Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
TINEA KORPORIS
Disusun Oleh:
Syah Fitri 04054821820028
Silvi Silvania 04054821820026
Pembimbing:
dr. Hj. Indrayati
i
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kasus
Tinea Korporis
Disusun Oleh:
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Ilmu
Kesehatan Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Periode 17
September-16 November 2018.
dr.Hj.Indrayati
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
portofolio ini dengan judul “Tinea Korporis”. Portofolio ini merupakan salah
satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik senior di bagian IKM-IKK FK
UNSRI.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada dr. Silviselaku pembimbing yang telah memberikan
pengarahan dan saran yang mendukung sehingga portofolio ini dapat
terselesaikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Pimpinan
Puskesmas Sei Baung Palembang,dr. Hj. Indriyatisebagai pembimbing,beserta
stam, teman-teman, dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
portofolio ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan portofolio ini
masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, saran dan
kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Demikianlah penulisan portofolio ini, semoga bermanfaat, amin.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman Judul………………………………………………................... i
Halaman Pengesahan………………………………………… ................ ii
Kata Pengantar……………………………………………………… ...... iii
Daftar Isi…………………………………………………………............ iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang……………………………………………………… 1
iv
BAB IV PENCEGAHAN/PEMBINAAN
4.1 Genogram…………………………………… .................................... 21
4.2 Home Visite………………………………………………… ............ 22
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
LAPORAN KASUS
2
Riwayat kencing manis disangkal
3
b. Leher : tidak ada kelainan
c. Thorax :
Inspeksi : simetris, retraksi tidak ada
Palpasi : Ictus cordis tidak terlihat dan teraba, stem fremitus
kanan = kiri
Perkusi : Batas jantung normal, Sonor pada kedua lapang
paru
Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, HR 80 x/menit,
murmur (-), gallop (-), suara napas vesikuler (+)
ronkhi (-) wheezing (-)
d. Abdomen :
Inspeksi : Datar, simetris
Palpasi : Lemas, hepar lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
epigastrium, massa (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
e. Ekstremitas : Edema (-), CRT < 2 detik
St. Dermatologikus:
4
Regio colli anterior, trunkus
anterior et posterior
Terdapat makula-patch eritem-
hiperpigmentasi, multipel, numuler-
plakat, diskret sebagian konfluen,
terdapat gambaran central healing
dengan tepi aktif berupa papul
eritem multipel yang membentuk
gambaran polisiklik, sebagian
ditutupi skuama putih, kering,
sedang, selapis.
2.7 Terapi
a. Non-farmakologis
- Menjelaskan kepada pasien penyakit disebabkan oleh jamur,
dan penyakit ini dapat menular baik secara langsung maupun
tidak langsung
- Menjelaskan kepada pasien penting untuk menjaga higienitas.
- Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit ini dapat
ditimbulkan akibat kondisi yang lembab menghindari pakaian
yang panas dan tidak menyerap keringat (karet, nylon)
5
- Menjelaskan kepada pasien cara penggunaan obat dan
meminta pasien untuk menggunakan obat secara teratur dan
kontrol kembali setelah 2 pekan untuk evaluasi.
-
b. Farmakologis
- Topikal
o Krim ketokonazol 2% tiap 12 jam
- Sistemik
o Ketokonazole tablet 200 mg tiap 24 jam
o Cetirizine tablet 10 mg tiap 24 jam
2.8 Prognosis
a. Quo ad Vitam : Bonam
b. Quo ad Functionam : Bonam
c. Quo ad Sanationam : Bonam
6
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Definisi
Tinea Korporis adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur
superfisial golongan dermatofita yang menyerang daerah kulit tidak
berambut (glabrous skin).2
Penyakit ini dapat terjadi pada semua umur dan paling sering
terjadi pada iklim yang panas (tropis dan subtropis). Ada beberapa macam
variasi klinis dengan lesi yang bervariasi dalam ukuran derajat inflamasi
dan kedalamannya. Variasi ini terjadi akibat perbedaan imunitas hospes
dan spesies dari jamur.4
3.2. Epidemiologi
Tinea korporis adalah infeksi umum yang sering terlihat pada
daerah dengan iklim yang panas dan lembab. Seperti infeksi jamur yang
lain, kondisi hangat dan lembab membantu menyebarkan infeksi ini. Oleh
karena itu daerah tropis dan subtropis memiliki insiden yang tinggi
terhadap tinea korporis. Tinea korporis dapat terjadi pada semua usia bisa
didapatkan pada pekerja yang berhubungan dengan hewan-hewan.
