Вы находитесь на странице: 1из 18

MAKALAH FARMASI RUMAH SAKIT

ULKUS PEPTIKUM

DOSEN PEMBIMBING
SITI JULAIHA, M. Farm., Apt.

DI SUSUN OLEH
KELOMPOK I
EYSA FITRIA ALFIANI
NOVINDIRA ANAMIA PUTRI
NURFIKA SARI
YOGA PRATAMA ISKANDAR
YUNI PERMATA SARI

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG

PROGRAM STUDY DIII FARMASI

TAHUN 2018

i
KATA PENGANTAR

Pertama-tama Kami ingin mengucapkan rasa syukur kepada Allah swt., atas
limpahan karunia, rahmat & hidayah-Nya, sehingga Kami dapat menyelesaikan
pembuatan tugas makalah Farmasi Rumah Sakit tentang “Ulkus Peptikum”
dengan lancar.

Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan


dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, Kami mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari pembaca demi perbaikan dan kesempurnaan makalah-
makalah selanjutnya. Akhir kata, Kami berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat dan memberikan informasi kepada semua pihak.

Lampung, November 2018

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR ..............................................................................................ii
DAFTAR ISI .............................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ......................................................................................................1
BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Ulkus Peptikum ....................................................................................................2

2.2 Penatalaksanaan ...................................................................................................5

2.3 Laporan Kasus ......................................................................................................9

BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan ..........................................................................................................12

DAFTAR PUSTAK

iii
BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Lambung atau lebih dikenal dalam medisnya gaster, merupakan salah satu
organ pencernaan yang terdapat dalam tubuh manusia. Lambung berfungsi untuk
mencerna makanan dengan bantuan asam lambung dan pepsin. Asam lambung
dan pepsin secara fisiologi disekresi oleh lambung sehat apabila disekresikan
secara berlebih dapat merusak mukosa lambung. Asam lampung dalam jumlah
sedikit disekresikan oleh sel pariental dalam keadaan basal, tetapi dapat
meningkat ketika ada rangsangan fisis misalnya makanan dan rangsangan
psikologis.

Berdasarkan penelitian di amerika, kira-kira 500.000 orang tiap tahunannya


menderita tukak lambung dan 70% diantaranya berusia 25-64 tahun. Sebanyak
48% penderitaan tukak lambung disebabkan karena infeksi H.pylori dan 24%
karena penggunaan obat NSAID. Sedangkan prevalensi tukak peptik di indonesia
pada beberapa penelitian telah temukan antara 6-15% terutama pada usia 20-50
tahun. Tukak peptik memiliki dampak terbesar pada lansia. Berdasarkan etiologi
dipengaruhi oleh penggunaan aspirin atau NSAID dan infeksi helicobacter pylori
dan pada umumnya dialami oleh lansia usia diatas 60 tahun. Tukak peptik
merupakan lesi yang hilang dan timbul dan paling sering didiagnosa pada orang
dewasa usia pertengahan sampai usia lanjutan tetapi lesi ini mungkin muncul
sejak usia muda.

Penyakit untuk peptik tidak dapat dianggap remeh. Masih banyak orang
awam yang belum paham mengenai tukak peptik, gejala, dan penanganannya
secara benar bartujuan untuk mencegah kekambuhan, komplikasi serta kematian.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Ulkus Peptikum

a. Definisi

Tukak peptik adalah penyakit akibat gangguan pada saluran


gastrointestinal atas yg disebabkan sekresi asam dan pepsin yang
berlebihan oleh mukosa lambung (Avunduk,2008). Tukak peptik
merupakan keadaan terputusnya kontinuitas mukosa yang meluas di
bawah epitel atau kerusakan pada jaringan mukosa, sub mukosa hingga
lapisan otot dari suatu daerah saluran cerna yang langsung berhubungan
dengan cairan lambung asam atau pepsin (Sanusi,2011).

