Вы находитесь на странице: 1из 34

REFERAT

TUBERKULOSIS PARU

Disusun oleh:

Annisa Rahmadhania

1102013038

Pembimbing:

Dr. Dewi, Sp.P

KEPANITRAAN KLINIK PENYAKIT DALAM

RSUD KABUPATEN BEKASI

PERIODE 2 JULI – 8 SEPTEMBER 2018

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb

Alhamdulillah, segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT dan
shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan tugas referat ini. Referat ini disusun dalam
rangka sebagai syarat untuk mengikuti ujian, selain itu agar pembaca dapat
memperdalam dan memperluas ilmu tentang Tuberkulosis Paru yang disajikan
berdasarkan berbagai sumber pustaka.

Makalah ini memuat tentang Tuberkulosis Paru. Saya juga mengucapkan terima
kasih kepada dosen pembimbing saya yaitu dr. Dewi, Sp.P yang telah memberikan
bimbingan tentang cara menyusun referat dan mengajari banyak ilmu-ilmu di
bidang Ilmu Penyakit Dalam, terutama Pulmonologi.

Semoga hasil makalah ini, dapat bermanfaat dan memberikan wawasan yang luas
kepada pembaca. Penulis telah berupaya maksimal, namun pasti masih banyak
kekurangan, kelemahan, dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang sifatnya membangun. Penulis berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.

Billahi taufiq wal hidayah, Wassalamu’alaikum wr. wb.

Jakarta, 21 Agustus 2018

Penulis

2
BAB I
PENDAHULUAN

Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium


tuberculosis dan bersifat menular. WHO menyatakan bahwa sepertiga penduduk dunia telah
terinfeksi kuman tuberculosis. Setiap detik ada satu orang yang terinfeksi tuberculosis. Di
Indonesia pemberantasan penyakit tuberculosis telah dimulai sejak tahun 1950 dan sesuai
rekomendasi WHO sejak tahun 1986 regimen semula 12 bulan diganti dengan pengobatan
selama 6-9 bulan. Strategi pengobatan ini disebut DOTS (Directly Observed Treatment Short
Course Chemotherapy). Cakupan pengobatan dengan strategi DOTS tahun 2000 dengan
perhitungan populasi 26 juta, baru mencapai 28% (Suharyo,2013).
Berdasarkan Global Tuberkulosis Kontrol tahun 2011 angka prevalensi semua tipe TB
adalah sebesar 289 per 100.000 penduduk atau sekitar 690.000 kasus. Insidensi kasus baru
TBC dengan BTA positif sebesar 189 per 100.000 penduduk atau 182 orang per hari.
Menurut laporan WHO tahun 2013, Indonesia menempati urutan ke tiga jumlah kasus
tuberculosis setelah India dan Cina dengan jumlah sebesar 700 ribu kasus. Angka kematian
masih sama dengan tahun 2011 sebesar 27 per 100.000 penduduk, tetapi angka insidennya
turun menjadi 185 per 100.000 penduduk di tahun 2012 (WHO,2013)

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tuberkulosis Paru


2.1.1 Definisi Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman dari
kelompok Mycobacterium yaitu Mycobacterium tuberculosis. Terdapat beberapa spesies
Mycobacterium, antara lain: M. Tuberculosis, M. Africanum, M.bovis, M.leprae yang juga
dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA) (Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis,
2014).

2.1.2 Epidemiologi Tuberkulosis


Tuberkulosis sampai dengan saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat di dunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi DOTS telah diterapkan di
banyak negara sejak tahun 1995 (Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, 2014).
Dalam WHO tahun 2013, diperkirakan terdapat 8,6 juta kasus Tuberkulosis pada
tahun 2012 dimana 1,1 juta orang (13%) diantaranya adalah pasien Tuberkulosis dengan HIV
positif. Sekitar 75% dari pasien tersebut berada di wilayah Afrika. Pada tahun 2012,
diperkirakan terdapat 450.000 orang yang menderita TB MDR dan 170.000 orang
diantaranya meninggal dunia (Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, 2014).
Sekitar 75% pasien Tuberkulosis adalah kelompok usia yang paling produktif secara
ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien Tuberkulosis dewasa, akan kehilangan
rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan
pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-3-%. Jika ia meninggal akibat
Tuberkulosis, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain merugikan
secara ekonomis, Tuberkulosis juga merupakan dampak buruk lainnya secara sosial, seperti
stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat (Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis,
2014).

2.1.3 Faktor Risiko Tuberkulosis


Penyebab utama meningkatnya beban masalah Tuberkulosis antara lain :

1. Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada Negara-negara


yang sedang berkembang

4
2. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi dengan disparitas yang terlalu lebar,
sehingga masyarakat masih mengalami masalah dengan kondisi sanitasi, papan,
sandang dan pangan yang buruk
3. Beban determinan sosial yang masih berat seperti angka pengangguran, tingkat
pendidikan yang rendah, pendapatan perkapita yang masih rendah yang berakibat
pada kerentanan masyarakat terhadap Tuberkulosis
4. Kegagalan program Tuberkulosis saat ini, hal ini diakibatkan oleh:
 Tidak memadainya komitmen politik dan pendanaan
 Tidak memadainya organisasi pelayanan Tuberkulosis (kurang terakses oleh
masyarakat, penemuan kasus/diagnosis yang tidak standar, obat tidak
terjamin penyediannya, tidak dilakukan pemantauan, pencatatan dan
pelaporan yang standar, dan sebagainya)
 Tidak memadainya tatalaksana kasus (diagnosis dan paduan obat yang tidak
standar, gagal menyembuhkan kasus yang telah didiagnosis)
 Salah persepsi terhadap manfaat dan efektifitas BCG
 Infrastruktur kesehatan yang buruk pada negara-negara yang mengalami krisis
ekonomi atau pergolakan masyarakat
 Belum adanya system jaminan kesehatan yang bias mencakup masyarakat luas
secara merata
5. Perubahan demografis karena meningkatnya penduduk dunia dan perubahan
struktur umur kependudukan
6. Besarnya masalah kesehatan lain yang bisa mempengaruhi tetap tingginya beban
Tuberkulosis seperti gizi buruk, merokok, diabetes
7. Dampak pandemik HIV. Pandemik HIV/AIDS di dunia akan menambah
permasalahan Tuberkulosis. Koinfeksi dengan HIV akan meningkatkan resiko
kejadian Tuberkulosis secara signifikan
8. Pada saat yang sama, kekebalan ganda kuman Tuberkulosis terhadap obat anti
Tuberkulosis semakin menjadi masalah akibat kasus yang tidak berhasil
disembuhkan. Keadaan tersebut pada akhirnya akan menyebabkan terjadiya
epidemi Tuberkulosis yang sulit ditangani (Pedoman Nasional Pengendalian
Tuberkulosis, 2014)

5
2.1.4 Patogenesis dan Penularan Tuberkulosis
Kuman Penyebab Tuberkulosis
Terdapat beberapa spesies Mycobacterium, antara lain: M. Tuberculosis, M.
Africanum, M.bovis, M.leprae yang juga dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA).
Kelompok bakteri Mycobacterium selain Mycobacterium tuberculosis yang bisa
menimbulkan gangguan pada saluran nafas dikenal sebagai MOTT (Mycobacterium
Other Than Tuberculosis) yang terkadang bisa mengganggu penegakkan diagnosis
dan pengobatan Tuberkulosis. Untuk itu pemeriksaan bakteriologis yang mampu
melakukan identifikasi terhadap Mycobacterium tuberculosis menjadi sarana
diagnosis ideal untuk Tuberkulosis (Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis,
2014)
Secara umum sifat kuman Tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosis) antara
lain adalah sebagai berikut:
1. Berbentuk batang dengan panjang 1 – 10 mikron, lebar 0,2-0,6 mikron
2. Bersifat tahan asam dalam pewarnaan dengan metode Ziehl Neelsen
3. Memerlukan media khusus untuk biakan, antara lain Lowenstein Jensen,
Ogawa
4. Kuman nampak berbentuk batang berwarna merah dalam pemeriksaan di
bawah mikroskop
5. Tahan terhadap suhu rendah sehingga dapat bertahan hidup dalam jangka
waktu lama pada suhu antara 4◦C sampai minus 70◦C
6. Kuman sangat peka terhadap panas, sinar matahari dan sinar ultraviolet
7. Paparan langsung terhadap sinar ultraviolet, sebagian besar kuman akan mati
dalam beberapa menit
8. Dalam dahak pada suhu antara 30 - 37◦C akan mati dalam waktu lebih kurang
1 minggu
9. Kuman dapat bersifat dormant (tidur/tidak berkembang).
(Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, 2014)

Cara Penularan Tuberkulosis


a. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif melalui percik renik
dahak yang dikeluarkannya. Namun, bukan berarti bahwa pasien TB
dengan hasil pemeriksaan BTA negatif tidak mengandung kuman dalam
dahaknya. Hal tersebut bisa jadi terjadi oleh karena jumlah kuman yang
6
terkandung dalam contoh uji ≤ dari 5.000 kuman/cc dahak sehingga
sulit dideteksi melalui pemeriksaan mikroskopis langsung
b. Pasien TB dengan BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan
menularkan penyakit TB. Tingkat penularan pasien TB BTA positif adalah
65%, pasien TB BTA negatif dengan hasil kultur positif adalah 26%
sedangkan pasien TB dengan hasil kultur negatif dan foto toraks positif
adalah 17%
c. Infeksi akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang mengandung
percik renik dahak yang infeksius tersebut
d. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk percikan dahak (droplet nuclei) /percik renik sekali batuk
menghasilkan 3000 percikan dahak
(Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, 2014)

Gambar 1. Cara Penularan Tuberkulosis

Perjalanan Alamiah TB Pada Manusia


Terdapat 4 tahapan perjalanan alamiah penyakit. Tahapan tersebut meliputi
tahap paparan, infeksi, menderita sakit dan meninggal dunia yang dapat dilihat
pada tabel berikut:

7
Tabel 1. Perjalanan Alamiah TB

8
Gambar 2. Patofisiologi dari Tuberkulosis

2.1.5 Diagnosis Tuberkulosis


Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik,
pemeriksaan fisik/jasmani, pemeriksaan bakteriologik, radiologik dan pemeriksaan
penunjang lainnya (PDPI, 2011)

Gejala Klinis
Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala
respiratorik (atau gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik (PDPI, 2011).
1. Gejala Respiratorik
• Batuk ≥ 2 minggu
• Batuk darah
• Sesak napas
• Nyeri dada

Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai
gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang penderita terdiagnosis pada
saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka
penderita mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi
bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar (PDPI,
2011).
Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya

9
pada limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari
kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis,
sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri dada
pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan (PDPI, 2011).
2. Gejala Sistemik
• Demam
• Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun
(PDPI, 2011)

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ
yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan
struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau
sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah
lobus superior terutama daerah apex dan segmen posterior, serta daerah apex lobus
inferior. Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial,
amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan
mediastinum (PDPI, 2011).
Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari
banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi
suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan (PDPI,
2011).
Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah bening,
tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di
daerah ketiak.Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi “cold abscess” (PDPI, 2011).