Maserasi dan oklusi kulit lipatan menyebabkan peningkatan suhu dan
kelembaban kulit yang memudahkan infeksi. Penularan juga dapat terjadi
melalui kontak langsung dengan individu yang terinfeksi atau tidak
langsung melalui benda yang mengandung jamur, misalnya handuk, lantai
kamr mandi, tempat tidur hotel dan lain-lain.5
Tinea korporis dapat ditularkan secara langsung melalui infeksi
dari manusia dan hewan, melalui muntahan atau melalui autoinokulasi dari
reservoir seperti T. Rubrum yang berkolonisasi di kaki. Pada anak-anak
paling banyak berasal dari pathogen zoophilc, khususnya M. Canis yang
berasal dari anjing dan kucing.
7
Pakaian yang tertutup dan panas, iklim yang panas dapat
dihubungkan dengan frekuensi dan juga beratnya penyakit.5Pakaian yang
bersifat oklusif, kontak dari kulit ke kulit yang sering dan trauma minor
(luka bakar) akan menciptakan lingkungan dimana dermatophytosis dapat
berkembang. Pada kebanyakan kasus ”tinea corporis gladiatorum”
sebagian besar disebabkan oleh T. tonsurans.6
Prevalensi infeksi jamur superfisial di seluruh dunia diperkirakan
menyerang 20-25% populasi dunia dan merupakan salah satu bentuk
infeksi kulit tersering. Penyakit ini tersebar di seluruh dunia yang dapat
menyerang semua ras dan kelompok umur sehingga infeksi jamur
superfisial ini relatif sering terkena pada negara tropis (iklim panas dan
kelembaban yang tinggi) dan sering terjadi eksaserbasi.7
3.3. Etiologi
Dermatofita adalah golongan jamur yang menyebabkan
dermatofitosis. Golongan jamur ini mempunyai sifat mencerna keratin.
Dermatofita termasuk kelas fungi imperfecti yang terbagi menjadi tiga
genus, yaitu Trichophyton spp, Microsporum spp, dan Epidermophyton
spp. Walaupun semua dermatofita bisa menyebabkan tinea korporis,
penyebab yang paling umum adalah Trichophyton Rubrum dan
Trichophyton Mentagrophytes.8
Tinea korporis disebabkan oleh epidermopyton floccusum dan
beberapa spesies dari trichopyton dan microsporum.infeksi dengan spesies
anthropophilic, seperti E. floccosum atau T. rubrum sering mengikuti
autoinokulasi dari bagian tubuh lain yang terinfeksi, seperti kaki. Tinea
korporis yang disebabkan oleh T. tonsurans kadang-kadang semakin
terlihat pada anak-anak dengan tinea capitis dan disertai kontak pada
mereka.9
Kejadian umum tinea korporis biasanya mengikuti kontak dengan
infeksi dari hewan peliharaan di rumah dan hewan di kebun, tetapi juga
disebabkan karena dari hewan liar atau yang terkontaminasi dengan
8
tanah/kotoran dari M. canis yang sering menyebabkan infeksi pada
manusia. Dan infeksi T. verrucosum umumnya terjadi di daerah pedesaan.
Penyebaran infeksi dari manusia ke manusia oleh spesies geophilic
maupun zoophilic tidak biasa terjadi.9
Meskipun berbagai macam dermatofita dapat menyebabkan tinea
corporis, namun yang paling sering menyebabkan adalah T. Rubrum, T.
