Вы находитесь на странице: 1из 14

EFEKTIFITAS PEMBERIAN BLANKET WARMER PADA PASIEN

PASCA SECTIO CAESARIA YANG MENGALAMI HIPOTERMI DI


RS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA
Shinta Rositasari, Mulyanto, Vitri Dyah

ABSTRAK

Latar Belakang: Pada pasien pasca bedah sectio caesaria kejadian menggigil adalah
sebagai mekanisme kompensasi tubuh terhadap hipotermi. Studi pendahuluan yang
dilakukan di RS PKU Muhamamdiyah Surakarta dengan mengambil lima orang pasien
hipotermia pasca bedah sectio caesaria diketahui bahwa proses pengembalian suhu ke
0 0
rentang normal (36 C-37,5 C) berbeda antara selimut tebal dan blangket warmer. Pada
dua orang diberikan intervensi selimut tebal didapatkan waktu rata-rata kembalinya suhu
ke rentang normal adalah 65 menit dan tiga orang mendapat penanganan dengan blangket
warmer didapatkan waktu rata-rata 40 menit.
Tujuan: Mengetahui efektifitas pemberian blanket warmer pada pasien pasca sectio
caesaria yang mengalami hipotermi di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta.
Metode: Jenis penelitian quasi eksperimental dengan rancangan penelitian Two Group
Post Test Design. Populasi semua pasien sectio caesarea di ruang recovery rumah sakit
PKU Muhammadiyah Surakarta sebanyak 221 orang diambil sampel sebanyak 70 seluruh
Kepala Keluarga (KK) yang ada di wilayah kerja UPT Puskesmas Colomadu I
Karanganyar dengan jumlah 2.722 KK, diambil sampel 96 orang dengan teknik simple
random sampling. Alat analisis dengan analisis deskriptif dan analisis korelasi rank
spearman.
Hasil: (1) Responden yang diteliti mayoritas mempunyai pengetahuan tentang DBD
tergolong baik yaitu sebanyak 55 orang (57,3%); (2) Responden yang diteliti mayoritas
mempunyai perilaku dalam pencegahan wabah demam berdarah tergolong baik yaitu
sebanyak 46 orang (47,9%); (3) Ada hubungan pengetahuan dengan perilaku dalam
pencegahan wabah Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kerja UPT Puskesmas
Colomadu I Karanganyar (p-value = 0,023).
Kesimpulan: Ada hubungan pengetahuan dengan perilaku dalam pencegahan wabah
Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Colomadu I Karanganyar.
Kata kunci: Pengetahuan, Perilaku, Pencegahan DBD.

Jurnal Ilmu Keperawatan Indoensia Vol. 10, No. 1, April 2017 107
ABSTRACT

Background: To post-
mechanism to hypotermia. Previous studies carried out in Muhammadiyah
General Hospital in Surakarta with five post sectio caesarea patients experiencing
hypothermia indicated that thick blanket and warming blanket had different effects on
returning temperature to normal range (36ºC-37.5ºC). Two persons who had been treated
with thick blankets needed 65 minutes in averageto return to normal temperature while the
other three who had been treated with warming blankets needed 40 minutes.
Objective: To find out effectiveness of warming blanket treatment to postsectiocaesarea
patients experiencing hypothermia in PKU Muhammadiyah General Hospital in
Surakarta.
Method: This was a quasi-experimental study with Two Group Post Test study design.
The population of all sectiocaesarea patients in the recovery room of PKU
Muhammadiyah in Surakarta was 221. Seventy of them were taken as samples to receive
different treatments, 35 were treated with warming blankets and the other 35 were treated
with ordinary blankets. The analysis tool used was descriptive analysis, bivariate analysis
with independent simple t-test.
Result:
hypothermia in warming blanket group was 36.10ºC, with highest
pretest (34.39ºC) and posttest (36.11º), lowest pretest (33.08ºC) and posttest (34.70ºC).
The average temperature of postsectiocaesareapatients experiencing hypothermia in non-
warming blanket group was 35.14ºC, with highest pretest (33.7 ºC) and posttest (35.14ºC),
lowest pretest (33.7ºC) and posttest (33 ºC). (2) Warming blanket treatment was effective
to normalize the temperature of postsectiocaesarea patients experiencing hypothermia in
the recovery room of PKU Muhammadiyah general hospital in Surakarta (M 1=36.11;
M2=35.14, p=0.001).
Conclusion: Warming blanket treatment was effective to normalize the temperature of
postsectiocaesarea patients experiencing hypothermia in the recovery room of PKU
Muhammadiyah general hospital in Surakarta.
Key Words: Warming blanket, section caesarea, hypothermia