Sel parieteal mengeluarkan asam lambung HCl, sel peptik atau


zimogen mengeluarkan pepsinogen yang oleh HCl dirubah menjadi
pepsin dimana HCl dan pepsin adalah faktor agresif terutama pepsin
dengan pH <4 (sangat agresif terhadap mukosa lambung). Bahan iritan
akan menimbulkan defek barier mukosa dan terjadi difusi balik ion H+.
Histamin terangsang untuk lebih banyak mengeluarkan asam lambung,
timbul dilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler,
kerusakan mukosa lambung, gastritis, dan tukak lambung (Tarigan,2006).

b. Etiologi

Sampai saat ini diketahui terdapat tiga penyebab utama tukak peptik,
yaitu NSAID, infeksi H.Pylori, dan kondisi hipersekresi asam seperti
Zollinger-Ellison syndrome. Adanya infeksi H. Pylori atau penggunaan
NSAID harus ditelusuri pada semua penderita dengan tukak peptikum
(Sanusi, 2011).

c. Patofisiologi

Tukak terjadi karena gangguan keseimbangan antara faktor agresif


(asam, pepsin atau faktor-faktor iritan lainnya) dengan faktor defensif
(mukus, bikarbonat, aliran darah) (Sanusi,2011). Sel parietal
mengeluarkan asam lambung HCl, sel peptik atau zimogen mengeluarkan

2
pepsinogen yang oleh HCl dirubah menjadi pepsin dimana HCl dan
pepsin adalah faktor agresif terutama pepsin dengan pH < 4 (sangat
agresif terhadap mukosa lambung). Bahan iritan dapat menimbulkan
defek barier mukosa dan terjadi difusi balik ion H+. Histamin terangsang
untuk lebih banyak mengeluarkan asam lambung, kemudian
menimbulkan dilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler,
kerusakan mukosa lambung, gastritis akut atau kronik, dan tukak peptik
(Tarigan,2006).

Helicobacter pylori dapat bertahan dalam suasana asam di lambung,


kemudian terjadi penetrasi terhadap mukosa lambung, dan pada akhirnya
H. pylori berkolonisasi di lambung. Kemudian kuman tersebut
berpoliferasi dan dapat mengabaikan sistem mekanisme pertahanan tubuh.
Pada keadaan tersebut beberapa faktor dari H. pylori memainkan peranan
penting diantaranya urase memecah urea menjadi amoniak yang bersifat
basa lemah yang melindungi kuman tersebut terhadap asam HCl (Rani &
Fauzi, 2006).

Obat NSAID yang dapat menyebabkan tukak antara lain:


indometasin, piroksikam, ibuprofen, naproksen, sulindak, ketoprofen,
ketorolac, flurbiprofen dan aspirin (Berardi & Welage, 2008). Obat-obat
tersebut menyebabkan kerusakan mukosa secara lokal dengan mekanisme
difusi non ionik pada sel mukosa (pH cairan lambung << pKa NSAID).
Stres yang amat berat dapat menyebabkan terjadinya tukak, seperti pasca
bedah dan luka bakar luas, hal ini terjadi karena adanya gangguan aliran
darah mukosa yang berkaitan dengan peningkatan kadar kortisol plasma.
Stres emosional yang berlebihan dapat meningkatkan kadar kortisol yang
kemudian diikuti peningkatan sekresi asam lambung dan pepsinogen,
sama halnya dengan gaya hidup yang tidak sehat, seperti merokok,
konsumsi alkohol dan pemakaian NSAID yang berlebihan (Sanusi, 2011).

d. Gambaran Klinis

Secara umum pasien tukak peptik biasanya mengeluh dispepsia.


Dispepsia adalah suatu sindrom klinik beberapa penyakit saluran cerna

3
seperti mual, muntah, kembung, nyeri ulu hati, sendawa, rasa terbakar,
rasa penuh di ulu hati setelah makan, dan cepat merasakan kenyang
(Sanusi,2011).

