Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
2.1 RETINOBLASTOMA
2.1.1 DEFINISI
Retinoblastoma juga tumor ganas di dalam bola mata yang berkembang dari sel retina
primitif/imatur dan merupakan tumor ganas primer terbanyak pada bayi dan anak usia 5
tahun ke bawah dengan insidens tertinggi pada usia 2-3 tahun. Massa tumor di retina dapat
tumbuh ke dalam vitreus (endofitik) dan tumbuh menembus keluar (eksofitik).
Retinoblastoma dapat bermetastasis ke luar mata menuju organ lain, seperti tulang, sumsum
tulang belakang dan sistem syaraf pusat.21
Retinoblastoma adalah tumor endo-ocular pada anak yang mengenai saraf embrionik
retina. Karena jarangnya kasus, sebagian besar dokter anak hanya melihat sedikit kasus,
sehingga kadang-kadang diagnosis, pananganannya masih secara tradisional terbatas pada
dunia mata. Dengan demikian banyak petugas yang gagal untuk mendeteksi kesehatan gagal
untuk mendeteksi secara awal, dan biasanya diketahui oleh orang tua. Pada biasanya ahli
mata yang menegakkan diagnosis, memutuskan terapi dan memonitor responsinya.20
2.1.2 EPIDEMIOLOGI
Prevalensi terjadinya penyakit ini diperkirakan 1 per 15.000 - 1 per 20.000 kelahiran hidup di
negara berkembang. Rata-rata usia saat didiagnosis adalah 24 bulan pada kasus unilateral, 13 bulan
pada kasus bilateral. Angka kejadian Retinoblastoma di Departemen Mata FKUI RSCM berkisar
antara 25-30 kasus pertahun pada tahun 1997, dan sejak tahun 2006 ini angkanya meningkat sampai
40 kasus. Data Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM berkisar 137 kasus (17.22% dari
seluruh kasus kanker anak) pada tahun 2000-2005, dan merupakan penyebab kematian terbanyak
nomor dua setelah Leukemia. Data di RS Kanker Dharmais melaporkan 30 kasus baru pada tahun
2006-2010. Retinoblastoma dapat terjadi pada satu mata (unilateral) atau dua mata (bilateral), di
dalam bola mata dapat tumbuh di beberapa tempat (multifokal) atau sebagai tumor tunggal (unifokal).
Lebih kurang 60% kasus bersifat unilateral dengan usia rata-rata saat diagnosis (median) 2 tahun. Dari
jumlah ini, 15% bersifat herediter (dapat diturunkan). Adapun 40% sisanya merupakan kasus bilateral
dengan usia rata-rata saat terdiagnosa 12 bulan. Tumor bilateral dan multifokal herediter.1
Rata-rata pasien saat diagnosis adalah 24 bulan pada kasus unilateral, 13 bulan pada kasus-
kasus bilateral. Beberapa kasus bilateral tampak sebagai kasus unilateral, dan tumor pada bagian mata
yang lainterdeteksi pada saat pemeriksaan evaluasi. Gambaran ini menunjukkan betapa pentingnya
untuk memeriksa pasien dengan anestesi pada anak-anak dengan retinoblastoma unilateral, khususnya
pada usia 1 tahun.
The Third National Cancer Survey mengemukakan baswa di Amerika Serikat, rata-rata
insidensi retinoblastoma adalah 11 kasus per 1 juta populasi usia kurang dari 5 tahun, atau diantara
18.000 kelahiran hidup. Perkiraan frekuensi retinoblastoma bilateralantara 20% sampai 20%.
Sehungga dengan demikian di Amerika Serikat diperkirakan 200 anak-anak akan menderita
retinoblastoma; dari 200 ini minimal 40-60 kasus adalah bilateral.20
2.1.3 ETIOLOGI
Penyebab retinoblastoma pada salah satu mata (unilateral) atau kedua mata (bilateral)
hingga kini belum diketahui secara pasti diduga berhubungan dengan kelainan genetik. Pada
retinoblastoma terdapat mutasi gen RB1, yang terletak pada lengan panjang kromosom 13
pada locus 14 (13q14) dan kode protein pRB, yang berfungsi sebagai supresor pembentukan
tumor. pRB adalah nukleoprotein yang terikat pada DNA dan mengontrol siklus sel pada
transisi dari fase G1 sampai fase S. Jadi mengakibatkan perubahan keganasan dari sel retina
primitif sebelum diferensiasi berakhir.
Retinoblastoma normal yang terdapat pada semua orang adalah suatu gen supresor
atau anti-onkogen. Individu dengan penyakit yang herediter memiliki satu alel yang
terganggu di setiap sel tubuhnya, apabila alel pasangannya di sel retina yang sedang tumbuh
mengalami mutasi spontan, terbentuklah tumor. Pada bentuk penyakit yang nonherediter,
kedua alel gen Retinoblastoma normal di sel retina yang sedang tumbuh diinaktifkan oleh
mutasi spontan.22
2.1.4 PATOFISIOLOGI
Perkembangan tumor diperkirakan terjadi akibat hilangnya dari kedua anggota
pasangan kromosom alel-alel dominan protektif normal di sebuah lokus di dalam pita
kromosom 13q14. Gen ini berperan menghasilkan suatu fosfoprotein inti dengan aktivitas
pengikat DNA. Hilangnya alel disebabkan oleh mutasi, di sel-sel somatik saja
(retinoblastoma nonherediter) atau juga di sel-sel germinativum (retinoblastoma herediter).
Pada retinoblastoma herediter, predisposisi genetik diwariskan sebagai suatu ciri autosomal
dominan, anak-anak pasien memiliki kemungkinan hampir 50% untuk mengidap penyakit ini
dan tumor cenderung bilateral dan multifokal. Pada kasus-kasus sporadik, tumor biasanya
tidak ditemukan sampai telah berkembang cukup jauh hingga menimbulkan pupil yang keruh.
Sebagian kasus bersifat sporadik – tanpa riwayat penyakit di keluarga, tetapi sebagian
bersifat familial. Hipotesis onkogenesis “two-hit” untuk penyakit ini dan kanker herediter
lainnya berpendapat bahwa perkembangan tumor adalah suatu sifat resesif pada tingkat
selular dan diperlukan dua mutasi terpisah untuk menghasilkan status homozigot yang
diperlukan. Pada retinoblastoma, mutasi yang relevan adalah delesi di lokus kromosom
13q14. Pada kasus-kasus non-herediter kedua muatasi terjadi di sel-sel somatik retina, oleh
karena itu penyakitnya tidak diwariskan secara genetik. Pada kasus-kasus herediter, mutasi
pertama terjadi pada salah satu gamet (sel-sel germinal) dan mutasi yang kedua I sel-sel
retina. Pada kasus-kasus herediter (germinal) , predisposisi tumbuhnya tumor diwariskan
sebagai suatu cirri autosomal dominan, dan terdapat 50% anak dari pasien retinoblastoma.
Sembilan dari 10 individu yang mewarisi mustasi sel germinal akan mengalami tumor.
Kasus-kasus herediter cenderung bilateral dan multifokal serta awitan lebih dini, sedangkan
kasus nonherediter bersifat unilateral dan unifokal dan umumnya muncul belakangan.
Individu-individu yang mewarisi mutasi sel germinal diketahui juga memiliki risiko besar
mengalami tumor primer kedus yang independen- terutama osteosarkoma dikemudian hari.4
3. UV Exposure
Peningkatan exposure UV akan meningkatkan kemungkinan mutasi dan
perkembangan tumor di retina.
6. Agen Virus
Protein retinoblastoma PRB yang umumnya tidak ada dan tidak efektif dalam
retinoblastoma sebagai akibat dari mutasi RB1, dapat dilemahkan oleh tiga protein virus
Protein virus protein E7 human papilloma dari Virus (HPV), antigen T dari virus SV40, dan
yang E1A antigen adenovirus. Mereka berpotensi untuk menonaktifkan PRB. DNA sekuens
dari subtipe HPV onkogenik (16 dan 18) yang dideteksi pada sekitar sepertiga dari sampel
beku segar tumor retinoblastoma yang diteliti di pusat Meksiko, menunjukkan peran infeksi
HPV (Orjuela et al. 2000b).
