Вы находитесь на странице: 1из 4

HIPERGLIKEMI HIPEROSMOLAR

Disusun Oleh:
Syah Fitri
04054821820028

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2018
1. Penegakkan Diagnosis
Diagnosis HHS dicirikan dengan adanya peningkatan gula darah, tanpa
adanya asidosis metabolik, minimal atau negative ketosis dan peningkatan
osmolaritas serum. Serangan hiperglikemia hiperosmolar ini dapat terjadi secara
tiba-tiba dalam periode beberapa hari sampai beberapa minggu dengan gejala klinis
berupa poliuria, polidipsi, penurunan berat badan, dan badan lesu (sama dengan
gejala klasik DM tipe 2). Pada kasus tertentu bisa juga didapatkan penurunan
kesadara sampai keadaan koma. Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya tanda
depelesi cairan. Demam biasanya terjadi karena infeksi, dan tanda asidosis
(pernafasan Kusmaull, nafas aseton) biasanya ditemukan pada pasien HHS.
Sementara untuk manifestasi gastrointestinal (nyeri perut, muntah) sering
didapatkan pada pasien KAD. Gangguan neurologis fokal yang dapat ditemukan,
yaitu hemiplegi, hemianopsia, kejang (baik fokal maupun generalisata), aphasia,
dan halusinasi.1
Kriteria diagnosis HHS diantaranya konsentrasi gula darah plasma lebih dari
600mg dL−1, osmolaritas serm lebih dari 320mOsm kg−1, dan tidak adanya
ketoasidosis yang signifikan.1 Diagnosis HHS dapat ditegakkan menurut criteria
Arieff dan Carroll serta American Diabetic Association (lihat table 1).2
Tabel 2. Kriteria Diagnosis HHS2
Arieff dan Carroll ADA
Glukosa plasma >600 mg/Dl > 600 mg/dL
pH darah - >7,30
Serum bikarbonat - >18
Kadar keton urin maupun 0 sampai +2 Negatif atau ringan
serum dengan uji
nutroprusiat
Serum beta hidrksibutirat - < 3 mmol/L
Total osmolaritas serum* >350 -
Osmolaritas serum efektif** - > 30 mOsm/L
Gap anion - Bervariasi
Status mental - Bervariasi, kebanyakan
stupor dan koma
Rumus total osmolalitas serum: 2(Na) + glukosa/18 + BUN/2
** Rumus osmolalitas serum efektif: 2(Na) + glukosa/18

2. Diagnosis Banding
HHS harus dibedakan dengan KAD, walaupun pengelolaannya hampir sama
tetapi prognosisnya sangat berbeda. Pada HHS biasanya lebih berat, dehidrasi juga
berat, selalu disertai gangguan kesadaran tanpa ketoasisdosis yang berat.3 Diagnosis
banding lainnya dari HHS diantaranya yaitu stroke (terutama pada orang tua dengan
defisit neurologis), syok hipovolemia, syok sepsis, dan ensfalopati. Gangguan
neurologis fokal yang dapat ditemukan, yaitu hemiplegi, hemianopsia, kejang (baik
fokal maupun generalisata), aphasia, dan halusinasi biasanya yang menyebabkan
salah diagnosis HHS dengan stroke.2
Kunci perbedaan dari HHS dan DKA adalah (a) kadar cadangan insulin
endogen yang lebih banyak pada HHS (konsentrasi nsulin pada fase ini cukup untuk
mencegah terjadinya lipolysis akan tetapi tidak cukup untuk mencegah produksi
glukosa hepatik dana tau menstimulasi penggunaan glukosa), (b) kadar hormon
kontraregulator insulin dan asam lemak bebas pada HHS, serta (c) inhibisi lipolisis
oleh status hiperosmolar sehingga mencegah terjadinya ketogenesis pada HHS.2

