Вы находитесь на странице: 1из 24

BAB I

PENDAHULUAN

Kejang demam adalah kejang yang terkait dengan demam dan usia,

serta tidak didapatkan infeksi intrakranial ataupun kelainan lain di otak.

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh

(suhu rektal diatas 38ºC), penyakit ini merupakan kelainan neurologis yang paling

sering dijumpai pada anak-anak, terutama pada golongan umur 6 bulan sampai 4

tahun. Hampir 3% anak yang berusia dibawah 5 tahun pernah menderita kejang

demam. 1, 2

Insiden bangkitan kejang demam tertinggi terjadi pada usia 18 bulan.

Kejang demam dikelompokkan menjadi dua, yaitu kejang demam sederhana

dan kejang demam kompleks. Kejang demam kompleks adalah kejang demam

fokal, lebih dari 15 menit, atau berulang dalam 24 jam. Pada kejang demam

sederhana kejang bersifat umum, singkat, dan hanya sekali dalam 24 jam. 1, 3

Faktor-faktor yang berperan dalam etiologi kejang demam yaitu faktor

demam, usia, riwayat keluarga, riwayat prenatal (usia saat ibu hamil),

riwayat perinatal (asfiksia, usia kehamilan dan bayi berat lahir rendah). 3

Lennox dan Buchthal dalam penelitiannya tahun 1971 mengatakan bahwa

kepekaan terhadap bangkitan kejang demam diturunkan oleh sebuah gen dominan

dengan penetrasi yang tidak sempurna didapatkan 41,2% penderita kejang demam

memiliki riwayat keluarga mengalami kejang, dan 3% penderita kejang demam

tidak memiliki riwayat keluarga yang mengalami kejang.1

1
Prognosis kejang demam baik, kejang demam bersifat benigna.

Angka kematian hanya 0,64% - 0,75%. Sebagian besar penderita kejang demam

sembuh sempurna, sebagian berkembang menjadi epilepsi sebanyak 2-7%.

Walaupun prognosis kejang demam baik,bangkitan kejang demam cukup

mengkhawatirkan bagi orang tuanya. Kejang demam juga dapat mengakibatkan

gangguan tingkah laku serta penurunan intelegensi dan pencapaian tingkat

akademik. 3, 4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan

suhu tubuh (suhu rektal diatas 38ºC) yang disebabkan oleh suatu proses

ekstrakranium. Menurut consensus statment on febrile seizures kejang demam

2
adalah suatu kejadian pada bayi dan anak biasanya terjadi antara umur 6

bulan dan 5 tahun berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya

infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. 1, 2, 5

Kejang demam menurut International League Against Epilepsy

(ILAE) adalah kejang yang terjadi setelah usia 1 bulan yang berkaitan dengan

demam yang bukan disebabkan oleh infeksi susunan saraf pusat, tanpa

riwayat kejang sebelumnya pada masa neonatus dan tidak memenuhi kriteria

tipe kejang akut lainnya misalnya karena keseimbangan elektrolit akut. 3

Kejang demam kompleks ialah kejang demam yang lebih lama dari 15

menit, fokal atau multipel (lebih daripada 1 kali kejang per episode demam)

sedangkan kejang demam sederhana ialah kejang demam yang berlangsung

singkat, kurang dari 15 menit dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang

berbentuk umum tonik dan atau klonik tanpa gerakan fokal, kejang tidak

berulang dalam waktu 24 jam. Kejadian kejang demam sederhana yaitu 80%

di antara seluruh kejang demam.