Gejala klinis subjektif pada pasien retinoblastoma sukar karena anak tidak
memberikan keluhan. Tapi kita harus waspada terhadap kemungkinan retinoblastoma. Lebih
dari 75% anak-anak dengan retinoblastoma yang pertama kali dicatat mempunyai “pupil
putih” yang mana dokter menyebutnya “Leukokoria” yang seolah bersinar bila kena cahaya
seperti mata kucing “Amaurotic cat’s eye”, atau strabismus, atau kemerahan dan nyeri pada
mata (biasanya disebabkan glaukoma). Jika dalam perkembangan anak terjadi iritasi
kemerahan yang menetap, hal ini dapat menggambarkan inflamasi atau pseudo-inflamasi
pada mata, 9% pasien retinoblastoma dapat berkembang dengan symptom ini. Tanda lain
yang jarang diperlihatkan pada retinoblastoma termasuk anisokoria, perbedaan warna pada
iris (heterochromia), berair, penonjolan ke depan pada mata (proptosis), katarak, dan
pergerakan mata abnormal (nistagmus). (7,10,11)
Penyakit ini jarang sekali didaptkan dalam stadium dini. Hal ini disebabkan massa
tumor tidak terletak di daerah makula maka tidak akan menimbulkan gejala gangguan
penglihatan. Terlebih lagi bila massa tumor hanya pada satu maa, sehingga mata yang normal
dapat mengatasi fungsi penglihatan. Disamping itu penyakit ini biasanya mengenai bayi dan
anak kecil yang belum mampu mengemukakan keluhan-keluhan apabila terdapat gangguan
fungsi mata, misalnya penglihatan menjadi kabur. Orang tua tidak menyadari kelaianan yang
terjadi pada anaknya. Stadium dini biasanya didapatkan pada pemeriksaan funduskopi rutin
secara kebetulan atau apabila tumor terdapat di makula retina dan menyebabkan mata juling
karena binokuler vision penderita terganggu. Gejala juling inilah membawa penderita atau
orang tua penderita pergi ke dokter. (7,11,12)
Sebagian besar penderita tumor ini datang pada keadaan stadium lanjut. Salah satu
gejala yang mendorong orang tua membawa penderita berobat adalah refleks pupil yang
berwarna putih atau kekuning-kuningan (leukokoria), seperti mata kucing atau kelereng.
Gambaran ini sebenarnya sudah menunjukkan hampir seluruh retina terisi massa tumor. (10)
Umunya terlihat pada usia 2 sampai dengan 3 tahun, sedangkan pada kasus yang
diturunkan melalui genetic gejala klinis dapat muncul lebih awal. (8,9,11,12)
1. Leukokoria
Merupakan gejala klinis yang paling sering ditemukan pada retinoblastoma intra ocular
yang dapat mengenai satu atau kedua mata. Gejala ini sering disebut seperti “mata kucing”.
Hal ini disebabkan refleksi cahaya dari tumor yang berwarna putih disekitar retina. Warna
putih mungkin terlihat pada saat anak melirik atau dengan pencahayaan pada waktu pupil
dalam keadaan semi midriasis.
2. Strabismus
Merupakan gejala yang sering ditemukan setelah leukokoria. Strabismus ini muncul bila
lokasi tumor pada daerah macula sehingga mata tidak dapat terfiksasi. Strabismus dapat juga
terjadi apabila tumornya berada diluar macula tetapi massa tumor sudah cukup besar.
3. Mata merah
Mata merah ini sering berhubungan dengan glaukoma sekunder yang terjadi akibat
retinoblastoma. Apabila sudah terjadi glaukoma maka dapat diprediksi sudah terjadi invasi ke
nervus optikus. Selain glaukoma, penyebab mata merah ini dapat pula akibat gejala inflamasi
okuler atau periokuler yang tampak sebagai selulitis preseptal atau endoftalmitis. Inflamasi
ini disebabkan oleh adanya tumor yang nekrosis.
4. Buftalmus
Merupakan gejala klinis yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intra okular
akibat tumor yang bertambah besar.
5. Pupil midriasis
Terjadi karena tumor telah mengganggu saraf parasimpatik.
6. Proptosis
Bola mata menonjol kea rah luar akibat pembesaran tumor intra dan ekstra okular.
2. Stadium glaucoma
Tumor menjadi besar, menyebabkan tekanan intraokuler meningkat (glaukoma sekunder)
yang disertai rasa sakit yang sangat. Media refrakta keruh, pada funduskopi sukar
menentukan besarnya tumor.
3. Stadium ekstraokuler
Tumor menjadi lebih besar, bola mata membesar menyebabkan eksoftalmus kemudian
dapat pecah ke depan sampai ke luar dari rongga orbita disertai nekrosis di atasnya.
Pertumbuhan dapat pula terjadi ke belakang sepanjang N. II dan masuk ke ruang tengkorak.
Penyebaran ke kelenjar getah bening, dapat masuk ke pembuluh darah untuk kemudian
menyebar ke seluruh tubuh.
2.1.6 Klasifikasi
Berdasarkan tujuan dari pengobatan retinoblastoma dikategorikan menjadi dua, yaitu:
1. Intraokuler
2. Ekstraokuler
2.1.7 Diagnosis √
PROSES DIAGNOSA RETINOBLASTOMA
ANAMNESIS
a) Tampak bintik putih pada bagian hitam bola mata
b) Tampak mata seperti mata kucing
PEMERIKSAAN FISIS
(pemeriksaan bola mata eksternal, segmen anterior, dan funduskopi)
a) Leukokoria/white pupil, cat's eye
b) Mata juling (strabismus)
c) Proptosis/bola mata menonjol : Tanda stadium lanjut!!
d) Red reflex fundus (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Anamnesis
Pada pasien dengan kecurigaan RB, maka perlu dilakukan anamnesis lanjutan. Perlu
ditanyakan onset dan durasi kelainan mata, terutama lekocoria atau strabismus. Kesehatan
anak secara keseluruhan juga perlu ditanyakan. Adanya penurunan berat badan atau selera
makan dapat menjadi salah satu gejala yang perlu diwaspadai. Pertanyaan tentang
penglihatan yang perlu ditanyakan adalah apakah pasien mengalami gangguan penglihatan,
seperti penglihatan kurang fokus, perbedaan gerakan mata kanan dan kiri, atau kesulitan
meraih benda, dan ada atau tidaknya nistagmus. Pertanyaan lain adalah ada tidaknya riwayat
trauma, terutama pada mata, serta riwayat penyakit keluarga dengan retinoblastoma.16,17,18
2. Pemeriksaan Fisik
Pasien anak yang diduga RB harus mendapatkan pemeriksaan fisik dan penunjang
lengkap oleh onkologis anak dan dokter mata. Pemeriksaan mata pada anak yang tidak
kooperatif dapat dilakukan dengan pengaruh anestesi (examination under anesthesia).
Beberapa hasil pemeriksaan yang dapat ditemui pada pemeriksaan yaitu :
a. Penurunan visus, biasanya dapat ditemukan pada anak yang sudah dapat
berkomunikasi dan kooperatif
b. Cover/uncover test dapat ditemukan adanya strabismus
c. Injeksi
d. Leukocoria
e. Hifema dan atau hipopion
f. Pada pasien kooperatif dapat dilakukan pemeriksaan slit lamp, biasanya dapat
ditemukan adanya uveitis atau glaucoma
g. Peningkatan tekanan intraokuler
h. Pemeriksaan funduskopi dilakukan dengan anestesi. Lesi kecil dapat terlihat sebagai
area tembus cahaya atau lesi berbentuk seperti kubah. Pada lesi yang lebih besar,
dapat ditemukan area berwarna keputihan seperti kapur. Tumor endofitik tumbuh ke
arah corpus vitreum, sedangkan eksofitik tumor tumbuh ke spatium subretina.4,5,8
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien yang dicurigai
RB adalah :
a. Ultrasonografi orbital : untuk mengkonfirmasi adanya massa pada segmen posterior
mata dan kalsifikasi intralesi. USG mempunyai nilai akurasi mencapai 80%. Pada RB
ditemukan adanya massa tumor hiperekoik dengan kalsifikasi.
b. MRI dapat digunakan jika dicurigasi adanya penyebaran tumor pada intra maupun
ekstrakranial, adanya pinealblastoma/ trilateral retinoblastoma, atau jika diagnosis
diragukan.2,4
5. Gambaran Histopatologi
Diagnosis RB dapat dikonfirmasi secara histologi setelah dilakukan tindakan
enukleasi. Karakteristik histologi adalah adanya abnormalitas retinoblas dengan nucleus
hiperkromatik besar dan sedikit sitoplasma. Macam-macam derajat diferensiasi
retinoblastoma ditandai oleh pembentukan rosettes, yang terdiri dari 3 tipe :
a. Flexner-Wintersteiner rosettes, yang terdiri dari lumen sentral kosong yang dikelilingi
oleh sel kolumner tinggi. Nucleus sel ini lebih jauh dari lumen
b. Homer Wright rosettes, rosettes yang tidak mempunyai lumen dan sel terbentuk
mengelilingi masa proses eosinofilik
c. Fleurettes, adalah focus sel tumor yang mana menunjukkan differensiasi fotoreseptor,
kelompok sel dengan proses pembentukan sitoplasma dan tampak menyerupai
karangan bunga.11
2.1.8 Penatalaksanaan √
Penanganan retinoblastoma sangat tergantung pada besarnya tumor, bilateral,
perluasan kejaringan ekstraokuler dan adanya tanda-tanda metastasis jauh. (14,15)
1. Foto koagulasi laser
Fotokoagulasi laser sangat bermanfaat untuk retinoblastoma stadium sangat dini. Dengan
melakukan fotokoagulasi laser diharapkan pembuluh darah yang menuju ke tumor tertutup,
sehingga sel tumor akan menjadi mati. Keberhasilan cara ini dapat dinilai dengan adanya
regresi tumor dan terbentuknya jaringan sikatrik korioretina. Cara ini baik untuk tumor yang
diameternya 4,5 mm dan ketebalah 2,5 mm tanpa adanya vitreous seeding. Yang paling
sering dipakai adalah Argon atau Diode laser yang dilakukan sebanya 2 sampai 3 kali dengan
interval masing-masingnya 1 bulan.
2. Krioterapi
Dapat dipergunakan untuk tumor yang diameternya 3,5 mm dengan ketebalan 3 mm
tanpa adanya vitreous seeding, dapat juga digabungkan dengan fotokoagulasi laser.
Keberhasilan cara ini akan terlihat adanya tanda-tanda sikatrik korioretina. Cara ini akan
berhasil jika dilakukan sebanyak 3 kali dengan interval masing-masing 1 bulan.
3. Thermoterapi
Dengan mempergunakan laser infra red untuk menghancurkan sel-sel tumor terutama
untuk tumor-tumor ukuran kecil.
4. Radioterapi
Dapat digunakan pada tumor-tumor yang timbul kerah korpus vitreus dan tumor-tumor
yang sudah berinervasi kea rah nervus optikus yang terlihat setelah dilakukan enukleasi bulbi.
Dosis yang dianjurkan adalah dosis fraksi perhari 190-200 cGy dengan total dosis 4000-5000
cGy yang diberikan selama 4 sampai 6 minggu.
5. Kemoterapi
Indikasinya adalah pada tumor yang sudah dilakukan enukleasi bulbi yang pada
pemeriksaan patologi anatomi terdapat tumor pada koroid dan atau mengenai nervus optikus.
Kemoterapi juga diberikan pada pasien yang sudah dilakukan eksentrasi dan dengan
metastase regional atau metastase jauh. Kemoterapi juga diberikan pada tumor ukuran kecil
dan sedang untuk menganjurkan penggunaan Carboplastin, Vincristine sulfat, dan Etopozide
phosphate. Beberapa peneliti juga menambahkan Cyclosporine atau dikombinasi dengan
regimen kemoterapi carboplastin, vincristine, etopozide phosphate. Tehnik lain yang dapat
digabungkan dengan metode kemoterapi ini adalah :
Kemoterapi, dimana setelah dilakukan kemoreduksi dilanjutkan dengan termoterapi.
Cara ini paling baik untuk tumor-tumor yang berada pada fovea dan nervus optikus
dimana jika dilakukan radiasi atau fotokoagulasi laser dapat berakibat terjadinya
penurunan visus. (6)
Kemoradioterapi, adalah kombinasi antara kemoterapu dan radioterapi yang dapat
dipergunakan untuk tumor-tumor lokal dan sistemik.
6. Enukleasi bulbi
Dilakukan apabila tumor sudah memenuhi segmen posterior bola mata. Apabila tumor
telah berinervasi ke jaringan sekitar bola mata maka dilakukan eksenterasi.
2. Tumor medium
a. Brakiterapi untuk tumor ukuran kecil dari 8 diameter papil nervus optikus,
terutama yang tidak ada infiltrasi ke korpus vitreous, juga dipergunakan
untuk tumor-tumor yang sudah mengalami regresi.
b. Kemoterapi
c. Radioterapi, sebaiknya hal ini dihindarkan, karena kompikasinya dapat
menyebabkan katarak, radiasi retinopati.
3. Tumor besar
a. Kemoterapi : untuk mengecilkan tumor dan ditambah pengobatan local
seperti krioterapi dan fotokoagulasi laser yang bertujuan untuk
menghindarkan enukleasi atau radioterapi. Tindakan ini juga memberikan
keuntungan apabila terdapat tumor yang kecil pada mata sebelahnya.
b. Enukleasi bulbi dilakukan apabila tumor diffuse pada segmen posterior bola
mata dan yang mempunyai risiko tinggi untuk terjadi rekurensi.
2.1.9 Prognosa
Prognosis dari retinoblastoma sangat bervariasi pada setiap pasien tergantung dari
stadium tumor pada saat ditemukan, respon tumor terhadap pengobatan, keadaan genetik dan
kondisi kesehatan masing-masing pasien yang berbeda. Pasien retinoblastoma intraokular
dengan tumor yang tidak progresif mempunyai angka kesembuhan yang cukup tinggi. Pasien
dengan retinoblastoma ekstraokular mempunyai prognosis yang sangat buruk untuk bertahan
hidup. Secara umum, semakin dini penemuan tumor dan semakin dini dilakukannya terapi
tumor, semakin besar kemungkinan kita mencegah perluasan tumor melalui saraf optikus dan
jaringan orbita. Retinoblastoma dapat berakibat fatal bila tidak mendapatkan pengobatan
yang tepat.22
BAB III
KESIMPULAN
RETINOBLASTOMA
Oleh :
Cut Mutiara Sabrina 1010313071
Wahyu Tri Novriansyah 1010312013
Preseptor :
dr. Weni Helvinda, Sp.M(K)
2.2. Retinoblastoma
2.3.1. Definisi
Retinoblastoma merupakan tumor ganas yang berkembang dari sel-sel retinoblast. RB
terjadi baik familial (40%) atau sporadik (60%). Tumor ini merupakan keganasan intraokuler
pada anak yang paling sering terjadi. RB dapat terjadi pada satu mata (unilateral), dua mata
(bilateral), atau dua mata disertai perkembangan tumor sel retinosit primitif di glandula pineal
(trilateral). Kasus familial biasanya multipel atau bilateral, walaupun dapat juga unifokal atau
unilateral. Kasus sporadik biasanya unilateral atau unifokal.1-3
2.3.2. Epidemiologi
Retinoblastoma merupakan tumor ganas intraokuler tersering pada anak, kedua
setelah melanoma uvea. Retinoblastoma terjadi pada 1 : 15.000 - 20.000 kelahiran hidup.
Tidak ada keterkaitan jenis kelamin atau ras terhadap kejadian RB. Sekitar sepertiga -
seperempatnya mampunyai riwayat penyakit keluarga dengan RB. RB unilateral adalah yang
tersering ditemukan sebanyak 60%-70% kasus, RB bilateral ditemukan pada 30%-40%
kasus.1,2
Sebanyak 90% pasien dengan RB terdiagnosis sebelum usia 3 tahun. Usia rata-rata
saat terdiagnosis tergantung pada riwayat keluarga dan lateralitas penyakit. Pasien dengan
riwayat keluarga didiagnosis pada usia 4 bulan, pasien dengan RB bilateral didiagnosis pada
usia 12 bulan, sedangkan pasien dengan RB unilateral didiagnosis pada usia 24 bulan.1,3
2.3.5. Diagnosis
Di Ameriksa Serikat, kebanyakan kasus terdiagnosis pada keadaan tumor masih
terbatas
pada intraokuler, sedangkan pada negara berkembang biasanya terdiagnosis setelah terjadi
penyebaran. Diagnosis RB dapat ditegakkan berdasarkan temuan klinik dari oftalmoskopi,
yaitu adanya satu atau lebih massa berwarna keputihan pada retina, massa tersebut bisa
ditemukan dalam korpus vitreus (endofitik) atau pada spatium subretina (eksofitik).11
Gejala lain yang dapat ditemukan adalah mata merah, nyeri, dan strabismus. Gejala-
gejala tersebut biasanya terjadi karena adanya inflamasi pada mata, peningkatan tekanan
intraokuler, dan glaucoma. Jika pasien datang dengan stadium lanjut dapat ditemukan
keluhan penonjolan pada mata yang bertambah besar. Pada pemeriksaan dapat ditemukan
injeksi, hifema atau hipopion pada kamera okuli anterior, dan ditemukan penonjolan massa
pada satu atau dua mata.8,10,11
2. Anamnesis
Pada pasien dengan kecurigaan RB, maka perlu dilakukan anamnesis lanjutan. Perlu
ditanyakan onset dan durasi kelainan mata, terutama lekocoria atau strabismus. Kesehatan
anak secara keseluruhan juga perlu ditanyakan. Adanya penurunan berat badan atau selera
makan dapat menjadi salah satu gejala yang perlu diwaspadai. Pertanyaan tentang
penglihatan yang perlu ditanyakan adalah apakah pasien mengalami gangguan penglihatan,
seperti penglihatan kurang fokus, perbedaan gerakan mata kanan dan kiri, atau kesulitan
meraih benda, dan ada atau tidaknya nistagmus. Pertanyaan lain adalah ada tidaknya riwayat
trauma, terutama pada mata, serta riwayat penyakit keluarga dengan retinoblastoma.8,10,11
3. Pemeriksaan Fisik
Pasien anak yang diduga RB harus mendapatkan pemeriksaan fisik dan penunjang
lengkap oleh onkologis anak dan dokter mata. Pemeriksaan mata pada anak yang tidak
kooperatif dapat dilakukan dengan pengaruh anestesi (examination under anesthesia).
Beberapa hasil pemeriksaan yang dapat ditemui pada pemeriksaan yaitu :
a. Penurunan visus, biasanya dapat ditemukan pada anak yang sudah dapat
berkomunikasi dan kooperatif
b. Cover/uncover test dapat ditemukan adanya strabismus
c. Injeksi
d. Leukocoria
e. Hifema dan atau hipopion
f. Pada pasien kooperatif dapat dilakukan pemeriksaan slit lamp, biasanya dapat
ditemukan adanya uveitis atau glaucoma
g. Peningkatan tekanan intraokuler
h. Pemeriksaan funduskopi dilakukan dengan anestesi. Lesi kecil dapat terlihat sebagai
area tembus cahaya atau lesi berbentuk seperti kubah. Pada lesi yang lebih besar,
dapat ditemukan area berwarna keputihan seperti kapur. Tumor endofitik tumbuh ke
arah corpus vitreum, sedangkan eksofitik tumor tumbuh ke spatium subretina.4,5,8
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien yang dicurigai
RB adalah :
a. Ultrasonografi orbital : untuk mengkonfirmasi adanya massa pada segmen posterior
mata dan kalsifikasi intralesi. USG mempunyai nilai akurasi mencapai 80%. Pada RB
ditemukan adanya massa tumor hiperekoik dengan kalsifikasi.
b. MRI dapat digunakan jika dicurigasi adanya penyebaran tumor pada intra maupun
ekstrakranial, adanya pinealblastoma/ trilateral retinoblastoma, atau jika diagnosis
diragukan.2,4
5. Gambaran Histopatologi
Diagnosis RB dapat dikonfirmasi secara histologi setelah dilakukan tindakan
enukleasi. Karakteristik histologi adalah adanya abnormalitas retinoblas dengan nucleus
hiperkromatik besar dan sedikit sitoplasma. Macam-macam derajat diferensiasi
retinoblastoma ditandai oleh pembentukan rosettes, yang terdiri dari 3 tipe :
a. Flexner-Wintersteiner rosettes, yang terdiri dari lumen sentral kosong yang dikelilingi
oleh sel kolumner tinggi. Nucleus sel ini lebih jauh dari lumen
b. Homer Wright rosettes, rosettes yang tidak mempunyai lumen dan sel terbentuk
mengelilingi masa proses eosinofilik
c. Fleurettes, adalah focus sel tumor yang mana menunjukkan differensiasi fotoreseptor,
kelompok sel dengan proses pembentukan sitoplasma dan tampak menyerupai
karangan bunga.11
2.3.8. Penatalaksanaan1,7,8
Pengobatan retinoblastoma ialah enuklasi bulbi yang disusul dengan radiasi. Apabila
retinoblastoma sudah meluas sampai ke jaringan orbita maka dilakukan eksentrasi orbita
disusul dengan radiasi.7 Perlu dipahami bahwa penyakit ini merupakan suatu keganasan. Saat
penyakit ditemukan pada mata, angka harapan hidup melebihi 95% di negara barat.
Walaupun dengan penyebaran ekstraokular, angka harapan hidup menurun sampai kurang
dari 50%. Selanjutnya dalam memutuskan strategi terapi, sasaran pertama yang harus adalah
menyelamatkan kehidupan, kemudian menyelamatkan mata, dan akhirnya menyelamatkan
visus.
Managemen modern Retinoblastoma Intraokular sekarang ini dengan menggabungkan
kemampuan terapi yang berbeda mencakup Enukleasi, Eksenterasi,Kemoterapi,
fotokoagulasi, Krioterapi, External-Beam Radiation dan Plaque Radiotherapy.
Penatalaksanaan Retinoblastoma berubah secara dramatis pada dekade yang lalu dan terus
berkembang. External Beam Radiotherapy jarang digunakan sebagai terapi utama
retinoblastoma intraokular karena berhubungan dengan deformitas kraniofacial dan tumor
sekunder pada daerah radiasi. Enukleasi primer pada retinoblastoma unilateral lanjut masih
direkomendasikan untuk menghindari efek samping kemoterapi sistemik Dihindari
manipulasi yang tidak diperlukan pada bolamata dan sepanjang saraf optikus untuk
menghindari penyebaran tumor ke Ekstraokular.1
1. Modalitas Terapi
a. Enukleasi
Enukleasi masih menjadi terapi definitif untuk Retinoblastoma.Walaupun beberapa
dekade terakhir terjadi penurunan frekuensi enukleasi baik pada kasus unilateral
maupun bilateral 12. Enukleasi dipertimbangkan sebagai intervensi yang tepat jika :
- Tumor melibatkan lebih dari 50% bola mata
- Dugaan terlibatnya orbita dan nervus optikus
- Melibatkan segmen anterior dengan atau tanpa Glaukoma Neovaskular.
b. Kemoterapi
Kemajuan yang berarti dalam penatalaksaan Retinoblastoma Intraokular
Bilateral pada dekade terakhir masih menggunakan kemoterapi sistemik primer.
Pemberian kemoterapi sistemik mengurangi ukuran tumor, berikutnya dapat
menggunakan gabungan fokal terapi dengan Laser, Krioterapi atau Radioterapi,
perubahan ini dapat terjadi sebagai akibat kamajuan dalam terapi kedua tumor otak
dan metastasis Retinoblastoma. Sekarang ini regimen kombinasi bermacam-macam
seperti Carboplatin, Vincristine, Etoposide dan Cyclosporine. Anak-anak yang
mendapat obat kemoterapi secara intravena setiap 3-4 minggu untuk 4-9 siklus
kemoterapi.2
Kemoterapi sistemik primer (chemoreduction) diikuti oleh terapi local
(gabungan) sekarang secara lebih sering digunakan vision-sparing tecnique.
Kebanyakan studi Chemoreduction untuk Retinoblastoma menggunakan Vincristine,
Carboplatin, dan Epipodophyllotoxin, lainya Etoposide atau Teniposide, tambahan
lainya Cyclosporine. Agen pilihan sebaiknya bervariasi dalam jumlah dan siklus
menurut lembaga masing-masing. Kemoterapi jarang berhasil bila digunakan sendiri,
tapi pada beberapa kasus terapi local (Kriotherapy, Laser Photocoagulation,
Thermotherapy atau Plaque Radiotherapy) dapat digunakan tanpa Kemoterapi. Efek
samping terapi Chemoreduction antara lain hitung darah yang rendah, rambut rontok,
tuli, toksisitas renal, gangguan neurologik dan jantung. Leukemia myologenous akut
pernah dilaporkan setelah pemberian regimen chemoreduction termasuk etoposide.
Pemberian kemoterapi lokal sedang diteliti, berpotensi meminimalkan komplikasi
sistemik.1,13
c. Periocular Chemotherapy
Periocular Chemotherapy yang akan datang dimasukkan dalam COG trial
berdasarkan pada data terbaru penggunaan carboplatin subconjunctiva sebagai
terapi Retinoblastoma pada percobaan klinis phase 1 dan 2, keduanya baik
vitreous seeding dan tumor retina didapati adanya respon terhadap terapi ini.
Toksisitas lokal minor berupa orbit myositis pernah dilaporkan setelah pemberian
Carboplatin subconjuctiva dan respon terhadap kortikosteroid oral, dan reaksi
yang lebih berat termasuk optik atropi pernah dilaporkan.2
e. Krioterapi
Juga efektif untuk tumor dengan ukuran dimensi basal kurang dari 10mm dan
ketebalan apical 3mm. Krioterapi digunakan dengan visualisasi langsung dengan Triple
Freeze-Thaw Technique. Khususnya Laser Photoablation dipilih untuk tumor pada lokasi
posterior dan cryoablation untuk tumor yang terletak lebih anterior.Terapi tumor yang
berulang sering memerlukan kedua tekhnik tersebut. Selanjut di follow up pertumbuhan
tumor atau komplikasi terapi.2
d. Tumor ekstraokular1
Klinis dengan protopsis :
1) Bila secara radiologi pada RB unilateral tidak ditemukan destruksi tulang orbita,
perluasan intrakranial dalam ( - ), metastasis jauh ( BMP / LP ) ( -) ; dilakukan
tindakan bedah mengangkat seluruh isi rongga mata ( eksenterasi orbita ),
dilanjutkan dengan radioterapi ( usia > 2 tahun ) dan kemoterapi
2) Bila secara radiologis pada RB unilateral ditemukan destruksi dinding orbita, atau
metastase intrakranial dengan atau tanpa metastase jauh, tidak perlu dilakukan
tindakan bedah dan diberikan : radioterapi ( usia > 2 tahun ) dan kemoterapi
3) Tumor disertai pembesaran kelenjar regional, penderita diberikan pengobatan:
radiasi ( > 2 tahun ) pada orbita dan kelenjar limfe yang membesar dilanjutkan
dengan kemoterapi
Tumor dengan metastasis jauh. Pada stadium lanjut ini gambaran kliniknya dapat
sangat bervariasi pada masing-masing penderita, oleh karenanya pengobatan
berdasarkan penilaian secara tersendiri kasus demi kasus. Pilihan pengobatan
ialah kemoterapi dan radioterapi dapat dipertimbangkan kemudian.
Tugas MKDU PPDS
RETINOBLASTOMA
Oleh:
dr. Ammar Fardhana
dr. Fera Yunita Rodhiaty
dr. Sri Tanty Fuji Astuti Harahap
dr. Meidina Rahmah
PPDS BAGIAN KESEHATAN MATA
Dosen:
Prof. dr. KH. Arsyad, DABK, Sp.And
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2015
DEFINISI
Retinoblastoma adalah suatu neoplasma yang berasal dari neuroretina (sel batang dan
kerucut) atau sel glia yang bersifat ganas. Kelainan ini bersifat kongenital autosom dominan
bila mengenai kedua mata dan bersifat mutasi somatik bila mengenai satu mata saja. Tumor
ini tumbuhnya sangat cepat sehingga vaskularisasi tumor tidak dapat mengimbangi
tumbuhnya tumor sehingga terjadi degenerasi dan nekrosis yang disertai kalsifikasi
EPIDEMIOLOGI
Retinoblastoma merupakan tumor primer intraokular yang paling sering terjadi pada
anak-anak. Tumor ini menempati urutan ketiga tumor intraokular yang paling sering setelah
melanoma dan metastasis. Insidens penyakit ini 1/14.000-1/20.000 kelahiran hidup.
90% kasus muncul sebelum usia 3 tahun. Tidak ada perbedaan insidens antara pria
dan wanita. Tumor dapat terjadi pada satu mata (unilateral) pada 60-70% kasus dan sisanya
pada 30% kasus terjadi pada kedua mata (bilateral). Retinoblastoma bilateral terdiagnosa
lebih awal yaitu usia 12 bulan sedangkan yang unilateral pada usia 24 bulan.
ETIOLOGI
Penyebab retinoblastoma pada salah satu mata (unilateral) atau kedua mata (bilateral)
hingga kini belum diketahui secara pasti diduga berhubungan dengan kelainan genetik. Pada
retinoblastoma terdapat mutasi gen RB1, yang terletak pada lengan panjang kromosom 13
pada locus 14 (13q14) dan kode protein pRB, yang berfungsi sebagai supresor pembentukan
tumor. pRB adalah nukleoprotein yang terikat pada DNA dan mengontrol siklus sel pada
transisi dari fase G1 sampai fase S. Jadi mengakibatkan perubahan keganasan dari sel retina
primitif sebelum diferensiasi berakhir.
Retinoblastoma normal yang terdapat pada semua orang adalah suatu gen supresor
atau anti-onkogen. Individu dengan penyakit yang herediter memiliki satu alel yang
terganggu di setiap sel tubuhnya, apabila alel pasangannya di sel retina yang sedang tumbuh
mengalami mutasi spontan, terbentuklah tumor. Pada bentuk penyakit yang nonherediter,
kedua alel gen Retinoblastoma normal di sel retina yang sedang tumbuh diinaktifkan oleh
mutasi spontan.
MANIFESTASI KLINIS
Tumor ini memperlihatkan berbagai tanda/gejala yang umumnya tidak disadari oleh
orang tua/keluarga sebagai suatu tanda tumor ganas. Di Negara berkembang sering di
diagnosa Retinoblastoma sudah dalam keadaan lanjut.
Tanda-tanda retinoblastoma yang paling sering dijumpai adalah leukokoria (white
pupillary reflex) yang digambarkan sebagai mata yang bercahaya, berkilat, atau cat’s-eye
appearance, strabismus dan inflamasi okular. Gambaran lain yang jarang dijumpai, seperti
heterokromia, hifema, pendarahan vitreous, selulitis, glaukoma, proptosis dan hipopion.
Tanda tambahan yang jarang, lesi kecil yang ditemukan pada pemeriksaan rutin. Keluhan
visus jarang karena kebanyakan pasien adalah anak umur prasekolah.
Tanda Retinoblastoma :
1) Pasien umur < 5 tahun
a. Leukokoria (54%-62%)
b. Strabismus (18%-22%)
c. Hipopion
d. Hifema
e. Heterokromia
f. Spontaneous globe perforation
g. Proptosis
h. Katarak
i. Glaukoma
j. Nistagmus
k. Tearing
l. Anisokoria
2) Pasien umur > 5 tahun
a. Leukokoria (35%)
b. Penurunan visus (35%)
c. Strabismus (15%)
d. Inflamasi (2%-10%)
e. Floater (4%)
f. Nyeri (4%)
KLASIFIKASI
Retinoblastoma terdiri atas dua tipe, yaitu retinoblastoma yang terjadi oleh karena
adanya mutasi genetik (gen RB1) dan retinoblastoma sporadik. Retinoblastoma yang
diturunkan secara genetik terbagi atas 2 tipe, yaitu retinoblastoma yang muncul pada anak
yang membawa gen retinoblastoma dari salah satu atau kedua orang tuanya (familial
retinoblastoma) dan retinoblastoma yang muncul oleh karena adanya mutasi baru, yang
biasanya terjadi pada sel sperma ayahnya atau bisa juga dari sel telur ibunya (sporadic
heritable retinoblastoma). Kedua tipe retinoblastoma yang diturunkan secara genetik ini
biasanya ditemukan bersifat bilateral, dan muncul dalam tahun pertama kehidupan,
jumlahnya sekitar 6%. Sedangkan retinoblastoma sporadik biasanya bersifat unilateral, dan
muncul setelah tahun pertama kehidupan jumlahnya 96%.
DIAGNOSIS
Diagnosa retinoblastoma dapat dilakukan dengan anamnesis tentang riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik yang teliti, dan pemeriksaan penunjang.
1) Anamnesis
Anamnesis harus menanyakan adakah riwayat keluarga yang menderita kanker
apapun, misalnya Ca cervix, Ca mammae, atau Ca paru. Sifat sel tumor pleotropik, jadi
punya kecenderungan untuk mutasi ke bentuk keganasan lain.
2) Pemeriksaan klinis
Pemeriksaan klinis mengungkap adanya visus turun, leukokoria yang
merupakan gejala yang paling mudah dikenali oleh keluarga penderita, strabismus,
midriasis, hipopion, hifema, dan nistagmus.
3) Pemeriksaan Penunjang
USG
USG membantu dalam diagnosis retinoblastoma dengan menunjukkan ciri khas
kalsifikasi dalam tumor. Sensitivitas USG mencapai 97%, dan dapat membedakan
retinoblastoma dengan retinopati prematuritas.
PROGNOSIS
Prognosis dari retinoblastoma sangat bervariasi pada setiap pasien tergantung dari
stadium tumor pada saat ditemukan, respon tumor terhadap pengobatan, keadaan genetik dan
kondisi kesehatan masing-masing pasien yang berbeda. Pasien retinoblastoma intraokular
dengan tumor yang tidak progresif mempunyai angka kesembuhan yang cukup tinggi. Pasien
dengan retinoblastoma ekstraokular mempunyai prognosis yang sangat buruk untuk bertahan
hidup. Secara umum, semakin dini penemuan tumor dan semakin dini dilakukannya terapi
tumor, semakin besar kemungkinan kita mencegah perluasan tumor melalui saraf optikus dan
jaringan orbita. Retinoblastoma dapat berakibat fatal bila tidak mendapatkan pengobatan
yang tepat.
REFERAT
RETINOBLASTOMA
OLEH :
Dokter Pembimbing :
2011
2.1.Definisi
Retinoblastoma adalah tumor retina yang terdiri atas sel neuroblastik yang
tidak berdiferensiasi dan merupakan tumor ganas retina yang ditemukan pada anak-
anak terutama pada usia dibawah 5 tahun. (6,7)
2.2. Etiologi
Terjadi karena kehilangan kedua kromosom dari satu pasang alel dominan
protektif yang berada dalam pita kromosom 13 q 14. Bisa karena mutasi atau
diturunkan. (2,6)
2.3. Epidemiologi
Retinoblastoma dapat mengenai kedua mata yang merupakan kelaianan yang
diturunkan secara autosom dominan, dapat pula mengenai satu mata yang bersifat
mutasi genetik.(1,4)
Angka kejadian adalah satu diantara 17.000-34.000 kelahiran hidup. Angka ini
lebih tinggi lagi pada Negara berkembang.(1,3,4,6)
Pada wanita dan pria sama banyak dan dapat mengenai semua ras.(1,4)
2.4. Patofisiologi
Retinoblastoma semula diperkirakan terjadi akibat mutasi suatu gen dominan
otosom, tetapi sekarang diduga bahwa suatu alel di satu lokus di dalam pita
kromosom 13 q 14 mengontrol tumor bentuk herediter dan non herediter. Gen
retinoblastoma normal, yang terdapat pada semua orang, adalah suatu gen supresor
atau anti-onkogen. Individu dengan penyakit yang herediter memiliki satu alel yang
terganggu di setiap sel tubuhnya, apabila alel pasangannya di sel retina yang sedang
tumbuh mengalami mutasi spontan, terbentuklah tumor. Pada bentuk penyakit yang
non-herediter, kedua alel gen retinoblastoma normal di sel retina yang sedang tumbuh
diinaktifkan oleh mutasi spontan.(2)
Penyakit ini jarang sekali didaptkan dalam stadium dini. Hal ini disebabkan
massa tumor tidak terletak di daerah makula maka tidak akan menimbulkan gejala
gangguan penglihatan. Terlebih lagi bila massa tumor hanya pada satu maa, sehingga
mata yang normal dapat mengatasi fungsi penglihatan. Disamping itu penyakit ini
biasanya mengenai bayi dan anak kecil yang belum mampu mengemukakan keluhan-
keluhan apabila terdapat gangguan fungsi mata, misalnya penglihatan menjadi kabur.
Orang tua tidak menyadari kelaianan yang terjadi pada anaknya. Stadium dini
biasanya didapatkan pada pemeriksaan funduskopi rutin secara kebetulan atau apabila
tumor terdapat di makula retina dan menyebabkan mata juling karena binokuler vision
penderita terganggu. Gejala juling inilah membawa penderita atau orang tua penderita
pergi ke dokter. (1,7,10)
Sebagian besar penderita tumor ini datang pada keadaan stadium lanjut. Salah
satu gejala yang mendorong orang tua membawa penderita berobat adalah refleks
pupil yang berwarna putih atau kekuning-kuningan (leukokoria), seperti mata kucing
atau kelereng. Gambaran ini sebenarnya sudah menunjukkan hampir seluruh retina
terisi massa tumor. (4)
Umunya terlihat pada usia 2 sampai dengan 3 tahun, sedangkan pada kasus
yang diturunkan melalui genetic gejala klinis dapat muncul lebih awal. (2,3,7,10)
7. Leukokoria
Merupakan gejala klinis yang paling sering ditemukan pada
retinoblastoma intra ocular yang dapat mengenai satu atau kedua mata.
Gejala ini sering disebut seperti “mata kucing”. Hal ini disebabkan refleksi
cahaya dari tumor yang berwarna putih disekitar retina. Warna putih
mungkin terlihat pada saat anak melirik atau dengan pencahayaan pada
waktu pupil dalam keadaan semi midriasis.
8. Strabismus
Merupakan gejala yang sering ditemukan setelah leukokoria.
Strabismus ini muncul bila lokasi tumor pada daerah macula sehingga
mata tidak dapat terfiksasi. Strabismus dapat juga terjadi apabila tumornya
berada diluar macula tetapi massa tumor sudah cukup besar.
9. Mata merah
Mata merah ini sering berhubungan dengan glaukoma sekunder yang
terjadi akibat retinoblastoma. Apabila sudah terjadi glaukoma maka dapat
diprediksi sudah terjadi invasi ke nervus optikus. Selain glaukoma,
penyebab mata merah ini dapat pula akibat gejala inflamasi okuler atau
periokuler yang tampak sebagai selulitis preseptal atau endoftalmitis.
Inflamasi ini disebabkan oleh adanya tumor yang nekrosis.
10. Buftalmus
Merupakan gejala klinis yang berhubungan dengan peningkatan
tekanan intra okular akibat tumor yang bertambah besar.
11. Pupil midriasis
Terjadi karena tumor telah mengganggu saraf parasimpatik.
12. Proptosis
Bola mata menonjol kea rah luar akibat pembesaran tumor intra dan
ekstra okular.
5. Stadium glaukoma
Tumor menjadi besar, menyebabkan tekanan intraokuler meningkat
(glaukoma sekunder) yang disertai rasa sakit yang sangat. Media refrakta
keruh, pada funduskopi sukar menentukan besarnya tumor.
6. Stadium ekstraokuler
Tumor menjadi lebih besar, bola mata membesar menyebabkan
eksoftalmus kemudian dapat pecah ke depan sampai ke luar dari rongga
orbita disertai nekrosis di atasnya. Pertumbuhan dapat pula terjadi ke
belakang sepanjang N. II dan masuk ke ruang tengkorak. Penyebaran ke
kelenjar getah bening, dapat masuk ke pembuluh darah untuk kemudian
menyebar ke seluruh tubuh.
2.8. Penatalaksanaan
Penanganan retinoblastoma sangat tergantung pada besarnya tumor, bilateral,
perluasan kejaringan ekstraokuler dan adanya tanda-tanda metastasis jauh. (12,13)
7. Fotokoagulasi laser
Fotokoagulasi laser sangat bermanfaat untuk retinoblastoma stadium
sangat dini. Dengan melakukan fotokoagulasi laser diharapkan pembuluh
darah yang menuju ke tumor tertutup, sehingga sel tumor akan menjadi mati.
Keberhasilan cara ini dapat dinilai dengan adanya regresi tumor dan
terbentuknya jaringan sikatrik korioretina. Cara ini baik untuk tumor yang
diameternya 4,5 mm dan ketebalah 2,5 mm tanpa adanya vitreous seeding.
Yang paling sering dipakai adalah Argon atau Diode laser yang dilakukan
sebanya 2 sampai 3 kali dengan interval masing-masingnya 1 bulan.
8. Krioterapi
Dapat dipergunakan untuk tumor yang diameternya 3,5 mm dengan
ketebalan 3 mm tanpa adanya vitreous seeding, dapat juga digabungkan
dengan fotokoagulasi laser. Keberhasilan cara ini akan terlihat adanya tanda-
tanda sikatrik korioretina. Cara ini akan berhasil jika dilakukan sebanyak 3
kali dengan interval masing-masing 1 bulan.
9. Thermoterapi
Dengan mempergunakan laser infra red untuk menghancurkan sel-sel
tumor terutama untuk tumor-tumor ukuran kecil.
10. Radioterapi
Dapat digunakan pada tumor-tumor yang timbul kerah korpus vitreus
dan tumor-tumor yang sudah berinervasi kea rah nervus optikus yang terlihat
setelah dilakukan enukleasi bulbi. Dosis yang dianjurkan adalah dosis fraksi
perhari 190-200 cGy dengan total dosis 4000-5000 cGy yang diberikan selama
4 sampai 6 minggu.
11. Kemoterapi
Indikasinya adalah pada tumor yang sudah dilakukan enukleasi bulbi
yang pada pemeriksaan patologi anatomi terdapat tumor pada koroid dan atau
mengenai nervus optikus. Kemoterapi juga diberikan pada pasien yang sudah
dilakukan eksentrasi dan dengan metastase regional atau metastase jauh.
Kemoterapi juga diberikan pada tumor ukuran kecil dan sedang untuk
menganjurkan penggunaan Carboplastin, Vincristine sulfat, dan Etopozide
phosphate. Beberapa peneliti juga menambahkan Cyclosporine atau
dikombinasi dengan regimen kemoterapi carboplastin, vincristine, etopozide
phosphate. Tehnik lain yang dapat digabungkan dengan metode kemoterapi ini
adalah :
Kemoterapi, dimana setelah dilakukan kemoreduksi dilanjutkan dengan
termoterapi. Cara ini paling baik untuk tumor-tumor yang berada pada
fovea dan nervus optikus dimana jika dilakukan radiasi atau
fotokoagulasi laser dapat berakibat terjadinya penurunan visus. (6)
Kemoradioterapi, adalah kombinasi antara kemoterapu dan radioterapi
yang dapat dipergunakan untuk tumor-tumor lokal dan sistemik.
12. Enukleasi bulbi
Dilakukan apabila tumor sudah memenuhi segmen posterior bola mata.
Apabila tumor telah berinervasi ke jaringan sekitar bola mata maka dilakukan
eksenterasi.
7. Tumor medium
d. Brakiterapi untuk tumor ukuran kecil dari 8 diameter papil nervus
optikus, terutama yang tidak ada infiltrasi ke korpus vitreous, juga
dipergunakan untuk tumor-tumor yang sudah mengalami regresi.
e. Kemoterapi
f. Radioterapi, sebaiknya hal ini dihindarkan, karena kompikasinya
dapat menyebabkan katarak, radiasi retinopati.
8. Tumor besar
c. Kemoterapi : untuk mengecilkan tumor dan ditambah pengobatan
local seperti krioterapi dan fotokoagulasi laser yang bertujuan
untuk menghindarkan enukleasi atau radioterapi. Tindakan ini juga
memberikan keuntungan apabila terdapat tumor yang kecil pada
mata sebelahnya.
d. Enukleasi bulbi dilakukan apabila tumor diffuse pada segmen
posterior bola mata dan yang mempunyai risiko tinggi untuk terjadi
rekurensi.
10. Tumor yang sudah bermetastasis jauh, hanya diberikan kemoterapi saja.
2.9.Prognosis
Dimana pasien dengan penyakit unilateral prognosis visus untuk mata normal
umumnya baik, diantara pasien mata denan penyakit bilateral, prognosis visus
tergantung lokasi dan luasnya keterlibatan. Salah satu studi dilaporkan bahwa diantara
pasien dengan penyakit bilateral diobati dengan konservatif 50% mencapai visus
20/40. Peningkatan taraf hidup lebih besar diantara pasien yang didiagnosa sebelum
umur 2 tahun atau sebelum umur 7 tahun.(3,5)
2.10. Pencegahan
B. Epidemiologi
Prevalensi terjadinya penyakit ini diperkirakan 1 per 15.000 - 1 per 20.000 kelahiran hidup di
negara berkembang. Rata-rata usia saat didiagnosis adalah 24 bulan pada kasus unilateral, 13
bulan pada kasus bilateral. Angka kejadian Retinoblastoma di Departemen Mata FKUI
RSCM berkisar antara 25-30 kasus pertahun pada tahun 1997, dan sejak tahun 2006 ini
angkanya meningkat sampai 40 kasus. Data Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM
berkisar 137 kasus (17.22% dari seluruh kasus kanker anak) pada tahun 2000-2005, dan
merupakan penyebab kematian terbanyak nomor dua setelah Leukemia. Data di RS Kanker
Dharmais melaporkan 30 kasus baru pada tahun 2006-2010. Retinoblastoma dapat terjadi
pada satu mata (unilateral) atau dua mata (bilateral), di dalam bola mata dapat tumbuh di
beberapa tempat (multifokal) atau sebagai tumor tunggal (unifokal). Lebih kurang 60% kasus
bersifat unilateral dengan usia rata-rata saat diagnosis (median) 2 tahun. Dari jumlah ini, 15%
bersifat herediter (dapat diturunkan). Adapun 40% sisanya merupakan kasus bilateral dengan
usia rata-rata saat terdiagnosa 12 bulan. Tumor bilateral dan multifokal herediter.
OLEH:
DELIYUS IRMAN
NIM: 0908120405
Pembimbing :
Dr. Bagus Sidharto, SpM
Tumor Intraokular adalah tumor spektrum luas yang terdiri dari lesi jinak dan ganas
yang dapat menyebabkan kehilangan penglihatan bahkan kematian. Salah satunya adalah
Retinoblastoma yang merupakan keganasan intraokular tersering pada anak. Retinoblastoma
mewakili sekitar 4% dari keseluruhan keganasan pada anak. Tumor ini terjadi pada sekitar 1
dari 16.000 kelahiran hidup di Amerika Serikat, dengan insidensi yang sama pada anak kulit
hitam dan kulit putih. Rata-rata pasien terdiagnosis pada usia 11 bulan untuk tumor bilateral
dan usia 23 bulan untuk penderita tumor unilateral. 1,2
Di USA dan negara maju tumor biasanya terdiagnosis pada stadium masih berada di
mata, sedangkan pada negara berkembang Retinoblastoma sering terdeteksi setelah adanya
invasi ke orbita atau otak. Retinoblastoma adalah tumor massa anak-anak yang jarang tetapi
dapat fatal. Duapertiga kasus muncul sebelum akhir tahun ketiga. Tumor bersifat bilateral
pada sekitar 30% kasus. Kasus-kasus ini bersifat herediter. 1,2
Pada beberapa kasus, gejala biasanya tidak disadari sampai perkembangannya cukup
lanjut sehingga menimbulkan pupil putih ( Leukokoria ), Strabismus, atau peradangan. Secara
umum, semakin dini penemuan dan terapi tumor, semakin besar kemungkinan kita mencegah
perluasan melalui saraf optikus dan jaringan orbita.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
Retinoblastoma adalah tumor mata primer yang berasal dari retina dan biasanya
dijumpai pada anak-anak dibawah usia 5 tahun, dengan insiden tertinggi pada usia 2-3 tahun.
Tumor ini bersifat multifokal, sehingga dapat dijumpai pada kedua mata (bilateral) atau
beberapa lesi pada satu mata (monocular). Pada jenis bilateral biasanya dijumpai pada usia
lebih muda dan bersifat herediter.2,3
2.2. EPIDEMIOLOGI
Retinoblastoma terjadi pada sekitar 1 dari 16.000 kelahiran hidup di Amerika Serikat,
dengan insidensi yang sama pada anak kulit hitam dan kulit putih. Rata-rata pasien
terdiagnosis pada usia 11 bulan untuk tumor bilateral dan usia 23 bulan untuk penderita
tumor unilateral. Insiden retinoblastoma tidak menunjukkan perbedaan rasio antara wanita
dengan laki-laki, serta tidak menunjukkan hubungan yang signifikan dengan faktor
lingkungan dan faktor sosio ekonomi. 1,3,4
2.3. PATOFISIOLOGI
Perkembangan tumor diperkirakan terjadi akibat hilangnya dari kedua anggota
pasangan kromosom alel-alel dominan protektif normal di sebuah lokus dalam pita
kromosom 13q14. Pada retinoblastoma, mutasi yang relevan adalah delesi di lokus
kromosom 13q14. Pada kasus-kasus non herediter, kedua mutasi terjadi di sel-sel somatik
retina, oleh karena itu, penyakitnya tidak diwariskan secara genetik. Pada kasus-kasus
herediter, mutasi pertama terjadi pada salah satu gamet dan mutasi kedua di sel-sel retina.1,3,5
Pada kasus-kasus herediter predisposisi tumbuhnya tumor diwariskan sebagai suatu
ciri autosomal dominan. Sembilan dari 10 individu yang mewarisi mutasi sel germinal akan
mengalami tumor. Kasus-kasus herediter cenderung bilateral dengan awitan lebih dini
sedangkan kasus non herediter biasanya unilateral dan muncul lebih belakangan. Pada pasien
yang mengalami mutasi sel germinal juga memiliki resiko besar mengalami tumor primer
kedua terutama osteosarkoma. 1,3
2.4. PATOLOGI
Retinoblastoma biasanya tumbuh dibagian posterior mata. Tumor ini terdiri dari sel-
sel ganas kecil, bulat yang berlekatan erat dengan sitoplasma sedikit. Bisa berbentuk roset
menggambarkan usaha yang gagal untuk membentuk sel kerucut dan batang. Tumor bisa
tampak sebagai suatu tumor tunggal dalam retina tetapi khas mempunyai fokus ganda. Tumor
dapat mengalami pertumbuhan eksofitik maupun endofitik. Tumor endofitik (tumbuh ke
dalam ruang vitreus) lebih mudah dilihat dengan oftalmoskop. 1,3
Pada pola pertumbuhan endofitik, ini tampak sebagai gambaran massa putih sampai
coklat muda yang menembus membran limitan interna. Retinoblastoma Endofitik kadang
berhubungan dengan vitreus seeding. Sel-sel dari Retinoblastoma yang masih dapat hidup
terlepas dalam vitreous dan ruang sub retina dan biasanya dapat menimbulkan perluasan
tumor melalui mata. Vitreous seeding sebagian kecil meluas memberikan gambaran klinis
mirip endopthalmitis, vitreous seeding mungkin juga memasuki bilik mata depan, yang dapat
berkumpul di iris membentuk nodule atau menempati bagian inferior membentuk
Pseudohypopyon.1,3,5
Tumor Eksofitik biasanya kuning keputihan dan terjadi pada ruang subretinal, yang
mengenai pembuluh darah retina dan sering kali terjadi peningkatan diameter pembuluh
darah dengan warna lebih pekat. Pertumbuhan Retinoblastoma Eksofitik sering dihubungkan
dengan akumulasi cairan subretina yang dapat mengaburkan tumor dan sangat mirip ablasio
retina eksudatif yang memberi kesan suatu Coats disease lanjut. Sel Retinoblastoma
mempunyai kemampuan untuk implant dimana sebelumnya jaringan retina tidak terlibat dan
tumbuh. Dengan demikian membuat kesan multisentris pada mata dengan hanya tumor
primer tunggal. Sebagaimana tumor tumbuh, fokus kalsifikasi yang berkembang memberikan
gambar khas chalky white appearance. Invasi saraf optikus; dengan penyebaran tumor
sepanjang ruang sub arachnoid ke otak. Sel Retinoblastoma paling sering keluar dari mata
dengan menginvasi saraf optikus dan meluas kedalam ruang sub arachnoid.3,5,7
Pola yang ketiga adalah Retinoblastoma yang tumbuh menginfiltrasi luas yang
biasanya unilateral, nonherediter, dan ditemukan pada anak yang berumur lebih dari 5 tahun.
Pada tumor dijumpai adanya injeksi conjunctiva, anterior chamber seeding,
pseudohypopyon, gumpalan besar sel vitreous dan tumor yang menginfiltrasi retina, karena
masa tumor yang dijumpai tidak jelas, diagnosis sering dikacaukan dengan keadaan inflamasi
seperti pada uveitis intermediate yang tidak diketahui etiologinya. Glaukoma sekunder dan
Rubeosis Iridis terjadi pada sekitar 50% kasus.7
Sel tumor mungkin juga melewati kanal atau melalui sklera untuk masuk ke orbita.
