telah dicapai pada DKK I. Diharapkan setelah proses belajar mandiri ini
mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan menyampaikan hasil belajarnya pada DKK II.

2.8 Step 7. Learning Objective

1. Mekanisme Pertahanan Saluran Pernapasan


Paru merupakan organ di dalam tubuh yang berhubungan langsung dengan udara
atmosfer. Dalam 24 jam, tiga ratus juta alveoli yang memiliki luas total permukaan dinding
seluas lapangan tenis, akan menampung udara sebanyak 11.520 liter (Frekuensi napas 16 per
menit, volume tidal 500 mL) sehingga paru mempunyai kemungkinan terpajan bahan atau benda
yang berbahaya, seperti partikel debu, gas toksik, dan kuman penyakit yang terdapat di udara.
Oleh karena itu, paru memerlukan mekanisme pertahanan untuk melindunginya dari pengaruh
buruk bahan yang mengenainya. Mekanisme pertahanan paru merupakan sebagian kecil dari
keseluruhan mekanisme pertahanan tubuh. Mekanisme pertahanan saluran napas tidak hanya
berkaitan dengan infeksi (mikroorganisme) tetapi juga untuk melawan debu/partikel, gas
berbahaya, serta suhu.

Mekanisme pertahanan tubuh yang melindungi paru berupa :

7
 Mekanisme yang berkaitan dengan fator fisik, anatomik dan fisiologik
 Mekanisme eskalasi mucus dan mucus blanket
 Mekanisme fagositik dan inflamasi
 Mekanisme respon imun

Untuk melindungi tubuh dari pengaruh partikel dan mikroorganisme yang masuk melalui
sistem pernapasan, keempat mekanisme di atas saling berinteraksi.

MEKANISME YANG BEKAITAN DENGAN FAKTOR FISIK, ANATOMIK, DAN


FISIOLOGIK

Deposisi Partikel
Perjalanan udara pernapasan mulai dari hidung sampai ke parenkim paru melalui struktur
yang berbelok-belok sehingga memungkinkan terjadinya proses deposisi partikel. Partikel yang
masuk ke dalam sistem pernapasan ukurannya sangat heterogen. Partikel berukuran >10 µm
tertangkap di dalam rongga hidung, yang berukuran di antara 5-10 µm tertangkap di bronkus dan
percabangannya, sedangkan yang berukuran <3 µm dapat masuk ke dalam alveoli.
Tertangkapnya partikel disebabkan karena partikel tersebut tersebut menabrak dinding saluran
pernapasan dan adanya kecenderungan partikel untuk mengendap. Pada daerah yang mempunyai
aliran udara turbulen, partikel besar terlempar keluar dari jalur aslinya sehingga menabrak
dinding jalan napas dan menempel pada mukus. Kecepatan aliran udara di bronkiolus berkurang
sehingga partikel kecil yang masuk sampai ke alveoli dapat dipengaruhi oleh gaya gravitasi dan
sedimentasi sehingga partikel tersebut mengendap. Partikel yang sangat kecil menabrak dinding
karena adanya gerak Brown.

Reflex Batuk dan Refleks Tekak (Gag Reflex)


Batuk merupakan mekanisme refleks yang sangat penting untuk menjaga agar jalan napas
tetap terbuka (paten) dengan cara menyingkirkan hasil sekresi, selain itu juga untuk menghalau
benda asing (corpus alienum) yang akan masuk ke dalam sistem pernapasan. Benda asing yang
masuk ke dalam saluran pernapasan dapat menyebabkan peradangan di dalam sistem pernapasan.

MEKANISME ESKALASI MUKUS


Eskalasi mukosilar melibatkan peran silia dan mukus. Silia terdapat pada dinding saluran
pernapasan mulai dari laring sampai bronkiolus terminal. Jumlah silia pada bronkiolus jarang,
tetapi kearah cephalad jumlah silia bertambah padat. Silia bergerak 14 kali per detik. Mukus
yang lengket dan berbentuk gel yang mengapung di atas mukus yang lebih encer, terdorong
kearah cephalad karena gerak silia. Partikel menempel pada mukus ssehingga partikel juga
keluar bersama mukus.
Jumlah silia dan aktivitasnya dipengaruhi oleh asap rokok, toksin, dan asidosis; ketiganya
menurunkan jumlah silia dan aktivitasnya. Gerak silia ditingkatkan oleh beta-agonis, kecepatan
mucociliary clearance dipercepat ileh methhylxanthin, dan oleh bahan kolinergik. Atropine
menurunkan kecepatan mucociliary clearance.