Mentagrophytes, M. Canis dan T. Tonsuran yang bersifat pathogen.5
3.4. Patofisiologi
Transmisi dermatofit kemanusia dapat melalui tiga sumber masing-
masing memberikan gambaran tipikal. Karena dermatofit tidak memiliki
virulensi secara khusus dan khas hanya menginvasi bagian luar stratum
korneum dari kulit. Pemakaian bahan yang tidak berpori akan
meningkatkan temperatur dan keringat sehingga mengganggu fungsi
barrier startum korneum. Infeksi dapat ditularkan melalui kontak langsung
dengan individu atau hewan yang terinfeksi, benda-benda seperti pakaian,
alat-alat dan lain-lain. Infeksi dimulai dengan terjadinya kolonisasi hifa
atau cabang-cabangnya dalam jaringan keratin yang mati. Hifa ini
memproduksi enzim keratolitik yang mengadakan difusi kedalam jaringan
epidermis dan merusak keratiosit.8
Infeksi dermatofita melibatkan tiga langkah utama :
1. Perlekatan ke keratinosit
Jamur superfisial harus menghadapi beberapa kendala saat
menginvasi jaringan keratin. Jamur harus tahan terhadap efek sinar
ultraviolet, variasi suhu dan kelembaban, persaingan dengan flora
normal, asam lemak fungistatik dan sphingosines yang diproduksi
oleh keratinosit. Dan asam lemak yang diproduksi oleh kelenjar
sebasea bersifat fungistatik.
2. Penetrasi melalui ataupun antara sel
Setelah terjadi perlekatan spora harus tumbuh dan menembus
stratum korneum dengan kecepatan lebih cepat daripada proses
9
deskuamasi. Proses penetrasi ini dilakukan melalui sekresi
proteinase, lepase, dan enzim musinolitik, yang juga memberikan
nutrisi untuk jamur. Trauma dan maserasi juga membantu
terjadinya penetrasi jamur ke jaringan. Fungsi mannan di dalam
dinding sel dermatofita juga bisa menurunkan kecepatan proliferasi
keratinosit. Pertahanan baru muncul ketika jamur mencapai lapisan
terdalam epidermis.
3. Perkembangan respon host
Derajat inflamasi dipengaruhi oleh status imun pasien dan
organisme yang terlibat. Reaksi hipersensitivitas tipe IV atau
Delayed Type Hypersensitivity (DHT) memainkan peran yang
sangat penting dalam melawan dermatifita, pada pasien yang belum
pernah terinfeksi dermatofita sebelumnya inflamasi menyebabkan
inflamasi minimal dan trichopitin test hasilnya negative. Infeksi
menghasilkan sedikit eritema dan skuama yang dihasilakn oleh
peningkatan pergantian keratinosit. Di hipotesakan bahwa antigen
dermatofita diproses oleh sel Langerhans epidermis dan
dipresentasikan oleh limfosit T di nodus limfe. Limfosit T
melakukan proliferasi dan bermigrasi ke tempat yang terinfeksi
untuk menyerang jamur. Pada saat ini, lesi tiba-tiba menjadi
inflamasi dan barrier epidermal menjadi permeable terhadap
transferrin dan sel-sel yang bermigrasi. Segera jamur hilang dan
lesi secara spontan menjadi sembuh.
Setelah masa perkembangannya (inkubasi) sekitar 1-3
minggu reson jaringan terhadap infeksi semakin jelas dan meninggi
yang disebut ringworm yang mengivasi bagian perifer kulit.
Respon terhadap infeksi, dimana bagan aktif akan meningkatkan
proses proliferasi sel epidermis dan menghasilkan skuama. Kondisi
ini akan menciptakan bagian tepi aktif untuk berkembang dan
bagian pusat akan bersih. Eliminasi dermatofit dilakukan oleh
system pertahanan tubuh (imunitas) seluler.8
10
Gambar 2. Mikroskopis Trichophyton rubrum
11
3.6. Diagnosis
Diagnosis Tinea Korporis di tegakkan berdasarkan :
1. Anamnesis
Pasien mengeluh rasa gatal-gatal, karena rasa gatal semakin
memberat pasien menggaruk lesi sehingga lesi menjadi lebih luas. Rasa
gatal akan semakin meningkat jika banyak berkeringat. Riwayat pasien
sebelumnya adalah pernah memiliki keluhan yang sama. Pasien berada
pada tempat yang beriklim agak lembab dan panas serta memakai pakaian
yang tidak menyerap keringat.