108 Jurnal Ilmu Keperawatan Indoensia Vol. 10, No. 1, April 2017
PENDAHULUAN caesaria pasien mendapatkan anastesi
Menurut Word Health spinal atau epidural pada operasi elektif
Organization (WHO) angka persalinan atau anastesi umum pada keadaan darurat
dengan metode sectio caesarea cukup (Mansjoer, 2008).
besar yaitu sekitar 24% sampai 30% dari Pembedahan sectio caesaria dapat
semua proses persalinan, sementara untuk menimbulkan perubahan fisiologis tubuh
negara maju seperti Belanda presentase seperti penurunan suhu tubuh atau ,
sectio caesarea kecil yaitu sekitar 9 13%
(Sarmana, 2013). sectio
Di Indonesia, presentasenya masih caesaria kejadian menggigil adalah
besar yaitu lebih dari 50%, terutama di sebagai mekanisme kompensasi tubuh
rumah sakit-rumah sakit swasta. Tingginya terhadap hipotermi. Bila kecepatan
angka kejadian sectio caesarea dari tahun pembentukan panas tepat sama dengan
ke tahun di beberapa rumah sakit di seperti kehilangan, orang dikatakan
seluruh Indonesia, melalui informasi dari berada dalam keadaan keseimbangan
Departemen Kesehatan RI yang panas. Tetapi bila keduanya diluar
menyatakan bahwa angka sectio caesarea keseimbangan, panas tubuh dan suhu
untuk rumah sakit pendidikan atau rujukan tubuh jelas akan meningkat atau
sebesar 20% dan rumah sakit swasta 15% menurun. Ada 3 cara kehilangan panas
(Depkes RI, 2013). dari tubuh yaitu radiasi, konduksi dan
Sectio caesaria merupakan evaporasi. Fenomena konveksi udara juga
tindakan pembedahan untuk melahirkan memegang peranan penting dalam
janin dengan membuka dinding perut dan kehilangan panas oleh konduksi dan
dinding rahim (Liu, 2007). Menurut evaporasi (Guyton, 2007).
Mansjoer (2008) sectio caesaria dapat Hipotermia adalah suatu kondisi
dilaksanakan bila ibu tidak dapat dimana mekanisme tubuh untuk
melahirkan melalui proses alami pengaturan suhu kesulitan mengatasi
(persalinan pervaginam). Operasi tekanan suhu dingin. Hipotermia juga

dilakukan dengan tujuan agar keselamatan dapat didefinisikan sebagai suhu bagian

ibu dan bayi dapat tertangani dengan baik. dalam tubuh di bawah 36°C. Tubuh

Dalam pelaksanaannya sebelum dilakukan manusia mampu mengatur suhu pada zona
o
pembedahan sectio termonetral, yaitu antara 36,5 C-

Jurnal Ilmu Keperawatan Indoensia Vol. 10, No. 1, April 2017 109
37,5°C. Di luar suhu tersebut, respon pemberian metoda pemasangan eksternal
tubuh untuk mengatur suhu akan aktif pasif yaitu pemberian selimut hangat, (2)
menyeimbangkan produksi panas dan pada suhu kurang dari 32 C, dapat
0

kehilangan panas dalam tubuh (Kliegman, diberikan dua metode yaitu pemanasan
2007). eksternal aktif. Dengan cara botol yang
Hipotermia mempengaruhi berisi air hangat diletakkan pada
beberapa sistem organ. Hipotermia pada permukaan tubuh pasien, melakukan
awalnya menyebabkan kenaikan laju perendaman pada bak air yang berisi air
metabolisme, pada sistem kardiovaskuler 0
hangat dengan suhu 40 C dan pemberian
terjadi takikardia, resistensi pembuluh
matras hangat serta metode pemanasan
darah perifer untuk menghasilkan
internal aktif, dengan cara : pemberian
menggigil maksimal. Hipotermia juga
cairan intra vena yang telah dihangatkan,
menyebabkan penurunan denyut jantung
lavage lambung hangat, lavage
sehingga kontraktilitas ventrikel menurun peritoneum hangat, lavage colon hangat,
dan menyebabkan penurunan tekanan lavage mediastinium hangat dan
darah. Resiko terjadi fibrilasi ventrikel pemberian oksigen hangat. Di bawah
meningkat pada suhu di bawah 28°C. temperatur 28°C penderita tidak sadarkan
Sistem respirasi pada awalnya mengalami diri dan terjadi henti jantung. Kematian
takipneu, apabila berlanjut bisa terjadi terjadi sebelum temperatur mencapai
bradipneu dan retensi karbondioksida, 25°C. Berapa lama seseorang dapat
kulit menjadi sianotik. Metabolisme otak bertahan hidup dari serangan hipotermia,
menurun 6-7% per 1°C penurunan suhu, sangat tergantung dari berbagai faktor
yang mengakibatkan tingkat penurunan yang mendukung untuk terus dapat
kesadaran, tidak responsive terhadap bertahan hidup, atau berbagai faktor yang
nyeri, pada hipotermia berat seseorang membuat situasi semakin memburuk.
memperlihatkan tanda klinis seperti Kematian karena hipotermia bisa terjadi di
kematian (Potter & Perry, 2009) . bawah 24 jam (Murray, 2012).
Menurut Mancini dalam Untuk penanganan hipotermia pada
Wiryanatha (2008) menyebutkan bahwa pasien post operasi agar tidak menggigil
penanganan hipotermi berdasarkan derajat melebihi batas aman maka digunakanlah
hipotermi, yaitu : (1) pada suhu antara alat yaitu blanket warmer. Blanket
0 0 Warmer merupakan suatu alat
32 C sampai 35 C, dilakukan