Pemeriksaan dahak
A. Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk
penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 contoh uji dahak yang
dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupadahak Sewaktu-Pagi-
Sewaktu (SPS):

10
 S (sewaktu)
Dahak ditampung pada saat terduga pasien TB datang berkunjung pertama kali ke
fasyankes. Pada saat pulang, terduga pasien membawa sebuah pot dahak untuk
menampung dahak pagi pada hari kedua.
 P (Pagi)
Dahak ditampung di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot
dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di fasyankes.
 S (sewaktu)
Dahak ditampung di fasyankes pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.
(Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, 2014)

Interpretasi hasil pemeriksaan mikroskopik dari 3 kali pemeriksaan ialah bila:


1. 2 kali positif, 1 kali negatif → Mikroskopik positif 1 kali positif,
2. 2 kali negatif → ulang BTA 3 kali,
3. Kemudian bila 1 kali positif, 2 kali negatif → Mikroskopik positif,
4. Bila 3 kali negatif → Mikroskopik negatif
(PDPI,2011)

B. Pemeriksaan Biakan
Pemeriksaan biakan untuk identifikasi Mycobacterium tuberculosis (M.tb)
dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis pasti TB pada pasien tertentu, misal:
 Pasien TB ekstra paru.
 Pasien TB anak.
 Pasien TB dengan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis langsung BTA negatif.
Pemeriksaan tersebut dilakukan disarana laboratorium yang terpantau
mutunya. Apabila dimungkinkan pemeriksaan dengan menggunakan tes cepat yang
direkomendasikan WHO maka untuk memastikan diagnosis dianjurkan untuk
memanfaatkan tes cepat tersebut (Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis,
2014).

11
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral.
Pemeriksaan lain atas indikasi: foto apiko-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto
toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).
Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif:

1. Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen
superior lobus bawah
2. Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular
3. Bayangan bercak milier
4. Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).

Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif:


1. Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas
2. Kalsifikasi atau fibrotik
3. Kompleks ranke
4. Fibrotoraks/Fibrosis parenkim paru dan atau penebalan pleura.

Luluh Paru (Destroyed Lung)


1. Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya
secara klinis disebut luluh paru. Gambaran radiologik luluh paru terdiri dari atelectasis,
multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit
hanya berdasarkan gambaran radiologik tersebut.
2. Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan aktiviti proses penyakit.

Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat dinyatakan
sebagai berikut (terutama pada kasus BTA dahak negatif):
1. Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak
lebih dari volume paru yang terletak di atas chondrostemal junction dari iga kedua depan
dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5 (sela iga
2) dan tidak dijumpai kaviti.
2. Lesi luas, bila proses lebih luas dari lesi minimal.
(PDPI,2011)

12
Catatan
Garis putus-putus = bila terdapat fasilitas
Bila terdapat riwayat OAT sebelumnya, selain melakukan pemeriksaan sputum
mikroskopos BTA juga dilakukan pemeriksaan biakan sputum M.Tb/ identifikasi kuman
dan uji kepekaan obat
Gambar 3. Algoritma Diagnosis Tuberkulosis
(Sumber: Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, 2013)

13
Gambar 4. Algoritma Diagnosis Tuberkulosis
(Sumber: Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, 2014)

Pemeriksaan Uji Kepekaan Obat


Uji kepekaan obat bertujuan untuk menentukan ada tidaknya resistensi
Mycobacterium tuberculosis terhadap OAT. Untuk menjamin kualitas hasil
pemeriksaan, uji kepekaan obat tersebut harus dilakukan oleh laboratorium yang telah
tersertifikasi atau lulus uji pemantapan mutu /Quality Assurance (QA). Hal ini
dimaksudkan untuk memperkecil kesalahan dalam menetapkan jenis resistensi OAT dan

14
pengambilan keputusan panduan pengobatan pasien dengan resistensi obat. Untuk
memperluas terhadap penemuan pasien TB dengan resistensi OAT, KemenkesRI telah
menyediakan tes cepat yaitu GeneXpert ke fasilitas kesehatan (laboratorium dan RS) di
seluruh provinsi (Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, 2014).

2.1.6 PENATALAKSANAAN PASIEN TB


1. Tujuan Pengobatan TB
a. Menyembuhkan pasien dan memperbaiki produktivitas serta kualitas hidup
b. Mencegah terjadinya kematian oleh karena TB atau dampak buruk selanjutnya
c. Mencegah terjadinya kekambuhan TB
d. Menurunkan penularan TB
e. Mencegah terjadinya dan penularan TB resistensi obat
(Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, 2014).

2. Prinsip Pengobatan TB
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam pengobatan
TB adalah merupakan salah satu upaya paling efisien untuk mencegah penyebaran
lebih lanjut dari kuman TB
Pengobatan yang adekuat harus memenuhi prinsip:
1. Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat mengandung
minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi.
2. Diberikan dalam dosis yang tepat
3. Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO (Pengawas
Menelan Obat) sampai selesai pengobatan.
4. Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam tahap
awal serta tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan
(Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, 2014).

3. Tahapan Pengobatan TB
Pengobatan TB harus meliputi pengobatan tahap awal dan tahap lanjutan dengan
maksud:
1. Tahap awal
Pengobatan diberikan setiap hari. Panduan pengobatan pada tahap ini adalah
dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada dalam
15
tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang
mungkin sudah resistan sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan.
Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru, harus diberikan selama 2
bulan. Pada umumnya dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya
penyulit, daya penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2
minggu.
2. Tahap Lanjutan
Pengobatan lanjutan merupakan tahap yang penting untuk membunuh sisa sisa
kuman yang masih ada dalam tubuh khususnya kuman persister sehingga
pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan.
(Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, 2014).

4. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)


Tabel 2. OAT Lini Pertama

16
Tabel 3. Kisaran dosis OAT lini pertama bagi pasien dewasa

Catatan:
Pemberian streptomisin untuk pasien yang berumur >60 tahun atau pasien dengan
berat badan <50 kg mungkin tidak dapat mentoleransi dosis >500mg/hari.
Beberapa buku rujukan menganjurkan penurunan dosis menjadi 10mg/kg/BB/hari

5. Panduan OAT yang digunakan di Indonesia


(sesuai rekomendasi WHO dan ISTC). Panduan OAT yang digunakan oleh
Program Nasional Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia adalah:
1. Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3
2. Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
3. Kategori anak : 2(HRZ)/4(HR) atau 2HRZA(S)/4-10HR
4. Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resistan obat di Indonesia
terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu Kanamisin, Kapreomisin, Levofloksasin,
Etionamide, Sikloserin, Moksiloksasin dan PAS, serta OAT lini-1, yaitu
pirazinamid dan etambutol.
(Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, 2014)

Panduan OAT Kategori-1 dan Kategori 2 disediakan dalam bentuk paket obat
kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2
atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien.
Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien. (Pedoman Nasional
Pengendalian Tuberkulosis, 2014)

17
Gambar 5. Algoritma pengobatan TB paru pada dewasa

Paket Kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin,
Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini
disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang terbukti
mengalami efek samping pada pengobatan dengan OAT KDT sebelumnya (Pedoman
Nasional Pengendalian Tuberkulosis, 2014).

Paduan OAT Kategori Anak disediakan dalam bentuj paket obat kombinasi dosis
tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 3 jenis obat dalam
satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas
dalam satu paket untuk satu pasien.
Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan
untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas)
pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa
pengobatan.
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket KDT mempunyai
beberapa keuntungan dalam pengobatan TB, yaitu:
1. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin
efektifitas obat dan mengurangi efek samping
2. Mencegah penggunaan obat tunggal sehingga menurunkan risiko terjadinya
resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep
3. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi
sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien.
(Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, 2014)

18
6. Paduan OAT KDT Lini Pertama dan Peruntukannya
1. Kategori-1 : 2(HRZE)/ 4(HR)3
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
 Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis
 Pasien TB paru terdiagnosis klinis
 Pasien TB ekstra paru
(Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, 2014)

Tabel 4. Dosis Paduan OAT KDT Kategori 1: 2(HRZE)/4(HR)3

Tabel 5. Dosis Paduan OAT Kombipak Kategori 1: 2HRZE/4H3R3

2. Kategori-2: 2(HRZE)S/ (HRZE)/ 5(HR) 3E3


Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah diobati
sebelumnya (pengobatan ulang):
 Pasien kambuh
 Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori 1 sebelumnya
 Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up).

19
Tabel 6. Dosis Paduan OAT KDT Kategori 2: 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3

Tabel 7. Dosis Paduan OAT Kombipak Kategori 2: 2HRZES/HRZE/5H3R3E3

Catatan:
 Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB pada keadaan khusus
 Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan
sebanyak 3,7 ml sehingga menjadi 4 ml. (1ml=250mg)
 Berat badan pasien ditimbang setiap bulan dan dosis pengobatan harus
disesuaikan apabila terjadi perubahan berat badan
 Penggunaan OAT lini kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalkan
kanamisin) dan golongan kuinilon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien
baru tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah
daripada OAT lini pertama. Disamping itu dapat juga meningkatkan risioko
terjadinya resistensi pada OAT lini kedua.
 OAT lini kedua disediakan di Fasyankes yang telah ditunjuk guna memberikan
pelayanan pengobatan bagi pasien TB yang resistan obat.
(Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, 2014)

20
2.1.7 Evaluasi Pengobatan Tuberkulosis
1. Pemantauan kemajuan pengobatan TB
Pemantauan kemajuan dan hasil pengobatan pada orang dewasa
dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis.
Pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih baik dibandingkan dengan
pemeriksaan radiologis dalam memantau kemajuan pengobatan. Laju Endap
Darah (LED) tidak digunakan untuk memantau kemajuan pengobatan karena
tidak spesifik untuk TB. Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan
pemeriksaan dua contoh uji dahak (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan
dinyatakan negative bila ke 2 contoh uji dahak tersebut negatif. Bila salah satu
contoh uji positif atau keduanya positif, hasil pemeriksaan ulang dahak
tersebut dinyatakan positif.
Hasil daripemeriksaan mikroskopis semua pasien sebelum memulai
pengobatan harus dicatat. Pemeriksaan ulang dahak pasien TB BTA positif
merupakan suatu cara terpenting untuk menilai hasilkemajuan pengobatan.
Setelah pengobatan tahap awal, tanpa memperhatikan hasil pemeriksaan ulang
dahak apakah masih tetap BTA positif atau sudah menjadi BTA negatif, pasien
harus memulai obat tahap lanjutan (tanpa pemberian OAT sisipan apabila tidak
mengalami konversi). Pada semua pasien TB BTA positif, pemeriksaan ulang
dahak selanjutnya dilakukan pada bulan ke 5. Apabila hasilnya negative,
pengobatan dilanjutkan hingga seluruh dosis pengobatan selesai dan dilakukan
pemeriksaan ulang dahak kembali pada akhir pengobatan (Pedoman Nasional
Pengendalian Tuberkulosis, 2014).