Jika kejang yang disertai demam terjadi selama lebih dari 30 menit

baik satu kali atau multipel tanpa kesadaran penuh diantara kejang maka

diklasifikasikan sebagai status epileptikus yang diprovokasi demam. Kejadian

ini berkisar 5 % dari keseluruhan kejang yang disertai demam.4, 5

2.2 Epidemiologi

Penyakit ini paling sering dijumpai pada anak-anak, terutama pada

golongan umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3% anak yang berusia

dibawah 5 tahun pernah menderita kejang demam. 2

3
Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam dan bayi umur di

bawah 1 bulan tidak termasuk.Sekitar 2-4% anak pernah mengalami kejang

demam dalam hidupnya. 1

Di Amerika Serikat insiden kejang demam berkisar antara 2-5% pada

anak umur kurang dari 5 tahun. Di Asia angka kejadian kejang demam

dilaporkan lebih tinggi dan sekitar 80-90% dari seluruh kejang demam adalah

kejang demam sederhana. Di Jepang angka kejadian kejang demam adalah 9-

10%. 3

Prognosis kejang demam baik, kejang demam bersifat benigna.

Angka kematian hanya 0,64% - 0,75%. Sebagian besar penderita kejang

demam sembuh sempurna, sebagian berkembang menjadi epilepsi

sebanyak 2-7%. Kejang demam juga dapat mengakibatkan gangguan

tingkah laku serta penurunan intelegensi dan pencapaian tingkat

akademik. 2, 4

2.3 Etiologi

Kejang demam dapat disebabkan oleh semua infeksi di luar otak yang

menimbulkan panas seperti faringitis, tonsilitis, tonsilofaringitis, otitis media

akut, bronkopneumonia dan lain-lain. Kejang demam memiliki banyak faktor

predisposisi yang dapat mempengaruhi terjadinya kejang demam, yaitu: 1,2, 4, 5

Terdapat enam faktor yang berperan dalam etiologi kejang demam,

yaitu: demam, usia, riwayat keluarga, faktor prenatal (usia saat ibu hamil,

riwayat pre-eklamsi pada ibu, hamil primi atau multipara, pemakaian bahan

toksik), faktor perinatal (asfiksia, bayi berat lahir rendah, usia kehamilan,

4
partus lama, cara lahir) dan faktor paskanatal (kejang akibat toksik, trauma

kepala).

A. Faktor demam.

Demam ialah hasil pengukuran suhu tubuh di atas 37,8oC

aksila atau di atas 38,3oC rektal. Demam dapat disebabkan oleh

berbagai sebab, tetapi yang tersering pada anak disebabkan oleh

infeksi dan infeksi virus merupakan penyebab terbanyak. Demam

merupakan faktor utama timbulnya bangkitan kejang.

Kenaikan temperatur tubuh berpengaruh terhadap nilai

ambang kejang dan eksitabilitas neural, karena kenaikan suhu

tubuh berpengaruh pada kanal ion dan metabolisme seluler serta

produksi ATP. Setiap kenaikan suhu tubuh satu derajat celsius

akan meningkatkan metabolisme karbohidrat sebesar 10-15%,

sehingga meningkatkan kebutuhan glukosa dan oksigen.

Demam tinggi akan mengakibatkan hipoksia jaringan

termasuk jaringan otak. Pada keadaan hipoksia, otak akan

kekurangan energi sehingga menggangu fungsi normal pompa

Na+. Permeabilitas membran sel terhadap ion Na+ meningkat,

sehingga menurunkan nilai ambang kejang dan memudahkan

timbulnya bangkitan kejang. Demam juga dapat merusak neuron

GABA-ergik sehingga fungsi inhibisi terganggu.

Bangkitan kejang demam terbanyak terjadi pada kenaikan

suhu tubuh berkisar 38,9°C-39,9°C (40 -56%). Bangkitan kejang

5
terjadi pada suhu tubuh 37°C-38,9°C sebanyak 11% dan sebanyak

20% kejang demam terjadi pada suhu tubuh di atas 40ºC.

B. Faktor usia

Usia mempengaruhi terjadinya kejang demam, berkatan

dengan tahap perkembangan otak dibagi 6 fase yaitu :

1. Neurulasi

2. Perkembangan prosensefali

3. Proliferasi neuron

4. Migrasi neural

5. Organisasi

6. Mielinisasi.

Tahapan perkembangan otak intrauteri dimulai fase

neurulasi sampai migrasi neural. Fase perkembangan organisasi

dan mielinisasi masih berlanjut sampai tahun-tahun pertama

paskanatal. Kejang demam terjadi pada fase perkembangan tahap

organisasi sampai mielinisasi. Fase perkembangan otak merupakan

fase yang rawan apabila mengalami bangkitan kejang, terutama

fase perkembangan organisasi.

Pada keadaan otak belum matang (developmental window),

reseptor untuk asam glutamat sebagai reseptor eksitator padat dan

aktif, sebaliknya reseptor GABA sebagai inhibitor kurang aktif,

sehingga otak belum matang eksitasi lebih dominan dibanding

inhibisi.

6
Corticotropin releasing hormon (CRH) merupakan

neuropeptid eksitator, berpotensi sebagai prokonvulsan. Pada otak

belum matang kadar CRH di hipokampus tinggi dan berpotensi

untuk terjadi bangkitan kejang apabila terpicu oleh demam.

Anak pada masa developmental window merupakan masa

perkembangan otak fase organisasi yaitu saat anak berusia kurang

dari 2 tahun. Pada masa ini, apabila anak mengalami stimulasi

berupa demam, maka akan mudah terjadi bangkitan kejang.

Sebanyak 4% anak akan mengalami kejang demam dan

90% kasus terjadi pada anak antara usia 6 bulan sampai dengan 5

tahun, dengan kejadian paling sering pada anak usia 18 sampai

dengan 24 bulan.

C. Riwayat keluarga

Belum dapat dipastikan cara pewarisan sifat genetik terkait

dengan kejang demam. Pewarisan gen secara autosomal dominan

paling banyak ditemukan sekitar 60-80%.

Apabila salah satu orang tua memiliki riwayat kejang

demam maka anaknya beresiko sebesar 20-22%. Apabila kedua

orang tua mempunyai riwayat pernah menderita kejang demam

maka resikonya meningkat menjadi 59-64%. Sebaliknya apabila

kedua orangtuanya tidak mempunyai riwayat kejang demam maka

7
risiko terjadi kejang demam hanya 9%. Pewarisan kejang demam

lebih banyak oleh ibu dibandingkan ayah yaitu 27% berbanding

7%.

D. Faktor Prenatal dan Perinatal

Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun dapat

mengakibatkan berbagai komplikasi kehamilan dan persalinan.

Komplikasi kehamilan diantaranya hipertensi dan eklamsia,

sedangkan gangguan pada persalinan diantaranya trauma

persalinan. Hipertensi pada ibu dapat menyebabkan aliran darah

ke plasenta berkurang sehingga berakibat keterlambatan

pertumbuhan intrauterin, prematuritas dan BBLR. Komplikasi

persalinan diantaranya partus lama. Keadaan tersebut dapat

mengakibatkan janin dengan asfiksia sehingga akan terjadi

hipoksia dan iskemia. Hipoksia mengakibatkan lesi pada daerah

hipokampus, rusaknya faktor inhibisi dan atau meningkatnya

fungsi neuron eksitasi, sehingga mudah timbul kejang bila ada

rangsangan yang memadai seperti demam.

E. Faktor Paskanatal

Risiko untuk perkembangan kejang akan menjadi lebih

tinggi bila serangan berlangsung bersamaan dengan terjadinya

infeksi sistem saraf pusat seperti meningitis, ensefalitis, dan

terjadinya abses serta infeksi lainnya. Ensefalitis virus berat

seringkali mengakibatkan terjadinya kejang. Di negara-negara

8
barat penyebab yang paling umum adalah virus Herpes simplex

(tipe l) yang menyerang lobus temporalis.

Selain infeksi, ditemukan bukti bahwa cedera kepala

memicu kejadian kejang demam pada anak sebesar 20,6%. 2, 3, 4, 5

2.4 Patofisiologi

Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam

dan luar. Dalam keadaan normal, membran sel neuron dapat dilalui dengan

mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit oleh ion natrium (Na+) dan

elektrolit lainnya kecuali ion khlorida (Cl-) sehingga berakibat konsentrasi

K+ dalam sel neuron tinggi dan Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron

terjadi sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan

di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial

membran sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini

diperlukan bantuan ensim dan energi yang didapat dari metabolisme yaitu

melalui proses oksidasi glukosa. Bila suhu tubuh meningkat, akan terjadi

gangguan fungsi otak dengan akibat keseimbangan potensial membran

terganggu, mengakibatkan terjadi difusi K+ dan Na+ yang dapat

menimbulkan lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian

besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel neuron maupun ke sel

tetangganya dan akhirnya timbullah kejang fokal maupun kejang umum. 1

9
Gambar 2.1 Patofisiologi Kejang Demam

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1ºC akan mengakibatkan

kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan

meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai

65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya

15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan

keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi

difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran tadi, dengan

akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian

besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun membran sel

tetangganya dengan bantuan bantuan yang disebut sebagai neurotransmiter

dan terjadilah kejang. Tiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda dan

tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita

10
kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang

rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38ºC sedangkan pada anak dengan

ambang kejang yang tinggi kejang baru terjadi pada suhu 40ºC atau lebih. 2

Dari kenyataan ini dapat di simpulkan bahwa terulangnya kejang

demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehinggan

dalam penanggulangannya perlu di perhatikan pada tingkat suhu berapa

pendeita kejang. Kejang demam berlangsung singkat pada umumnya tidak

berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang

berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai dengan apnea,

meningkatkan kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang

akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh

metabolisme anaerobik, hipotensi arterial di sertai denyut jantung yang tidak

teratur dan suhu tubuh makin meningkat di sebabkan meningkatnya aktifitas

otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian

kejadian di atas merupakan faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan

neuron selama berlangsungnya kejang lama. Faktor tepenting adalah

gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga

meninggikan permeabilitas kapiler dan timbulnya edema otak yang

mengakibatkan keruskan sel neuron otak. 2

Keruskan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat

serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” di kemudian

hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam

11
yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga

terjadi epilepsi. 2

Demam dapat menimbulkan kejang melalui mekanisme sebagai

berikut:

1. Demam dapat menurunkan nilai ambang kejang pada sel-sel yang

belum matang/immatur.

2. Timbul dehidrasi sehingga terjadi gangguan elektrolit yang

menyebabkan gangguan permiabilitas membran sel.

3. Metabolisme basal meningkat, sehingga terjadi timbunan asam

laktat dan CO2 yang akan merusak neuron.

4. Demam meningkatkan Cerebral Blood Flow (CBF) serta

meningkatkan kebutuhan oksigen dan glukosa, sehingga

menyebabkan gangguan aliran ion-ion keluar masuk sel. 2

Keseimbangan potensial membran dapat dirubah oleh adanya keadaan

seperti:

1. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler

2. Rangsangan yang datang mendadak, seperti mekanis, kimiawi

atau aliran listrik di sekitarnya

3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit

atau keturunan. 2

2.5 Klasifikasi Kejang Demam

Klasifikasi Kejang Demam dibagi menjadi 2 menurut UKK Saraf

Anak tahun 2006, yaitu: 1, 3

12
No Kejang Demam Sederhana Kejang Demam Kompleks
1 Lama kejang ≤ 15 menit Lama kejang ≥ 15 menit
2 Kejang bersifat umum Kejang bersifat fokal atau parsial
3 Frekuensi kejang 1 kali 24 jam Frekuensi kejang > 1 dalam 24 jam
Tabel 2.1 Klasifikasi Kejang Demam

2.6 Manifestasi Klinis

Umumnya kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu

demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-

klonik, tonik, klonik, fokal, atau akinetik. Seringkali kejang berhenti sendiri.

Setelah kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak,

tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali

tanpa defisit neurologis. Kejang demam kompleks dapat diikuti oleh

hemiparesis sementara (hemiparesis Todd) yang berlangsung beberapa jam

sampai beberapa hari. 2, 5

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan

bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang

disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis

media akut, bronkitis, forunkulosis dan lain-lain. 2, 3

Perbedaan kejang demam sederhana (KDS) dan kompleks (KDK)

dapat dilihat pada tabel berikut : 3

13
Tabel 2.2 Perbedaan Kejang Demam Sederhana dan Kompleks

2.7 Diagnosis Klinis

Untuk mendiagnosis kejang demam dapat dilakukan melalui

anamnesis, pemeriksaan fisik yang lengkap dan pemeriksaan penunjang,

yaitu: 1, 3, 5

a. Anamnesis

 Identifikasi atau pastikan adanya kejang, jenis kejang, lama

kejang, keadaan saat kejang, kesadaran saat kejang

 Suhu sebelum atau pada saat kejang, interval suhu dalam 24 jam

dan keadaan anak pasca kejang

 Identifikasi penyebab demam di luar infeksi susunan saraf pusat

(gejala infeksi saluran napas akut atau ISPA, infeksi saluran

kemih atau ISK. Otitis media akut atau OMA, bronkitis, dan

lain-lain)

 Tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya

 Riwayat kelahiran, tumbuh kembang, kejang demam, atau

epilepsi dalam keluarga

 Singkirkan penyebab kejang yang lain (misalnya: diare atau

muntah yang mengakibatkan gangguan elektrolit, sesak yang

mengakibatkan hipoksemia, asupan kurang yang dapat

menyebabkan hipoglikemia). 1, 3

b. Pemeriksaan Fisik

 Kesadaran: apakah terdapat penurunan kesadaran

14
 Suhu tubuh: apakah terdapat demam

 Tanda rangsang meningeal: kaku kuduk, Bruzinski I dan II,

Kernique, Laseque dan pemeriksaan nervus cranial

 Tanda peningkatan tekanan intrakranial: ubun ubun besar

(UUB) membonjol, papil edema

 Tanda infeksi di luar susunan saraf pusat seperti infeksi saluran

pernapasan, faringitis, otitis media, infeksi saluran kemih dan

lain sebagainya yang merupakan penyebab demam

 Pemeriksaan neurologi: tonus, motorik, reflex fisiologis, reflex

patologis walaupun jarang ditemukan kelainan. 1, 3

c. Pemeriksaan Penunjang

 Pemeriksaan laboratorium tidak rutin, dilakukan jika ada

indikasi. Darah lengkap, gula darah, elektrolit serum lengkap

(natrium, kalium, calcium, magnesium)

 Lumbal pungsi sesuai indikasi, dilakukan untuk menyingkirkan

atau menegakkan diagnosis meningitis. Risiko meningitis

bakterial ialah 0,6-6,7%.Lumbal pungsi sangat dianjurkan pada

bayi < 12 bulan, dianjurkan pada bayi berumur 12 - 18 bulan,

dan tidak rutin dikerjakan pada anak lebih > 18 bulan, kecuali

ada gejala meningitis atau kecurigaan infeksi intrakranial

lainnya

 Elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi

berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian

15
epilepsi. Oleh karena itu tidak direkomendasikan, kecuali pada

kejang demam yang tidak khas seperti: kejang fokal, kejang

demam kompleks frekuen, kejang demam plus (FS+)

 CT scan atau MRI kepala, diindikasikan pada keadaan: kejang

fokal/parsial, adanya kelainan neurologis, atau tanda

peningkatan tekanan intrakranial. 1, 5

2.8 Diagnosis Banding

1. Kejang demam sederhana

2. Kejang demam Kompleks

3. Epilepsi

4. Meningitis. 2

2.9 Penatalaksanaan

Penatalaksaan kejang demam dapat dilakukan dengan memperhatikan

prinsip penanganan kejang demam terdiri dari 3 hal:

1. Mengatasi kejang fase akut.

2. Mengatasi demam, mencari, dan mengobati penyebab demam.

3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam. 1

16
Bagan 2.1 Alur Penatalaksanaan Kejang Demam 3

1. Mengatasi kejang fase akut

Pasien yang dirawat di rumah sakit, bila kejang sudah

berhenti dengan diazepam, dapat diberikan antikonvulsan long

acting (phenobarbital) jika ada faktor risiko: kejang lama, kejang

fokal/parsial, adanya kelainan neurologis yang nyata, kejang

multipel>2 kali, riwayat epilepsi keluarga. 1

Adapun dosis phenobarbital: loading dose secara

intramuskuler yaitu:

 Neonatus : 30 mg

17
 Bayi : 50 mg

 >1 tahun : 75 mg. 1

Kemudian dapat dilanjutkan 12 jam kemudian

phenobarbital oral, yaitu;

 8-10 mg/kgbb/hari di bagi 2 dosis (selama 2 hari)

 Selanjutnya 3-5 mg/kgbb/hari dibagi 2 dosis. 1

2. Mengatasi demam dengan mencari dan mengobati penyebab

demam

Obat antipiretika sering diberikan meskipun tidak terbukti

mencegah terulangnya kejang, tetapi efektif menurunkan suhu

sehingga dapat membuat anak menjadi lebih nyaman dan

tenang.Mengatasi etiologi demam dengan pemberian antibiotika

jika ada indikasi.

Dosis parasetamol yang digunakan ialah 10-15

mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali.

Dosis ibuprofen 5-10 mg/kgBB/kali diberikan 3-4 kali sehari. 1, 2, 3

3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam

Pencegahan berulangnya kejang demam perlu dilakukan

karena sering berulang dan menyebabkan kerusakan otak yang

menetap. Ada 2 cara profilaksis yaitu proflaksis intermiten pada

waktu demam dan profilaksis terus-menerus dengan antikonvulsan

setiap hari.

18
Untuk profilaksis intermiten, antikonvulsan hanya

diberikan pada waktu pasien demam. Obat yang diberikan harus

cepat diabsorpsi dan cepat masuk ke jaringan otak. Diazepam

intermiten memberikan hasil lebih baik karena penyerapannya

lebih cepat. Dapat digunakan diazepam intrarektal tiap 8 jam pada

kenaikan suhu mencapai 38,5oC atau lebih yaitu dengan dosis :

 5 mg untuk pasien dengan berat badan < 10 kg

 10 mg untuk pasien dengan berat badan > 10 kg

Diazepam dapat pula diberikan secara oral dengan dosis 0,5

mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis pada waktu pasien demam.

Efek samping diazepam ialah ataksia, mengantuk dan hipotonia.

Untuk profilaksis terus-menerus dilakukan dengan

pemberian fenobarbital 4-5mg/kgBB/hari dengan kadar obat dalam

darah sebesar 16µg/ml menunjukkan hasil yang bermakna untuk

mencegah berulangnya kejang demam. Efek samping fenobarbital

berupa kelainan watak yaitu iritabel, hiperaktif, pemarah dan

agresif ditemukan pada 30-50% pasien. Efek samping dapat

dikurangi dengan menurunkan dosis fenobarbital.

Obat lain yang dapat digunakan yaitu asam valproat dengan

dosis 15-40 mg/kgBB/hari. Fenitoin dan carbamazepin tidak efektif

untuk pencegahan kejang demam. Antikonvulsan profilaksis terus-

menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir

kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.

19
Adapun indikasi profilaksis terus-menerus yaitu sebagai

berikut :

 Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan

neurologis atau perkembangan

 Ada riwayat kejang tanpa demam pada orangtua atau

saudara kandung

 Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti

kelainan neurologis sementara dan menetap

 Kejang demam terjadi pada bayi berumur < 12 bulan atau

terjadi kejang multipel dalam satu episode demam. 1, 2, 3

2.10 Komplikasi

Komplikasi yang terjadi akibat kejang demam menurut Waskhito

(2013), yaitu:

 Kerusakan neurotransmiter

 Epilepsi

 Kelainan anatomi otak

 Kecacatan atau kelainan neurologis. 3

2.11 Prognosis

Dengan penanggulan yang tepat dan cepat, prognosis baik dan tidak

perlu menyebabkan kematian. Dua penyelidikan masing-masing mendapat

angka kematian 0,46% dan 0,74%. 2

20
Dari penelitian yang memiliki frekuensi terulang kejang berkisar

antara 25”%-50% yang umumnya terjadi pada 6 bulan pertama. Apabila

melihat kepada umur, jenis kelamin dan riwayat keluarga, Lennox-Buchthal

(1973) mendapatkan:2

 Pada anak berumur kurang dari 13 tahun, terulang kejang pada wanita

50% dan pria 33%

 Pada anak berumur antara 14 bulan dan 3 tahun dengan riwayat

keluarga adanya kejang, terulangnya kejang adalah 50% sedang pada

tanpa riwayat kejang 25%. 2

Angka kejadian epilepsi berbeda-beda, tergantung dari cara penelitian,

misalnya Lumban Tobing (1975) pada penelitian mendapatkan 6%,

sedangkan Livingston (1954) nendaptkan dari golongan kejang demam

sederhana hanya 2,9% yang menjadi epilepsi dan dari golongan epilepsi yang

di provokasi oleh demam ternyata 97% yang menjadi epilepsi.2

Resiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita

kejang demam tergantung dari faktor:2

a. Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga

b. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak

menderita kejang demam

c. Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.

Bila terdapat paling sedikit 2 atau 3 dari faktor tersebut di atas, maka

dikemudian hari kan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13%,

21
di banding bila hanya terdapat 1 atau tidak sma sekali faktor tersebut diatas,

serangan kejang tanpa demam hanya 2%-3%.2

Hemiparesis basanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang

lama (berlangsung lebih dari setengah jam) baik yang bersifat umum maupun

fokal. Kelumpuhan sesuai dengan kejang fokal yang terjadi.

Mula-mula kelumpuhan bersifat flaksid, tetapi setekah 2 minggu

timbul spastisitas. Millichap (1968) melaporkan dari 1190 anak yang

menderita kejang demam, hanya 0,2% yang mengalami hemiparesis sesudah

kejang lama. Dari suatu penelitian terhadap 431 penderita dengan kejang

demam sederhana, tidak terdapat kelainan pada IQ, tetapi pada penderita

kejang demam yang sebelumnya telah terdapat gangguan perkembangan atau

kelainan neurologis akan di dapat IQ yang lebih rendah dibanding dengan

saudaranya (Millichap, 1968). Apabila kejang demma di ikuti dengan

terukangnya kejang tanpa demam, retardasi mental akan terjadi 5 kali lebih

besar (Nelson dan Ellenberg, 1978). 2.

BAB III

LAPORAN KASUS

PR YUDHA BIKIN RAPI KAYA KAMU BIKIN CBD 1

22
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan

suhu tubuh (suhu rektal diatas 38ºC) yang disebabkan oleh suatu proses

23
ekstrakranium. Menurut consensus statment on febrile seizures kejang demam

adalah suatu kejadian pada bayi dan anak biasanya terjadi antara umur 6

bulan dan 5 tahun berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya

infeksi intrakranial atau penyebab tertentu.

Pada kasus ini, pasien mengalami kejang sebanyak 1 kali, lama kejang

dikatakan lebih dari 15 menit atau sekitar 20 menit. Kejang dikatakan terjadi

pada seluruh tubuh, dengan kedua tangan mengempal dan menghentak, kedua

kaki menghentak, mata melirik keatas. Saat kejang pasien tidak sadar, setelah

kejang berhenti pasien sadar dan menangis. Pasien dikatakan mengalami

demam sekitar kurang lebih 4 jam sebelum timbulnya kejang. Demam

dikatakan terjadi tiba-tiba dan meningkat sekitsar 39,5 ºC.

24

Вам также может понравиться