2. Pemeriksaan Efloresensi
Gambaran klinis dari tinea korporis merupakan lesi anular, bulat
atau lonjong berbatas tegas terdiri atas eritema, skuama, kadang-kadang
dengan vesikel dan papul di tepi. Daerah tengahnya biasanya lebih tenang
(tanda peradangan lebih jelas pada daerah tepi) yang sering disebut central
healing. Tapi kadang juga dijumpai erosis dan kusta akibat garukan. Lesi-
lesi umumnya merupakan bercak-bercak terpisah satu dengan yang lain.
Kelainan kulit dapat juga terlihat sebagai lesi-lesi dengan pinggir
polisiklik, karena beberapa lesi kulit yang menjadi satu. Bila tinea korporis
ini menahun tanda-tanda aktif jadi menghilang selanjutnya hanya
meninggalkna daerah-daerah yang hiperpigmentasi dan skuamasi saja.
Kelainan-kelainan ini dapat terjadi bersama-sama dengan tinea kruris.3
12
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan KOH
Kulit dibersihkan dengan kapas dan alcohol 70%, tunggu hingga
kering, lalu di kerok dengan scalpel steril pada bagian tepi lesi yang aktif.
Sediaan kulit diletakkan di atas gelas objek, kemudian ditetesi larutan
KOH 10% sampai 20% dan ditutup dengan gelas penutup serta dipanasi
diatas api kecil. Pemanasan tidak boleh sampai mendidih. Kemudian gelas
penutup ditekan dengan perlahan-lahan agar bahan yang sudah lisis
menipis dan rata. Selanjutnya diperiksa dibawah mikroskop dengan
pembesaran objektif 10x. Elemen jamur dermatofit tampak sebagai garis
yang memiliki indeks bias yang berbeda dengan sekitarnya. Pada jarak
tertentu dipisahkan oleh sekat atau dijumpai butir-butir yang bersambung
seperti rantai (artrospora).10
Pemeriksaan KOH yang positif dapat memastikan diagnosis klinis
penyakit kulit akibat jamur. Sedangkan pemeriksaan KOH yang negatif
tidak menyingkirkan diagnosis penyakit tersebut.10
Gambar 1: Hasil pemeriksaan mikroskopis dengan larutan KOH: hifa yang panjang dan
bercabang12
13
Gambar 2: Mikrokonidia yang bergumpal, Makrokonidia yang berbentuk seperti rokok
kadang- kadang terlihat hifa yang spiral12
b. Pemeriksaan biakan
Tujuan pemeriksaan ini yaitu untuk identifikasi spesies jamur
penyebab, membantu menetukan prognosis penyakit dan untuk keperluan
studi epidemioligis.10
Cara pemeriksaan: pembiakan dilakukan dengan media agar
Sabouraud pada suhu kamar 25-30o C, kemudian setelah satu minggu
dilihat dan dinilai perubahan atau pertumbuhan jamur. Identifikasi spesies
dermatofit ditentukan berdasarkan bentuk dan warna koloni, selanjutnya
dilakukan identifikasi secara mikroskopik.9
Kita juga bisa melakukan kultur hasil dari kerokan kulit yang telah
dilakukan. Banyak media kultur standar yang tersedia, biasanya dua kultur
dibuat, satu di media yang mengandung cycloheximide (untuk
dermatofita) dan satu tanpa (ragi dan jamur)12
Gambar 3: (a, b): SDA kultur pada hari ke 7 dan 10. (c, d): Hasil kultur dilihat dari bagian
lateral12
14
3.7. Diagnosis Banding
Terdapat beberapa infeksi yang dapat di jadikan diagnosa
banding bagi tinea korporis. Antaranya adalah eksema numularis,