Pasien tukak peptik menunjukkan ciri-ciri keluhan seperti nyeri ulu


hati, rasa tidak nyaman pada perut dan disertai muntah. Rasa sakit tukak
peptik timbul setelah makan, rasa sakit terdapat disebelah kiri, sedangkan
tukak duodenum rasa sakit terdapat di sebelah kanan garis perut. Rasa
sakit bermula pada satu ttitik, kemudian bisa menjalar kedaerah
punggung. Hal ini menandakan bahwa penyakit tersebut sudah semakin
parah atau mengalami komplikasi berupa penetrasitukak ke organ
pankreas. Meskipun demikian, rasa sakit saja tidak cukup untuk
menegakkan diagnosis tukak peptik, karena dispepsia juga bisa
menimbulkan rasa sakit yang sama, juga tidak dapat ditentukan dengan
lokasi rasa sakit di sebelah kiri atau kanan garis perut. Sedangkan tukak
yang disebabkan oleh NSAID dan tukak pada usia lanjut biasanya tidak
menimbulkan keluhan, hanya diketahui melalui komplikasinya yang
berupa perdarahan dan perforasi (Tarigan,2006).

e. Diagnosis

Pemeriksaan yang biasanya dilakukan untuk diagnosis tukak peptik


yaitu seperti endoskopi dengan biopsi dan sitologi, pemeriksaan dengan
barium, radiologi pada abdomen, analisis lambung, pemeriksaan
laboratorium (kadar Hb, Ht, dan pepsinogen darah), dan melena (Priyanto
& Lestari, 2009).

Diagnosis tukak peptik ditegakkan berdasarkan:

1) Pengamatan klinis

2) Hasil pemeriksaan penunjang (radiologi danendoskopi)

3) Hasil biopsi untuk pemeriksaan CLO (Compylobacter Like Organism),


histopatologi kuman H. pylori

Diagnosis terhadap H.pylori diperlukan untuk menetapkan adanya infeksi


sebelum memberikan pengobatan. Jenis tes diagnostik infeksi H. pylori

4
adalah sebagai berikut:
1) Noninvasif : Serologi (IgG, IgA anti Hp, urea breathtest)
2) Invasif/endoskopi : Tes urease (CLO, histopatologi, kultur
mikrobiologi, Polymerase chain reaction)

2.2 Penatalaksanaan Terapi Tukak Peptik

Terapi pengobatan penyakit tukak peptik bertujuan untuk meningkatkan


kualitas hidup pasien, menghilangkan keluhan, menyembuhkan tukak,
mencegah kekambuhan dan komplikasi (Berardi & Welage, 2008). Pilihan
pengobatan yang paling tepat untuk penyakit tukak peptik tergantung pada
penyebabnya. Terapi yang paling efektif umumnya untuk mengobati atau
menghilangkan penyebab yang mendasari terjadinya tukak. Secara umum,
penatalaksanaan terapi pada tukak peptik adalah sebagai berikut:

a. Non Farmakologi

1) Menghentikan konsumsi minuman beralkohol, rokok dan penggunaan


NSAID.
2) Beristirahat yang cukup, dan menghindaristress.

3) Menghindari makanan dan minuman yang memicu sekresi asam


lambung yang berlebih, seperti cabai, teh, kopi, dan alkohol.

(Truter, 2009)

b. Farmakologi

1) Antasida

Antasida meningkatkan pH lumen lambung, sehingga dapat


menetralkan asam lambung serta meningkatkan kecepatan
pengosongan lambung. Antasida yang mengandung magnesium, tidak
larut dalam air dan bekerja cukup cepat. Magnesium mempunyai efek
laksatif dan bisa menyebabkan diare, sedangkan preparat antasida
yang mengandung aluminium, bekerja relatif lambat dan
menyebabkan konstipasi. Kombinasi antara magnesium dan

5
aluminium dapat digunakan untuk meminimalkan efek pada motilitas
(Neal, 2007).

2) PPI (Pump Proton Inhibitor)

Inhibitor pompa proton (PPI) adalah penekan sekresi lambung


yang paling potensial. Contohnya seperti omeprazole, esomeprazole,
lansoprazole, rabeprazole dan pantoprazole (Truter, 2009). Obat-obat
golongan PPI dapat menghambat sekresi asam lambung dengan cara
memblok H + / K + ATPase (Adenosine Triphosphatase) yang
terdapat di sel parietal lambung. Obat-obat tersebut dapat digunakan
untuk terapi eradikasi H.pylori yang dikombinasikan dengan
antibiotik. Selain itu juga dapat digunakan untuk terapi tukak peptik
yang disebabkan NSAID (BNF 58, 2009).