110 Jurnal Ilmu Keperawatan Indoensia Vol. 10, No. 1, April 2017
untuk menjaga kestabilan suhu tubuh hipotermi untuk bulan Januari Februari
pasien ketika pasien mengalami 2016 sebanyak 290 kasus (RS PKU
hypothermia. Alat ini pada dasarnya Muhammadiyah, 2016). Berdasarkan studi
memanfaatkan panas yang dialirkan pendahuluan yang dilakukan di RS PKU
dengan menggunakan blower sebagai Muhamamdiyah Surakarta dengan
media penghantar panas sehingga kondisi mengambil lima orang pasien hipotermia
pasien tetap terjaga dalam keadaan hangat pasca bedah sectio caesaria diketahui
(Murray, 2012). Oleh karena itu dengan bahwa proses pengembalian suhu ke

penggunaan blanket warmer cairan 0 0


rentang normal (36 C-37,5 C) berbeda
intravena menjadi hangat saat aliran antara selimut tebal dan blanket warmer.
tersebut masuk ke pembuluh darah, Pada dua orang diberikan intervensi
percepatan peningkatan suhu tubuh lebih selimut tebal didapatkan waktu rata-rata
stabil dan kondisi pasien tetap terjaga kembalinya suhu ke rentang normal adalah
dalam keadaan hangat sehingga 65 menit dan tiga orang mendapat
diharapkan dapat terjaga suhu tubuh tetap penanganan dengan blanket warmer
normal, hal inilah yang menjadi alasan didapatkan waktu rata-rata 40 menit.
digunakan blanket warmer dalam Berdasarkan pemaparan di atas maka
penanganan pasien post operasi sectio peneliti tertarik untuk melakukan
caesarea untuk meningkatkan suhu tubuh
pasien. Efektifitas

Studi pendahuluan di RS PKU Pemberian Blanket Warmer pada Pasien Pasca

Muhammadiyah Surakarta diketahui Sectio Caesaria yang Mengalami Hipotermi di

bahwa pasien sectio caesarea post operasi RS PKU Muhammadiyah

sebagian besar mengalami hipertensi


dengan menggigil. Data dari rekam medis, Tujuan penelitian ini untuk
pasien yang menjalani persalinan dengan mengetahui efektifitas pemberian blanket
sectio caesarea di RS warmer pada pasien pasca sectio caesaria
PKU Muhammadiyah Surakarta yang mengalami hipotermi di Rumah Sakit
merupakan jenis operasi yang paling PKU Muhammadiyah Surakarta.
banyak dibandingkan jenis operasi yang
lain, pasien dengan sectio caesarea pada
tahun 2015 sebanyak 1.597, adapun kasus

Jurnal Ilmu Keperawatan Indoensia Vol. 10, No. 1, April 2017 111
METODE PENELITIAN Tabel 1
Desain penelitian yang digunakan Deskripsi Suhu Tubuh pada Pasien Sectio
Caesarea yang Diberikan Blanket Warmer dan
deskriptif analitik dengan pendekatan yang Tidak Diberi Blanket Warmer
cross sectional. Tempat penelitian
Suhu Tubuh Suhu Tubuh
dilakukan di RS. PKU Muhammadiyah Ket. (Blanket Warmer) (Non Blanket
Surakarta. Adapun waktu penelitian telah Warmer)
Pre test Post test Pre test Post test
dilakukan pada tanggal 4 September s/d 2 Mean 34,39 36,11 34,26 35,14
Oktober 2016. Populasi dalam penelitian STD 0,53 0,63 0,44 0,57
Min 33,08 34,70 33,70 34,00
ini semua pasien sectio caesarea di ruang
Max 35,05 37,09 35,20 36,09
recovery rumah sakit PKU
Muhammadiyah Surakarta sebanyak 221 Tabel 1. diperoleh rata-rata suhu
orang, diambil sampel 70 orang dengan tubuh pada kelompok pasien post sectio

teknik purposive sampling. Teknik analisis caesarea yang diberikan blanket


warmer sebelum diberikan blanket
data terdiri dari analisis univariat, bivariat
o
dan multivariat. Analisis univariate warmer adalah 34,39 C dan sesudah
menjelaskan masing-masing variabel yang diberi blanket warmer dengan waktu
diteliti, adapun analisis bivariat dengan pengukuran selama 45 menit setelah
pembedahan naik menjadi sebesar
menggunakan uji paired simple t-test dan
o
independen simple t-test. 36,11 C, dengan nilai tertinggi suhu
o
tubuh pre test (33,08 C) lebih rendah
HASIL DAN PEMBAHASAN o
jika dibandingkan post test (33,05 C)
HASIL PENELITIAN
serta nilai terendah suhu tubuh pre test
1. Analisis Univariate o
(33,05 C) lebih rendah dibandingkan
Besaran nilai suhu tubuh pada
o
pasien sectio caesarea yang post test (37,09 C).

mengalami hipotermi setelah Tabel 1. juga diketahui rata-rata

pembedahan pada kelompok pasien suhu tubuh pada kelompok pasien post
sectio caesarea yang tidak diberikan
yang diberikan blanket warmer dan
blanket warmer sebelum diberikan
yang tidak diberi blanket warmer dapat
o
ditampilkan dalam tabel 1. selimut biasa adalah 34,26 C dan
sesudah diberi selimut biasa dengan
waktu pengukuran selama 45 menit
setelah pembedahan naik menjadi

112 Jurnal Ilmu Keperawatan Indoensia Vol. 10, No. 1, April 2017
o blanket warmer) pada pasien sectio
sebesar 35,14 C, dengan nilai tertinggi
suhu tubuh pre test (35,20 C) lebih
o caesarea di RS PKU Muhammadiyah
rendah jika dibandingkan post test Surakarta.
o
(36,09 C) serta nilai terendah suhu
b. Uji Beda rata-rata suhu tubuh pre
o
tubuh pre test (33,70 C) lebih rendah test dan post test pada kelompok
o
dibandingkan post test (34,0 C). eksperimen 2 (Non Blanket Warmer)

3. Analisis Bivariat Tabel 3.


a. Uji Beda rata-rata suhu tubuh pre Hasil beda rata-rata suhu tubuh pasien sectio
caesarea pre test dan post test kelompok eksperimen
test dan post test pada kelompok
2 (Non blanket warmer)
eksperimen 1 (Blanket Warmer) Suhu Mea p-
t-test Kep.
Untuk mengetahui nilai rata- Tubuh n value
Pre 34,2
rata suhu tubuh pada pasien sectio Ho
caesarea pre test dan post test pada test- 8 11,4 0,000
ditola
Post 35,1 05 1
kelompok eksperimen 1 (diberi blanket k
test 4
warmer) menggunakan uji statistik
paired sample t-test yang Tabel 3 diperoleh hasil uji
dapat ditampilkan dalam tabel 2. paired simple t-test pada kelompok
Tabel 2. eksperimen 2 (non blanket warmer)
Hasil beda rata-rata suhu tubuh pasien nilai p-value = 0,0001 < 0,05, hal ini
sectio caesarea pre test dan post test
menunjukkan Ho ditolak, sehingga
kelompok eksperimen 1 (diberi
blanket warmer) disimpulkan ada perbedaan rata-rata
Suhu Mean t-test p- Kep. suhu tubuh pre test dan post test
Tubuh value
Pre 34,40 kelompok eksperimen 2 (tidak diberi
test- 36,11 Ho blanket warmer) pada pasien sectio
20,534 0,0001
Post ditolak caesarea di RS PKU Muhammadiyah
test Surakarta.

Tabel 2. diperoleh hasil uji paired B. Efektivitas Pemberian Blanket


simple t-test pada kelompok Warmer pada Pasien Pasca Sectio
eksperimen nilai p-value = 0,0001 < Caesarea yang Mengalami
Hipotermi
0,05, hal ini menunjukkan Ho ditolak,
sehingga disimpulkan ada perbedaan Hasil uji beda efektivitas

rata-rata suhu tubuh pre test dan post pemberian blanket warmer pada pasien
test kelompok eksperimen 1 (diberi pasca sectio caesarea yang

Jurnal Ilmu Keperawatan Indoensia Vol. 10, No. 1, April 2017 113
mengalami hipotermi dapat 1. Analisis Univariat
ditampilkan pada tabel 5. Hasil penelitian menunjukkan
Tabel 5. bahwa rata-rata suhu tubuh pada
Efektivitas Pemberian Blanket Warmer kelompok pasien pasca sectio caesarea
pada Pasien Pasca Sectio Caesarea
yang diberikan blanket warmer
yang Mengalami Hipotermi di RS
PKU Muhammadiyah Surakarta sebelum diberikan blanket warmer
Post test Mean o
Perlakuan t-test p Kep.
adalah 34,39 C dan sesudah diberi
Diberi 36,108 blanket warmer naik menjadi sebesar
Blanket o
Warmer 35,14 Ho 36,11 C, dengan nilai tertinggi suhu
6,699 0,0001
Non ditolak o
Blanket tubuh pre test (35,05 C) lebih rendah
Warmer o
jika dibandingkan post test (37,09 C)
Berdasarkan tabel 4.8. diperoleh serta nilai terendah suhu tubuh pre test
nilai p-value = 0,0001< 0,05, hal ini o
(33,08 C) lebih rendah dibandingkan
menunjukkan bahwa Ho ditolak, o
post test (34,7 C).
sehingga dapat disimpulkan bahwa
terdapat perbedaan efektivitas Hasil penelitian juga diketahui
pemberian Blanket Warmer pada rata-rata suhu tubuh pada kelompok
Pasien Pasca Sectio Caesarea yang pasien sectio caesarea yang tidak
mengalami hipotermi di RS PKU diberikan blanket warmer sebelum
o
Muhammadiyah Surakarta, dan diberikan selimut biasa adalah 34,26 C
pengaruh paling efektif terhadap dan sesudah diberi selimut biasa naik
o
kecepatan peningkatan suhu tubuh menjadi sebesar 35,14 C, dengan nilai
adalah pasien pasca sectio caesarea o
tertinggi suhu tubuh pre test (35,20 C)
yang diberi blanket warmer dari pada lebih rendah jika dibandingkan post
yang tanpa menggunakan blanket o
test (36,09 C) serta nilai terendah suhu
warmer (selimut penghangat biasa), o
tubuh pre test (33,70 C) lebih rendah
karena dilihat dari nilai rata-rata suhu o
dibandingkan post test (34,00 C).
tubuh setelah diberi terapi blanket
Menurut Kesuma (2013),
warmerlebih besar bila dibandingkan
adanya perbedaan ukuran tubuh serta
suhu tubuh pada pasien pasca sectio
derajat hipotermi yang terjadi
caesarea selain atau tanpa
menyebabkan perbedaan penurunan
menggunakan blanket warmer.
HASIL PENELITIAN

114 Jurnal Ilmu Keperawatan Indoensia Vol. 10, No. 1, April 2017
suhu tubuh. Ukuran tubuh yang lebih mengandalkan produksi panas dari
kecil atau kurus peningkatan suhunya dalam tubuh saja, selimut hanya
lebih lambat karena produksi panas membantu mencegah keluarnya panas
yang dihasilkan tubuh lebih sedikit yang telah diproduksi di dalam tubuh;
dibandingkan orang yang lebih gemuk. (3) Tidak terjadi perpindahan panas
Tetapi pada penelitian saat ini peneliti dari selimut tebal ke dalam tubuh
tidak mengolah data tentang ukuran pasien.
tubuh pada responden. Namun rata-rata Lain halnya dengan intervensi
dari keseluruhan responden yang pemakaian branket warmer, pada
mendapat-kan intervensi blanket intervensi ini produksi panas tidak
warmer suhu tubuhnya kembali pada hanya dari dalam tubuh namun
menit ke-49,06 dan masuk pada penghantaran panas dari luar juga ikut
kategori waktu cepat. mempercepat peningkatan suhu dalam
Perbedaan ini disebabkan tubuh. Sesuai dengan teori Gabriel
karena pada pemakaian selimut tebal yang dikutip oleh Kesuma dan Wijaya
tidak terjadi penghantaran panas dari (2013) menjelaskan bahwa radiasi dari
selimut ke dalam tubuh. Produksi penggunaan blanket warmer yang
panas hanya terjadi di dalam tubuh, hangat dapat mentransfer panas pada
selimut hanya mencegah terjadinya benda yang disinarinya termasuk tubuh
pelepasan panas yang telah diproduksi manusia, sehingga pada intervensi
oleh tubuh dan mencegah tubuh lampu penghangat selain produksi
terpapoar suhu dingin kembali. Hal ini panas dari dalam tubuh, panas juga
sesuai dengan pernyataan dari Cuming ditransfer melalui radiasi dari luar
and Janel yang dikutip oleh Kesuma tubuh sehingga untuk mencapai
dan Wijaya (2013) yang menjelaskan peningkatan suhu seluruh tubuh akan
ada tiga alasan mengapa selimut tebal terjadi lebih cepat. Hal inilah yang
kurang maksimal dalam penanganan menyebabkan pemakaian selimut tebal
pasien hipotermi, yaitu : dalam mengatasi hipotermi yang
(1) Selimut tebal hanya membungkus terjadi pada pasien pasca bedah sectio
atau melindungi pasien dari kehilangan caesarea oleh karena itu intervensi
panas yang lebih parah; pemberian
(2) Proses penghangatan hanya blanket warmer lebih

Jurnal Ilmu Keperawatan Indoensia Vol. 10, No. 1, April 2017 115
direkomendasikan dalam upaya disimpulkan ada perbedaan rata-rata
mengatasi hipotermi yang terjadi pada suhu tubuh pre test dan post test
pasien dengan pembedahan kelompok eksperimen 2 (tidak diberi
khususnya sectio caesarea. blanket warmer) pada pasien sectio
caesareadi RS PKU Muhammadiyah
2. Analisis Bivariat
Surakarta.
Untuk mengetahui nilai rata-
Walaupun terdapat perbedaan
rata suhu tubuh pada pasien sectio
antara pemberian selimut tebal dan
caesarea pre test dan post test pada
pemberian blanket warmer untuk
kelompok eksperimen 1 (diberi blanket
mengatasi hipotermi pasien pasca
warmer) menggunakan uji statistik
bedah khususnya bedah sectio
paired sample t-test yang dapat
caesarea, namun kedua intervensi ini
diperoleh hasil uji paired simple t-test
sama-sama dapat membantu
pada kelompok eksperimen nilai p-
mempercepat peningkatan suhu tubuh
value = 0,0001< 0,05, hal ini
pasien yang mengalami hipotermi,
menunjukkan Ho ditolak, sehingga
dimana kedua intervensi ini mencegah
disimpulkan ada perbedaan rata-rata
kulit terpapar suhu dingin kembali
suhu tubuh pre test dan post test
sehingga tidak terjadi pelepasan panas
kelompok eksperimen 1 (diberi blanket
tubuh.Sistem penghangat tubuh
warmer) pada pasien sectio caesarea
blanket warmer model equator
di RS PKU Muhammadiyah Surakarta.
ditujukan untukmencegah dan
merawat pasien hypothermia,
Hasil penelitian diketahui nilai
misalnya dengan pasien operasi,pasien
rata-rata suhu tubuh pada pasien sectio
sebelum operasi, wanita hamil yang
caesarea pre test dan post test pada
menggigil selama masa
kelompok eksperimen 1 (tidak
pembiusansampai hypo-thermia, atau
diberi blanket warmer) menggunakan
pasien manapun yang tidak nyaman
uji statistik paired sample t-test
dimanalingkungannya sangat dingin
diperoleh hasil uji paired simple t-test
(Michel,2008).
pada kelompok eksperimen 2 (non
Menurut Miller dkk, (2010),
blanket warmer) nilai p-value =
pencegahan selama perioperatif dan
0,0001< 0,05, hal ini menunjukkan Ho
terapi pada saat terjadi menggigil
ditolak, sehingga