Ringkasan tindak lanjut berdasarkan hasil pemeriksaan ulang dahak


untuk memantau kemajuan hasil pengobatan:
1) Apabila hasil pemeriksaan pada akhir tahap awal negatif:
 Pada pasien barumaupun pengobtan ulang, segera diberikan dosis
pengobatan tahap lanjutan
 Selanjutnya lakukan pemeriksaan ulang dahak sesuai jadwal (pada
bulan ke 5 dan akhir pengobatan)
2) Apabila hasil pemeriksaan pada akhir tahap awal positif:
Pada pasien baru (mendapat pengobatan dengan paduan OAT kategori 1):

21
 Lakukan penilaian apakah pengobatan tidak teratur?. Apabila tidak
teratur, diskusikan dengan pasien tentang pentingnya berobat teratur.
 Segera diberikan dosis tahap lanjutan (tanpa memberikan OAT sisipan).
Lakukan pemeriksaan ulang dahak kembali setelah pemberian OAT
tahap lanjutan satu bulan. Apabila hasil pemeriksaan dahak ulang tetap
positif, lakukan pemeriksaan ujia kepekaan obat.
 Apabila tidak memungkinkan pemeriksaan ujia kepekaan obat,
lanjutkan pengobatan dan diperiksa ulang dahak kembali pada bulan
kea 5 (menyelesaikan dosis OAT bulan ke 5).
Pada pasien dengan pengobatan ulang (mendapat pengobatan dengan
paduan OAT kategori 2):
 Lakukan penilaian apakah pengobatan tidak teratur?. Apabila
tidakteratur, diskusikan dengan pasien tentang pentingnya berobat
teratur
 Pasien dinyatakan sebagai terduga pasien TB MDR
 Lakukan pemeriksaan uji kepekaan obat atau dirujuk ke RS Pusat
Rujukan TB MDR
 Apabila tidak bisa dilakukan pemeriksaan uji kepekaan obat atau
dirujuk ke RS Pusat Rujukan TB MDR, segera diberikan dosis OAT
tahap lanjutan (tanpa pemberian OAT sisipan) dan diperiksa dahak
kembali pada akhir bulan ke 5 (menyelesaikan dosis OAT bulan ke 5)
3) Pada bulan ke 5 atau lebih
 Baik pada pengobatan pasien baru atau pengobatan ulang apabila hasil
pemeriksaan ulang dahak hasilnya negatif, lanjutkan pengobatan
sampai seluruh dosis pengobatan selesai diberikan
 Apabila hasil pemeriksaan ulang dahak hasil positif, pengobatan
dinyatakan gagal dan pasien dinyatakan sebagai terduga pasien TB
MDR
 Pada pasien baru (mendapat pengobatan dengan paduan OAT kategori
1), pengobatan dinyatakan gagal. Apabila oleh karena suatu sebab
belum bisa dilakukan pemeriksaan uji kepekaan atau dirujuk ke RS
Pusat Rujukan TB MDR, berikan pengobatan paduan OAT kategori 2
dari awal

22
 Pada pasien Tb dengan pengobatan ulang (mendapat pengobatan
dengan paduan OAT kategori 2), pengobatan dinyatakan gagal. Harus
diupayakan semaksimal mungkin agarbisa dilakukan pemeriksaan uji
kepekaan atau dirujuk ke RS Pusat Rujukan TB MDR. Apabila oleh
karena suatu sebab belum bisa dilakukan pemeriksaan uji kepekaan atau
dirujuk ke RS Pusta TB MDR, berikan penjelasan, pengetahuan dan
selalu dipantau kepatuhannya terhdap upaya PPI (Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi).
(Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, 2014)

23
2. Tatalaksana pasien yang berobat tidak teratur

24
3. Hasil Pengobatan Pasien TB
Tabel 10. Hasil Pengobatan Tuberkulosis

4. Pengobatan TB pada keadaan khusus


1) Kehamilan
Pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda
dengan pengobatan TB pada umumnya. Menurut WHO, hamper semua
OAT aman untuk kehamilan, kecuali golongan Aminoglikosida seperti
streptomisin atau kanamisin karena dapat menimbulkan ototoksik pada
bayi (permanent ototoxic) dan dapat menembus barrier placenta. Keadaan
ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan
keseimbangan yang menetap pada bayi yang akan dilahirkan. Perlu
dijelaskan kepada ibu hamil bahwa keberhasilan pengobatannya sangat
penting artinya supaya proses kelahiran dapat berjalan lancer dan bayi yang
akan dilahirkan terhindar darai kemungkinan tertular TB. Pemberian
Piridoksin 50 mg/hari dianjurkan pada ibu hamil yang mendapatkan
pengobatan Tb, sedangkan pemberian vitamin k 10mg/hari juga dianjurkan
apabila Rifampisin digunakan pada trimester 3 kehamilan menjelang
partus.

25
2) Ibu menyusui dan bayinya
Pada prinsipnya pengobatan TB pada ibu menyusui tidak berbeda
dengan pengobatan pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk ibu
menyusui. Seorang ibu menyusui yang menderita TB harus mendapat
panduan OAT secara adekuat. Pemberian OAT yang tepat merupakan cara
terbaik untuk mencegah penularan kuman TB kepada bayinya. Ibu dan bayi
tidak perlu dipisahkan dan bayi tersebut dapat terus diberikan ASI.
Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan kepada bayi tersebut sesuai
dengan berat badannya.
3) Pasien TB pengguna kontrasepsi
Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil KB,
susuk KB) sehingga dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut.
Seorang pasien TB sebaiknya menggunakan kontrasepsi non-hormonal
4) Pasien TB dengan kelainan hati
a. Pasien TB dengan Hepatitis akut
Pemberian OAT pada pasien TB dengan hepatitis akut dan klinik
ikterik, ditunda sampai hepatitis akutmya mengalami penyembuhan.
Sebaiknya dirujuk ke fasyanjes rujukan untuk penatalaksanaan
spesialistik
b. Pasien dengan kondisi berikut dapat diberikan paduan pengobatan OAT
yang biasa digunakan apabila tidak ada kondisi kronis
 Pembawa virus hepatitis
 Riwayat penyakit hepatitis akut
 Saat ini masih sebagai pecandu alcohol
Reaksi hepatotoksik terhadap OAT umumnya terjadi pada pasien
dengan kondisi tersebut diatas
c. Hepatitis Kronis
Pada pasien dengan kecurigaan mempunyai penyakit hati kronis,
pemeriksaan fungsi hati harus dilakukan sebelum memulai pengobatan.
Apabila hasil pemeriksaan fungsi hati >3x normal sebelum memulai
pengobatan, paduan OAT berikut ini dapat dipertimbangkan:
 2 obat yang hepatotoksik
 2 HRSE / 6 HR

26
 9 HRE
 1 obat yang hepatotoksik
 2 / 10 HEHES
 Tanpa obat yang hepatotoksik
 18-24 SE ditambah salah satu golongfan fluorokuinolon
(ciprofloxasin tidak direkomendasikan karena potensinya sangat
lemah).
5) Pasien TB dengan gangguan fungsi ginjal
Paduan OAT yang dianjurkan adalah pada pasien TB dengan gagal
ginjal atau gangguan fungsi ginjal yang bearat: 2 HRZE/4HR.
H dan R diekskresi melalui empedu sehingga tidak perlu dilakukan
perubahan dosis. Dosis Z dan E harus disesuaikan karena diekskresi
melalui ginjal. Dosis pemberian 3x/minggu bagi Z: 25mg/kgBB dan E: 15
mg/kgBB.
Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau gagal ginjal, perlu
diberikan tambahan Piridoksin (vit.B6) untuk mencegah neuropati perifer.
Hindari penggunaan Streptomisin dan apabila harus diberikan, dosis yang
digunakan: 15 mg/kgBB, 2 atau 3 x/minggu dengan maksimum dosis 1 gr
untuk setiap kali pemberian dan kadar dalam darah harus selalu dipantau.
Pasien dengan penyakit ginjal sangat berisiko untuk terkena TB
khusunya pada pasien dengan penyakit ginjal kronis. Secara umum, risiko
untuk mengalami efek samping obat pada pengobatan pasien TB dengan
fungsi ginjal yang masih normal. Kerjasama dengan dokter yang ahli dalam
penatalaksanaan pasien dengan gangguan fungsi ginjal sangat diperlukan.
Sebagai acuan, tingkat kegagalan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronis
dapat dilihat pada table dibawah ini:
Tabel 11. Acuan peanilaian tingkat kegagalan fungsi ginjal pada penyakit
ginjal kronis

27
Tabel 12. Dosis yang dianjurkan pada pengobatan pasien TB dengan
penyakit ginjal kronis

6) Pasien TB dengan Diabetes Melitus (DM)


TB merupakan salah satu faktor risiko tersering pada seseorang dengan
Diabetes mellitus
Anjuran pengobatan TB pada pasien dengan Diabetes mellitus:
a. Paduan OAT yang diberikan pada prinsipnya sama dengan paduan
OAT bagi pasien TB tanpa DM dengan syarat kadar gula darah
terkontrol
b. Apabila kadar gula darah tidak terkontrol, maka lama pengobatan dapat
dilanjutkan sampai 9 bulan
c. Hati-hati efek samping dengan penggunaan Etambutol karena pasien
DM sering mengalami komplikasi kelainan pada mata
d. Perlu diperhatikan penggunaan Rifampisin karena akan mengurangi
efektifitas obat oral anti diabetes (sulfonil urea) sehingga dosisnya
perlu ditingkatkan
e. Perlu pengawasan sesudah pengobatan selesai untuk mendeteksi dini
bila terjadi kekambuhan

7) Pasien TB yang perlu mendapat tambahan kortikosteroid


Kortikosteroid hanya digunakan pada keadaan khusus yang membahayakan
jiwa pasien seperti:
a. Meningitis TB dengan gangguan kesadaran dan dampak neurologis
b. Tb milier dengan atau tanpa meningitis
c. Efusi pleura dengan gangguan pernafasan berat atau efusi pericardial
d. Laringitis dengan obstruksi saluran nafas bagian atas, TB saluran
kencing (untuk mencegah penyempitan ureter), pembesaran kelenjar

28
getah bening dengan penekanan pada bronkus atau pembuluh darah
e. Hipersensitivitas berat terhadap OAT
f. IRIS (Immune Response Inflammatory Syndrome)

Dosis dan lamanya pemberian kortikosteroid tergantung dari berat dan


ringannya keluhan serta respon klinis
Prednisolon (per oral):
 Anak: 2 mg/kgBB, sekali sehari pada pagi hari
 Dewasa: 30-60 mg, sekali sehari pada pagi hari
Apabila pengobatan diberikan sampai atau lebih dari 4 minggu, dosis harus
diturunkan secara bertahap (tapering off)
8) Indikasi operasi
Pasien-pasien yang perlu mendapatkan tindakan operasi (misalkan reseksi
paru), adalah:
a. Untuk TB paru:
 Pasien batuk darah berat yang tidak dapat diatasi dengan cara
konservatif
 Pasien dengan fistula bronkopleura dan empyema yang tidak dapat
diatasi secara konservatif
 Pasien TB MDR dengan kelainan paru yang terlokalisir
b. Untuk TB ekstra paru:
Pasien Tb ekstra paru dengan komplikasi, misalnya pasien TB tulang
yang disertai kelainan neurologik

7. Efek samping OAT dan penatalaksanaannya


Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa
mengalami efek samping OAT yang berarti. Namun, beberapa pasien dapat saja
mengalami efek samping yang merugikan atau berat.