dermatitis seboroik, psoriasis, pitiriasis rosea.6
Eksema nummular merupakan sumber umum kesalahan karena ia
adalah diagnosis yang hampir sama persis dengan tinea korporis. Kronis,
gatal, dermatitis inflamasi yang terjadi dalam bentuk plak berbentuk koin
terdiri dari dikelompokkan papula kecil dan vesikel pada dasar
eritematosa. Hal ini biasanya pada ekstremitas selama musim dingin,
sering terlihat pada individu atopic. Plak dari papulovesicles cenderung
terjadi simetris pada tungkai.6
Gambar 4: Eksema nummular (A. pruritus, bulat, nummular (koin berbentuk) plak dengan
eritema, sisik, dan kerak pada lengan bawah. B. Dari jarak dekat dari lesi pada pasien lain
mengungkapkan bahwa plak inflamasi ini terdiri dari konfluen lesi papulovesikular yang
cairan cairan serous dan menyebabkan pengerasan kulit dan biasanya berwarna kuning 6
Dermatitis seboroik sering menyebabkan kesulitan dalam
mendiagnosis tinea korporis. Sebuah dermatosis kronis yang sangat umum
ditandai dengan kemerahan dan bersisik yang terjadi di daerah di mana
kelenjar sebaceous yang paling aktif, seperti sebagai wajah dan kulit
kepala, daerah presternal, dan tubuh lipatan. Namun gambaran klinisnya
biasanya simetris dan yang sering ada pada dermatitis seboroik adalah ia
berhubungan pada kulit kepala dan mungkin intertrigo pada bagian lipatan
tubuh.9
15
Gambar 5: Dermatitis seboroik (Lesi yang eritema dan kuning-oranye bersisik benbentuk
annular dari dahi, pipi, lipatan nasolabial, dan dagu. Daerah kulit kepala dan
retroauricular juga terlibat.)9
Psoriasis dapat menyebabkan kebingungan dalam kasus kerana
distribusinya tidak cukup khas. Lesi tipikalnya adalah lesi yang kronis,
berulang, papula dan plak bersisik. Letusan berjerawat dan eritroderma
bisa terjadi 3. Ia bisa terjadi pada lutut, siku dan kulit kepala, dan yang
mengenai kuku, terutama jika pitting hadir, sangat membantu
membedakan dalam kasus ini.12
Gambar 6: Psoriasis (Lesi primer kemerahan atau warna salmon pink, papula,
droplike, dengan sisik pipih putih keperakan )12
Pitiriasis rosea merupakan letusan exanthematous akut dengan
morfologi yang khas dan sering dengan karakteristik perjalanan
penyakit yang terbatas. Awalnya, (primer, atau "herald") lesi plak
tunggal dan bisa berkembang, biasanya pada trunkus, 1 atau 2 minggu
kemudian letusan sekunder umum terjadi dengan pola distribusi yang
khas. Prosesnya bisa sembuh spontan dalam 6 minggu. Reaktivasi
16
Human Herpes Virus (HHV) 7 dan HHV-6 adalah penyebab yang
paling mungkin.6,9
Terdapat Herald patch yang tunggal mendahului fase
exanthematous, yang berkembang selama 1-2 minggu. Pruritus- absen
(25%), ringan (50%), atau berat (25%). Ada lesi Herald patch terjadi di
hampir 80% pasien. Lesi biasanya oval, sedikit mengangkat plak atau
patch 2-5 cm, dengan warna yang merah seperti salmon, bersisik
collarette baik di pinggiran dan mungkin multipel. Ada juga exanthem
yang papula bersisik halus dan plak dengan piggiran yang collarette.