MEKANISME FAGOSITIK DAN INFLAMASI

8
Partikel dan mikroorganisme terdeposisi akan difagositosis oleh sel yang bertugas
mempertahankan tubuh. Sel-sel tersebut adalah sel makrofag dan sel polimorfonuklear (PMN).
Di jaringan paru terdapat sel makrofag alveolar (pulmonary alveolar macrophage). Sel makrofag
adalah sel berukuran besar yang berdiameter antara 14-50 mikron; sesl merupakan
perkembangan dari sel monosit (circulating monocyte) yang diproduksi di sumsum tulang. Di
dalam sitoplasma makrofag, terdapat bermacam-macam bentuk granula yang berisi berbagai
enzim untuk mencerna partikel dan mikroorganisme yang difagositosis. Makrofag mampu
mengeluarkan substansi antigenetik. Mekanisme fagositik berhubungan erat dengan mekanisme
respon imun yang akan diterangkan selanjutnya.
Sel polimorfonuklear berperan ketika melawan mikroorganisme yang menginfeksi paru terutama
di distal paru. Dalam keadaan normal, ada beberapa PMN di saluran pernapasan dan alveoli. Jika
mikroorganisme yang masuk tidak dapat diatasi oleh makrofag, mikroorganisme akan
berkembang biak di alveoli dan menyebabkan pneumonia dan proses inflamasi. Berbagai macam
komponen inflamasi yang dikeluarkan oleh makrofag, seperti komplemen aktivatif dan faktor
kemotaktik, akan menarik PMN untuk dating dan segera memfagositosis serta membunuh
mikroorganisme.
Jika makrofag terpajan partikel atau mikroorganisme, materi asing dari partikel atau
mikroorganisme tersebut akan menempel pada dinding makrofag (yang berupa membran).
Membran ini akan melakukan invaginasi dan membentuk teluk/cekungan untuk menelan benda
asing. Benda asing ditelan melalui pembentukan fagosom sitoplasmik. Pada beberapa keadaan,
terdapat suatu protein yang disebut opsonin yang terlebih dahulu membungkus benda asing
sebelum menempel pada sel yang memfagositosis benda asing ini. Opsonin menyebabkan benda
asing lebih adhesif terhadap makrofag. IgG merupakan salah satu bentuk opsonin. Makrofag
tidak selalu berhasil membunuh atau mengisolasi benda asing, misalnya ketika memfagositosis
partikel silica, makrofag akan mati karena toksisitas substansi yang dikeluarkannya sendiri.

MEKANISME RESPON IMUN


Mekanisme ini berhubungan dengan pengenalan dan upaya merespon materi antigen
spesifik. Paru sangat sering atau berkali-kali berontak dengan bacteria, virus, partikel asing
sehingga dapat mengenali benda-benda asing tersebut. Proses untuk mengenali dan mengingat
benda asing ini melalui mekanisme respon imun.

Ada dua macam komponen di dalam system imun, yaitu:


- Mekanisme respon imun humoral yang melibatkan limfosit B, erta
- Mekanisme respon imun selular yang melibatkan limfosit T

Mekanisme respon imun humoral memerlkan aktivitas limfosit B dan antibody yang
diproduksi oleh sel plasma (Sel plasma adalah hasil perkembangan dari limfosit B). Mekanisme
respon imun selular memerlukan aktivitas limfosit T yang mampu mengeluarkan limfokin, yaitu
suatu mediator yang dapat larut. Limfosit B dan t mempunyai ketergantungan satu sama lain
ketika sedang bekerja. Ada limfosit yang tidak dapat ditentukan jenisnya, apakah jenis B atau T;
limfosit ini digolongkan ke dalam limfosit jenis ketiga dan dinamai sel natural killer atau NK
cell. Sel ini dapat membunuh baik mikroorganisme ataupun sel tumor tanpa melalui sensitisasi
terlebih dahulu. Sel NK distimulasi oleh linfokin tertentu yang dihasilkan oleh limfosit T.
Untuk beberapa penyebab infeksi, mekanisme imun humoral memegang peran utama
sedangkan untuk beberapa penyebab infeksi lainnya, yang berperan utama adalah system imun

9
selular, namun kedua system imun ini bekerja sama dengan erat. Baik di dalam paru maupun di
dalam darah, limfosit T lebih banyak dibandingkan limfosit B.

MEKANISME HUMORAL
Ada zat yang sangat penting yang terdapat pada secret system pernapasan, yaitu
immunoglobulin dan antiprotease. Mekanisme imun humoral di dalam system pernapasan
tampak dalam dua bentuk antibody berupa immunoglobulin IgA dan IgB. Antibodi ini terutama
IgA penting sebagai pertahanan di nasofaring dan saluran udara pernapasan bagian atas. IgA
yang terdapat di daerah ini merupakan produk local sehingga kadar IgA jenis ini lebih banyak
terdapat pada system pernapasan dibandingkan dengan di dalam darah. Dapat dikatakan bahwa
IgA yang paling berperan di system pernapasan. IgG banyak ditemukan di bagian distal paru.
Seperti halnya IgA, IgG yang ada di paru sebagian besar merupakan hasil produksi local paru
sedangkan sebagian kecil lainnya berasal dari serum. IgG berperan dalam menggumpalkan
partikel, menetralkan toksin yang diproduksi oleh virus dan bacteria, mengaktifkan komplemen,
dan melisiskan bakteri gram negative.