3. Tatalaksana
a. Cairan
Penggantian cairan yang agresif mutlak dilakukan dan harus
dipertimbangan perkiraan dari defisit cairan yang ada (15-20 mL per kg atau
total kira-kira 9 liter). Cairan isotonis akan menyebabkan overload cairan
sedangkan penggunaan cairan hipotonis yang cepat dapat menyebabkan
kematian dan lisis myelin difus. Apabila terjadi hipovolemia, ditandai
dengan hipotensi dan oliguria, terapi cairan utama yang harus dimulai adalah
penggunaan saline 0,9%. Pada kasus-kasus lainnya, saline 0,45% lebih
banyak dipilih karena cairan tubuh pasien berada dalam keadaan
hiperosmolar. Sekitar 4-6 liter cairan dibutuhkan pada 8-10 jam pertama.
Pemantauan pasien sangat diperlukan untuk memperbaiki kadar natrium
yang tepat dan terapi cairan.1
Ketika gula darah sudah mencapai 250 mg/dL, terapi cairan harus
meliputi penggunaan D5. Penggunaan D5 ditujukan untuk menstabilkan
kadar gula darah pada ambang batas kisaran 200 mg/dL hingga terjadi
perbaikan status mental dan kesadaran pasien. Perlu diingat juga, keluaran
urin juga harus ditinjau, yakni 50mL/jam atau lebih.1,3

b. Elektrolit
Apabila konsentrasi kalium awal <3,3 mEq/L, pemberian insulin
harus ditunda dan diberikan kalium (2/3 kalium klorida dan 1/3 kalium
fosfat) sampai kadar kalium seidakya mencapai 3,3 mEq/L. Jika konsentrasi
kalium awal yang diperoleh lebih dari 5 mEq/L, maka konsentrasi kalium
harus diturunkan dan dipantau setiap 2 jam. Jika konsentrasi awal kalium
berkisar antara 3,3 -5 mEq/L, maka 20 – 30 mEq/L kalium dalam tiap liter
cairan IV harus diberikan (2/3 kalium klorida dan 1/3 kalium fosfat) untuk
mempertahankan konsentrasi kalium antara 4 – 5 mEq/L.3
Apabila terjadi hipofosfatemia (serum <1 mg/dL) ketika pemberian
insulin, pemberian fosfat dapat diberikan dengan kadar 3 mmol/jam.
c. Insulin
Terapi insulin diberikan apabila sudah dilakukan rehidrasi terlebih
dahulu. Cairan akan berpindah ke intrasel apabila insulin diberikan sebelum
rehidrasi. Hal ini berpotensi menyebabkan hipotensi, kolaps vaskular,
hingga kematian.3
Insulin merupakan farmakoterapi kausatif utama. Pemberian insulin
intravena kontinyu lebih disukai karena waktu paruhnya pendek dan mudah
dititrasi. Dari beberapa studi prospektif dengan randomisasi didapatkan
bahwa pemberian insulin regular dosis rendah intravena merupakan cara
yang efektif dan terpilih. Jika dosis insulin intravena yang diberikan sekitar
0,1-1,15 unit/jam, maka sebenarnya tidak diperlukan insulin bolus (priming
dose) di awal. Dengan pemberian insulin intravena dosis rendah diharapkan
terjadi penurunan glukosa plasma dengan kecepatan 50-100 mg/dl setiap
jam sampai glukosa turun ke sekitar 200 mg/dl, lalu kecepatan insulin
diturunkan menjadi 0,02-0,05 unit/kgBB/jam. Jika glukosa sudah berada di
sekitar 150-200 mg/dl maka pemberian infuse dekstrose dianjurkan untuk
mencegah hipoglikemia.3

Skema 1. Protokol Penatalaksanaan Pasien Dewasa HHS dan KAD1,3

Daftar Pustaka
1. De Fronzo, R.A., Ele F., Zimmet P., Akberti K.G.M.M. 2015. International
Textbook of Diabetes Mellitus. Ed. 4. John Wiley & Sons: New Jersey, 805-813.
2. Pasquel, F.J., & Umpierrez, G. E. 2014. Hyperosmolar Hyperglycemic State: A
Historic Review of the Clinical Presentation, Diagnosis, and Treatment. Diabetes
Care, 37:3124-3131.
3. Alwi, Idrus dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Ed. 6. Jakarta:
Interna Publishing, 2381-2385.

Вам также может понравиться