29
Tabel 13. Efek samping ringan OAT

Tabel 14. Efek samping berat OAT

2.1.8 Komplikasi Tuberkulosis


Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut.
 Komplikasi dini: pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus,
Poncet’sarthropathy
 Komplikasi lanjut: obstruksi jalan nafas (sindrom obstruksi pasca tuberkulosis),
kerusakan parenkim berat; fibrosis paru, kor pulmunol, amiloidosis, karsinoma
paru, sindrom gagal nafas dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB milier dan
kavitas TB (Sudoyo, 2

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan


Penyehatan Lingkungan. 2014. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis.
Jakarta: Kementerian Kesehatan

2. Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan


Penyehatan Lingkungan. 2013. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis.
Jakarta: Kementerian Kesehatan

3. PDPI. 2011. Pedoman Penatalaksanaan TB (Konsensus TB). Jakarta: Perhimpunan


Dokter Paru Indonesia

4. Suharyo. 2013. Determinasi Penyakit Tuberkulosis di Daerah Pedesaan. Jurnal


Kesehtan Masyarakat hal 85-91

5. Sudoyo,dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi III hal 2230-2239.
Jakarta: Interna Publishing

31
PR
1. Tatalaksana pada pasien drug induced hepatis?
 Dikenal sebagai kelainan hati akibat penggunaan obat-obat hepatotoksik (drug induced
hepatis)
 Penatalaksanaan
 Bila klinik (+) : ikterik, gejala mual, muntah → OAT Stop
 Bila klinis (-), laboratorium terdapat kelainan:
Bilirubin >2 → OAT Stop

SGOT, SGPT ≥ 5 kali → OAT Stop

SGOT, SGPT ≥ 3 kali, gejala (+) → OAT Stop

SGOT, SGPT ≥ 3 kali, gejala (-) → teruskan pengobatan dengan pengawasan


 Panduan OAT yang dianjurkan
 Stop OAT yang bersifat hepatotoksik (RHZ)
 Setelah itu, monitor klinik dan laboratorium. Bila klinik dan laboratorium
normal kembali (bilirubin, SGOT, SGPT), maka tambahkan H (INH)
desensitisasi sampai dengan dosis penuh (300 mg). selama itu perhatikan klinik
dan periksa laboratorium normal, tambahkan rifampisin, desensitisasi sampai
dengan dosis penuh (sesuai berat badan). Sehingga paduan obat menjadi RHES
 Pirazinamid tidak boleh digunakan lagi
(Konsensus TB)

2. Klasifikasi TB berdasarkan riwayat pengobatan?


Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe
penderita, yaitu:
a. Kasus baru
Adalah penderita yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian)
b. Kasus kambuh (relaps)
Adalah penderita tuberculosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberculosis
dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat
dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif atau biakan positif.

Bila hanya menunjukkan perubahan pada gambaran radiologi sehingga dicurigai lesi aktif

32
kembali, harus dipikirkan beberapa kemungkinan:
 Infeksi sekunder
 Infeksi jamur
 Tb paru kambuh
c. Kasus pindahan (Transfer In)
Adalah penderita yang sedang mendapatkan pengobatan di suatu kabupaten dan kemudian
pindah berobat ke kabupaten lain. Penderita pindahan tersebut harus membawa surat
rujukan/pindah
d. Kasus lalai berobat
Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 minggu atau
lebih, kemudian datang kembali berobat. Umumnya penderita tersebut kembali dengan
hasil pemeriksaan dahak BTA positif
e. Kasus gagal
 Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi
positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan)
 Adalah penderita dengan hasil BTA negative gambaran radiologi positif menjadi
BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan dan atau gambaran radiologi ulang
hasilnya perburukan
f. Kasus kronik
Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih positif setelah selesai
pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik
g. Kasus bekas TB
 Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (biakan jika ada fasilitas) negative dan
gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB inaktif, terlebih gambaran
radiologi serial menunjukkan gambaran pengobatan OAT yang adekuat akan lebih
mendukung
 Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan lesi TB aktif, namun setelah
mendapat pengobatan OAT selama 2 bulan ternyata tidak ada perubahan
gambaran radiologi
(Konsensus TB)

3. Kriteria Terduga TB Resistensi obat


Terduga TB resisten obat adalah semua orang yang mempunyai gejala TB yang memenuhi

33
satu atau lebih kriteria terduga/suspek di bawah ini:
1. Pasien TB gagal pengobatan kategori 2
2. Pasien TB pengobatan kategori 2 yang tidak konversi setelah 3 bulan pengobatan
3. Pasien TB yang mempunyai riwayat pengobatan TB yang tidak standar serta
menggunakan kuinolon dan obat injeksi lini kedua minimal selama 1 bulan
4. Pasien TB pengobatan kategori 1 yang gagal
5. Pasien TB pengobatan kategori 1 yang tetap positif setelah 3 bulan pengobatan
6. Pasien TB kasus kambuh (relaps), kategori 1 dan kategori 2
7. Pasien TB yang kembali setelah loss to follow-up (lalai berobat/default)
8. Terduga TB yang mempunyai riwayat kontak erat dengan pasien TB MDR
9. Pasien ko-infeksi TB-HIV yang tidak respons terhadap pemberian OAT
(Konsensus TB)