Warnanya pink kusam atau kuning kecoklatan. Bentuk oval, tersebar,
dengan distribusi karakteristik dengan sumbu panjang lesi oval
mengikuti garis pembelahan seperti pola "pohon Natal". Lesi biasanya
terbatas pada badan dan aspek proksimal lengan dan kaki. Jarang di
wajah.6
Gambar 7: A. Gambaran umum eksantema dari pitiriasis rosea dengan patch Herald yang
ditunjukkan dalam B. Ada papula dan plak kecil dengan konfigurasi oval yang mengikuti
garis belahan dada. Scaling halus dari papula yang merah seperti salmon yang tidak dapat
dilihat pada perbesaran ini, sedangkan collarette patch herald cukup jelas. B. Herald
Patch. Sebuah eritematosa (salmon yang merah) plak dengan sisik collarette pada tepi
ujung perbatasan . Collarette berarti bahwa sisik di pinggiran dan longgar menuju pusat
lesi.9
17
3.8. Penatalaksanaan
Penyakit tinea korporis sering kambuh bahkan sampai menahun
sehingga untuk menghindari faktor resiko seperti hindari sumber
penularan yaitu binatang atau kontak dengan penderita lain, menjaga
keberisihan badan dan lingkungan.
Obat-obat anti-jamur dapat diberikan secara topikal (dioles), ada
pula yang tersedia dalam bentuk oral (obat minum). Jenis obat luar (salep)
seringkali digunakan jika lesi kulit tidak terlalu luas. Salep harus dioleskan
pada kulit yang telah bersih, setelah mandi atau sebelum tidur selama dua
minggu, meskipun lesinya telah hilang. Tanda dan gejala (seperti
kemerahan, gatal, dan rasa panas) dapat diobati dengan kombinasi
steroid/krim anti jamur. Steroid tidak selalu diberikan, hanya diberikan
jika terdapat gejala inflamasi.
Contoh obat yang dapat diberikan:
Obat topikal :
Golongan Nama Obat Dosis
Klotrimazol krim 1% 2 kali sehari
Ekonazol krim 1% 2 kali sehari
Mikonazol krim 2% 2 kali sehari
Azol-imidazol
Ketokonazol krim 2% 1-2 kali sehari
18
Obat Oral :
Golongan Nama obat Dosis
Anti jamur golongan Terbinafin 250 mg/hari
lain
Itraconazole 400 mg/hari
Azol-imidazol
Fluconazole 200 mg/minggu
Griseofulvin Griseofulvin 0,5 g/hari
3.9. Pencegahan
Faktor-faktor yang perlu dihindari atau dihilangkan untuk
mencegah terjadi tinea korporis antara lain: mengurangi kelembaban
tubuh penderita dengan menghindari pakainan yang panas, menghindari
sumber penularan yaitu binatang, kuda, sapi kucing, anjing atau kontak
dengan penderita lain, menghilangkan fokal infeksi di tempat lain
misalnya di kuku atau di kaki, meningkatkan higienitas dan mengatasi
faktor predisposisi lain seperti diabetes mellitus, kelianan endokrin
10
yang lain, leukimia harus terkontrol dengan baik.
Juga beberapa faktor yang memudahkan timbulnya residif
pada tinea korporis harus dihindari atau dihilangkan antara lain:
temperatur lingkungan yang tinggi, keringat berlebihan, pakaian dari
bahan karet atau nilon, kegiatan yang banyak berhubungan dengan air,
misalnya berenang, kegemukan, selain faktor kelembaban, gesekan kronis
dan keringat yang berlebihan disertai higienitas yang kurang,
11
memudahkan timbulnya infeksi jamur.
3.10. Prognosis
Baik dengan menghilangkan faktor predisposisi dan penanganan
yang tepat. Dikatakan bahwa dengan pemberian terapi topikal memberikan
angka keberhasilan yang tinggi (70-100%).11
19
Prediktor-prediktor yang mempengaruhi prognosis diantaraya
faktor : usia, sistem kekebalan tubuh, dan perilaku keseharian penderita.
Tinea korporis merupakan salah satu penyakit kulit yang menular dan bisa
mengenai anggota keluarga lain yang tinggal satu rumah dengan penderita.
Anak-anak dan remaja muda paling rentan ditularkan tinea korporis.