Penggunaan pantoprazole intravena setelah terapi endoskopi


pada perdarahan tukak peptik dapat menurunkan angka kejadian
perdarahan ulang, tindakan operasi, dan mengurangi lama waktu
rawat inap dirumah sakit (Wanget al.,2009).

3) Antagonis reseptor H2 Histamin

Obat-obat golongan ini memblok kerja histamin pada sel


parietal dan mengurangi sekresi asam, sekaligus mengurangi nyeri
akibat ulkus peptikum dan meningkatkan kecepatan penyembuhan
tukak. Contoh obat-obatnya seperti simetidin dan ranitidin
(Neal,2007).

4) Sukralfat

Sukralfat merupakan agen pelindung mukosa yang melindungi


ulkus epitel dari zat ulcerogenic, seperti asam lambung, pepsin dan
empedu. Hal ini juga secara langsung mengadsorbsi empedu dan
pepsin (Truter, 2009). Sulkrafat mengalami polimerisasi pada pH<4
untuk menghasilkan gel yang sangat lengket dan melekat kuat pada
dasar ulkus (Neal, 2007).

6
5) Analog Prostaglandin

Misoprostol merupakan golongan analog prostaglandin yang


memiliki mekanisme kerja menjaga mukosa lambung dengan cara
menghambat sekresi asam lambung (Avunduk, 2008). Penggunaan
misoprostol tidak direkomendasikan untuk anak-anak dan
dikontraindikasikan terhadap wanita hamil, karena dapat
menimbulkan kontraksi otot uterus yang dapat menyebabkan
keguguran (Lacy et al., 2010).

6) Bismuth subsitrat

Bismuth subsitrat dapat melindungi ulkus dari asam lambung,


pepsin dan empedu dengan membentuk lapisan di dasar ulkus. Obat
ini lebih efektif dibandingkan dengan antagonis reseptor H 2 histamin
dan agen penyembuhan tukak lainnya (Truter, 2009).

c. Terapi yang disebabkan H. pylory

Eradikasi H. pylory menurunkan sekresi HCl secara signifikan dan


menyembuhkan tukak dalam durasi jangka panjang (Neal,2007).
Kombinasiobat yang direkomendasikan yaitu klaritromisin, misalnya
lansoprazole 30 mg, amoksisilin 1g, dan klaritomisin 500 mg diminum
bersamaan 2x sehari selama 10 atau 14 hari (Lacy et al., 2010). Jika
klaritomisin tidak dapat digunakan, maka dapat menggunakan
amoksisilin, metronidazol, dan omeprazol (Neal,2007).

Dalam beberapa tahun terakhir, penggunaan first-line therapy [PPI


(rabeprazole 20 mg, lansoprazole 60 mg, atau omeprazole 40 mg) +
amoksisilin 1500 mg + klaritromisin 400 atau 800 mg perhari] pada
eradikasi H.pylory dapat menyembuhkan tukak. Meskipun klaritromisin
800 mg lebih efektif dibandingkan dengan klaritromisin 400mg, namun
tidak ada perbedaan yang signifikan diantara kedua dosis pada obat
tersebut (Kawai et al.,2014).

7
Terapi kombinasi menggunakan dua jenis antibiotik dengan PPI atau
bismuth diperlukan untuk mencapai hasil eradikasi yang adekuat dan
untuk menurunkan angka kegagalan terapi akibat resistensi antibiotik.
Dianjurkan untuk menggunakan amoksisilin sebagai terapi pilihan
pertama, dan menggunakan metronidazol pada pasien yang alergi
terhadap penisilin. Jika terapi tripel tersebut gagal, maka disarankan
memberikan terapi kuadrupel, yaitu: PPI 2x sehari, bismut subsalisilat 4x2
tablet, metronidazol 4x250 mg, tetrasiklin 4x500 mg. Untuk daerah yang
resistensi tinggi terhadap metronidazol, maka dapat diganti dengan
regimen PPI + bismuth + tetrasiklin + amoksisilin. Bila bismuth tidak
tersedia diganti dengan triple drugs (Sanusi,2011).

d. Terapi yang disebabkan NSAID

Terapi H2 reseptor antagonis maupun PPI dapat memberikan respon


yang cepat jika penggunaan NSAID pada pasien tukak peptik dihentikan
(Sanusi, 2011). Penggunaan obat-obat NSAID dalam jangka waktu lama
dapat menimbulkan luka pada mukosa lambung, dispepsia, dan
perdarahan pada lambung (Selak, 2010).

Jika penggunaan NSAID dihentikan, maka diberikan terapi standar


regimen H2 reseptor antagonis atau PPI atau sukralfat. Tetapi jika penggunaan
NSAID dilanjutkan, maka NSAID dapat diganti dengan inhibitor COX-2
selektif dan dikombinasikan dengan misoprostol atau PPI (Berardi &
Welage, 2008). Misoprostol dapat menekan sekresi asam lambung,
menambah sekresi mukus, bikarbonat dan meningkatkan aliran darah
mukosa serta pertahanan dan perbaikan mukosa. Tetapi efek penekanan
sekresi asam lambung pada misoprostol kurang kuat dibandingkan dengan
H2 reseptor antagonist (Tarigan, 2006). PPI adalah pilihan yang tepat pada
pemakaian NSAID dibandingkan dengan H2 reseptor antagonis dan
sukralfat, karena selain dapat menekan sekresi asam, PPI juga dapat
mencegah kekambuhan dari tukak peptik (Berardi & Welage, 2008).

8
e. Tindakan Operasi

Ada dua tujuan terapi pembedahan pada tukak peptik, yakni:

1) Untuk menekan faktor agresif (asam dan pepsin) terhadap patogenesis


tukak peptik.
2) Untuk mengeluarkan tempat yang paling resisten di antrum, dan
mengoreksi stasis dilambung.
Terapi pembedahan diperlukan jika terjadi indikasi seperti hal-hal berikut:

1) Tukak yang mengalami perforasi ataupenetrasi.

2) Sering mengalamiperdarahan

3) Sulit disembuhkan dengan terapi farmakologi (kegagalan terapi)

4) Pasien yang berumur lebih dari 60 tahun

5) Perdarahan aktif yang tidak dapat dikontrol dengan terapi endoskopi.


Terapi pembedahan sering diperlukan pada tukak peptik akut yang
mengalami perdarahan awal selama 48 jam.

2.3 Laporan Kasus


a. Identitas penderita
Nama : Indah Wahyu Sari

Umur : 43 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Keladian, Rendang, Karangasem

Pendidikan : Tamat SD

Tanggal MRS : 4 Mei 2015

b. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Nyeri perut

9
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang diantar oleh keluarga ke UGD Puskesmas Rendang.Pasien
mengeluh sakit perut sejak kemarin.Nyeri dirasakan di seluruh perut
namun paling berat di ulu hati.Nyeri dirasakan menusuk-nusuk dan
berlangsung terus menerus serta memberat bila pasien makan.Hal ini
menyebabkan nafsu makan pasien menurun drastis dan membuat pasien
takut untuk makan.Minum air tidak memperberat rasa nyeri. Pasien juga
mengeluh mual dan muntah yang muncul setelah nyeri timbul. Rasa mual
semakin memberat bilamana pasien makan dan umumnya disertai
muntah.Muntahan berisi makanan yang dimakan sebelumnya dan air
tanpa warna kehitaman.Riwayat BAB hitam disangkal oleh penderita.

3. Riwayat Pengobatan
Keluarga pasien belum pernah mencari pengobatan atau berusaha
mengobati penyakit pasien saat ini.Namun pasien sering minum obat-
obatan penghilang rasa sakit untuk penyakit rematiknya.

4. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien sering menderita nyeri perut sebelumnya terutama bila telat
makan. Nyeri perut umumnya tidak berlangsung lama dan akan hilang
beberapa saat setelah pasien makan.Pasien juga memiliki riwayat
penyakit rematik pada lutut yang sering kumat.

5. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada riwayat nyeri perut atau tumor abdomen pada keluarga pasien.