MEKANISME SELULAR
Mekanisme imun selular diperankan oleh limfosit T. Sensititasi trhadap limfosit T
menyebabkan limfosit T menghasilkan berbagai mediator yang dapat larut yang disebut
limfokin, yaitu suatu zat yang dapat menarik dan mengaktifkan sel pertahanan tubuh yang lain
terutama makrofag. Limfosit T juga berinteraksi dengan system imun humoral dalam
memodifikasi produk antibodi. Limfosit T dibedakan menjadi limfosit CD4 (Sel T helper) dan
limfsit CD8 (Sel T supresor dan sel T sitotoksik). Peran system imun seluler yang sangat penting
adalah untuk melindungi tubuh melawan bakteri yang tumbuh secara intraselular, seperti kuman
Mycobacterium tuberculosis.

2. Menjelaskan Penyakit Infeksi Pada Saluran Pernapasan Atas


A. COMMON COLD / SALESMA / RHINITIS SIMPLEKS
Definisi

Common cold adalah sebuah penyakit akibat virus dengan gejala rinorrhea dan obstruksi
nasal yang menonjol; tanda dan gejala sistemik seperti myalgia dan demam tidak ditemukan atau
gejalanya ringan. Common cold sering disebut rhinitis tetapi sering diikuti dengan keikutsertaan
mukosa sinus sehingga lebih tepat disebut rhinosinusitis.

Etiologi

Pathogen yang paling sering menyebabkan common cold adalah rhinovirus, tetapi
sindrom tersebut dapat disebabkan oleh beberapa virus yang berbeda seperti coronavirus,

10
respiratory syncytial virus (RSV), human metapneumovirus, virus influenza, virus parainfluenza,
adeno virus, dll.

Epidemiologi

Di luar negeri common cold terjadi hampir sepanjang tahun, namun insiden paling besar
tejadi dari awal musim gugur hingga akhir musim semi, merujuk pada prevalensi musim dari
virus pathogen yang berhubungan dengan gejala common cold. Kejadian paling tinggi dari
infeksi rhinovirus terjadi pada awal musim gugur (Agustus-Oktober) dan pada akhir musim semi
(April-May).

Anak-anak kecil rata-rata mengalami 6-8 common cold per tahun tetapi 10-15% anak-
anak paling tidak mengalami 12 infeksi per tahun. Angka kejadian ini menurun seiring
bertambahnya usir, dengan 2-3 kesakitan pertahun pada orang dewasa.

Pathogenesis

Virus yang menyebabkan common cold ditularkan oleh partikel kecil aerosol, partikel
besar aerosol, dan kontak secara langsung. Meskipun pathogen-patogen common cold yang
berbeda sekiranya dapat ditularkan melalui beberapa mekanisme, beberapa rute transmisi
menjadi lebih efisien dibanding rute transmisi lain untuk virus-virus tertentu. Studi tentang
rhinovirus dan RSV menunjukkan bahwa kontak langsung merupakan mekanisme transmisi yang
paling efisien untuk virus jenis ini, meskipun transmisi melalui partikel besar aerosol dapat juga
terjadi. Berbeda dengan rhinovirus dan RSV, penularan virus influenza lebih efektif melalui
partikel kecil aerosol.

Virus respiratori memiliki mekanisme yang berbeda untuk menghindari pertahanan host.
Rhinovirus dan adenovirus dapat menyebabkan infeksi berulang-ulang dikarenakan terdapat
serotype dalam jumlah yang besar untuk setiap virusnya. Virus influenza memilik kemampuan
untuk mengubah antigen permukaannya sehingga suatu virus dapat menginfeksi berulang-ulang.
Virus parainfluenza dan RSV yang masing-masing memiliki serotype dalam jumlah yang sedikit,
reinfeksi oleh virus jenis ini terjadi karena imunitas protektif terhadap pathogen ini tidak dapat
berkembang setelah terjadinya infeksi.

11
Infeksi virus dari epitel nasal dapat berhubungan dengan penghancuran lapisan epithelial
seperti pada infeksi virus influenza dan adenovirus atau dapat juga dengan tidak adanya
kerusakan secara histologist seperti pada infeksi oleh rhinovirus, RSV, dan coronavirus. Tanpa
memandang ada atau tidaknya kerusakan epitel nasal secara histologis, infeksi dari epitel nasal
berhubungan dengan respon inflamasi akut yang ditandai dengan pelepasan bermacam-macam
sitokin inflamasi dan infiltrasi mukosa oleh sel-sel inflamasi. Respon inflamasi akut yang
muncul bertanggung jawab pada gejala yang timbulpada common cold. Inflamasi dapat
menyumbat ostium sinus atau Eustachian tube dan memudahkan terjadinya sinusitis bacterial
atau otitis media.

Manifestasi Klinik

Onset dari gejala common cold terjadi 1-3 hari setelah infeksi virus. Gejala pertama yang
paling sering adalah sakit tenggorakan, diikuti dengan hidung buntu dan rhinorrhea. Sakit
tenggorokan biasanya sembuh dengan cepat dan setelah hari ke-2 atau ke-3 gejala nasal lebih
mendominasi. Batuk terjadi pada 30% common cold dan biasanya dimulai setelah onset gejala
nasal. Infeksi virus influenza, RSV, dan adenovirus lebih sering disertai dengan demam dan
gejala konstitusional lainnya dibanding dengan infeksi rhinovirus dan coronavirus. Gejala
common cold ini biasanya bertahan sekitar seminggu, meskipun 10% bertahan 2 minggu.

Pemeriksaan fisik pada common cold dibatasi pada saluran napas bagian atas.
Peningkatan sekresi nasal sering sekali ditemukan pemeriksa. Perubahan pada warna dan
konsistensi dari sekret sering terjadi pada perjalanan penyakit, dan itu tidak menunjukkan
terjadinya sinusitis atau bacterial superinfeksi. Pemeriksaan rongga hidung ditemukan adanya
pembengkakan, eritematous turbinate nasal.

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium rutin tidak membantu diagnosis dan manajemen dari common
cold. Nasal smear apabila ditemukan eosinofil dapat berguna jika dicuragai terjadinya rhinitis
alergica. Jika sekret nasal didominasi oleh sel PMN merupakan karakteristik dari common cold
tanpa komplikasi dan tidak mengindikasikan adanya superinfeksi bakteri.

12
Pathogen viral penyebab common cold dapat dideteksi dengan kultur, deteksi antigen,
PCR, atau metode serologi.

Pengobatan

 Usahakan untuk beristirahat dan selalu dalam keadaan hangat dan nyaman, serta diusakahan
agar tidak menularkan penyakitnya kepada orang lain.
 Jika terdapat demam atau gejala yang berat, maka penderita harus menjalani tirah baring di
rumah.
 Minum banyak cairan guna membantu mengencerkan sekret hidung sehingga lebih mudah
untuk dikeluarkan/dibuang.
 Untuk meringankan nyeri atau demam dapat diberikan asetaminofen atau ibuprofen.
 Pada penderita dengan riwayat alergi, dapat diberikan antihistamin
 Menghirup uap atau kabut dari suatu vaporizer bisa membantu mengencerkan sekret dan
mengurangi sesak di dada.
 Mencuci rongga hidung dengan larutan garam isotonik bisa membantu mengeluarkan sekret
yang kental
 Batuk merupakan satu-satunya cara untuk membuang sekret dan debris dari saluran
pernafasan. Oleh karena itu sebaiknya batuk tidak perlu diobati, kecuali jika sangat
mengganggu dan menyebabkan penderita susah tidur. Jika batuknya hebat, bisa diberikan
obat anti batuk
 Antibiotik tidak efektif untuk mengobati common cold, antibiotik hanya diberikan jika terjadi
suatu infeksi bakteri.
Komplikasi

 Otitis media  merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pada anak, dilaporkan
bahwa 5-30% penderita common cold mengalami komplikasi berupa otitis media.

 Sinusitis  0,5-2% infeksi virus pada saluran napas atas pada orang dewasa, dan 5-13%
pada anak-anak mengalami komplikasi berupa sinusitis bacterial. Untuk membedakan
antara gejala common cold dengan sinusitis bacterial agak sulit. Diagnosis sinusitis
bacterial jika rhinorrhea atau batuk siang hari yang persisten tanpa perbaikan selama

13
paling tidak 10-14 hari atau jika tanda-tanda sinusitis yang lebih berat seperti demam,
nyeri wajah, atau bengkak pada wajah.

Pencegahan

 Di rumah sakit menggunakan masker pelindung wajah untuk mencegah kontak hand-to-
eye atau hand-to-nose.

 Dengan mencuci tangan yang baik, baik orang yang terinfeksi maupun orang yang
berkontak dengan orang yang terinfeksi tersebut.

B. FARINGITIS
Faringitis akut adalah peradangan akut membrane mukosa faring dan struktur lain di
sekitarnya. Faringitis paling sering disebabkan oleh Streptokokkus beta hemolitikus grup A,
dapat juga disebabkan oleh virus seperti virus Influenza A dan B, Parainfluenza, Adenovirus,
atau Rhinovirus. Penularan penyakit ini melalui dropet, kemudian kuman akan menginfiltrasi
lapisan epitel sehingga membuat epitel terkikis, menyebabkan jaringan limfoid superficial
beraksi dan terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimononuklear (PMN).