116 Jurnal Ilmu Keperawatan Indoensia Vol. 10, No. 1, April 2017
dengan dua pendekatan yaitu non Muhammadiyah Surakarta, dan
farmakologis dan farmakologis. pengaruh paling efektif terhadap
Langkah awal dalam mencegah kecepatan peningkatan suhu tubuh
terjadinya menggigil adalah adalah pasien pasca sectio caesarea
pemantauan suhu inti (core yang diberi blanket warmer dari pada
temperature), telah dibuktikan bahwa yang tanpa menggunakan blanket
bila suhu kamar operasi dipertahankan warmer, karena dilihat dari nilai rata-
lebih dari 24° C, maka semua pasien suhu tubuh setelah diberi terapi blanket
akan berada pada keadaaan warmerlebih besar bila dibandingkan
normotermi selama anestesia (dalam suhu tubuh pada pasien pasca sectio
hal ini suhu oesofagus 36°C). Pada caesarea selain atau tanpa
suhu 21 24°C sekitar 30% yang menggunakan blanket warmer.
mengalami hipotermi. Selain suhu, Hasil penelitian ini
kelembaban dan aliran udara juga diperkuat oleh penelitian yang
penting. Tindakan mencegah hipotermi dilakukan oleh Kesuma (2013) yang
dan menggigil dapat dilakukan dengan meneliti tentang perbedaan efektivitas
pendekatan non pemberian selimut tebal dan lampu
farmakologis disebut metode penghangat pada pasien pasca bedah
menghangatkan kembali (rewarming sectio caesarea yang mengalami
techniques). hipotermi di ruang pemulihan, hasil
Hasil uji beda efektivitas penelitian menyimpulkan bahwa
pemberian blanket warmer pada Pasien terdapat perbedaan yang signifikan
Pasca Sectio Caesarea yang pada pemberian tindakan selimut tebal
Mengalami Hipotermi di RS PKU dan lampu penghangat untuk mengatasi
Muhammadiyah Surakarta diperoleh hipotermi pada pasien pasca bedah
nilai p-value = 0,037< 0,05, hal ini sectio caesaria, dimana metode
menunjukkan bahwa Ho ditolak, pemberian lampu penghangat
sehingga dapat disimpulkan bahwa memberikan efektifitas lebih baik
terdapat perbedaan efektivitas dibandingkan dengan pemberian
pemberian blanket warmer pada pasien selimut tebal dalam mengatasi
pasca sectio caesarea yang mengalami hipotermi pada pasien bedah sectio
hipotermi di RS PKU caesaria. Selain menggunakan

Jurnal Ilmu Keperawatan Indoensia Vol. 10, No. 1, April 2017 117
blanket warmer, untuk mengatasi SARAN
hipotermi pada pasien post sectio 1. Bagi Institusi Rumah Sakit Diharapkan
caesarea, terapi penghangat yang lain rumah sakit bisa mengadakan blanket
yang terbukti efektif yaitu dengan warmer lebih dari satu sehingga pasien
pemberian cairan infus NaCl hangat yang mengalami hipotermi dapat
(Faridah, 2014). segera tertangani dengan lebih baik,
apabila ada pasien yang mengalami
SIMPULAN hipotermi lebih dari satu blanket
1. Rata-rata suhu tubuh pasien sectio warmer sudah tersedia dan tidak perlu
caesarea dengan hipotermi pada menunggu.
kelompok yang diberi blanket warmer 2. Bagi perawaT
sebesar 36,10, nilai tertinggi pre test Diharapkan dapat menggali informasi
o o
(34,39 C) dan post test (36,11 C), nilai dari hasil penelitian ini sebagai
o
terendah pre test (33,08 C) dan post tambahan pengetahuan dan
o pengalaman dalam penanganan pasien
test (34,70 C). Rata-rata suhu tubuh
pasien sectio caesarea dengan yang menjalani perawatan di ruang
hipotermi pada kelompok yang tidak recovery dengan hipotermi.
diberi blanket warmer sebesar 35,14, 3. Bagi Institusi pendidikan
o
nilai tertinggi pre test (34,25 C) dan Penelitian ini bermanfaat sebagai
o
post test (35,14 C), nilai terendah pre acuan untuk penelitian-penelitian yang
o o
test (33,70 C) dan post test (33 C). berikutnya yang berkaitan dengan
2. Pemberian blanket warmer efektif penanganan hipotermi.
untuk menormalkan suhu pada pasien 4. Bagi peneliti yang lain
pasca bedah sectio caesaria yang Diharapkan peneliti yang lain dapat
mengalami hipotermi di Ruang meneliti keefektifan penggunaan
Recovery Rumah Sakit PKU selimut penghangat lain selain blanket
Muhammadiyah Surakarta (M1 = 36,11; warmer serta dengan media lain untuk
M2 = 35,14, dengan nilai p = 0,0001). intervensi penghangatlain dalam
mengatasi hipotermi pada pasien paska
bedah sectio caesarea.

118 Jurnal Ilmu Keperawatan Indoensia Vol. 10, No. 1, April 2017
DAFTAR PUSTAKA

Buku Ajar Medikal Bedah, edisi 8. Jakarta. EGC

Cendika D., Indarwati. (2007). Panduan Pintar dan Hamil Melahirkan. Jakarta : Wahyu
Media.

Chan, J. C., Malik, V., Jia, W., Kadowaki, T., Yajnik, C. S., Yoon, K. H., et al, 2009,
Diabetes in Asia: Epidemiology, Risk Factor, and Pathophysiology, JAMA.