Disarankan untuk lebih teliti dalam memilih bahan pakaian yang tidak
terlalu ketat, tidak berbahan panas dan bahan pakaian yang tidak menyerap
keringat. Penularan juga dipermudah melalui binatang yang dipelihara
dalam rumah penderita tinea korporis.8
Faktor usia juga dapat mempengaruhi sistem kekebalan tubuh.
Semakin bertambahnya usia, maka sistem kekebalan tubuh pun akan
menurun, jadi lebih beresiko dan mudah tertular suatu penyakit, termasuk
tinea korporis. Perkembangan penyakit tinea korporis dipengaruhi oleh
bentuk klinik dan penyebab penyakitnya, disamping faktor-faktor yang
memperberat atau memperingan penyakitnya. Apabila faktor-faktor yang
memperberat penyakit dapat dihilangkan, umumnya penyakit ini dapat
hilang sempurna. Tinea korporis mempunyai prognosa baik dengan
pengobatan yang adekuat dan kelembaban dan kebersihan kulit yang selalu
dijaga.8
20
BAB IV
PENCEGAHAN ATAU PEMBINAAN KELUARGA
PR/4th RS/1th
21
4.2.2 Fungsi Fisiologis
Keluarga diukur dengan skor APGAR, yaitu skor yang digunakan
untuk menilai fungsi keluarga ditinjau dari sudut pandang setiap anggota
keluarga terhadap hubungannya dengan anggota keluarga yang lain. Skor
APGAR meliputi:
a. Adaptation: keluarga ini sudah mampu beradaptasi antar sesama
anggota keluarga, saling mendukung, saling menerima dan
memberikan saran satu dengan yang lainnya.
b. Partnership: komunikasi dalam keluarga ini sudah baik, mereka saling
membagi, saling mengisi antar anggota keluarga dalam setiap masalah
yang dialami oleh keluarga tersebut.
c. Growth: Keluarga ini juga saling memberikan dukungan antar anggota
keluarga akan hal-hal yang baru yang dilakukan anggota keluarga
tersebut.
d. Affection:Interaksi dan hubungan kasih sayang antar anggota keluarga
ini sudah terjalin dengan cukup baik.
e. Resolve:Keluarga ini memiliki rasa kebersamaan yang cukup tinggi
dan kadang-kadang menghabiskan waktu bersama dengan anggota
keluarga lainnya.
Adapun skor APGAR keluarga ini adalah 8, dengan interpretasi
baik (data terlampir).
4.2.3 Fungsi Patologis
Fungsi patologis dinilai dengan skor SCREEM:
a. Social: Interaksi keluarga ini dengan tetangga cukup baik.
b. Culture: Keluarga ini memberikan apresiasi dan kepuasan yang cukup
terhadap budaya, tata karma, dan perhatian terhadap sopan santun.
Walaupun berasal dari dua budaya yang berbeda, namun hal ini tidak
menjadi hambatan dalam menjalani kehidupan rumah tangga. Bahasa
yang digunakan sehari-hari adalah bahasa Palembang.
c. Religious: Keluarga ini cukup taat menjalankan ibadah sesuai dengan
ajaran agama yang dianutnya.
22
d. Economic: Status ekonomi keluarga ini menengah kebawah.
e. Educational: Tingkat pendidikan Tn. HS dan Ny. IW kurang baik.
Mereka berdua adalah seorang tamatan SMP.
f. Medical: Keluarga ini sudah mampu mendapat pelayanan kesehatan
yang memadai. Jika ada anggota keluarga yang sakit, mereka berobat
ke Puskesmas atau ke praktik dokter umum.
4.2.4 Fungsi Hubungan antarmanusia
Hubungan interaksi antar anggota keluarga sudah terjalin dengan
baik.
4.2.5 Fungsi Keturunan (genogram)
Fungsi genogram dalam keadaaan baik (sudah dijelaskan diatas).
4.2.6 Fungsi Perilaku (Pengetahuan, sikap, dan tindakan)
Pengetahuan tentang kesehatan keluarga ini sudah cukup baik, sikap sadar
akan kesehatan dan beberapa tindakan yang mencerminkan pola hidup sehat
sudah dilakukan dengan baik.