Faringitis menunjukkan gejala klinis yang berbeda sesuai dengan penyebab radang.
Gejala klinik yang ditimbulkan akibat infeksi dari bakteri Streptokokus beta hemolitikus adalah
nyeri tenggorokan, disfagia, eksudat tonsil/faring, demam di atas 38 derajat celcius, dan
pembesaran kelenjar limfa anterior, pada faringitis akibat bakteri ini tidak disertai batuk. Gejala
klinik yang ditimbulkan akibat infeksi virus adalah rhinorea, suara serak, batuk dan terdapat
konjungtivitis pada anak.

Pada faringitis yang disebabkan oleh virus tidak ditemukan nanah di tenggorokan, hanya
demam ringan atau tanpa demam, kadar leukosit normal atau meningkat. Pada faringitis yang
disebabkan bakteri ditemukan nanah pada tenggorokan, demam ringan-sedang, dan leukositnya
mengalami peningkatan ringan –sedang.

Terapi yang diberikan ialah pemberian Aspirin/Asetaminopen, banyak minum, dan


istirahat. Pada faringitis akibat Streptokokus diberikan penisilin oral, eritromisin atau
klindamisin.

C. LARINGITIS
Merupakan infeksi saluran napas bagian atas yang disebabkan virus atau kuman. Proses
peradangan sering mengenai seluruh system saluran napas, sehingga laryngitis dapat timbul

14
setelah rinofaringitis (common cold). Pada anak bisa menyebabkan sumbatan jalan napas.
Bakteri pathogen sering tidak ditemukan.

1. Etiologi
 Bakteri dapat menyebabkan radang local
 Virus dapat menyebabkan radang sistemik

2. Gejala dan tanda


 Demam,
 Dedar (malaise)
 Suara parau sampai tidak bersuara sama sekali (afoni)
 Nyeri menelan atau nyeri saat berbicara
 Gejala sumbatan laring
 Batuk kering hingga menghasilkan dahak kental
 Mukosa laring hiperemis, membengkak terutama di atas dan bawah pita suara
 Biasanya terdapat tanda radang akut di hidung atau sinus paranasal atau paru

3. Pemeriksaan
 Dengan kaca laring, didapatkan hiperemis dan udem. Sering terdapat hubungan
dengan proses peradangan akut di daerah hidung, sinus dan paru sehingga perlu
diperiksa juga
 Foto rontgen dan sinus
 Usapan hidung dan tenggorok

4. Terapi
 Istirahat
Akan sembuh sempurna jika laring diistirahatkan 2 sampai 3 hari

 Menghindari iritasi pada faring dan laring (merokok, es, makanan pedas, alkohol)
 Antibiotic diberi bila peradangan berasal dari paru Bila terdapat sumbatan laring,
maka dilakukan pemasangan pipa endotrakea/trakeostomi.

3. Menjelaskan tentang Pneumonia

 Definisi

15
Pneumonia adalah bentuk peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru, dan gangguan pertukaran gas.

Bila terjadi infeksi, biasanya infeksi teratasi, terjadi resolusi dan biasanya struktur paru
kembali normal. Namun pada pneumonia nekrotikans yang disebabkan antara lain oleh
staphylococcus atau gram negatif terbentuk jaringan parut atau fibrosis.

 Epidemiologi
Pneumonia yang merupakan bentuk infeksi saluran napas bawah akut di parenkim
paru yang serius sering dijumpai sekitar 15-20%.

Pneumonia pada orang normal tanpa kelainan imunitas yang jelas. Namun pada
kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia didapati adanya satu atau lebih
penyakit dasar yang mengganggu daya tahan tubuh.

Pneumonia semakin sering terjadi pada orang-orang lanjut usia dan sering terjadi
pada penyakit paru obstruktif kronik ( PPOK/COPD ). Juga dapat terjadi pada pasien
penyakit lain seperti Diabetes Melitus (DM), payah jantung, penyakit arteri kronik,
keganasan, insufisiensi renal, penyakit saraf kronik, keadaan imunodefisiensi, dan
penyakit hati kronik.

Faktor predisposisi lainnya adalah kebiasaan merokok, pasca infeksi virus,


kelainan atau kelemahan struktur organ dada dan penurunan kesadaran. Juga adanya
tindakan invasif seperti infus, intubasi, trakeostomi, atau pemasangan ventilator.

 Patogenesis
Proses patogenesis pneumoni terkait dengan 3 faktor yaitu keadaan ( imunitas )
inang, mikroorganisme yang menyerang pasien dan lingkungan yang berinteraksi satu
sama lain.

16
Cara terjadinya penularan berkaitan dengan jenis kuman, misalnya melalui droplet
sering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, melalui slang infus Staphylococcus
aureus, sedangkan infeksi melalui pemakaian ventilator oleh P.aeruginosa dan
Enterobacter.

Patogenesis PK ( Pneumonia Komunitas )

Faktor perubah yang meningkatkan risiko infeksi oleh patogen tertentu pada pneumonia
komunitas:

 Pneumokokus yang resisten penisilin dan obat lain


Usia > 65 tahun

Pengobatan B-lactam dalam 3bulan terakhir

Alkoholisme

Penyakit imunosupresif

Penyakit penyerta multipel

Kontak pada klinik lansia

 Patogen gram negatif


Tinggal dirumah jompo

Penyakit kardiopulmonal penyerta

Penyakit penyerta yang jamak

Baru selesai mendapatkan terapi antibiotik

 Pseudomonas aeruginosa
Penyakit paru struktural ( bronkiektasis )

Terapi kortikosteroid ( >10mg prednisone/hari )

17
Terapi antibiotik spektrum luas > 7 hari pada bulan sebelumnya

Malnutrisi

Patogenesis PN ( Pneumonia Nosokomial )

Patogen yang sampai ke trakea terutama berasal dari aspirasi bahan orofaring, kebocoran
melalui mulut saluran endotrakeal, inhalasi, dan sumber bahan patogen yang mengalami
kolonisasi di pipa endotrakeal. PN terjadi akibat proses infeksi bila patogen yang masuk saluran
napas bagian bawah tersebut mengalami kolonisasi setelah dapat melewati hambatan mekanisme
pertahanan inang berupa daya tahan tubuh mekanik ( epitel cilia dan mukus ), humoral ( antibodi
dan komplemen ), dan seluler ( lekosit polinuklir, makrofag, limfosit, dan sitokinnya ).
Kolonisasi terjadi akibat adanya berbagai faktor inang dan terapi yang telah dilakukan yaitu
adanya penyakit penyerta yang berat, tindakan bedah, pemberian antibiotik, obat-obatan lain, dan
tindakan invasif pada saluran pernapasan. Mekanisme lain adalah pasasi bakteri pencernaan ke
paru, penyebaran hematogen, dan akibat tindakan intubasi.

Faktor risiko terjadinya PN dapat dikelompokkan atas 2 golongan yaitu yang tidak bisa
dirubah yaitu yang berkaitan dengan inang (penyakit paru kronik, atau gagal organ jamak ), dan
terkait dengan tindakan yang diberikan ( intubasi atau slang nasogastrik ). Pada faktor yang dapat
dirubah dapat dilakukan upaya berupa mengontrol infeksi, desinfeksi dengan alkohol,
pengawasan patogen resisten, penghentian dini pemakaian alat yang invasif, dan pengaturan tata
cara pemakaian antibiotik. Faktor risiko kritis adalah ventilasi mekanik >48 jam.

Patogenesis Pneumonia Aspirasi

Aspirasi merupakan proses terbawanya bahan yang ada di orofaring pada saat respirasi ke
saluran napas bawah dan dapat menimbulkan kerusakan parenkim paru. Kerusakan yang terjadi
bergantung jumlah dan jenis bahan yang teraspirasi serta daya tahan tubuh.

18
Pneumonia aspirasi dapat disebabkan oleh infeksi kuman, pneumonitis kimia akibat
aspirasi bahan toksik, akibat aspirasi cairan inert misalnya cairan makanan atau lambung, edema
paru, dan obstruksi mekanik simpel oleh bahan padat.

Faktor predisposisi terjadinya pneumonia aspirasi berulangkali adalah:

 Penurunan kesadaran yang mengganggu proses penutupan glotis, refleks


batuk ( kejang, stroke, pembiusan, cedera kepala, tumor otak )
 Disfagia sekunder akibat penyakit esofagus atau saraf ( kanker nasofaring,
skleroderma )
 Kerusakan afingter esofagus oleh selang nasogastrik. Juga berperan
jumlah bahan aspirasi, higiene gigi yang tidak baik, dan gangguan
mekanisme klirens saluran pernapasan.

Luas dan beratnya kondisi pasien sering tergantung pada volume dan keasaman
cairan lambung. Jumlah asam lambung yang banyak dapat menimbulkan gangguan
pernapasan akut dalam waktu 1 jam setelah obstruksi sebagai akibat dari aspirat atau
cairan yang masuk ke saluran napas. Namun biasanya aspirat sedikit hingga hanya
menimbulkan sakit ringan. Pneumonia aspirasi ( PA ) sering dijumpai pada keadaan
emergensi yaitu pada pasien dengan gangguan kesadaran dengan atau tanpa gangguan
menelan. Karena itu perlu diwaspadai resiko terjadinya PA pada pasien dengan infeksi,
intoksikasi obat, gangguan metabolisme, stroke akut dengan atau tanpa massa di otak
atau cedera kepala. Aspirasi cairan lambung dapat menimbulkan pneumonitis kimia (
Sindrom Mendelson )dan pneumonia bakteril sering terjadi akibat flora orofaring.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang menyokong adanya


kemungkinan aspirasi yaitu pada pasien yang beresiko untuk mengalami pneumonia
aspirasi yaitu pasien yang mendadak batuk dan sesak napas sesudah makan atau minum.
Dengan pewarnaan gram terhadap bahan sputum saluran napas dijumpai banyak netrofil
dan kuman campuran. Terdapat leukositosis dan LED meningkat. Pada foto toraks sering
terlihat gambaran infiltrat pada segmen paru unilateral yang dependen yang mungkin
disertai kavitasi atau efusi pleura. Lokasi tersering adalah lobus kanan tengah dan/ atau

19
lobus atas, meskipun lokasi ini tergantung pada jumlah aspirat dan posisi badan pada saat
aspirasi.