6. Riwayat Sosial
Pasien merupakan ibu rumah tangga yang berprofesi sebagai
petani.Pasien sering telat makan dan jarang sarapan pagi sebelum
bekerja. Pasien umumnya makan jam 11.00 dan 18.00 atau 19.00 sore
harinya. Makanan yang dimakan umumnya berbumbu pedas karena
pasien sendiri gemar makan pedas.

10
c. Pemeriksaan fisik
1. Status Present
Keadaan umum : Kesan lemah

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan Darah : 100/70 mmHg

Nadi : 110 kali/ menit, reguler, isi cukup

SAO2 : 98%

Respirasi rate : 28kali/ menit, reguler

Tempt axilla : 36,5 C

Skala Nyeri :6

2. Status Generalis

Mata : konjungtiva pucat -/- , ikterus -/- , reflek pupil +/+ isokor
THT :
Telinga : sekret -/-
Hidung : sekret -/-, napas cuping hidung (-), cyanosis (-)
Leher : pembesaran kelenjar (-)
Thoraks :
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis ICS IV MCL sinistra, kuat angkat (-)
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : S1S2 normal, regular, murmur (-)
Paru-paru
Inspeksi : simetris, gerakan dada simetris, retraksi (-)
Palpasi : gerakan dada simetris
Auskultasi : bronchovesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Aksila : pembesaran kelenjar (-)

11
Abdomen :
Inspeksi : distensi (-)
Auskultasi : bising usus (+) menurun
Palpasi : hepar-lien tidak teraba, nyeri tekan (+) epigastrik
dan hipokonriak kiri
Perkusi : timpani
Kulit : turgor normal

Ekstremitas : akral hangat (+), cyanosis (-), edema (-), CRT<2 detik

d. Hasil Pemeriksaan Penunjang


Darah Lengkap (4 Mei 2015)
PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL

WBC 14,2K/uL 4,5-10,0

RBC 4,96 M/uL 3,0-5,3

HGB 13,8 g/dL 9,5-15,0

HCT 43,6 % 29,0-43,0

MCV 87,9 fL 70,0-110

MCH 27,8 pg 24-38

MCHC 31,7 g/dL 32-36

RDW 11,8% 0,0-0,6

PLT 355K/uL 200-600

MPV 6,97 fL 0-100

e. Diagnosis klinis
 Observasi abdominal pain e.c suspect Ulkus Peptikum dd/ Gastritis Akut

 Low Intake

12
f. Penatalaksanaan
 IVFD D5% 16 tetes/menit makro
 Injeksi Ranitidin IM per 8 jam
 Omeprazole 2 x 20 mg  Habis
 Antasida syrup 3 x 2 cth
 Domperidon 3 x 1 tab

g. Prognosis
Dubius ad Bonam

PENJELASAN DAN PEMBAHASAN

Keluhan utama penderita yakni nyeri perut terutama pada ulu hati dan
mual menunjukkan bahwa terjadi permasalahan pada lambung penderita. Hal ini
diperkuat dengan hasil pemeriksaan fisik yang menunjukkan bahwa terdapat nyeri
tekan pada daerah epigstrium dan hipokondriak yang merupakan lokasi
referensi/daerah penyebaran nyeri pada lambung. Hal ini disebabkan karena
organ-organ viseral tidak sensitif terhadap nyeri. Bilamana terjadi iritasi atau
distensi maka sensasi nyeri akan dirasakan pada dermatom yang memiliki asal
yang sama dengan organ yang bersangkutan sejak fase embrionik. Namun
bilamana dilakukan palpasi pada organ yang bersangkutan maka akan timbul
nyeri tumpul.