34

Вам также может понравиться

  • Tinea Kapitis
    Tinea Kapitis
    Документ20 страниц
    Tinea Kapitis
    PutriJusticariciNamariq
    Оценок пока нет
  • Osteomielitis
    Osteomielitis
    Документ15 страниц
    Osteomielitis
    PutriJusticariciNamariq
    Оценок пока нет
  • Cover LPM Kel 1 PKM Menteng
    Cover LPM Kel 1 PKM Menteng
    Документ1 страница
    Cover LPM Kel 1 PKM Menteng
    PutriJusticariciNamariq
    Оценок пока нет
  • BAB IV Full
    BAB IV Full
    Документ10 страниц
    BAB IV Full
    PutriJusticariciNamariq
    Оценок пока нет
  • Referat Hiperbilirubin
    Referat Hiperbilirubin
    Документ29 страниц
    Referat Hiperbilirubin
    PutriJusticariciNamariq
    Оценок пока нет
  • Referat Hiperbilirubinemia Pada Neonatus
    Referat Hiperbilirubinemia Pada Neonatus
    Документ29 страниц
    Referat Hiperbilirubinemia Pada Neonatus
    Affan Msfl
    Оценок пока нет
  • Kunlap
    Kunlap
    Документ9 страниц
    Kunlap
    PutriJusticariciNamariq
    Оценок пока нет
  • Ebm 2
    Ebm 2
    Документ10 страниц
    Ebm 2
    PutriJusticariciNamariq
    Оценок пока нет
  • PBL s1 l3 Kedkel
    PBL s1 l3 Kedkel
    Документ23 страницы
    PBL s1 l3 Kedkel
    PutriJusticariciNamariq
    Оценок пока нет
  • Bab 4 Minipro Prolanis
    Bab 4 Minipro Prolanis
    Документ4 страницы
    Bab 4 Minipro Prolanis
    PutriJusticariciNamariq
    Оценок пока нет
  • Tugas
    Tugas
    Документ3 страницы
    Tugas
    PutriJusticariciNamariq
    Оценок пока нет
  • Zhang
    Zhang
    Документ2 страницы
    Zhang
    PutriJusticariciNamariq
    Оценок пока нет
  • Kbi Kbe
    Kbi Kbe
    Документ2 страницы
    Kbi Kbe
    PutriJusticariciNamariq
    Оценок пока нет
  • A
    A
    Документ23 страницы
    A
    PutriJusticariciNamariq
    Оценок пока нет
  • Eklampsia Fix
    Eklampsia Fix
    Документ21 страница
    Eklampsia Fix
    Anonymous HAb4n4zUIG
    Оценок пока нет
  • Tugas
    Tugas
    Документ3 страницы
    Tugas
    PutriJusticariciNamariq
    Оценок пока нет
  • Referat Hiperbilirubinemia Pada Neonatus
    Referat Hiperbilirubinemia Pada Neonatus
    Документ29 страниц
    Referat Hiperbilirubinemia Pada Neonatus
    Affan Msfl
    Оценок пока нет
  • Referat 2
    Referat 2
    Документ27 страниц
    Referat 2
    PutriJusticariciNamariq
    Оценок пока нет
  • Tugas Poli
    Tugas Poli
    Документ4 страницы
    Tugas Poli
    PutriJusticariciNamariq
    Оценок пока нет
  • Referat Kulit
    Referat Kulit
    Документ24 страницы
    Referat Kulit
    nurindryanikusumadew
    Оценок пока нет
  • Etik
    Etik
    Документ16 страниц
    Etik
    PutriJusticariciNamariq
    Оценок пока нет
  • Tinea Kapitis
    Tinea Kapitis
    Документ13 страниц
    Tinea Kapitis
    PutriJusticariciNamariq
    Оценок пока нет
  • SMT
    SMT
    Документ1 страница
    SMT
    PutriJusticariciNamariq
    Оценок пока нет
  • PBL Dehidrasi Cairan
    PBL Dehidrasi Cairan
    Документ30 страниц
    PBL Dehidrasi Cairan
    PutriJusticariciNamariq
    Оценок пока нет
  • Traumatologi 2 Tersengat Arus Listrik
    Traumatologi 2 Tersengat Arus Listrik
    Документ37 страниц
    Traumatologi 2 Tersengat Arus Listrik
    PutriJusticariciNamariq
    Оценок пока нет
  • Cover PBL s1 Kardio
    Cover PBL s1 Kardio
    Документ1 страница
    Cover PBL s1 Kardio
    PutriJusticariciNamariq
    Оценок пока нет
  • Kunlap
    Kunlap
    Документ9 страниц
    Kunlap
    PutriJusticariciNamariq
    Оценок пока нет
  • Traumatologi 2 Tersengat Arus Listrik
    Traumatologi 2 Tersengat Arus Listrik
    Документ37 страниц
    Traumatologi 2 Tersengat Arus Listrik
    PutriJusticariciNamariq
    Оценок пока нет
  • 1.1. Asam Amino
    1.1. Asam Amino
    Документ85 страниц
    1.1. Asam Amino
    PutriJusticariciNamariq
    Оценок пока нет