Cuming, R. Janel Nemec. 2007 Perioperative Hypothermia, Complications and


Consequences. Bersumber dari : <http://southflorida. sun-sentinel.com> [Diakses
tanggal 25 Oktober 2015]

Dewi, Fauzi. 2007. Operasi Caesar, Pengantar dari A sampai Z. Jakarta: Edsa
Mahkota.

Depkes RI. 2010. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2010. Jakarta: Kemenkes RI.

_______. 2013. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013. Jakarta: Kemenkes RI.

Faridah. 2014. Pengaruh Pemberian Cairan Infus dengan NaCl Hangat terhadap Kejadian
Menggigil pada Pasien Operasi Sectio Caesarea di Kamar Operasi Rumah Sakit
Aisyiyah Bojonegoro.

Gutierrez dan Baptista. 2006. Hipotermia Post Operatoria Inadvertida en la Sala de


Recuperación Post Anestésicadel Hospitalde Clínicas Dr. Manuel Quintela .

Hall, A. 2000 Anaesthesia, Temperatur and Heat Balance. Bersumber dari :


<http://www.nda.ox.ac.uk> [Diakses tanggal 23 Oktober 2015]

Joy, S., 2009. Caesarean Delivery. Wake Forest University School of Medicine.
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/263424 -overview [Accesed
on 10 May 2016]

Kaplan dan Sodach. 2006. Buku Ajar Medikal Bedah, edisi 8. Jakarta. EGC

Kasdu, Dini. 2008. Operasi Caesar, Masalah dan Solusinya. Jakarta: Puspa Swara.

Kesuma dan Wijaya. 2013. Perbedaan Efektivitas Pemberian Selimut Tebal dan Lampu
Penghangat pada Pasien Pasca Bedah Sectio Caesarea yang Mengalami Hipotermi
di Ruang Pemulihan OK RSUD Sanjiwangi Gianyar. Jurnal Kedokteran. Bali:
Universitas Udayana.

Kusumasari. 2014. Perbedaan Efektivitas Pemberian Kompres Hangat dan Mobilisasi


Dini Terhadap Pemulihan Kandung Kemih pada Ibu Post Sectio Caesarea di TSUD
Salatiga. Jurnal keperawatan. Surakara: UMS.

Jurnal Ilmu Keperawatan Indoensia Vol. 10, No. 1, April 2017 119
Kusumawati. 2006. Faktor\-faktor Resiko yang Berpengaruh terhadap Persalinan dengan
Tindakan (Studi Kasus di RS. Dr. Moewardi Surakarta. (Tesis). Semarang: Magister
Epidemologi Program Pasca Sarjana UNDIP.

Minarsih. 2009. Efektifitas Pemberian Elemen Penghangat Cairan Intravena dalam


Menurunkan Gejala Hipotermia Paska Bedah (Studi Pada Pasien Pasca Bedah
Sectio Caesar Di RS Wava Husada Kepanjen Kabupaten Malang). Jurnal
Keperawatan. Malang: UMM

Minarsih. 2009. Efektifitas Pemberian Elemen Penghangat Cairan Intravena dalam


Menurunkan Gejala Hipotermia Pasca Bedah (Studi Pada Pasien Pasca Bedah
Sectio Caesar Di RS Wava Husada Kepanjen Kabupaten Malang).

Mulyati. 2013. Gambaran Angka Kejadian Hipotermia dan lama Perawatan di Ruang
Pemulihan pada Pasien Lansia paska Operasi di Rumah Sakit Hasan Sadikin
Bandung.

Prawirohardjo. S. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Pediatri. 2008. Buku Ajar Pediatrik Rudolp. Jakarta: EGC.

Potter, P. A., & Perry, A. G. 2010. Buku Ajar Frundamental Keperawatan: Konsep
Proses dan Praktik (4th ed), Yasmin Asih, dkk, (alih bahasa). Jakarta: EGC.

Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta, Yayasan Bina Pustaka.

Pusponegoro HD, Widodo DP, Ismael S. 2006. Konsensus Penatalaksanaan Kejang


Demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta.

Studi Pendahuluan di Ruang Recovery RS PKU Muhammadiyah Surakarta, 2016.


Observasi pada 5 Pasien. Hasil Studi Pendahuluan.

Suliha, U. 2008. Pendidikan Kesehatan dalam Keperawatan. Jakarta: EGC.

Sunatrio S. 2010. Resusitasi Cairan. Jakarta: Media Aesculapius.

1)
Mahasiswa Studi Ilmu Keperawatan Universitas Sahid Surakarta.
2)
Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Sahid Surakarta.
3)
Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Sahid Surakarta.

120 Jurnal Ilmu Keperawatan Indoensia Vol. 10, No. 1, April 2017

Вам также может понравиться