Nyeri pada lambung dapat disebabkan oleh berbagai penyebab namun


secara umum dapat diklasifikasikan menjadi 2 yakni perlukaan atau distensi.
Kedua hal ini dapat terjadi secara bersamaan karena iritasi atau perlukaan pada
lambung dapat menyebabkan melambatnya peristaltik usus yang menyebabkan
melambatnya gastric emptying. Perlambatan gastric emptying menyebabkan
memanjangnya waktu transit makanan dan udara pada lambung sehingga
memperberat sensasi nyeri akibat perlukaan. Pada penderita, nyeri lambung sudah
sangat sering dialami dan semakin memberat. Rasa nyeri timbul hingga
menghambat nafsu makan. Bahkan kehadiran makanan menyebabkan rasa nyeri
semakin berat. Dari keluhan penderita ini dapat disimpulkan bahwa telah terjadi

13
lesi di lambung. Dari beratnya rasa sakit dan riwayat penyakit terdahulu, dapat
diasumsikan bahwa perlukaan yang terjadi tidak terbatas pada iritasi lagi namun
telah berkembang menjadi ulkus. Namun bilamana terjadi ulkus, kedalaman ulkus
masih belum mencapai vaskuler karena tidak adanya gejala perdarahan pada
penderita.

Idealnya pada penderita dilakukan endoskopi untuk memastikan ada


tidaknya ulkus. Pemeriksaan tinja untuk mengidentifikasi antigen H. Pilory juga
direkomendasikan untuk dilakukan karena bakteri ini adalah salah satu faktor
risiko kuat gastritis kronis atau ulkus peptikum. Akan tetapi, karena keterbatasan
peralatan diagnostik pada puskesmas maka pemeriksaan ini tidak dilakukan.

Penanganan penderita ulkus peptikum difokuskan pada peningkatan pH


lambung dan menjaga tingkat pH tersebut sehingga memungkinkan regenerasi
jaringan fibrosa dan epitelium pada lambung. Hal ini dicapai dengan pemberian
antasida yang mengandung aluminium hidroksida atau maknesium hidroksida
yang bersifat basa kuat. Obat ini akan menetralisir asam lambung dengan segera.
Akan tetapi, antasida hanya memiliki waktu kerja selama 2 jam sebelum efek
terapeutiknya hilang. Oleh karena itu diperlukan suatu pendekatan yang mampu
menjaga tingkat pH setelah efek antasida hilang. Hal ini dapat dicapai dengan
pemberian H2 blocker atau PPI. PPI bekerja dengan menghambat pompa proton
sehingga menurunkan dengan drastis jumlah H+ yang dipompa ke lumen
lambung. Sementara H2 blocker seperti ranitidin bekerja dengan menghambat
efek stimulasi histamin pada sel parietal lambung sehingga menghambat proses
pembentukan ion H+. Namun karena stimulasi produksi H+ juga berasal dari
gastrin, maka H2 blocker tidak seefektif PPI. Akan tetapi, pada penderita yang
sering mengalami gastritis pada malam hari, H2 blocker lebih efektif
dibandingkan dengan PPI karena dominannya efek histamin pada saat tidur.

14
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Tukak peptik adalah penyakit akibat gangguan pada saluran


gastrointestinal atas yg disebabkan sekresi asam dan pepsin yang berlebihan
oleh mukosa lambung (Avunduk,2008).

Terdapat 5 (lima) penatalaksanaan ulkus peptikum, yaitu :


1. Non Farmakologi
2. Farmakologi, terdiri dari :
a. Antasida
b. PPI
c. Antagonist Reseptor H2
d. Analog Prostaglandin
e. Sukralfat
f. Bismuth Subsitrat
3. Terapi yang disebabkan H. Pylory
4. Terapi yang disebabkan NSAID
5. Tindakan Operasi

Ulkus peptikum adalah terjadinya ekskavasi pada dinding lambung atau usus
duabelas jari yang menembus ke lapisan bawah mukosa.Ulkus peptikum masih
menjadi permasalahan umum yang terjadi di masyarakat terutama karena luasnya
pengguanaan obat penghilang rasa nyeri (analgesic) NSAID atau
kortikosteroid.Diagnosis ulkus peptikum secara definitif ditegakkan dengan
endoskopi namun aspek anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti dapat
mengidentifikasi >70% kasus.Penanganan farmakologis ulkus peptikum meliputi
penggunaan antasida, H2 blocker, PPI, dan sukralfat.Sementara penanganan non
farmakologis meliputi pengaturan pola makan dan menghindari makanan yang
mengandung lemak tinggi, protein tinggi atau kafein.

15

Вам также может понравиться