Вы находитесь на странице: 1из 23

MAKALAH

PENGARUH BISNIS RISK DAN FINANCIAL RISK TERHADAP HARGA SAHAM


PADA PT PERUSAHAAN GAS NEGARA (PERSERO) TBK PERIODE
2014-2016

Tugas Mata Kuliah : Manajemen Pemasaran

Dosen : Dr. Sjamsiar Husen, SE

Disusun Oleh:
MESAK BILASI

PROGRAM PASCASARJANA STIE PORT NUMBAY


PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
rahmat dan karunianya saya diberikan kesempatan untuk dapat menyelesaikan tugas makalah
ini.
Saya menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dalam
penjelasan dan sebagainya. Oleh karena itu, saya minta kritik dan saran membangunnya bagi
para pembaca agar kami dapat mengutipnya untuk memperbaiki dalam penulisan makalah ini
maupun penjelasannya.
Terima kasih atas perhatiannya para pembaca yang sudah membaca, member kritik
maupun sarannya. Semoga dibalik ini semua akan mendapat hikmah dan manfaatnya.

Jayapura, Desember 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i


KATA PENGANTAR ............................................................................................... ii
DAFTAR ISI .............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................... 2
C. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Business Risk (Internal Factor) ................................................................ 3
B. Analisis Likuiditas dan Solvabilitas ......................................................... 5
C. Analisis Profitabilitas ............................................................................... 12
D. Financial Risk Faktor External ................................................................ 16
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 20

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari proses akuntansi yang memberikan
gambaran tentang keadaan posisi keuangan, hasil usaha, serta perubahan dalam posisi
keuangan suatu perusahaan. Laporan keuangan juga merupakan kesimpulan dari
pencatatan transaksi yang dilakukan oleh suatu perusahaan. Laporan keuangan adalah
media yang paling penting untuk menilai kondisi ekonomi dan prestasi manajemen.
Laporan keuangan disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang telah
ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). SAK memberikan fleksibilitas bagi
manajemen dalam memilih metode maupun estimasi akuntansi yang dapat digunakan.
Wardhani (2008) menyatakan fleksibilitas tersebut akan mempengaruhi perilaku manajer
dalam melakukan pencatatan akuntansi dan pelaporan transaksi keuangan perusahaan.
Dalam rangka membantu pengguna laporan keuangan dalam memahami dan
menginterpretasikan laporan keuangan maka perlu dibuat analisis laporan keuangan.
Analisis laporan keuangan dimaksudkan untuk membantu bagaimana memahami laporan
keuangan, bagaimana menafsirkan angka-angka dalam laporan keuangan, bagaimana
mengevaluasi laporan keuangan dan bagaimana menggunakan informasi keuangan untuk
pengambilan keputusan. Teknik analisis yang sering digunakan dalam menganalisis
laporan keuangan adalah analisis rasio. Analisis rasio adalah teknik analisis untuk
mengetahui hubungan matematis dari pos-pos tertentu dalam setiap elemenlaporan
keuangan. Hasil dari perhitungan rasio akan dibandingkan dengan tahun sebelumnya,
agar dapat diketahui perubahan yang terjadi, apakah mengalami kenaikan atau
penurunan.
Analisis laporan keuangan menggunakan perhitungan rasio-rasio agar dapat
mengevaluasi keadaan finansial perusahaan dimasa lalu, sekarang, dan masa yang akan
datang. Rasio dapat dihitung berdasarkan sumber datanya yang terdiri dari rasio-rasio
neraca yaitu rasio yang disusun dari data yang berasal dari neraca, rasio-rasio laporan
laba-rugi yang disusun dari data yang berasal dari perhitungan laba-rugi, dan rasio-rasio
antar laporan yang disusun berasal dari data neraca dan laporan laba-rugi. Laporan
keuangan perlu disusun untuk mengetahui
apakah kinerja perusahaan tersebut meningkat atau bahkan menurun dan didalam
menganalisis laporan keuangan diperlukan alat analisis keuangan, salah satunya adalah
1
dengan menggunakan rasio-rasio keuangan. Rasio keuangan tersebut meliputi rasio
likuiditas, rasio solvabilitas (leverage), rasio aktivitas, rasio profitabilitas, dan rasio
pertumbuhan.
Diharapkan dengan analisis ini dapat diketahui gambaran keadaan keuangan
perusahaan, sehingga interpretasi pengguna laporan terhadap laporan keuangan dapat
menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan,terutama bagi direktur
dalam rangka menetapkan kebijakan, menyusun rencana yang lebih baik, serta
menentukan kebijaksanaan yang lebih tepat agar prestasi manajemen semakin baik pada
tahun-tahun berikutnya. Mengingat pentingnya analisis terhadap laporan keuangan
sebagai alat bantu serta sumber informasi dalam menilai kondisi keuangan serta prestasi
(keberhasilan) suatu perusahaan bagi pihak-pihak yang berkepentingan seperti yang telah
diuraikan di atas, maka peneliti sangat tertarik untuk mendalami dan membahas topik
tentang “PENGARUH BISNIS RISK DAN FINANCIAL RISK TERHADAP HARGA
SAHAM PADA PT PERUSAHAAN GAS NEGARA (PERSERO) TBK PERIODE
2014-2016”.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka perumusan masalah
yang ingin dikemukakan untuk melakukan penelitian lebih lanjut adalah sebagai berikut :
“Apakah Kinerja perusahaan pada PT. Perusahaan Gas Negara (pesero) Tbk pada tahun
2014-2016 ditinjau dari laporan keuangan dengan menggunakan analisis Current Ratio
(CR), Debt to Equity Ratio (DER), Earning per Share (EPS), Price Earning Ratio (PER),
Dividend per Share (DPS), Closing Price?

C. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan penelitian
yang ingin dikemukakan untuk melakukan penelitian lebih lanjut adalah :
1. Untuk mengetahui kinerja perusahaan pada PT. Perusahaan Gas Negara (pesero) Tbk
pada tahun 2014-2016 ditinjau dari laporan keuangan dengan menggunakan analisis
Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio (DER), Earning per Share (EPS), Price
Earning Ratio (PER), Dividend per Share (DPS), Closing Price.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. BUSINESS RISK (INTERNAL FACTOR)


1. Analisis Vertikal
Dari tabel terlampir, pada tahun 2015 jumlah persentase kas menurun sebesar
2.4% dikarenakan adanya penurunan arus kas dari aktivitas operasi dan juga investasi.
Dengan kata lain, sebagian besar arus kas masuk berasal dari kegiatan pendanaan. Di
samping itu, jumlah piutang usaha juga mengalami kenaikan. Secara umum,
persentase dari aset lancar mengalami penurunan sehingga proporsi aset lancar
terhadap aset menjadi lebih kecil. Jumlah aset tidak lancar mengalami kenaikan dan
penurunan, tetapi kenaikan piutang usaha jangka panjang mengalami kenaikan yang
cukup signifikan dari 0% menjadi 3.72% dari keseluruhan aset, sehingga proporsi aset
tidak lancar terhadap jumlah aset keseluruhan juga meningkat.
Pada bagian liabilitas dan ekuitas, proporsi dari liabilitas jangka panjang pada
tahun 2015 mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari 8.31% menjadi
19.30%. Hal ini terutama disebabkan oleh penarikan pinjaman sindikasi PGN sebesar
USD320 juta pada Februari 2015 dan sebesar USD330 juta pada Juli 2015 dan
penarikan pinjaman sindikasi SEI sebesar USD300 juta pada Desember 2015. Jumlah
total dari liabilitas jangka pendek dan juga total ekuitas tidak mengalami banyak
perubahan, namun dikarenakan jumlah liabilitas yang meningkat dalam jumlah yang
lumayan banyak, proporsi persentase liabilitas jangka pendek dan juga ekuitas
mengalami penurunan.
Penurunan pada laba sebelum pajak final dan beban pajak, serta total
penghasilan disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, terjadinya kenaikan pada beban
pokok pendapatan sebesar 8.13% disebabkan oleh peningkatan beban overhead dalam
proses regasifikasi LNG. Kemudian, peningkatan penurunan nilai properti minyak dan
gas sebesar 2.11% dikarenakan adanya pengaruh dari kondisi penurunan harga
minyak secara global yang terjadi sejak akhir tahun 2014. Di samping itu, kenaikan
persentase beban keuangan sebesar 1.62% yang dikarenakan oleh peningkatan beban
bunga atas utang obligasi sebesar USD33,27 juta dan beban bunga atas pinjaman
sindikasi sebesar USD12,24 juta juga mempengaruhi penurunan penghasilan secara
keseluruhan. Hal lainnya yang cukup mempengaruhi penurunan penghasilan adalah
rugi kurs-neto yang mengalami penurunan sebesar 1.04%. Rugi kurs-neto tersebut
3
terjadi akibat menguatnya nilai tukar Dolar Amerika Serikat terhadap mata uang
asing. Namun posisi aset dalam mata uang asing lebih besar dari posisi liabilitas
dalam mata uang asing. Posisi mata uang Dolar Amerika Serikat terhadap Yen Jepang
di 31 Desember 2014 adalah JPY119,33/USD menguat menjadi JPY120,46/USD di
31 Desember 2015 dan posisi mata uang Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah di
31 Desember 2014 adalah Rp12.440,00/USD menguat menjadi Rp13.795,00/ USD di
31 Desember 2015.
2. Analisis Horizontal
Berdasarkan tabel yang dilampirkan, total Aset dari Perusahaan Gas Negara
secara keseluruhan mengalami peningkatan sebesar 14,16%. Hal ini dikarenakan
kenaikan pada Piutang lain-lain jangka panjang yang terdiri dai piutang carry Muara
Bakau, piutang carry Bangkanai, dan piutang KUFPEC Indonesia (Pangkah) dan juga
pengakuan Piutang Usaha Jangka Panjang yang berasal dari reklasifikasi atas aset
tetap terkait kegiatan transmisi KJG. Peningkatan besar juga terjadi pada Properti
Minyak dan Gas Bumi sebesar 15,5% yang disebabkan oleh penambahan aset
property minyak dan gas terkait investasi pada sector hulu melalui SEI pada Muara
Bakau PSC. Peningkatan ini juga disebabkan dimulainya komersialisasi KJG pada
Agustus 2015. Peningkatan aset tetap ini kemudian direklasifikasi menjadi piutang
sewa sebesar USD240,72 juta sebagai dampak implementasi PSAK No. 30 tentang
sewa operasi.
Pada akhir tahun 2015 PGN membukukan Total Liabilitas sebesar USD3,47
miliar yang terdiri dari 19,2% Liabilitas Jangka Pendek dan 80,8% Liabilitas Jangka
Panjang. Nilai Total Liabilitas ini meningkat USD658,12 juta atau 23,4% dari
USD2,82 miliar pada akhir tahun 2014 terutama disebabkan oleh penarikan pinjaman
sindikasi PGN sebesar USD320 juta pada Februari 2015 dan sebesar USD330 juta
pada Juli 2015 dan penarikan pinjaman sindikasi SEI sebesar USD300 juta pada
Desember 2015 yang merupakan liabilitas jangka panjang.
Sedangkan Ekuitas meningkat 5,1 % dari USD2,88 miliar pada tahun 2014
menjadi USD3,02 miliar pada tahun 2015.Peningkatan ini terutama disebabkan
akumulasi saldo laba sebagai akibat pencapaian Laba yang dapat diatribusikan kepada
Pemilik Entitas Induk pada tahun berjalan. Komponen ekuitas lainnya terdiri dari
keuntungan dan kerugian aktuaria, selisih kurs karena penjabaran laporan keuangan
Entitas Anak dan nilai wajar atas aset keuangan tersedia untuk dijual.

4
Pada Laporan Laba Rugi, Laba Operasi dari Perusahaan Gas Negara
mengalami penurunan yang cukup besar, sebesar 34,17%. Hal ini dikarenakan
besarnya penurunan pendapatan neto ketika beban pokok pendapatan meningkat.
Harga minyak dan gas dunia yang terus menurun juga mengakibatkan besarnya
penurunan nilai property minyak dan gas, sebanyak 62,9 miliar dollar US. Penurunan
prospektivitas di bidang minyak dan gas secara keseluruhan juga mengakibatkan
menurunnya goodwill sebanyak 42 miliar, atau sekita 800% dari pada tahun 2014.
Pada saat yang bersamaan, pajak yang ditanggung mengalami kenaikan sehingga
penurunan laba tahun 2015 semakin terlihat jika dibandingkan dengan tahun 2014.
Peningkatan pajak ini berasal dari peningkatan Pajak Pertambahan Nilai lebih dari 20
miliar dan penngkatan pada peraturan pajak Pasal 29.

B. Analisis Likuiditas dan Solvabilitas


1. Working Capital
𝑊𝑜𝑟𝑘𝑖𝑛𝑔 𝐶𝑎𝑝𝑖𝑡𝑎𝑙 = 𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠 − 𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠
Tahun 2014:
𝑊𝑜𝑟𝑘𝑖𝑛𝑔 𝐶𝑎𝑝𝑖𝑡𝑎𝑙 2014 = Rp 23,141,099 − Rp 13,562,910 = 9,578,189
Tahun 2015:
𝑊𝑜𝑟𝑘𝑖𝑛𝑔 𝐶𝑎𝑝𝑖𝑡𝑎𝑙 2015 = Rp 25,247,134 − Rp 9,780,912 = 15,466,222
Tahun 2016:
𝑊𝑜𝑟𝑘𝑖𝑛𝑔 𝐶𝑎𝑝𝑖𝑡𝑎𝑙 2015 = Rp 28,547,123 − Rp 10,955,337 = 17,591,786
Analisis :
Modal kerja atau Working Capital Perusahaan Gas Negara menurun pada
tahun 2015 dibandingkan 2015 dengan selisih 15,466,222. Asset lancar perusahaan
gas negara mengalami penurunan disebabkan oleh penurunan nilai properti minyak
gas mengalami peningkatan sebesar 101,7%, penurunan ini terkait dengan harga
minyak yang mengalami penurunan di tahun 2014 akhir. Properti Minyak Dan Gas
terdiri dari Aset Eksplorasi dan Evaluasi serta Properti Minyak dan Gas. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa penurunan asset lancar perusahaan disebabkan oleh
penurunan nilai properti perusahaan.
2. Current Ratio
Current Assets
𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 =
Current Liabilities

5
Tahun 2014:
Rp 23,141,099
𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 2014 = = 1.7062
Rp 13,562,910
Tahun 2015:
Rp 25,247,134
𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 2015 = = 2.58126
Rp 9,780,912
Tahun 2016:
Rp 28,547,123
𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 2015 = = 2.60577
Rp 10,955,337

Analisis :
Rasio lancar merupakan rasio yang paling umum yang digunakan untuk
penilaian kinerja keuangan. Rasio ini berguna untuk mengukur tingkat
kemampuan perusahaan dalam membayar hutang jangka pendek dengan aktiva
lancar yang dimiliki oleh perusahaan. Indikator dari pengukuran ini adalah
semakin tinggi tingkat rasio yang dimiliki maka semakin baik.
Perusahaan memiliki kondisi kinerja keuangan yang baik, karena terdapat
peningkatan jumlah rasio yang semakin meningkat yakni dari hanya sebesar 1.7062
pada tahun 2014. Artinya Rp 1 hutang lancar dijamin sebesar Rp 1.7062 dari aktiva
lancarnya. Sementaran pada tahun 2015 rasio lancarnya meningkat mejadi 2.5812
yang berarti setiap Rp 1 hutang lancar dijamin sebesar Rp 2.5812 dari aktiva
lancarnya. Dan pada tahun 2016 rasio lancarnya meningkat kembali menjadi 2.6057
yang artinya setiap Rp 1 kewajiban dijamin dengan Rp 2.6057 aktiva lancar. Hal ini
disebabkan karena adanya peningkatan jumlah aktiva lancar yang dimiliki oleh
perusahaan setiap tahunnya.
3. Quick Ratio
Quick Assets
𝑄𝑢𝑖𝑐𝑘 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 =
Current Liabilities

Quick Ratio atau asset cepat adalah kas dan asset lancar lainnya yang dapat
dengan mudah dan cepat diubah menjadi kas. Asset lancar yang terdapat dalam
perusahaan gas negara meliputi kas, piutang, dan investasi jangka pendek. Dapat
disimpulkan bahwa kemampuan Perusahaan Gas Negara menurun karena
menyelesaikan beberapa perkara penting yang memerlukan uang seperti gugatan
warga Tanjung Jabung, gugatan desain sambungan pipa, dll. Selain itu, pada tahun
6
2015 nilai investasi jangka pendek sebesar USD64,67 juta menurun sebesar 30.15%
dibandingkantahun 2014 sebesar USD92,59 juta yang terutama diakibatkan adanya
penjualan obligasi INDON sebesar USD4,94 juta juta dan obligasi Pertamina sebesar
USD19,96 juta. Kemudian investasi mata uang asing, yaitu dollar, Pada tahun 2015,
terdapat rugi kurs-neto sebesar USD14,30 juta sedangkan pada tahun 2014 terdapat
laba kurs-neto USD49,07 juta. Rugi kurs-neto tersebut timbul akibat menguatnya nilai
tukar Dolar Amerika Serikat terhadap mata uang asing.
4. Accounts Receivable Turnover
Net Sales
𝐴𝑐𝑐𝑜𝑢𝑛𝑡𝑠 𝑅𝑒𝑐𝑒𝑖𝑣𝑎𝑏𝑙𝑒 𝑇𝑢𝑟𝑛𝑜𝑣𝑒𝑟 =
Average Accounts Receivable
Perputaran piutang (accounts receivable turnover) adalah perhitungan untuk
mengukur kemampuan dalam menagih piutang usaha. Dapat disimpulkan bahwa
kemampuan perusahaan gas negara untuk menagih piutang usahanya mengalami
penurunan. 2014. Pada tahun 2015, Piutang Usaha – Neto sebesar USD286,59 juta
turun sebesar 2,69% dari USD294,52 juta di tahun 2014. Penurunan ini disebabkan
oleh penurunan penjualan distribusi gas sebesar USD33,39 juta.
5. Number of Days’ Sales in Account Receivable
Average Account Receivable
𝑁𝑢𝑚𝑏𝑒𝑟 𝑜𝑓 𝐷𝑎𝑦𝑠 ′ 𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠 𝑖𝑛 𝐴𝑐𝑐𝑜𝑢𝑛𝑡 𝑅𝑒𝑐𝑒𝑖𝑣𝑎𝑏𝑙𝑒 =
Average Daily Sales
Perputaran piutang harian adalah perhitungan yang mengukur perputaran
piutang usaha perharinya. Perusahaan gas negara mengalami peningkatan perputaran
piutang dibandingkan tahun lalu. Hal ini kurang bagus bagi perusahaan sebab semakin
lama perputaran piutang, berarti piutang lebih lama ditagih dan akan menghambat
perusahaan untuk memanfaatkan kas terhadap keperluan lain. Pada tahun 2015,
perputaran piutang bertambah menjadi rata-rata 34,55 hari untuk penagihan piutang.
6. Inventory Turnover
Cost of Goods Sold
𝐼𝑛𝑣𝑒𝑛𝑡𝑜𝑟𝑦 𝑇𝑢𝑟𝑛𝑜𝑣𝑒𝑟 =
Average Inventory
Perputaran persediaan (inventory turnover) digunakan untuk mengukur apakah
penjualan menurun atau meningkat, kemudian mengukur apakah persediaan menurun
atau meningkat. Berdasarkan laporan keuangan tahunan, persediaan atau inventory
perusahaan mengalami penurunan pada tahun 2015, dari tahun 2014 sebesar 62,62
USD menjadi 43,45 USD, penurunan tersebut sebesar 30,60 %, sehingga tidak heran
apabila perhitungan inventory turnover 2015 menurun jauh dibandingkan 2014. Selain

7
itu terjadi penurunan harga minyak pada akhir 2014 yang menyebabkan kemungkinan
pelanggan beralih memakai minyak daripada gas.
7. Number of Days’ Sales in Inventory
Average Inventory
𝑁𝑢𝑚𝑏𝑒𝑟 𝑜𝑓 𝐷𝑎𝑦𝑠 ′ 𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠 𝑖𝑛 𝐼𝑛𝑣𝑒𝑛𝑡𝑜𝑟𝑦 =
Average Daily Cost of Goods Sold
Number of Days’ Sales in Inventory untuk mengukur waktu yang diperlukan
guna memperoleh, menjual, dan mengganti persediaan. Jumlah hari penjualan dalam
persediaan perusahaan gas negara meningkat dari 7,15 hari menjadi 9,19 hari selama
tahun 2015. Hal ini disebabkan adanya penurunan yang disebutkan sebesar 30,60 % di
laporan tahunan perusahaan gas negara. Perusahaan gas negara mengalami penurunan
persediaan disebabkan oleh menurunnya pemakaian gas pelanggan industri dan listrik
sebagai akibat dari pelemahan ekonomi global. Selain itu penurunan pemakaian gas
dipengaruhi oleh kenaikan harga beli gas.
8. Ratio of Fixed Asets to Long Term Liabilities
Fixed Asets (net)
𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 𝑜𝑓 𝐹𝑖𝑥𝑒𝑑 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠 𝑡𝑜 𝐿𝑜𝑛𝑔 𝑇𝑒𝑟𝑚 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠 =
Long Term Liabilities
Ratio of fixed asets to long-term liabilities bertujuan mengukur tingkat
keamanan bagi kreditur jangka panjang. Utang jangka panjang yang dimaksudkan di
sini dapat berupa utang hipotik dan utang obligasi yang menggunakan aktiva tetap
sebagai jaminannya. Di samping itu, rasio ini juga menunjukkan apakah perusahaan
masih mampu memperoleh pinjaman baru dengan aktiva tetap sebagai jaminannya.
Semakin tinggi rasio ini, maka semakin besar pula margin of safety bagi kreditur
jangka panjang. Dari perhitungan di atas, terlihat bahwa pada tahun 2014,
kemampuan perusahaan untuk mendapatkan pinjaman baru dengan aset tetap sebagai
jaminannya jauh lebih baik dibandingkan pada tahun 2015. Pada tahun 2015, aset
tetap mengalami peningkatan sebesar 5.64% karena adanya jaringan pipa distribusi.
Namun demikian, hal yang paling mempengaruhi perubahan rasio ini adalah utang
jangka panjang yang mengalami peningkatan yang signifikan. Utang jangka panjang
perusahaan meningkat sebesar 30.76% terutama disebabkan oleh adanya penarikan
pinjaman sindikasi PGN sebesar $320,000,000 pada Februari 2015 dan sebesar
$330,000,000 pada Juli 2015, serta penarikan pinjaman sindikasi SEI sebesar
$300,000,000 pada Desember 2015.

8
9. Ratio of Liabilities to Stockholder’s Equity
Total Liabilities
𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 𝑜𝑓 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠 𝑡𝑜 𝑆𝑡𝑜𝑐𝑘ℎ𝑜𝑙𝑑𝑒𝑟 ′ 𝑠 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 =
Total Stockholder ′ s Equity
Tahun 2014:
Rp 40,447,177
𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 𝑜𝑓 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠 𝑡𝑜 𝑆𝑡𝑜𝑐𝑘ℎ𝑜𝑙𝑑𝑒𝑟 ′ 𝑠 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 2014 = = 1.0976
Rp 36,848,736
Tahun 2015:
Rp 50,892,302
𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 𝑜𝑓 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠 𝑡𝑜 𝑆𝑡𝑜𝑐𝑘ℎ𝑜𝑙𝑑𝑒𝑟 ′ 𝑠 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 2015 = = 1.1486
Rp 44,305,239
Tahun 2016:
Rp 49,228,962
𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 𝑜𝑓 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠 𝑡𝑜 𝑆𝑡𝑜𝑐𝑘ℎ𝑜𝑙𝑑𝑒𝑟 ′ 𝑠 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 2015 = = 1.1557
Rp 42,594,718
Ratio of liabilities to stockholders equity atau yang seringkali disebut dengan
debt equity merupakan perbandingan antara total utang (baik utang jangka pendek
maupun jangka panjang) terhadap keseluruhan modal yang didapatkan dari para
pemegang saham. Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi
kewajibannya dengan menggunakan modal yang tersedia. Utang yang lebih rendah
dibandingkan dengan ekuitas umumnya menyiratkan perusahaan yang lebih stabil
secara financial. Perusahaan dengan utang yang lebih tinggi dibandingkan dengan
ekuitasnya dianggap lebih beresiko untuk kreditor dan investor dibanding dengan
perusahaan yang memiliki rasio yang lebih rendah. Tidak seperti pembiayaan ekuitas,
utang harus dilunasi kepada pihak pemberi pinjaman; di mana umumnya pelunasan
utang umumnya lebih mahal dibandingkan dengan pembiayaan ekuitas karena dalam
membayar utang, terdapat bunga yang rutin dibayarkan.
Kreditur menganggap bahwa utang yang lebih tinggi dibandingkan ekuitas
berisiko karena hal ini menunjukkan bahwa investor belum mendanai kegiatan operasi
sebanyak yang dilakukan oleh kreditur. Hal ini menunjukkan adanya indikasi bahwa
investor tidak mendanai perusahaan karena perusahaan tidak memiliki kinerja yang
baik. Kurangnya kinerja mungkin juga menjadi alasan mengapa perusahaan mencari
pembiayaan tambahan dari luar. Semakin kecil nilai dari ratio of liabilities to
stockholders equity, maka semakin baik bagi perusahaan dan keamanan pihak luar.
Rasio terbaik terjadi ketika jumlah modal lebih besar dari jumlah hutang atau sama.
Dari perhitungan di atas, dapat diketahui bahwa pada tahun 2014, kemampuan

9
perusahaan dalam membayar kembali kewajiban yang dimilikinya lebih baik
dibandingkan pada tahun 2015 dan 2016.
Rasio ini menunjukkan persentase penyediaan dana oleh pemegang saham
terhadap pemberi pinjaman. Semakin tinggi rasio, semakin rendah pendanaan
perusahaan yang disediakan oleh pemegang saham. Dari perspektif kemampuan
membayar kewajiban jangka panjang, semakin rendah rasio akan semakin baik
kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka panjang. Pada hasil
perhitungan analisa rasio kewajiban terhadap total ekuitas, terjadi peningkatan
persentase rasio yang semula 1.0976 pada tahun 2014 menjadi 1.1486 pada tahun
2015 serta mengalami peningkatan menjadi 1.1557 pada tahun 2016. Dapat terlihat
pada data bahwa jumlah kewajiban yang dimiliki oleh PGN bertambah besar
sementara ekuitas yang dimiliki hanya mengalami peningkatan yang sedikit.
10. Number of Times Interest Charges Are Earned
𝑁𝑢𝑚𝑏𝑒𝑟 𝑜𝑓 𝑇𝑖𝑚𝑒𝑠 𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟𝑒𝑠𝑡 𝐶ℎ𝑎𝑟𝑔𝑒𝑠 𝐴𝑟𝑒 𝐸𝑎𝑟𝑛𝑒𝑑
Income before Income Tax + Interest Expense
=
Interest Expense
Number of times interest charges are earned atau yang biasa disebut dengan
interest coverage ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur jumlah
proporsional dari pendapatan yang dapat digunakan untuk menutupi beban bunga di
masa yang akan datang. Rasio ini menunjukkan berapa kali perusahaan mampu
membayar bunga dengan pendapatan yang belum dipotong dengan pajak, sehingga
akan lebih menguntungkan apabila perusahaan memiliki rasio yang lebih besar.
Kreditur umumnya akan mendukung perusahaan dengan rasio bunga yang lebih tinggi
karena menunjukkan perusahaan mampu membayar pembayaran bunga ketika
kreditur tersebut datang karena rasio yang lebih tinggi kurang beresiko sementara
rasio yang lebih rendah menunjukkan resiko kredit.
Pada perhitungan di atas, terlihat bahwa pada tahun 2014 perusahaan mampu
menghasilkan pendapatan yang cukup untuk membayar beban bunga sebanyak 91
kali. Dengan kata lain, pendapatan perusahaan pada tahun 2014, 91 kali lebih tinggi
dari beban bunga pada tahun tersebut. Sedangkan pada tahun 2015, perusahaan
mampu menghasilkan pendapatan yang cukup untuk membayar beban bunga
sebanyak 62 kali. Dengan kata lain, pendapatan perusahaan pada tahun 2015, 62 kali
lebih tinggi dari beban bunga pada tahun tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa
kemampuan perusahaan dalam membayarkan beban bunga kepada kreditur menurun

10
hingga 29%. Penurunan ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain peningkatan
beban keuangan, rugi selisih kurs-neto, peningkatan penurunan nilai goodwill dan
penurunan bagian laba dari entitas asosiasi dan ventura.
11. Number of Times Preferred Dividend Are Earned
Net Income
𝑁𝑢𝑚𝑏𝑒𝑟 𝑜𝑓 𝑇𝑖𝑚𝑒𝑠 𝑃𝑟𝑒𝑓𝑒𝑟𝑟𝑒𝑑 𝐷𝑖𝑣𝑖𝑑𝑒𝑛𝑑 𝐴𝑟𝑒 𝐸𝑎𝑟𝑛𝑒𝑑 =
Preferred Dividends

*PT Perusahaan Gas Negara tidak memiliki saham preferen, sehingga preferred
dividend yang digunakan dalam perhitungan adalah common dividend
Number of times preferred dividend are earned atau yang dikenal juga dengan
sebutan dividends coverage menunjukkan kemampuan perusahaan dalam
membayarkan deviden kepada para pemegang saham. Rasio ini sangat membantu bagi
para investor yang akan berinvestasi pada suatu perusahaan karena rasio ini
menunjukkan keamanan berinvestasi dalam suatu perusahaan. Meskipun dalam proses
penghitungan variabel yang digunakan adalah saham preferen, namun pemegang
saham biasa umumnya juga menggunakan rasio ini dalam menentukan apakah mereka
akan berinvestasi dalam perusahaan tersebut atau tidak. Rasio ini memungkinkan
pemegang saham untuk mengetahui berapa banyak pendapatan bersih tersedia yang
relative digunakan untuk membayarkan deviden kepada para pemegang saham
preferen. Semakin tinggi nilai dari rasio ini, semakin baik pula tingkat pembayaran
deviden kepada para pemegang saham. Pada perhitungan di atas, dapat diketahui
bahwa pada tahun 2014 perusahaan memiliki kemampuan yang lebih baik dalam hal
membayarkan deviden kepada para pemegang saham preferen dengan pendapatan
bersihnya dibandingkan pada tahun 2015.
Pendapatan neto perusahaan berasal dari 4 segmen usaha, yaitu segmen usaha
transmisi/transportasi, distribusi/niaga, minyak dan gas, serta segmen usaha lainnya
yang mencakup telekomunikasi, konstruksi, LNG, pengelolaan dan penyewaan
gedung dan peralatan, serta sewa (financial lease). Penurunan pendapatan neto sebesar
5.7% ini dipengaruhi oleh penurunan pendapatan bisnis transmisi, pendapatan minyak
dan gas, serta pendapatan bisnis distribusi.

11
C. Analisis Profitabilitas
1. Ratio of Net Sales to Asets
Net Sales
𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 𝑜𝑓 𝑛𝑒𝑡 𝑠𝑎𝑙𝑒𝑠 𝑡𝑜 𝑎𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠 =
Average Total Asets (exclude long term investment)
Ratio of net sales to asets atau yang disebut juga dengan aset turnover ratio
digunakan untuk mengukur seberapa efisien suatu perusahaan menggunakan asetnya
untuk meningkatkan penjualan, sehingga rasio yang lebih tinggi selalu lebih
menguntungkan. Rasio yang lebih tinggi berarti perusahaan sudah menggunakan
asetnya dengan efisien. Rasio yang lebih rendah mengindikasikan bahwa perusahaan
belum menggunakan asetnya dengan efisien, dan kemungkinan besar terjadi masalah
dalam proses produksi atau terdapat permasalahan di bidang manajemen. Saat rasio
sama dengan 1, maka penjualan bersih perusahaan sama dengan total aset rata-rata
dalam tahun tersebut. Rasio ini memberikan gambaran kepada kreditur dan investor
mengenai bagaimana perusahaan dikelola dan menggunakan aset yang dimiliki untuk
menghasilkan produk dan penjualan. Dari hasil perhitungan di atas, terlihat bahwa
rasio pada tahun 2014 lebih tinggi dibanding pada tahun 2015. Hal ini menunjukkan
bahwa perusahaan memiliki efektivitas yang lebih tinggi pada tahun 2014
dibandingkan pada tahun 2015. Efektivitas perusahaan pada tahun 2015 mengalami
penurunan karena adanya penurunan persediaan dan penurunan investasi jangka
pendek sebagai akibat dari adanya penjualan obligasi INDON dan Pertamina.
2. Rate Earned on Total Asets
Net Income + Interest Expense
𝑅𝑎𝑡𝑒 𝐸𝑎𝑟𝑛𝑒𝑑 𝑜𝑛 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠 =
Average Total Asets
Rate earned on total asets berguna untuk menunjukkan seberapa efektif
perusahaan dapat memperoleh laba dari investasi dalam bentuk aset. Dengan kata lain,
rasio ini menunjukkan seberapa efisien perusahaan dapat mengkonversi uang yang
digunakan untuk membeli aset menjadi pendapatan atau laba bersih. Karena aset yang
terdapat dalam perusahaan didanai oleh utang atau ekuitas, maka investor
mengabaikan biaya untuk memperoleh aset, namun menambahkan beban bunga
dalam penghitungannya. Rasio yang lebih tinggi akan lebih menguntungkan investor
karena hal ini menunjukkan bahwa perusahaan lebih efektif mengelola aset untuk
menghasilkan jumlah yang lebih besar dari laba bersih. Rasio yang positif juga
menunjukkan trend laba. Dari hasil penghitungan di atas, terlihat bahwa rasio pada
tahun 2014 lebih tinggi dibanding pada tahun 2015. Hal ini menunjukkan bahwa

12
dibandingkan pada tahun 2015, perusahaan lebih efektif dalam mengelola asetnya
pada tahun 2014. Pada tahun 2015, meskipun rata-rata total aset mengalami
peningkatan yang berasal dari property minyak dan gas terkait akuisisi dan partisipasi
kepemilikan SEI, piutang jangka panjang terkait participating interest di Muara Bakau
PSC, dan peningkatan aset tetap terkait dimulainya komersialisasi KJG pada Agustus
2015. Namun peningkatan aset tetap ini kemudian direklasifikasikan menjadi piutang
sewa sebagai dampak dari implementasi PSAK No. 30 tentang Sewa Operasi. Oleh
sebab itu, perusahaan mengalami penurunan dalam efisiensi pemanfaatan aset.
3. Rate Earned on Stockholder’s Equity
𝑁𝑒𝑡 𝐼𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒
Method of Computation: 𝐴𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑆𝑡𝑜𝑐𝑘ℎ𝑜𝑙𝑑𝑒𝑟 ′ 𝑠𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦

Rate Earned on Stockholder’s Equity 104,057% berarti setiap lembar dollar


saham menghasilkan laba sebanyak 104,057%. Berarti, setiap $1 dari saham
menghasilkan laba $1,0457. Jumlah ini menurun dari angka tahun lalu dikarenakan
pada tahun lalu minyak bumi mengalami penurunan sehingga menurunkan harga jual
dan ekonomi yang lesu menyebabkan kinerja yang menurun sehingga Laba bersih
juga menurun dan ROE menurun. Ekonomi yang lesu adalah dimana kenaikan harga
listrik pada tahun 2015 turut andil dalam turunnya perkembangan demand listrik
sehingga distribusi suplai listrik dengan bahan bakar migas mengalami penurunan.
Penurunan Net Income dirasakan oleh semua sector migas pada tahun 2015 sehingga
penurunan pada Perusahaam Gas Negara merupakan hal yang wajar.
4. Rate Earned on Common Stockholder’s Equity
𝑁𝑒𝑡 𝐼𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒−𝑃𝑟𝑒𝑓𝑒𝑟𝑟𝑒𝑑 𝐷𝑖𝑣𝑖𝑑𝑒𝑛𝑑𝑠
Method of Computation: 𝐴𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒 𝐶𝑜𝑚𝑚𝑜𝑛 𝑆𝑡𝑜𝑐𝑘ℎ𝑜𝑙𝑑𝑒𝑟 ′ 𝑠𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦

Perusahaan Gas Negara tidak mengalami saham preferen sehingga jumlah


Rate Earned in Common Stockholder’s Equity berjumlah sama dengan Rate Earned
on Stockholder’s Equity.
5. Earnings per Share (EPS) on Common Stock
𝑃𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑 𝐴𝑡𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒
Method of Computation: 𝑃𝑎𝑖𝑑 𝑢𝑝 𝐶𝑎𝑝𝑖𝑡𝑎𝑙 (𝑠ℎ𝑎𝑟𝑒)

Tahun 2014:
𝟖.𝟗𝟖𝟖.𝟏𝟕𝟎
Earnings per Share (EPS) on Common Stock 2014 : = 370.78
𝟐𝟒.𝟐𝟒𝟐

Tahun 2015:
𝟓.𝟖𝟖𝟎.𝟑𝟖𝟕
Earnings per Share (EPS) on Common Stock 2015 : 24.242
= 242.58

13
Tahun 2016:
𝟒.𝟎𝟖𝟖.𝟗𝟎𝟑
Earnings per Share (EPS) on Common Stock 2016 : = 168.67
24.242

Earning per share adalah rasio yang menghitung prospek dari saham dan
mengukur jumlah dari laba yang akan dialokasikan bagi tiap lembar saham yang
beredar. Lebih mudahnya,, adalah jumlah uang yang akan diterima pemgenang saham
per lembar saham jika semua laba dibagikan kepada pemegang saham pada akhir
tahun. Rasio ini menunjukan seberapa suatu perusahaan dapat menjadi suatu bentuk
investasi yang menguntungkan bagi pemegang saham. Earning per Share Perusahaan
Gas Negara pada tahun 2015 adalah $0,0165 atau berarti jika semua laba dari
perusahaan dibagikan, setiap lembar saham akan mendapat $0,0165. Jumlah Earning
per Share dari Perusahaan Gas Negara mengamlami penurunan disebabkan
menurunnya Net income dari perusahaan yang cukup signifikan, sedangkan jumlah
outstanding shares tidak berubah.
6. Price-Earnings (P/E) Ratio
𝑆𝑡𝑜𝑐𝑘 𝑃𝑟𝑖𝑐𝑒 (𝐶𝑙𝑜𝑠𝑒)
Method of Computation: 𝐸𝑎𝑟𝑛𝑖𝑛𝑔 𝑝𝑒𝑟 𝑆ℎ𝑎𝑟𝑒 𝑜𝑛 𝐶𝑜𝑚𝑚𝑜𝑛 𝑆𝑡𝑜𝑐𝑘

Tahun 2014:
6.000
Price-Earnings (P/E) Ratio 2014 : 370.78 = 15.09
2.745
Tahun 2015: Price-Earnings (P/E) Ratio 2015 : = 12,02
242.58

Tahun 2016:
2.700
Price-Earnings (P/E) Ratio 2016 : = 15,61
168.67

Price-Earnings Ratio PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk mengalami


perununan dari 16 ke 12 sepanjang tahun 2015. Tiap lembar saham dari PT
Perusahaan Gas Negara terjual 15 kali dari laba bersih per saham pada akhir tahun
2014, sedangkan pada akhir tahun 2015 saham biasa terjual 12 kali dari laba bersih
per saham serta mengalami kenaikan kembali sebesar 15 kali dari laba bersih per
saham pada tahun 2016. Hal ini dikarenakan harga saham yang menurun dan juga
EPS yang menurun karena ekonomi yang lesu menyebabkan harga saham di banyak
perusahaan bidang minyak dan gas mengalami penurunan. Harga PGN menurun
cukup drastic dari Rp.6000,00 per lembar saham menjadi Rp.2745,00 per lembar
saham dan rupiah juga mengalami penurunan pada 2015 sehingga harga saham di
pasar semakin kecil.

14
7. Dividends per Share
Dividends on Common Stock
Method of Computation: Shares of Common Stock Outstanding

Tahun 2014:
RP.5.100.024.084.438
Dividends per Share 2014 : = RP. 210,40
24.241.508.196

Tahun 2015:
RP.3.511.140.047.109
Dividends per Share 2015 : = RP. 144,84
24.241.508.196

Tahun 2016:
RP.2.213.734.538.459
Dividends per Share 2016 : = RP. 91,32
24.241.508.196

Dividends per Share adalah jumlah dari deviden yang diterima oleh tiap
lembar saham selama tahun berjalan. Dividends per share digunakan untuk melihat
seberapa besar deviden yang didapatkan, dan berguna bagi investor yang berminat
untuk mendapat return berupa deviden, sehingga akan mencari perusahaan dengan
angka DPS yang lebih besar. Namun, rasio ini tidak memperlihatkan kinerja
perusahaan secara keseluruhan karena ada sebagian laba yang tidak dibagikan atau
retained earning guna mengembangkan usaha perusahaan. DPS RP. 144,84 berarti
pada tahun 2015, setiap pemegang saham menerima deviden sebesar RP. 144,84
setiap lembarnya.
Sebelumnya, berdasarkan Risalah Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan
yang diadakan pada tanggal 6 April 2015 yang diaktakan dengan Akta Notaris No. 22
dari Notaris Fathiah Helmi, S.H., telah menetapkan jumlah yang dapat didistribusikan
dan jumlah tersebut lebih kecil daripada jumlah yang ditetapkan pada tahun
sebelumnya atau mengalami penurunan.
8. Dividend Yield
𝐷𝑖𝑣𝑖𝑑𝑒𝑛𝑑𝑠 𝑝𝑒𝑟 𝑆ℎ𝑎𝑟𝑒 𝑜𝑓 𝐶𝑜𝑚𝑚𝑜𝑛 𝑆𝑡𝑜𝑐𝑘
Method of Computation: 𝑀𝑎𝑟𝑘𝑒𝑡 𝑃𝑟𝑖𝑐𝑒 𝑝𝑒𝑟 𝑆ℎ𝑎𝑟𝑒 𝑜𝑓 𝐶𝑜𝑚𝑚𝑜𝑛 𝑆𝑡𝑜𝑐𝑘

Dividend Yield adalah rasio yang digunakan oleh investor untuk menghitung
jumlah uang kas yang mereka terima dari investasi mereka, atau jumlah dividen yang
diterima dari setiap dollar harga saham. Disamping menjadi indikator return investasi
saham, dividend yield juga memberikan makna fundamental yang lebih penting bagi
investor, seperti kinerja keuangan perusahaan dan future growth opportunity-nya.
Dividend Yield dari Perusahaan Gas Negara mengalami peningkatan ke angka
5,528%, cukup menjanjikan untuk dijadikan investasi meskipun kinerja yang sedang

15
menurun. Angka yang meningkat ini menunjukan PGN sebagai Perusahaan yang
prospektif untuk diinvestasikan.
9. Closing price
Closing Price = Close Price (per desember setiap akhir tahun)
Harga penutupan suatu efek atau surat berharga di bursa.

D. FINANCIAL RISK FAKTOR EXTERNAL


1. Faktor Ekonomi
Gejolak harga minyak bumi dunia sangat mempengaruhi posisi keuangan dan
likuiditas perekonomian negara Indonesia. Secara mikro, harga minyak bumi dapat
mempengaruhi biaya produksi sebagian besar perusahaan yang menggunakan BBM.
Seperti diketahui, anggaran belanja negara kita disusun berdasarkan asumsi harga
minyak bumi yang diperoleh. Jadi adanya peningkatan harga minyak tersebut
otomatis akan mempengaruhi peningkatan surplus penerimaan negara. Perubahan
kebijakan dan arah alokasi pengeluaran pembangunan sebagai dampak dari kenaikan
harga tersebut perlu selalu diamati.
Selain ipenjabaran di atas, mplikasi ketidakstabilan nilai tukar mata uang ini
bagi manajemen keuangan perusahaan-perusahaan eksportir adalah faktor
ketidakpastian dalam memperkirakan arus pendapatan maupun arus biaya dalam satu
periode tertentu. Tentunya pemakaian jasa konsultan manajer keuangan internasional
sangat disarankan untuk menghindari risiko kerugian dari salah perhitungan kurs
tersebut.
Contoh: rendahnya harga minyak dunia pada tahun 2015 yang sebelumnta dari diatas
USD 100 per barrel terjun bebas sampai titik terbawah USD 30 an per barrel
2. Faktor Politik dan Hukum
Berbagai isu dan permasalahan dalam bidang politik, hukum dan perundang-
undangan yang secara minimal perlu diketahui dan dimengerti oleh para pelaku bisnis
di negara kita mencakup hal-hal berikut ini:
a. Arah dan stabilitas politik dan keamanan.
b. Sistem politik yang dianut kabinet suatu pemerintahan.
c. Kebijakan politik yang dinyatakan dalam kebijakan harga, program pemberian
subsidi, peraturan dan etika permainan dalam berusaha.

16
d. Berbagai sistem perundang-undangan dan peraturan yang ditetapkan oleh lembaga
tinggi negara yang mengatur berbagai aspek kegiatan ekonomi, teknis dan
operasional.
e. Sistem administrasi dan birokrasi yang dijalankan pemerintah pusat dan daerah,
kebijakan otonomi dan desentralisasi daerah.
Contoh:
- Biaya yang tinggi untuk pembangunan kilang gas dan distribusi saluran pipa-pipa
gas untuk komersialisasi
- Sulitnya penjualan gas hasil eksplorasi dikarenan politik yang berbeda dalam hal
desentralisasi
3. Faktor Sosial dan Budaya
Pertimbangan aspek demografi, sosial dan budaya mencakup seluruh
perkembangan karakteristik demografi penduduk, urbanisasi, migrasi musiman,
perilaku etnis dan adat istiadat, struktur sosial, pola gaya hidup masyarakat kota,
persepsi konsumen, pola pembelian konsumen Indonesia, konflik sosial, aspek
pencemaran lingkungan alam, kelanjutan lingkungan hidup dan masih banyak faktor
lainnya untuk disebutkan satu persatu. Pola gaya hidup konsumen mungkin akan
bervariasi antar wilayah tergantung pada latar belakang kebudayaan etnis, demografi,
agama, pendidikan dan lokasi geografi.
Contoh:
Penggunaan kompor listrik sebagai pengganti kompor gas, dimana dalam
urbanisasi pola hidup yang menjalankan “simple life” dengan hidup di apartemen
dengan ruang yang serba minim.

4. Faktor Teknologi
Dalam kaitan ini faktor-faktor dibidang teknologi yang perlu dipelajari
dampak dan pengaruhnya mencakup hal-hal sebagai berikut :
a. Kejadian penemuan (innovations) ilmiah
17
b. Adaptasi teknologi yang siap pakai
c. Perkembangan teknologi barang substitusi
d. Pengeluaran biaya riset dan pengembangan (R & D) oleh pesaing atau perusahaan-
perusahaan di industry
e. Perkembangan teknologi komputer dan informasi
f. Terobosan-terobosan yang dapat meningkatkan produktivitas yang lebih baik di
bidang input, pengolahan dan pemasaran
Contoh: Terobosan pengganti bahan bakar gas menjadi hybrid kedepannya

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penelitian ini digunakan untuk mengetahui pengaruh yang terdiri dari Current
Ratio, Debt to Equity Ratio, Earning Per Share, Price Earning Ratio, Dividen Per Share,
Closing Price terhadap PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. Berdasarkan hasil
penelitian, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1) Hasil pengujian kelayakan
model menunjukkan bahwa model yang digunakan dalam penelitian layak dan dapat
dipergunakan untuk analisis berikutnya. Hasil ini juga mengindikasi bahwa Current
Ratio, Debt to Equity Ratio Earning Per Share, Price Earning Ratio, Dividen Per Share,
Closing Price secara bersama-sama mampu menjelaskan naik turunnya Harga Saham
pada PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. 2) Hasil pengujian menunjukkan bahwa
Current Ratio berpengaruh tidak signifikan terhadap Harga Saham. Hal ini dikarenakan
Current Ratio yang terlalu tinggi dapat disebabkan oleh adanya piutang yang tidak
tertagih atau persediaan yang tidak terjual, yang tentu saja tidak dapat dipakai untuk
membayar hutang. Semakin baik Current Ratio maka dapat meningkatkan minat
masyarakat untuk berinvestasi pada perusahaan tersebut. 3) Hasil pengujian menujukkan
bahwa Debt to Equity Ratio berpengaruh tidak signifikan terhadap Harga Saham. Hal ini
menunjukkan semakin tinggi tingkat hutang maka harga saham akan turun, karena
investor merasa hutang yang dimiliki oleh perusahaan terlalu tinggi sehingga investor
merasa khawatir akan kelangsungan perusahaan di masa yang akan datang. Semakin
tinggi hutang yang dimiliki perusahaan maka semakin tinggi pula resiko investor dalam
mendapatkan pengembalian atas investasi dan berdampak pada penurunan harga saham.

19
DAFTAR PUSTAKA

http://www.pgn.co.id/kip
http://www.idx.co.id/id-id

20

Вам также может понравиться