Patogenesis Pneumonia pada Gangguan Imun

Pada pasien dengan gangguan imun terdapat faktor predisposisi berupa


kekurangan imunitas akibat proses penyakit dasarnya atau akibat terapi. Gangguan ini terdapat
dalam berbagai kategori abnormalitas yaitu mekanisme pertahanan tubuh misalnya gangguan
dari imunoglobulin, defek sel granulosit, defek fungsi sel T. Bentuk pneumonia yang terjadi
tergantung pada defek imunitas tersebut. Pemberian kemoterapi merusak ketahanan mukosa
sehingga memudahkan terjadinya invasi kuman.

Perubahan flora kuman orofaring dan saluran napas atas pada gangguan imun
cepat terjadi hingga terutama dijumpai kuman Gram negatif dan setelah terapi antibiotik atau
steroid juga didapatkan kandidiasis. Tindakan penghisapan, intubasi atau bronkoskopi
menyebabkan adanya kolonisasi kuman disaluran napas bawah.

Diagnosis ditegakkan atas dasar adanya faktor predisposisi, status epidemiologi,


tingkat awitan dan progresivitas penyakit. Gambaran klinis bervariasi, awitan akut mungkin oleh
bakteri atau aspergillus; subakut yaitu dalam beberapa hari oleh P.carinii; dalam beberapa
minggu mungkin mikobakteria atau jamur.

Patogenesis Pneumonia Kronik

Pneumonia kronik dapat berupa pneumonia karena infeksi dan bukan karena
infeksi. Pneumonia yang non infektif antara lain pada pneumonia interstitial kronik yang
disebabkan oleh proses degeneratif yang menyebabkan terjadinya inflamasi dan proses fibrosis
pada alveolar yang diikuti indurasi dan atrofi paru.

DIAGNOSA

Anamnesa

 Demam menggigil
 Suhu tubuh meningkat

20
 Batuk dahak mukoid atau purulen
 Sesak napas
 Kadang nyeri dada

Pemeriksaan fisik

 Tergantung luas lesi paru


 Inspeksi: bagian yang sakit tertinggal
 Palpasi: redup
 Auskultasi: suara dasar bronkovesikuler sampai bronkial, suara tambahan ronki basah halus
sampai ronki basah kasar pada stadium resulusi.

Pemeriksa penunjang

 Gambaran radiologis: foto torakis PA/ lateral, gambaran infiltrat sampai gambaran konsolidasi
(berwarna), dapat disertai air bronchogram.
 Pemeriksaan laboratorium: terdapat peningkatan jumlah lekosit lebih dari 10.000/ul kadang dapat
mencapai 30.00/ul.
 Untuk menentukan diagnosis etiologi dilakukan pemeriksaan biakan dahak, biakan darah, dan
serologi
 Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia : pada stadium lanjut asidosis respiratorik.

Kriteria minor:
 Frekuensi napas > 30/menit
 Pa02/FiO2kurang dari 250 mmHg
 Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
 Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
 Tekanan sistolik < 90 mmHg
 Tekanan diastolik < 60 mmHg

Kriteria mayor adalah sebagai berikut :


 Membutuhkan ventilasi mekanik
 Infiltrat bertambah > 50%
 Membutuhkan vasopresor > 4 jam (septik syok)
 Kreatinin serum > 2 mg/dl atau peningkatan > 2 mg/dI, pada penderita riwayat penyakit
ginjal atau gagal ginjal yang membutuhkan dialisis.

21
Kriteria perawatan intensif penderita pneumoni, antara lain:
 Paling sedikit 1 dari 2 gejala minor tertentu, yaitu membutuhkankan ventilasi : atau
membutuhkan vasopresor lebih dari 4 jam.
 Atau 2 dari 3 gejala minor tertentu, yaitu nilai paO2/FiO2 kurang dari 250 mmHg : foto
toraks menunjukkan adanya kelainan bilateral; dan tekanan sistolik kurang dari 90
mmHg.