Perluasan ekstraokular dapat mengakibatkan proptosis sebagaimana tumor tumbuh dalam
orbita. Pada bilik mata depan, sel tumor menginvasi trabecular messwork, memberi jalan
masuk ke limphatik conjunctiva. Kemudian timbul kelenjar limfe preauricular dan cervical
yang dapat teraba. Di Amerika Serikat, pada saat diagnosis pasien, jarang dijumpai dengan
metastasis sistemik dan perluasan intrakranial. Tempat metastasis Retinoblastoma yang
paling sering pada anak mengenai tulang kepala, tulang distal, otak, vertebra, kelenjar limphe
dan viscera abdomen. 3,5
2.6. DIAGNOSIS
Temuan leukokoria harus diikuti dengan pemeriksaan funduskopi yang seksama, yang
pada anak biasanya memerlukan anastesi. CT Scan mata harus dikerjakan untuk
mengevaluasi perluasan tumordan untuk mengetahui apakah saraf mata dan bangunan tulang
terlibat. MRI mempunyai nilai lebih besar dalam menentukan invasi saraf mata. kebanyakn
retinoblastoma intra ocular menunjukkan adanya kalsifikasi dalam tumor. USG dapat
membantu diagnosis banding yang meliputi penyebab lain dari leukokoria seperti ablatio
retina, hyperplasia vitreus primer, katarak, retinopati prematuritas. Peningkatan kadar antigen
karsinoembriogenik plasma jarang ditemukan pada waktu diagnosis, peningkatan kadar
biasanya menunjukkan kekambuhan tumor setelah terapi.1,3,5
2.7. KLASIFIKASI 5
Klasifikasi Reese-Ellsworth adalah metode penggolongan retinoblastoma intraokular
yang paling sering digunakan, tetapi klasifikasi ini tidak menggolongkan Retinoblastoma
ekstraokular. Klasifikasi diambil dari perhitungan jumlah, ukuran, lokasi tumor dan dijumpai
atau tidak dijumpai adanya vitreous seeding.
Klasifikasi Reese-Ellsworth
Group I
a. Tumor Soliter, ukuran kurang dari 4 diameter disc, pada atau dibelakang equator
b. Tumor Multipel, ukuran tidak melebihi 4 diameter disc, semua pada atau dibelakang
equator
Group II
a.Tumor Soliter, ukuran 4-10 diameter disc, pada atau dibelakang equator
b.Tumor Multipel, ukuran 4-10 diameter disc, dibelakang equator
Group III
a.Ada lesi dianterior equator
b.Tumor Soliter lebih besar 10 diameter disc dibelakang equator.
Group IV
a.Tumor Multipel, beberapa besarnya lebih besar dari 10 diameter disc
b.Ada lesi yang meluas ke anterior ora serrata
Group V
a.Massive Seeding melibatkan lebih dari setengah retina
b.Vitreous seeding
2.8. PENATALAKSANAAN
Saat Retinoblastoma pertama di terapi yang paling penting dipahami bahwa Retinoblastoma
adalah suatu keganasan. Saat penyakit ditemukan pada mata, angka harapan hidup melebihi 95%
di negara barat. Walaupun dengan penyebaran ekstraokular, angka harapan hidup menurun
sampai kurang dari 50%. Selanjutnya dalam memutuskan strategi terapi, sasaran pertama yang
harus adalah menyelamatkan kehidupan, kemudian menyelamatkan mata, dan akhirnya
menyelamatkan visus. Managemen modern Retinoblastoma Intraokular sekarang ini dengan
menggabungkan kemampuan terapi yang berbeda mencakup Enukleasi, Eksenterasi, Kemoterapi,
Photocoagulasi, Krioterapi, External-Beam Radiation dan Plaque Radiotherapy. 7,8
1. Enukleasi
Kebanyakan pasien dengan unilateral retinoblastoma yang besar dan
pertumbuhan tumor yang progresif dilakukan enukleasi. Indikasi lain dari
enukleasi adalah pasien dengan bilateral retinoblastoma yang tidak merespon baik
dengan kemoterapi atau dengan terapi lain dimana enukleasi dilakukan pada mata
dengan prognosis yang buruk. Enukleasi sangat jarang diindikasikan pada kedua
mata. Biasanya enukleasi dilakukan pada kedua mata bila visus kedua mata nol.
Setelah dilakukan enukleasi dapat dipasang bola mata buatan untuk menjaga agar
kosmetika pasien tetap baik. Angka kesembuhan pasien unilateral retinoblastoma
yang dilakukan enukleasi mencapai hingga >95%. 7,8
2. Kemoterapi
Kemajuan yang berarti dalam penatalaksaan Retinoblastoma Intraokular
bilateral pada dekade terakhir masih menggunakan kemoterapi sistemik primer.
Pemberian kemoterapi sistemik mengurangi ukuran tumor, berikutnya dapat
menggunakan gabungan fokal terapi dengan Laser, Krioterapi atau Radioterapi,
perubahan ini dapat terjadi sebagai akibat kamajuan dalam terapi kedua tumor
otak dan metastasis Retinoblastoma. Sekarang ini regimen kombinasi bermacam-
macam seperti Carboplatin, Vincristine, Etoposide dan Cyclosporine.8,9
3. Photocoagulation dan Hyperthermia
Xenon dan Argon Laser (532 nm) digunakan untuk terapi Retinoblastoma
yang tinggi apek kurang dari 3mm dengan dimensi basal kurang dari 10 mm, 2-3
siklus putaran Photocoagulation merusak suplai darah tumor, selanjutnya
mengalami regresi. Laser yang lebih berat digunakan untuk terapi langsung pada
permukaan tumor. Laser diode (8-10mm) digunakan sebagai hyperthermia.
Penggunaan langsung pada permukaan tumor menjadikan temperatur tumor
sampai 45-60oC dan mempunyai pengaruh sitotoksik langsung.8,9
4. Krioterapi
Krioterapi Juga efektif untuktumor dengan ukuran dimensi basal kurang dari
10mm dan ketebalan apical 3mm. 8
2.9. PROGNOSIS
Angka kesembuhan keseluruhan lebih dari 90%, meskipun ketahanan hidup sampai
dekade ketiga dan keempat mungkin agak menurunakibat insidensi keganasan sekunder yang
tinggi. Kesembuhan jarang terjadi pada penderita dengan penyakit orbita yang massif atau
keterlibatansaraf mata yang luas pada waktu diagnosis, yang mungkin mempunyai perluasan
intracranial dan metastasis jauh.1,3
STATUS PASIEN MAHASISWA SMF KESEHATAN ANAK RSPM
I. Anamnesa Pribadi OS
V. Anamnesa Makanan
Jenis Imunisasi 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Hepatitis b √ √ √ √
Polio √ √ √ √
BCG √
HiB √ √ √
DPT √ √ √
Campak
Kesan : Imunisasi dasar tidak lengkap
X. Pemeriksaan Fisik
1. STATUS PRESEN
KU/KP/KG : berat / berat/ kurang
Sensorium : apatis
Tekanan darah : 100/70 mmHg anemia (-)
Frekuensi nadi : 84 kali/menit sianosis (-)
Frekuensi napas : 27kali/menit dyspnoe (-)
Suhu badan : 38,5 ℃ edema (-)
BB masuk : 10 kg ikterus (-)
PB masuk : 88 cm
2. STATUS LOKALIS
a. Kepala
Mata : meonjol keluar (-/+), Reflek cahaya (-/+), pupil isokor (-
/+),Konjungtiva palpebra inferior pucat (-/-)
Hidung : Dalam batas normal
Telinga : sekret (-/+)
Mulut : Dalam batas normal
Pemeriksaan Laboratorium
KDK + Retinoblastoma
XVI. Therapi :
Bed rest
IVFD RL 40gtt/i
Inj. Cefotaxim 250mg/IV/12jam
Paracetamol syr 3 X 1 cth
Stesolid 5 mg supp
Diet MII
Keluhan Penurunan kesadaran (+), mata kanan Penurunan kesadaran (+), mata kanan
menonjol(+), telinga kiri mengeluarkan menonjol(+), telinga kiri mengeluarkan
cairan (+), Demam (+) cairan (+), Demam (+)
KU/KP/KG Berat/berat/kurang Berat/berat/kurang
Rencana - -
FOLLOW UP PASIEN
Tanggal 14 desember 2017 15 desember 2017
(Rawatan hari 4) (rawatan hari 5)
Keluhan Penurunan kesadaran (+), mata kanan Penurunan kesadaran (+), mata kanan
menonjol(+), telinga kiri mengeluarkan menonjol(+), telinga kiri mengeluarkan
cairan (+), Demam (+) cairan (+), Demam (+)
KU/KP/KG Berat/berat/kurang Berat/berat/kurang
Rencana - -