Вы находитесь на странице: 1из 3

NODULAR GOITER

1. DEFINISI

2. KLASIFIKASI
a. Berdasarkan Fisiologinya
1) Eutiroidisme
Eutiro idisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar
tiroid yang disebabkan stimulasi kelenjar tiroid yang berada di
bawah normal sedangkan kelenjar hipofisis menghasilkan TSH
dalam jumlah yang meningkat. Goiter atau struma semacm ini
biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali pembesaran pada leher
yang jika terjadi secara berlebihan dapat mengakibatkan kompresi
trakea.
2) Hipotiroidisme
Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional
kelenjar tiroid sehingga sintesis dari hormon tiroid menjadi
berkurang. Kegagalan dari kelenjar untuk mempertahankan kadar
plasma yang cukup dari hormon. Beberapa pasien hipotiroidisme
mempunyai kelenjar yang mengalami atrofi atau tidak mempunyai
kelenjar tiroid akibat pembedahan/ablasi radioisotop atau akibat
destruksi oleh antibodi autoimun yang beredar dalam sirkulasi.
3) Hipertiroidisme
Dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau Graves yang dapat
didefenisikan sebagai respon jaringan-jaringan tubuh terhadap
pengaruh metabolik hormon tiroid yang berlebihan. Keadaan ini
dapat timbul spontan atau adanya sejenis antibodi dalam darah yang
merangsang kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya produksi hormon
yang berlebihan tetapi ukuran kelenjar tiroid menjadi besar.

b. Berdasarkan Klinisnya
Secara klinis pemeriksaan klinis struma toksik dapat dibedakan
menjadi sebagai berikut :
1) Struma Toksik
Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa
toksik dan struma nodusa toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih
mengarah kepada perubahan bentuk anatomi dimana struma diffusa
toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak diberikan
tindakan medis sementara nodusa akan memperlihatkan benjolan
yang secara klinik teraba satu atau lebih benjolan (struma mult inodu
ler toksik).
Struma diffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan
hipermetabolisme karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon
tiroid yang berlebihan dalam darah. Penyebab tersering adalah
penyakit Grave (gondok eksoftalmik/exophtalmic goiter), bentuk
tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan diantara hipertiroidisme
lainnya.
2) Struma Non Toksik
Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang
dibagi menjadi struma diffusa non toksik dan struma nodusa non
toksik. Struma non toksik disebabkan oleh kekurangan yodium yang
kronik. Struma ini disebut sebagai simple goiter, struma endemik,
atau goiter koloid yang sering ditemukan di daerah yang air minumya
kurang sekali mengandung yodium dan goitrogen yang menghambat
sintesa hormon oleh zat kimia.
Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul,
maka pembesaran ini disebut struma nodusa. Struma nodusa tanpa
disertai tanda-tanda hipertiroidisme dan hipotiroidisme disebut
struma nodusa non toksik. Biasanya tiroid sudah mulai membesar
pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat
dewasa. Kebanyakan penderita tidak mengalami keluhan karena
tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme, penderita datang
berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan.
Namun sebagian pasien mengeluh adanya gejala mekanis yaitu
penekanan pada esofagus (disfagia) atau trakea (sesak napas),
biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di
dalam nodul.
Struma non toksik disebut juga dengan gondok endemik,
berat ringannya endemisitas dinilai dari prevalensi dan ekskresi
yodium urin. Dalam keadaan seimbang maka yodium yang masuk ke
dalam tubuh hampir sama dengan yang diekskresi lewat urin.
Kriteria daerah endemis gondok yang dipakai Depkes RI adalah
endemis ringan prevalensi gondok di atas 10 %-< 20 %, endemik
sedang 20 % - 29 % dan endemik berat di atas 30 %.

3. EPIDEMIOLOGI
Nodul tiroid pada umumnya jinak. Prevalensi yang dilaporkan
penyakit tiroid nodular tergantung pada populasi yang diteliti dan metode
yang digunakan untuk mendeteksi nodul. Insiden meningkat dengan
bertambahnya usia dan angka kejadian tinggi pada wanita dengan faktor
resiko defisiensi yodium dan setelah paparan radiasi. Sejumlah penelitian
menunjukkan prevalensi 2-6% terdiagnosis dengan palpasi, 19-35%
dengan USG dan 8-65% dalam data otopsi (Dean, 2008).
Prevalensi gondok nodular meningkat seiring bertambahnya usia
dari 2,7% pada wanita dan 2,0% pada pria menjadi 8,7% pada wanita dan
6,7% pada pria dengan rentang usia 26-30 tahun. Sedangkan usia 36-40
tahun bisa meningkat menjadi 14,1% wanita dan 12,4% pria. Untuk usia 45-
50 tahun bisa mencapai 18,0% pada wanita dan 14,5% pada pria (Wolters
Health, 2013; Reiners, 2004).
Karsinoma tiroid menempati urutan ke-9 dari sepuluh keganasan
tersering. National Cancer Institute dalam survei yang telah dilakukan
melaporkan bahwa dari 100.000 orang ditemukan kasus karsinoma tiroid
sebesar 12,9% per tahun baik pria maupun wanita. Angka kematian yaitu
0,5% dari 100.000 orang per tahun. Insidensi umur karsinoma tiroid yaitu
umur <20 tahun sebesar 1,8%, 20-34 tahun sebesar 15,1%, umur 35-44
tahun sebesar 19,6%, umur 75-84 tahun turun sampai 1,4% dan puncaknya
pada umur 45-54 tahun yaitu 24,2%. Angka kematian tertinggi terletak pada
umur 75-84 tahun yaitu 28,9%. Estimasi kasus baru karsinoma tiroid adalah
62.980 orang pada tahun 2014. Sedangkan estimasi kematian pada tahun
2014 sebesar 1.890 orang (National Cancer Institute, 2011).
4. ETIOLOGI
5. FAKTOR RESIKO
6. PATOFISIOLOGI
7. MANIFESTASI KLINIS
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
9. PENATALAKSANAAN MEDIS
10. KOMPLIKASI

Вам также может понравиться