Pengobatan

Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian antibiotik pada penderita
pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi
karena beberapa alasan yaitu :
1. penyakit yang berat dapat mengancam jiwa
2. bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab pneumonia.
3. hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu.

maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris. Secara umum pemilihan
antibiotik berdasarkan baktri penyebab pneumonia dapat dilihat sebagai berikut :

Penisilin sensitif Streptococcus pneumonia (PSSP)


 Golongan Penisilin
 TMP-SMZ
 Makrolid

Penisilin resisten Streptococcus pneumoniae (PRSP)


 Betalaktam oral dosis tinggi (untuk rawat jalan)
 Sefotaksim, Seftriakson dosis tinggi
 Marolid baru dosis tinggi
 Fluorokuinolon respirasi

Pseudomonas aeruginosa

22
 Aminoglikosid
 Seftazidim, Sefoperason, Sefepim
 Tikarsilin, Piperasilin
 Karbapenem : Meropenem, Imipenem
 Siprofloksasin, Levofloksasin

Methicillin resistent Staphylococcus aureus (MRSA)


 Vankomisin
 Teikoplanin
 Linezolid

Hemophilus influenzae
 TMP-SMZ
 Azitromisin
 Sefalosporin gen. 2 atau 3
 Fluorokuinolon respirasi

Legionella
 Makrolid
 Fluorokuinolon
 Rifampisin

Mycoplasma pneumoniae
 Doksisiklin
 Makrolid
 Fluorokuinolon

Chlamydia pneumoniae
 Doksisikin
 Makrolid

23
 Fluorokuinolon

Penatalaksanaan

1. Penderita rawat jalan


 Pengobatan suportif / simptomatik
a. Istirahat ditempat tidur

b. Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi

c. Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas

d. Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran

 Pemberian antibiotik kuran dari 8 jam


2. Penderita Rawat Inap di ruang rawat biasa
 Pengobatan suportif / simptomatik
a. Pemberian terapi oksigen
b. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
c. Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
 Pemberian antibiotik kuran dari 8 jam
3. Penderita rawat inap di ruang rawat intensif
 Pengobatan suportif / simptomatik
a. Pemberian terapi oksigen
b. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
c. Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
 Pemberian antibiotik kuran dari 8 jam
 Bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik.

Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi :


 Bakterimia
 Efusi pleura.

24
 Empiema.
 Abses Paru.
 Pneumotoraks.
 Gagal napas.
 Sepsis

Pencegahan

Pencegahan pneumonia nasokomial ditukan kepada upaya program pengawasan dan pengontrolan
infeksi termasuk pendidikan staf pelaksana, pelaksanaan teknik isolasi dan praktek pengontrolan
infeksi.Pada pasien dengan gagal organ ganda, skor APACHE yang tinggi dan penyakit dasar yang dapat
berakibat fatal perlu diberikan terapi pencegahan.Terdapat berbagai faktor terjadinya PN.Dari berbagai
faktor tersebut beberapa faktor penting tidak bisa dikoreksi. Beberap faktor dapat dikoreksi untuk
mengurangi terjadinya PN, yaitu antara lain dengan pembatasan pemakaian selang nasogastrik atau
endotrakeal atau pemakaian obat sitoproktektif sebagai pengganti antagonis H2 dan antasid.

Prognosis

Kejadian PK di USA adalah 3,4 – 4 juta kasus pertahun, dan 20% di antaranya perlu
dirawat di R.S. Secara Umum angka kematian pneumonia oleh pneumokokkus adalah sebesar
5%. Namun dapat menigkat pada orang tua dengan kondisi yang buruk. Pneumonia dengan
influenzadi USA merupakan penyebab kematian no.6 dengan kejadian sebesar 59% sebagian
besar pada lanjut usia yaitu sebesar 89%. Mortalitas pasien CAP yang dirawat di ICU adalah
sebesar 20%. Mortalitas yang tinggi ini berkaitan dengan “faktor perubah” yang ada pada pasien.

25
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Infeksi Saluran Pernapasan Akut dikarenakan oleh berbagai penyebab yaitu bakteri,
virus, jamur, dan benda asing yang teraspirasi, pada mulanya terjadi reaksi radang yang
menyababkan perubahan sistem pernapasan pada tubuh, terjadi hipersekresi mukus, batuk,
bahkan sesak jika saluran napas terganggu jalan masuk udara, demam yang menyertai tergantung
pada mikroba penyebab, pada ISPA yang disebabkan oleh bakteri demam biasanya lebih tinggi
daripada penyebab lainnya.

Pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis adalah secara anamnesis,


pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan lab yang dibutuhkan. Tatalaksana yang diberikan
menggunakan terapi suportif dan kausal, pemberian antibiotik disesuaikan dengan bakteri
penyebab gangguan tersebut.

3.2 SARAN

Mengingat masih banyaknya kekurangan dari kelompok kami, baik dari segi diskusi
kelompok, penulisan tugas tertulis dan sebagainya, untuk itu kami mengharapkan kritik dan
saran dari dosen-dosen yang mengajar baik sebagai tutor maupun dosen yang memberikan materi
kuliah, dari rekan-rekan angkatan 2011, dan dari berbagai pihak demi kesempurnaan laporan ini.

26

Вам также может понравиться