4.2.7 Fungsi Non-perilaku (Lingkungan, pelayanan kesehatan, keturunan)
Lingkungan rumah tergolong tidak sehat karena tidak terdapat pohon dan
tanaman serta tidak memiliki halaman rumah. Keluarga ini juga aktif
memeriksakan diri ke tempat pelayanan kesehatan. Jarak rumah dengan
puskesmas/rumah sakit cukup dekat sekitar 3 km dari Puskesmas Sei Baung
4.2.8 Fungsi Indoor
Gambaran lingkungan dalam rumah belum memenuhi syarat-syarat
kesehatan. Dinding seluruh ruangan dirumah berbahan beton yang di cat
dan dalam keadaan bersih. Lantai sebagian berbahan keramik dan
sebagian lagi hanya semen. Pada ruang keluarga, lantai dilapisi dengan
karpet yang cukup tebal. terdapat 1 jendela di ruang keluarga dengan
ventilasi, sirkulasi udara, dan pencahayaan cukup baik.. Terdapat 1 kamar
tidur yang langsung berhubungan dengan ruang keluarga dengan ventilasi,
sirkulasi udara, dan pencahayaan kurang baik, Pada dapur, tidak terdapat
jendela dengan ventilasi, sirkulasi udara, dan pencahayaan kurang baik.
pada kamar tidur dan dapur lantai hanya dilapisi semen.
23
Sumber air bersih terjamin karena keluarga menggunakan air
PAM. Jamban ada di dalam rumah. Pengelolaan feses melalui septik tank.
Pengelolaan sampah dan limbah sudah cukup baik karena keluarga
membuang sampah di bak pembuangan sampah di sekitar lingkungan
tempat tinggal.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Wirya Duarsa. Dkk.: Pedoman Diagnosi dan Terapi Penyakit Kulit dan
Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar. 2010.
2. Djuanda, Adhi. Dkk.: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2004.
3. Sobera JO, Elewski BE. Fungal disease. In : Bolognia JL, Jorizzo JL,
Raiini RP, editors. Dermatology. Spain : Elsevier Science ; 2003.
4. Habif TP. Clinical Dermatology. 4th ed. Edinburgh: Mosby, 2004.
5. Nelson MM, Martin AG, Heffernan MP, Fungal disease with cutaneous
involment. In : Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith
LA, Katz SI. Fitzpatrick’s: Dermatology in general medicine. 6th ed. New
Yoek: Mc graw hill, 2008.
6. Gupta, Aditya K.; Chaudhry, Maria; Elewski, Boni (July 2008). “Tinea
coeporis, tinea cruris, tinea nigra, and piedra”. Dermatologic Clinics
(Philadelphia;Elsevier Health Sciences Division) 21 (3); 395-400.
7. Berman, Kevin (2008-10-03). “Tinea corporis – All information”.
MultiMedia Medical Encyclopedia. University of Maryland Medical
Center. Retrieved 2012-11-20.
8. Bolognia, Jean; Jorizzo, Joseph L.; Rapini, Roland P. (2007). Dermatology
(2nd ed.). St. Louis, Mo.: Mosby Elsevier.p. 1135.
9. James, William D.; Berger, Timothy G.; Elston, Dirk M.; Odom, Richard
B. (2006). Andrews’ Diseases of the Skin: Clinical Dermatology (10th
ed.). Philadelphia; Saunders Elsevier.p. 302.
10. Wirya Duarsa. Dkk.: Pedoman Diagnosi dan Terapi Penyakit Kulit dan
Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar. 2010.
11. Budimulja, U. sunoto. Dan Tjokronegoro. Arjatmo. : Penyakit Jamur.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. 2008.
12. Sularsito, Sri Adi.Dkk. : Dermatologi Praktis. Perkumpulan Ahli
Dermatologi dan Venereologi Indonesia, Jakarta. 2006.
34
Lampiran 1
Ruang
Keluarga
Kamar
Pintu masuk
35
Gambar 10. Kondisi WC
36
Lampiran 2
SKOR APGAR
37
Lampiran 3
SKOR SCREEM
38