Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Namun silogisme ini sudah tentu mustahil dan biar bagaimanapun tak
mampu menjelaskan bagaimana alam semesta mewujud. William Lane
Craig, penulis The Big Bang: Theism and Atheism, menjelaskan
alasannya:
Kevakuman mekanis quantum yang melahirkan
partikel-partikel materil jauh sekali dari gagasan
“kevakuman” (artinya kenihilan) standar. Malah,
kevakuman quantum adalah lautan partikel yang
terus-menerus terbentuk dan larut. Partikel-partikel
itu meminjam energi dari kevakuman untuk
eksistensi singkat mereka. Ini bukan “nihil”, dan
karenanya, partikel materil tidak mewujud dari nihil.
[1]
Jadi dalam fisika quantum, materi tidak eksis ketika sebelumnya ia
tidak ada. Yang terjadi adalah, energi sekitar mendadak menjadi materi
dan mendadak lenyap menjadi energi lagi. Pendek kata, tak ada syarat
eksistensi dari kenihilan sebagaimana diklaim.
Pasca Planck, teori ini kian diperluas oleh para ilmuwan semisal Albert
Einstein, Niels Bohr, Louis de Broglie, Erwin Schrödinger, Werner
Heisenberg, Paul Adrian Maurice Dirac, dan Wolfgang Pauli. Masing-
masing dianugerahi Hadiah Nobel atas temuan mereka.
Temuan besar ini menunjukkan bahwa apa yang kita kira sebagai dunia
riil ternyata adalah bayangan. Materi telah menyimpang sepenuhnya
dari alam fisika menuju metafisika.[4]
Fisikawan Richard Feynman melukiskan fakta menarik perihal partikel
sub-atom dan cahaya ini:
Pendek kata, dunia internal kita tak ada kaitannya dengan dunia riil
luar yang menjadi pokok perhatian utama fisikawan sejak zaman
Aristoteles sampai hari ini. Fisikawan membuang ide lama mereka
terhadap pandangan ini dan bersepakat bahwa pemahaman quantum
cuma melambangkan kebertahuankita akan sistem fisikal. Dunia
materil yang kita rasakan hanya eksis sebagai informasi dalam otak
kita. Dengan kata lain, kita tak pernah bisa memperoleh pengalaman
materi secara langsung di dunia luar.
Jeffrey M. Schwartz, ilmuwan syaraf dan profesor psikiater dari
Universitas California, melukiskan kesimpulan yang timbul dari
Interpretasi Kopenhagen ini [8]:
Sebagaimana diungkapkan oleh John Archibald, “Tak
ada fenomena sebelum teramati.”[9]
Ringkasnya, semua penafsiran konvensional milik mekanika quantum
bergantung pada eksistensi entitas penanggap.[10]
Amit Goswami memperluas pandangan ini: