Вы находитесь на странице: 1из 12

A.

PENGERTIAN SEWA GUNA USAHA


Pengertian sewa guna usaha - Kegiatan sewa guna usaha (leasing)
diperkenalkan untuk pertama kalinya di Indonesia pada tahun 1974 dengan
dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri
Perindustrian dan Perdagangan No.Kep-122/MK/2/1974 dan No.30/KPB/I/74
tanggal 7 Februari 1974 tentang “Perizinan Usaha Leasing”. Menurut Surat
Keputusan Bersama tersebut menyatakan :
Makalah Sewa Guna Usaha Akuntansi Pengertian Leasing Artikel
“ Leasing ialah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan
barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk suatu jangka
waktu tertentu berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai
dengan hak pilih (opsi) bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang
modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan
nilai sisa yang telah disepakati bersama”
Definisi tersebut nampaknya hanya menampung satu jenis sewa guna usaha
saja yang lazim disebut capital lease atau sewa guna usaha pembiayaan. Namun
demikian, dengan ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan
No.1251/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988, jenis kegiatan sewa guna
usaha telah diperluas sebagaimana tersirat dalam (pasal 1 huruf d) keputusan
tersebut yang menampung definisi-definisi berikut ini : “Perusahaan sewa guna
usaha (Leasing Company) adalah badan usaha yang melakukan kegiatan
pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara Capital lease
maupun Operating Lease untuk digunakan oleh penyewa guna usaha selama
jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala”
Menurut Marpaung (1985:1), perusahaan leasing adalah perusahaan yang
memberikan jasa dalam bentuk penyewaan barang-barang modal atau alat-alat
produksi dalam jangka waktu menengah atau jangka panjang dimana pihak
penyewa (lessee) harus membayar sejumlah uang secara berkala yang terdiri dari
nilai penyusutan suatu obyek lease ditambah dengan bunga, biaya-biaya lain serta
profit yang diharapkan oleh lessor.
Dari pengertian leasing yang telah dikemukakan di atas, dapat diambil
kesimpulan bahwa ciri-ciri leasing yang membedakannya dari transaksi sewa-
menyewa biasa, yaitu :
a. Obyek Leasing Barang-barang yang menjadi obyek perjanjian leasing meliputi
segala macam barang modal seperti mesin atau komputer, sedangkan pada
transaksi sewa-menyewa biasa obyeknya tidak harus barang modal.
b. Adanya pembayaran secara berkala dalam waktu tertentu
Dalam sewa-menyewa biasanya cara pembayarannya dilakukan sekali untuk
suatu periode tertentu, sedangkan leasing pembayarannya dilakukan secara
berkala dan bisa dilakukan setiap bulan, setiap kuartal, atau setiap setengah
tahun sekali.
c. Nilai sisa atau residual value. Pada perjanjian leasing ditentukan suatu nilai
sisa sedangkan perjanjian sewa-menyewa biasa tidak mengenal hal ini.

d. Hak opsi bagi lessee. Pada akhir dari masa leasing, lessee mempunyai hak
untuk menentukan apakah dia ingin membeli barang tersebut dengan harga
sebesar nilai sisa ataukah mengembalikan kepada lessor. Pada perjanjian
sewa-menyewa biasa jika masa sewa telah berakhir maka penyewa wajib
mengembalikan barang tersebut kepada pihak yang menyewakan.
B. JENIS-JENIS SEWA GUNA USAHA (LEASING).
Secara umum jenis leasing bisa dibedakan menjadi dua kelompok utama
(Eddy P.Soekadi, 1990:20), yaitu :
1. Capital lease atau Capital Lease (Sewa guna usaha dengan hak opsi)
Pada transaksi leasing jenis ini Lessee yang membutuhkan barang
menentukan sendiri jenis serta spesifikasi barang yang dibutuhkan. Lessee
juga mengadakan negosiasi langsung dengan supplier mengenai harga,
syarat-syarat perawatan serta lain-lain hal yang berhubungan dengan
pengoperasian barang tersebut. Kemudian Lessor akan mengeluarkan
dananya untuk membayar barang tersebut kepada supplier dan setelah itu
barang tersebut diserahkan kepada lessee. Sebagai imbalan atas jasa
penggunaan barang tersebut maka lessee akan membayar secara berkala
kepada lessor sejumlah uang untuk jangka waktu tertentu yang telah
disepakati bersama. Pada akhir masa lease, lessee mempunyai hak pilih
untuk membeli barang tersebut seharga nilai sisanya, mengembalikan
barang tersebut kepada lessor atau juga mengadakan perjanjian leasing lagi
untuk tahap yang kedua atas barang yang sama. Capital lease sendiri
sebenarnya dapat dikategorikan lagi menjadi dua macam :
a. Direct capital lease. Transaksi ini terjadi jika lessee sebelumnya belum
pernah memiliki barang yang dijadikan obyek lease. Pada dasarnya
transaksi leasing jenis ini sama dengan transaksi capital lease yang
telah diterangkan di atas.
b. Sale and lease back. Sesuai dengan namanya, dalam transaksi ini
lessee menjual barang yang sudah dimilikinya kepada lessor. Atas
barang yang sama ini kemudian dilakukan suatu kontrak leasing antara
lessor dan lessee.
2. Operating Lease (Sewa guna usaha tanpa hak opsi)
Pada transaksi leasing jenis ini, lessor membeli barang dan kemudian
menyewakannya kepada lessee untuk jangka waktu tertentu. Pada
prakteknya lessee membayar uang secara berkala yang besarnya secara
keseluruhan tidak meliputi harga barang serta biaya yang telah dikeluarkan
oleh lessor. Disini secara jelas tidak ditentukan adanya nilai sisa serta hak
opsi bagi lessee. Setelah masa lease berakhir, lessor merundingkan
kemungkinan dilakukannya kontrak lease yang baru dengan lessee yang
sama atau juga lessor mencari calon lessee yang baru. Pada operating lease
ini biasanya lessor bertanggung jawab mengenai perawatan barang
tersebut. Barang-barang yang sering digunakan dalam operating lease ini
biasanya barang-barang yang mempunyai nilai tinggi seperti alat-alat
berat, traktor, mesin-mesin, dan sebagainya.
3. Leverage lease. Leverage lease ini adalah merupakan capital lease. Namun
di dalam pelaksanaannya leverage lease ini jauh lebih kompleks serta
melibatkan pihak ketiga. Selain daripada lessee dan lessor, ada juga pihak
ketiga yang disebut sebagai credit provider. Lessor tidak membiayai
barang tersebut hingga sebesar 100 % dari harga barang melainkan hanya
antara 20% hingga 40%. Kemudian sisa dari harga barang tersebut akan
dibiayai oleh pihak ketiga. Biasanya leverage lease ini dilakukan terhadap
barang-barang yang mempunyai nilai yang tinggi.
4. Cross border lease. Transaksi pada jenis ini merupakan suatu transaksi
leasing yang dilakukan dengan melewati batas suatu negara. Dengan
demikian antara lessor dan lessee terletak pada dua negara yang berlainan.
Cross border lease ini saat ini banyak dilakukan di negara-negara maju
seperti di Eropa atau di Amerika Serikat. Barang-barang atau peralatan
yang ditransaksikan dalam cross border lease ini juga meliputi nilai jutaan
dollar seperti misalnya pesawat terbang jet. Pemerintah Indonesia hingga
saat ini belum mengizinkan adanya transaksi cross border lease ini.
5. KRITERIA PENGGOLONGAN SEWA GUNA USAHA
Menurut Standar Akuntansi Keuangan (2004:30.6), suatu transaksi sewa guna
usaha akan dikelompokkan sebagai capital lease apabila dipenuhi semua kriteria
berikut ini :
1. Penyewa guna usaha (lessee) memiliki hak opsi untuk membeli aktiva yang
disewagunausahakan pada akhir masa sewa guna usaha dengan harga yang
telah disetujui bersama pada saat dimulainya perjanjian sewa guna usaha.
2. Seluruh pembayaran berkala yang dilakukan oleh penyewa guna usaha
ditambah dengan nilai sisa mencakup pengembalian harga perolehan barang
modal yang disewagunausahakan serta bunganya, sebagai keuntungan
perusahaan sewa guna usaha (full payout lease).
3. Masa sewa guna usaha minimum 2 (dua) tahun.
Sedangkan menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor
1169/KMK.01/1991 tanggal 27 Nopember 1991, kegiatan sewa guna usaha
digolongkan sebagai sewa guna usaha dengan hak opsi apabila memenuhi semua
kriteria berikut :
1. Jumlah pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha pertama
ditambah dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga
perolehan barang modal dan keuntungan lessor.
2. Masa sewa guna usaha ditetapkan sekurang-kurangnya 2(dua) tahun untuk
barang modal Golongan I, 3 (tiga) tahun untuk barang modal golongan II dan
III dan 7 (tujuh) tahun untuk golongan bangunan.
3. Perjanjian sewa guna usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee.
Dari kedua ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya suatu
transaksi dapat dikatakan sebagai transaksi sewa guna usaha dengan hak opsi
(capital lease) apabila memenuhi syarat :
1. Adanya hak opsi bagi lessee untuk membeli barang yang
disewagunausahakan.
2. Masa sewa guna usahanya sama atau melebihi 75% dari taksiran umur
ekonomis aktiva yang disewagunausahakan.
3. Pembayaran sewa guna usahanya selama masa sewa guna usaha pertama
ditambah dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga
perolehan barang modal dan keuntungan lessor.

6. PERLAKUAN AKUNTANSI OLEH PENYEWA GUNA USAHA


(LESSEE)
1. Berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi komersial. Menurut Standar
Akuntansi Keuangan (2004:30.7) perlakuan akuntansi oleh lessee atas
transaksi capital lease adalah sebagai berikut :
a. Transaksi sewa guna usaha diperlakukan dan dicatat sebagai aktiva
tetap dan kewajiban pada awal masa sewa guna usaha sebesar nilai
tunai dari seluruh pembayaran sewa guna usaha ditambah nilai sisa
(harga opsi) yang harus dibayar oleh penyewa guna usaha pada akhir
masa sewa guna usaha. Selama masa sewa guna usaha setiap
pembayaran sewa guna usaha dialokasikan dan dicatat sebagai
angsuran pokok kewajiban sewa guna usaha dan beban bunga
berdasarkan tingkat bunga yang diperhitungkan terhadap sisa
kewajiban penyewa guna usaha.
b. Tingkat diskonto yang digunakan untuk menentukan nilai tunai dari
pembayaran sewa guna usaha adalah tingkat bunga yang dibebankan
oleh perusahaan sewa guna usaha atau tingkat bunga yang berlaku
pada awal masa sewa guna usaha.
c. Aktiva yang disewagunausahakan harus diamortisasi dalam jumlah
yang wajar berdasarkan taksiran masa manfaatnya.
d. Kalau aktiva yang disewagunausahakan dibeli sebelum berakhirnya
masa sewa guna usaha, maka perbedaan antara pembayaran yang
dilakukan dengan sisa kewajiban dibebankan atau dikreditkan pada
tahun berjalan.
e. Kewajiban sewa guna usaha harus disajikan sebagai kewajiban lancar
dan jangka panjang sesuai dengan praktik yang lazim untuk jenis usaha
penyewa guna usaha.
f. Dalam hal dilakukan penjualan dan penyewaan kembali (sales and
lease back) maka transaksi tersebut harus diperlakukan sebagai dua
transaksi yang terpisah yaitu transaksi penjualan dan transaksi sewa
guna usaha. Selisih antara harga jual dan nilai buku aktiva yang dijual
harus diakui dan dicatat sebagai keuntungan atau kerugian yang
ditangguhkan. Amortisasi atas keuntungan atau kerugian yang
ditangguhkan harus dilakukan secara proporsional dengan biaya
amortisasi aktiva yang disewagunausahakan apabila leaseback
merupakan capital lease atau secara proporsional dengan biaya sewa
apabila leaseback merupakan operating lease.
2. Berdasarkan ketentuan perpajakan
a. Pajak Penghasilan. Menurut Keputusan Menteri Keuangan RI
No.1169/KMK.01/1991 tentang kegiatan sewa guna usaha (leasing)
dengan hak opsi, pada pasal 16 : Perlakuan pajak penghasilan bagi
lessee adalah sebagai berikut :
 Selama masa sewa guna usaha, lessee tidak boleh melakukan
penyusutan atas barang modal yang disewagunausaha, sampai saat
lessee menggunakan opsi untuk membeli.
 Setelah lessee menggunakan hak opsi untuk membeli barang modal
tersebut, lessee melakukan penyusutan dan dasar penyusutan
adalah nilai sisa (residual value) barang modal yang bersangkutan.
 Pembayaran sewa guna usaha yang dibayar atau terutang oleh
lessee kecuali pembebanan atas tanah, merupakan biaya yang dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto lessee sepanjang transaksi
sewa guna usaha tersebut memenuhi ketentuan dalam pasal 3
keputusan ini.
 Lessee tidak memotong PPh pasal 23 atas pembayaran sewa guna
usaha yang dibayar atau terutang berdasarkan perjanjian sewa guna
usaha dengan hak opsi.
b. Pajak Pertambahan Nilai . Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang
dikenakan atas bertambahnya nilai barang dan jasa yang dihasilkan
atau diserahkan oleh Pengusaha Kena Pajak baik pengusaha yang
menghasilkan barang kena pajak, mengimpor barang kena
pajak, melakukan usaha perdagangan, atau pengusaha yang
melakukan usaha dibidang jasa kena pajak. Dalam transaksi sewa guna
usaha dengan hak opsi (financial lease), ada dua jenis penyerahan yaitu
penyerahan barang kena pajak dan penyerahan jasa kena pajak. Dalam
Keputusan Menteri Keuangan RI No.1169/KMK.01/1991 pasal 15
disebutkan bahwa atas penyerahan jasa kena pajak pada transaksi
financial lease, dikecualikan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
Sedangkan dalam pasal 1 huruf b angka 1 Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai, disebutkan bahwa penyerahan barang kena pajak
karena perjanjian leasing adalah penyerahan yang dikenakan PPN.
Yang menjadi soal adalah siapa diantara lessee dan lessor yang berhak
untuk mengkreditkan pajak masukan PPN. Dengan perkataan lain,
nama dan NPWP siapa yang tercantum dalam faktur pajak. Oleh
karena barang modal tersebut digunakan oleh lessee dalam produksi,
maka dialah yang berhak mengkreditkan pajak masukan. Dengan
demikian, faktur pajak barang modal adalah atas nama dan NPWP
lessee tersebut.
Berikut ini adalah skema perlakuan PPN atas penyerahan sewa
guna usaha dengan hak opsi :

Skema perlakuanPPN atas Financial Lease

Sumber : Untung Sukardji, Pajak Pertambahan Nilai, 2005:488


Keterangan :
1. Perjanjian sewa guna usaha dengan hak opsi ditandatangani oleh lessor dan
lessee.
2. Lessor menyerahkan jasa sewa guna usaha dengan hak opsi kepada lesse yang
berdasarkan pasal 4A UU PPN 1984 jo pasal 9 PP No.50/1994 tidak
dikenakan PPN, sehingga lessor non PKP.
3. Perjanjian jual beli barang modal sebagai objek perjanjian sewa guna usaha
dengan hak opsi ditandatangani oleh supplier dan lessor.
4. Penyerahan secara fisik barang modal kepada lessee sesuai dengan permintaan
lessor.
5. Penyerahan secara yuridis barang modal kepada lessor selaku pemegang hak
milik atas barang modal yang menjadi objek perjanjian.
6. Supplier membuat dan menyerahkan faktur pajak atas nama “Lessor q.q.
Lessee”.
7. Lessor membayar PPN kepada supplier, tetapi PPN ini merupakan pajak
masukan yang tidak dapat dikreditkan oleh lessor karena lessor bukan PKP.
8. Untuk membeli barang modal, lessor mengambil kredit dari bank.
9. Faktur pajak atas nama “Lessor q.q. Lessee”, diserahkan oleh lessor kepada
lessee supaya pajak masukannya dapat dikreditkan oleh lessee.
10. Karena lessee menerima faktur pajak atas nama “Lessor q.q. Lessee” sehingga
pajak masukan dapat dikreditkan, maka lessee mengembalikan uang
pembayaran PPN kepada lessor.

7. PENCATATAN TRANSAKSI SEWA GUNA USAHA DENGAN HAK


OPSI OLEH LESSEE
Sophar (1996:510) mengatakan bahwa transaksi berdasarkan capital lease
harus dicatat oleh lessee sebagai aktiva tetap dan kewajiban dengan jumlah yang
sama. Dengan demikian, lessee melakukan penyusutan atas aktiva yang di sewa
guna usahakan. Kebijaksanaan penyusutan aktiva yang di sewagunausahakan
harus diterapkan secara konsisten sesuai dengan kebijaksanaan penyusutan aktiva
lainnya. Apabila tidak ada kepastian bahwa aktiva tetap tersebut tidak dimiliki
pada akhir masa sewa guna usaha, maka nilai aktiva tersebut harus disusutkan
seluruhnya dalam jangka waktu yang lebih singkat dari masa sewa guna usaha
atau umur ekonomisnya.
Berikut ini adalah contoh pencatatan akuntansi atas transaksi sewa guna usaha
dengan metode capital lease pada buku lessee (Keiso dkk., 2002:242) :
1. Pada saat lessee memperoleh aktiva
Aktiva Sewa Guna Usaha – Capital lease xxx
Hutang Sewa Guna Usaha – Capital lease xxx
2. Mencatat PPN pada saat memperoleh aktiva
Aktiva Sewa Guna Usaha – Capital lease xxx
PPN masukan xxx
Hutang Sewa Guna Usaha xxx
3. Pada saat pembayaran angsuran
Hutang Sewa Guna Usaha – Capital lease xxx
Kas xxx
4. Mencatat pembayaran bunga yang terhutang pada akhir tahun pertama
Beban bunga xxx
Hutang bunga xxx
5. Mencatat penyusutan
Beban penyusutan – Capital lease xxx
Akumulasi penyusutan – Capital lease xxx
6. Opsi membeli di akhir periode leasing
Aktiva tetap xxx
7. Akumulasi penyusutan – Capital lease xxx
Aktiva Sewa Guna Usaha – Capital lease xxx
Akumulasi penyusutan aktiva tetap xxx
Kas xxx

8. DAFTAR PUSTAKA MAKALAH SEWA GUNA USAHA AKUNTANSI


PENGERTIAN LEASING ARTIKEL
Ikatan Akuntan Indonesia. 2004. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta:
Penerbit Salemba Empat Soekadi, Eddy P. 1990. Mekanisme Leasing.
Jakarta: Ghalia Indonesia Republik Indonesia. 2000. Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum Perpajakan. Edisi Lengkap. Jakarta: Penerbit
Salemba Empat Republik Indonesia. 2000. Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan. Edisi Lengkap. Jakarta: Penerbit Salemba Empat
Republik Indonesia. 2000. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang
Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Edisi Lengkap.
Jakarta: Penerbit Salemba Empat

Вам также может понравиться